Part 40"Mas, apa aku tidak salah dengar? Kamu mengajakku pulang? Apa kamu masih mau menerimaku?""Ya, kita mulai lagi hubungan ini dari awal. Lebih baik berubah dan mengakui kesalahan dari pada mengakhiri hidup seperti ini.""Mas ...?""Aku akan menerimamu kembali. Kamu tetaplah istriku. Sampai kapanpun, akan tetap jadi istriku. Lupakanlah masa lalu yang buruk, kita mulai lagi dari awal ya?"Kartika memeluk tubuh suaminya dengan erat. Bahkan saking eratnya seperti tak ingin terlepas."Maafin aku, Mas. Aku sudah salah padamu. Aku hanya memanfaatkanmu dulu. Maaf Mas ..."***Hendi membawa Kartika pulang ke rumah ibunya. "Assalamualaikum, Bu.""Waalaikum salam."Wanita paruh baya yang sedang menggendong bayi cacat itu terkejut melihat kedatangan mereka."Kartika ...?" tukas ibu dengan nada tak percaya.Kartika menghambur ke arah ibu mertuanya. Wanita itu bersimpuh di kaki sang mertua."Maafin aku, Bu. Aku punya banyak salah pada ibu dan juga pada kalian. Maafin aku, Bu. Aku janji akan
Part 41Setelah kekacauan yang terjadi di hari pernikahan mampu membuat ketakutan bagi sebagian orang, tapi aku masih bisa bersyukur. Semua kembali baik-baik saja. Pun dengan kondisi Freya yang juga mulai membaik.Aku bersyukur karena pernikahan ini sudah sah. Ya, secara resmi aku dan Mas Rusdy telah sah sebagai suami istri.***Aku duduk di depan meja rias sembari menyisir rambutku yang tergerai panjang. Jantungku kembali berpacu cepat ketika seseorang membuka pintu kamar. Mas Rusdy masuk sambil tersenyum. Deg deg deg. Bagaimana ini? Kenapa rasanya begitu gugup menghadapinya.Aku ikut tersenyum melihatnya di pantulan cermin. Aku tetap duduk mematung di depan kaca rias. Mas Rusdy mendekat ke arahku lalu ia berjongkok di sampingku. Melihatnya seperti ini justru membuat debaran-debaran jantung ini semakin tak menentu.Mas Rusdy meraih tanganku, menggenggam kedua tanganku dan menciuminya dengan lembut. Saat ini posisiku menghadap kearahnya."Kamu sudah mandi?" tanyanya.Aku mengangguk.
Aku dan Mas Rusdy kondangan bersama ke rumah Lena."Cie cieee ... Yang pengantin baru pasti lagi hot-hotnya nih," celetuk salah satu pegawaiku. Disambut tawa yang lainnya.Kami tersenyum mendengar ledekannya. Mereka memang orang-orang yang humoris."Pak Boss sepertinya gaspol terus nih tiap malem biar cepat jadi! Hahaha.""Sssttt ...! Jangan keras-keras, nanti ada yang patah hati tuh!" Aku menoleh, melihat Freya merenung sendiri di mejanya. Dia seolah menutup diri. Mungkin dia canggung, tapi aku merasa takjub karena sekarang penampilannya berubah, dia mulai berhijab."Sudah, sudah, lebih baik kita nikmati hidangannya. Jangan merusak suasana bahagia pestanya Lena ya!" tegas Mas Rusdy. Mereka mengangguk.Setelah menikmati hidangan prasmanan, kamipun mengucapkan selamat kepada mempelai."Selamat ya, Len. Semoga pernikahan kalian bahagia, sakinah, mawadah, warahmah.""Aamiin, Mbak. Makasih ya, udah bersedia datang kesini."***"Tadi pengantinnya cantik ya, Mas," ucapku setelah sampai di
Part 43"Besok aku akan mengajakmu berjalan-jalan keliling kota, kita ke tempat wisata yang dekat sini dulu ya," ujar Mas Rusdy. "Iya, Mas. Rasanya aku sudah gak sabar," ujarku seraya menampilkan senyuman termanisSaat ini kami sama-sama berbaring di tempat tidur. Lelakiku ini tengah membelai pipiku dengan lembut. Lagi-lagi ia tersenyum. "Kenapa senyum-senyum gitu, Mas?""Aku lagi senang melihat bidadari yang ada di hadapanku," jawab Mas Rusdy tegas."Ih, mulai ngerayu lagi nih ...""Gak sayang, tapi aku serius. Kamu itu memang benar-benar cantik."Aku tersenyum, langsung kubenamkan wajahku ke dada bidangnya. Menikmati setiap detak jantung dan juga tarikan nafasnya. Tak sadar aku terlalu nyaman tidur dalam pelukan suamiku. Kamipun terhanyut dalam gelora asmara yang makin membuncah, hingga luapan cinta ini kembali berakhir dalam aktivitas mesra.***Mas Rusdy menciumi wajahku, membuatku membukakan mata. Aku menggeliat malas. Rasa dingin membuatku nyaman berada di bawah selimut."Bang
Part 44Rasanya begitu lelah, akhirnya aku menyerah untuk langsung pulang saja ke villa. Mas Rusdy pun menyetujui. Kami akhirnya pulang ke villa. Aku berganti baju dan kami salat dzuhur berjamaah.Kurebahkan diriku di atas springbed king size ini. Rasa nyaman menghampiriku hingga mengantarku dalam tidur yang lelap.Sebuah belaian lembut di pipi membuatku terbangun. Mas Rusdy sudah berbaring di sampingku dengan sebuah senyuman. "Mas?" sapaku sembari mengerjap pelan."Tidurmu nyenyak sekali dari tadi. Sholat ashar dulu yuk, habis itu kita makan. Tadi aku masak buat kamu. Cepetan gih bangun, dari siang kamu belum makan lho.""Iya, Mas. Maaf aku kecapekan, Mas."Beranjak duduk dan akhirnya bangkit menuju kamar mandi, untuk mengambil air wudhu. Selepas salat ashar berjamaah, Mas Rusdy sudah menungguku di meja makan. "Nih, aku masakin mie bakso. Dimakan dulu, Yang. Nanti malam kita keluar cari makan," ujarnya.Aku tersenyum. Ah suamiku ini pengertian sekali."Terima kasih ya, Mas.""Iya.
Part 45Hari selanjutnya aku dibawa keliling, jalan-jalan kembali. Mas Rusdy mengajakku ke dusun Bambu Family Leisure Park, untuk reservasi makan sekaligus melihat dan menikmati keindahan alam."Yang, aku mau makan makanan khas Sunda. Kamu setuju?" "Iya, Mas."Kami menuju resto Purbasari, memesan makanan khas Sunda. Nasi liwet, sayur asem & bekakak ayam. "Sambil menunggu makanan datang, kita sewa perahu yuk!" ajak Mas Rusdy. Dia mengajakku berkeliling danau, ia pun sudah membeli makanan ikan untuk disebar di danau.Aku mengikutinya, naik perahu sampan lalu mendayung sendiri. Kurentangkan tangan, menghirup udara yang begitu sejuk berhembus, menikmati hijaunya pemandangan alam. Tanpa terasa dua puluh menit terlewati, kami pun kembali ke resto. Hidangan sudah tersedia di meja."Alhamdulillah kayaknya enak nih, Dek."Dia membaca doa terlebih dahulu kemudian makan dengan lahapnya. Rasanya memang lezat, apalagi bila rasa lapar mendera.Selepas makan siang bersama, kami berjalan kaki mene
Part 46Satu bulan kemudianHueek ... Hueek ..."Pagi-pagi sekali, aku merasa pusing dan mual. Perutku rasanya tidak karuan."Hueek ... Hueek ..."Aku kembali memuntahkan isi perutku yang hanya berisi cairan. Seketika saat membalikkan tubuh, Mas Rusdy sudah berada di hadapanku dengan tatapan khawatir. "Kamu gak apa-apa, Dek? Kita ke dokter ya?" ajaknya dengan nada khawatir.Aku menggeleng perlahan. "Mas, tidak perlu. Hal ini normal terjadi pada wanita hamil," jawabku lirih."Apa maksudmu, Dek? Kamu hamil?""Iya mas, aku hamil. Kemarin aku tespeck dan hasilnya positif."Mas Rusdy tercengang mendengar jawabanku. Dua hari yang lalu, ia pergi keluar kota karena ada pekerjaan yang perlu diurus. "Kamu kenapa gak kabarin lewat telepon--""Emmh ... Sebenarnya aku ingin buat kejutan untukmu.""Kita ke dokter ya, mas ingin tahu perkembangan dedek bayi.""Kemarin sudah mas, diantar sama Mama. Bulan depan aja ya, kamu harus janji nganterin aku--""Iya sayang, pasti. Terima kasih. Mas gak perca
Bab 47Hari ini bulan kedua aku checkup ke dokter, kali ini Mas Rusdy yang menemaniku."Selamat ya, Pak. Perkembangannya semakin baik, baik ibu dan bayinya cukup sehat. Tetap jaga pola makan, banyak istirahat dan kurangi stress. Ibu hamilnya harus tetap happy ya. Ini vitaminnya bisa ditebus di apotik rumah sakit.""Terima kasih, dokter.""Sama-sama, Pak. Kalau ada keluhan bisa langsung hubungi saya, Pak.""Baik, dok. Kami permisi ya."Aku keluar dari ruangan dokter. Kami tersenyum bersama. Mas Rusdy langsung merangkulku dan menciumi pucuk kepalaku dengan lembut. Mas Rusdy terlihat bahagia, senyuman tak pernah lekang dari bibirnya."Reina, Rusdy," sapa seseorang. Kami berdua menoleh. Untuk sesaat kami saling diam. Apalagi saat Mas Hendy menatapku dengan tatapan tak biasa."Hendy, gimana kabarmu?" tanya Mas Rusdy. "Ya, seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja. Kami baru selesai periksakan si kecil, badannya demam.""Lho mana istri dan bayimu?""Tadi dia masih di belakang. Kalian ada