Bab 47Hari ini bulan kedua aku checkup ke dokter, kali ini Mas Rusdy yang menemaniku."Selamat ya, Pak. Perkembangannya semakin baik, baik ibu dan bayinya cukup sehat. Tetap jaga pola makan, banyak istirahat dan kurangi stress. Ibu hamilnya harus tetap happy ya. Ini vitaminnya bisa ditebus di apotik rumah sakit.""Terima kasih, dokter.""Sama-sama, Pak. Kalau ada keluhan bisa langsung hubungi saya, Pak.""Baik, dok. Kami permisi ya."Aku keluar dari ruangan dokter. Kami tersenyum bersama. Mas Rusdy langsung merangkulku dan menciumi pucuk kepalaku dengan lembut. Mas Rusdy terlihat bahagia, senyuman tak pernah lekang dari bibirnya."Reina, Rusdy," sapa seseorang. Kami berdua menoleh. Untuk sesaat kami saling diam. Apalagi saat Mas Hendy menatapku dengan tatapan tak biasa."Hendy, gimana kabarmu?" tanya Mas Rusdy. "Ya, seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja. Kami baru selesai periksakan si kecil, badannya demam.""Lho mana istri dan bayimu?""Tadi dia masih di belakang. Kalian ada
Part 48Sejak kiriman bangkai tikus yang pertama kali kudapatkan, banyak pula teror-teror lainnya. Sebuah pesan dari nomor asing yang terus menerus masuk ke nomorku.[Kau tidak akan bahagia karena telah merebut kebahagiaan orang lain][Tunggu saja, suamimu tercinta akan pergi meninggalkanmu][Kau akan hidup menderita selamanya, hingga kau merasa menyesal karena sudah dilahirkan][Dia hanya milikku bukan milikmu!]Aku mengerutkan kening, benar-benar tak mengerti siapa pengirim pesan asing ke nomorku ini. Dari kata-katanya sudah jelas dia seorang wanita. Apakah wanita yang jatuh cinta pada suamiku? Tapi siapa dia? Kupikir selama ini tak ada yang dekat dengan Mas Rusdy, dia selalu menjaga perasaannya untukku.Berulang kali kublokir, tetap saja ada nomor asing lain yang mengirimiku pesan-pesan gak jelas seperti ini.[Tunggu saja, milikku akan kurebut kembali, berbahagialah untuk sesaat, karena ke depannya kau akan gigit jari][Kamu hanyalah pelampiasan nafsu, karena cintanya adalah milik
Bab 49Aku naik ke mobil Mas Rusdy. Aroma parfum kamper mobil bercampur udara AC justru membuatku mual. "Hueeek ... Hueeek ..." Mas Rusdy urung menyalakan mobilnya. "Dek, kamu gak apa-apa?" tanyanya panik, ia merasa iba padaku."Mas, perutku mual banget. Baunya gak enak, bikin mau muntah," sahutku sambil menahan rasa mual luar biasa.Aku langsung membuka pintu mobil dan muntah di luar. Astaga, rasanya kampungan sekali! Harusnya kan aku merasa segar di dalam mobil, tapi aroma itu justru membuat perutku mual-mual."Kamu tidak apa-apa, Sayang?" tanya Mas Rusdy, dia memijat pundakku dengan lembut."Mas, aku gak mau naik mobil lah, mending aku di rumah aja. Aku gak tahan sama baunya," ucapku."Lho, gak jadi ikut ke kantor?" Ia kembali bertanya.Aku menggeleng."Padahal kemarin malam kamu baik-baik saja kan naik mobil?""Entahlah, Mas, pagi ini aku mendadak mual karena aroma parfum di mobilmu. Aku gak tahan, Mas."Mas Rusdy masuk ke tokoku, lalu kembali lagi, rupanya dia mengambil minyak
Part 50"Surprize ...!" Tiba-tiba sepulang kerja, Mas Rusdy menyodorkan buket bunga dan kotak kado ke dalam pangkuanku. Aku yang saat ini tengah duduk di sofa ruang keluarga sembari menonton televisi langsung mendongak ke arahnya. Mas Rusdy tersenyum, lalu mencium pipiku dengan hangat."Selamat ulang tahun, Sayang ... Selamat bertambahnya umur. Semoga bahagia selalu dan pernikahan kita langgeng," ujarnya penuh perhatian.Sebuah senyuman merekah di bibirku. Aw, suamiku ini so sweet sekali. "Makasih ya, Mas."Mas Rusdy langsung beralih duduk di sampingku dan merangkul pundakku. "Tentu saja sayang. Love you." Sebuah kecupan kembali mendarat di pipiku.Lagi, aku tersenyum. Memandang hadiah yang dibawa oleh Mas Rusdy. Sebuah buket mawar merah dengan aroma yang wangi.Aku menghirup bunga itu sejenak, aromanya begitu menenangkan."Bunga yang cantik untuk orang yang spesial. Mawar merah melambangkan cinta dan kasih sayang yang tulus dan dalam," ujar Mas Rusdy membuatku menoleh."Terima kas
Part 51Drrrttt ... Drrrttt ...Ponsel Mas Rusdy dari tadi bergetar. Aku yang tengah sibuk merekap pesanan toko jadi beralih melihatnya. Sebuah panggilan dari nomor tak dikenal. Aku melongok ke dalam Mas Rusdy sepertinya masih sibuk di dapur. Aroma roti bakar menguar sampai ke hidungku."Mas, ada telepon nih!" panggilku. "Dari siapa?" Dia menyahut dengan nada setengah berteriak."Gak tahu mas, nomor asing.""Angkat dulu dek. Mas lagi nanggung nih," sahutnya lagi.Belum sempat kuangkat panggilan itupun terputus. Aku menghela nafas dalam-dalam. Sejak kehamilanku ini memang terasa lebih cepat lelah. Drrrttt .... Drrrttt ... Lagi-lagi ponsel itu bergetar. Panggilan dari nomor yang sama. Aku mengangkat panggilannya."Hallo, assalamualaikum ..." sapaku mengawali pembicaraan.Hening. Tak ada sahutan apapun dari sana."Hallo, ini siapa?"Masih saja hening, walaupun panggilan itu tersambung."Hallo?"Tut ... Tut ... Tut ... Panggilan itu diputus secara sepihak. Aku menggeleng perlahan. S
"Aaaauu ... Mas, perutku sakit sekali! Astaghfirullah hal'adzim, sakit sekali maaas...!" pekikku sembari memegangi perut yang terasa kencang. Rasanya tak bisa digambarkan dengan kata-kata."Sakit? Jangan-jangan kamu mau melahirkan, Dek?" tanya Mas Rusdy.Mas Rusdy tampak panik. "Kita ke rumah sakit sekarang, pelan-pelan, Dek," ujarnya. Mas Rusdy memapahku untuk keluar dari kamar. Rasa sakit yang begitu menggigit, aku sampai tak bisa menahannya. Nyerinya terasa begitu hebat."Aduh mas, sakiiiit. Sakiiiit maaas!" seruku lagi. Sungguh aku tak bisa menahan rasa sakit luar biasa ini.Tanpa terasa air mata ini luruh begitu saja. Tak kuat menahan rasa sakitnya, aku sampai mencengkeram kuat tangan Mas Rusdy."Maaas, sakiiiit ...! Aku gak kuat lagi mas!""Sabar ya sayang, sabar. Tahan dulu ya. Kamu pasti kuat, kamu pasti bisa," ujarnya menguatkanku."Mas, Mbak Reina kenapa?" tanya Mbok Jum."Sepertinya mau melahirkan mbok. Mbok tolong ya ambil tas perlengkapan bayi di kamar," tukas Mas Rusdy
Part 53Drrrttt ... Drrrttt ...Lagi-lagi ponselku bergetar. Kali ini panggilan dari Papa. Papa dan mama baru saja bertolak dari sini, kira-kira ada apa mereka menghubungiku? Apa karena ada barang yang ketinggalan?"Assalamualaikum. Ya ada apa, Pa?""Dengan saudara Rusdy? Ini dari petugas polisi. Saya lihat dalam log panggilan terakhir Bapak Hadiyan, Pak Rusdy lah yang terakhir dihubunginya.""Iya pak, saya putra Pak Hadiyan. Apa yang terjadi dengan orang tua saya, Pak?""Mobil Pak Hadiyan mengalami kecelakaan tunggal di KM 9,5 diduga rem mobilnya blong.""Apa? Kecelakaan? Bagaimana dengan kedua orangtua saya, Pak?""Korban sudah dilarikan ke Rumah Sakit Mutiara. Sedangkan mobil dan barang-barang Pak Hadiyan sudah diamankan di kantor polisi untuk proses penyidikan.""Baik, Pak. Terima kasih infonya, saya segera kesana."Kututup panggilan telepon. Jantungku berpacu dengan cepat. Dua puluh menit yang lalu, mereka baru pergi dari sini. Kenapa kejadiannya begitu cepat."Ada apa, Mas?" ta
Bab 54. Dia KembaliAku menoleh kearahnya, wanita itu tersenyum. Sungguh tercengang dibuatnya saat melihat dia ada disini. Dia ... Orang yang dulu pernah mewarnai hidupku. Aku segera bangkit berdiri. "Anjani? Kenapa kau bisa ada disini?" tanyaku. Dari mana dia tahu kalau aku berada di pemakaman. Apa selama ini dia mengikutiku? Apa selama ini juga dia yang sudah menerorku? Berbagai macam pertanyaan datang silih berganti."Kenapa? Kaget ya?" ujarnya seraya tersenyum"Bukankah kamu ada di--""Rumah sakit jiwa? Haha, aku sudah lama sembuh, Mas. Sejak kau memberikan secarik kertas berisi kata maaf untukku. Aku bisa sadar kembali dan bisa mengingat semuanya. Terima kasih mas, kau sudah menjadi obat bagiku. Susah payah aku keluar dari tempat terkutuk itu. Dan bisa kembali kesini untuk menemuimu. Menemui kekasih tercintaku."Tiba-tiba saja dia memelukku dari samping, bersandar manja dan langsung memotretnya dengan ponsel. "Apa yang kau lakukan?" ketusku sembari mendorongnya agar dia menjauh