Mobil itu makin lama makin mengecil dan menghilang dari pandangan. Devita lekas mengajak Reyhan berjalan ke mini market, akan tetapi setelah beberapa langkah beliau berhenti begitu mendengar suara yang tidak asing memanggil namanya."Jeng Devita!" Suara itu terdengar keras dari dalam sebuah mobil sedan yang tampak mengkilap dan mewah.Devita sontak menoleh dan melihat sosok wanita anggun yang sebaya dengannya sedang menurunkan kaca mobil di bagian belakang sang sopir.Devita membelalakkan matanya, namun sedetik kemudian wajahnya berubah dengan senyum mengembang."Eh, Jeng Desi, ya?" tanyanya memastikan sembari berjalan ke arah mobil tersebut. "Halo, gimana kabarnya, Jeng?""Baik." Desi membuka kacamata hitamnya dan tersenyum. "Mau ke mana? Kok lama nggak ada kabar? Hilang ke mana, Jeng?"Tawa itu meledak sambil mengibaskan tangannya. "Ah, nggak ke mana-mana kok. Jeng Desi bisa saja.""Masa? Kok tiba-tiba nomor telepon nggak bisa dihubungi? Nggak pernah muncul saat arisan lagi, sengaja
Langkah kaki itu kini berlari mengejar cewek berambut lurus di antara kerumunan para siswa-siswi yang lagi berada di jam istirahat. Napasnya ngos-ngosan, sedari tadi dia udah berteriak layaknya orang kesetanan, tapi cewek itu tetap aja tidak menghiraukannya, malah seolah berubah tuli, kayak orang yang ngelamun sambil jalan dan seakan tak mendengarkan apa-apa di belakangnya. Dilihat dari cara jalannya yang seperti robot tak tentu arah, dia pikir mungkin tuh cewek sedang banyak pikiran. Atau ini ada hubungannya dengan Kenn? Ya, dari kemarin tingkah sahabatnya itu emang rada aneh. Selain selalu melihat bangku kosong Kenn, setahu dia sampai sekarang sobatnya itu belum bisa menemukan Kenn dan berbicara dengan tuh cowok. Sebenarnya Dara cukup penasaran tentang alasan Kenn melakukan semua itu untuk Frel. Melindunginya, bahkan sangat peduli kepada sahabat kecilnya itu. Apa jangan-jangan Kenn diam-diam suka sama Frel? Tadi pagi dia juga udah labrak Tomi dan meminta bocoran keberadaan Kenn.
Langkah itu terpaksa terhenti."Ada apaan lagi sih, Ra?" tanya Frel kesal begitu melihat Dara dari belakang tiba-tiba melompat ke depannya layaknya kodok sambil merentangkan tangannya.Dara menghadang Frel sambil cengengesan nggak jelas."Jangan buru-buru pergi dong, Frel. Gue kan belum jelasin maksud gue cariin lo tuh apa.""Kenapa nggak dari tadi ngomongnya?""Ya, mau ngomong gimana, lo aja nggak kasih kesempatan gue ngomong, Frel," tukas Dara sambil sok cemberut.Frel menghela napas kasar seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "Ya, udah jelasin. Jangan lama-lama, gue kasih waktu lo lima menit."Dara kontan melotot sambil berseru panik. "Kok waktunya dikit banget. Tambahin, dong!""Udah satu menit kebuang sia-sia. Waktu lo tinggal empat menit.""Oke, oke. Gue ngomong." Dara maju mendekat sembari merangkul tangan sahabatnya. Ia cengar-cengir kayak orang bego. "Ikut gue, yuk, Frel."Cewek berkulit putih itu memutar kedua bola matanya. "Ke mana?""Temani gue ketemu cowok gue, ya
Sesungguhnya Dara ingin Frel berpacaran sama Kenn. Ia pikir mereka sangat serasi. Akan tetapi yang membuat Dara pesimis mak comblangin Frel dan Kenn itu ya ini, bahwa Frel lebih tergila-gila sama kakak ketua OSIS kita daripada Kenn. Ia sebagai sahabat nggak bisa apa-apa selain mendukung apa aja yang diinginkan Frel.Ia tadi membahas Kevan ada di kantin bersama sang pacar, karena tidak lain dan tidak bukan hanya ingin membuat Frel tersenyum dan ceria lagi. Bukan terus memikirkan Kenn yang menjadikan dirinya akhir-akhir ini murung.Intinya Dara ingin apa pun pilihan Frel, ia berharap pilihan tersebut adalah yang terbaik untuk sobatnya dan selalu mendatangkan kebahagiaan untuk Frel.Ya, Frel harus bahagia. Ia tidak ingin Frel menderita lagi. Ia tidak mau melihat sahabat kecilnya ini menangis diam-diam di belakangnya. Berusaha kuat dengan segala permasalahannya sedari kecil. Seolah semua beban hidup bisa ia genggam dan tertutup oleh sifat ceria dan ketangguhannya.Kini Dara dengan semanga
Semenjak tahu perempuan yang ia sukai bekerja di restoran sahabatnya, pria itu langsung bergerak cepat. Termasuk meminta daftar jadwal masuk kerja sang cewek kepada sahabatnya. Otomatis segala yang ia lakukan akan selalu bertepatan di mana ada cewek itu berada.Seperti hari ini contohnya. Seolah telah menjadi kebiasaan, saat tiba jam makan siang ia buru-buru datang ke restoran itu, dan seakan telah terbiasa akan kehadirannya, si cewek hanya tersenyum sambil melayani pelanggan setia dadakan tersebut.Iya, Rian sekarang mah salah satu pelanggan khusus yang wajib dilayani oleh Inez. Dan itu pun atas perintah dari Beni."Makan siang, Yan?" tanya Inez sambil melihat Rian yang udah duduk anteng menunggunya. "Kali ini mau menu apa lagi?"Rian nyengir kuda, jelas ia juga sebenarnya malu ke sini terus-terusan, tapi apa boleh buat, hatinya ada di sini. Cewek yang ia sukai berada di restoran ini. Cowok itu hanya berusaha menebalkan muka dan tanpa rasa malu menjawab semua pertanyaan Inez dengan j
Mendung menyelimuti sore itu ketika Rian selesai meeting bersama arsitek yang ia bawa ke kantor Pak Ronald untuk membahas konsep dari proyek gedung rumah sakit yang akan ditangani oleh timnya.Sejak keluar dari kantor tersebut, beberapa kali ia melihat jam tangannya hingga membuat rekan kerjanya mengernyit heran."Lo kenapa, Yan? Gue perhatiin dari tadi ngecek jam tangan mulu.""Mendungnya gelap banget. Kayaknya bentar lagi mau hujan," ucap Rian terdengar gusar, berkacak pinggang sambil melihat langit. Tanpa menjawab pertanyaan yang ditujukan padanya."Hmm, malah gue dikacangin," gerutu Rudi—sang arsitek —yang lagi berdiri di depan kantor Pak Ronald."Sorry, Rud. Gue lagi nggak konsen." Rian menoleh ke arah Rudi. "Menurut lo bentar lagi bakal hujan nggak?""Kalo liat dari langitnya kemungkinan besar akan hujan. Kenapa? Lo takut kehujanan waktu pulang? Lo kan bawa mobil, Yan.""Enggaklah, ngapain takut hujan," tukas Rian cepat. "Takut tuh sama Sang Pencipta.""Lha, terus kenapa?"Rian
Sebuah keluarga di hari minggu kini sedang berkumpul bersama di rumah, meski saat ini mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Sang papa yang tengah minum kopi bersama istri di ruang tengah, anak lelaki yang masih bergelut dengan ikan kesayangannya di akuarium yang terletak di halaman belakang, bahkan si anak gadis terlihat sibuk di kamarnya menata beberapa foto yang menarik baginya untuk ditempel di dinding kamarnya."Yes! Udah kelar," serunya sambil memuja hasil karyanya yang ia anggap sangat bernilai harganya. "Kalo gini kan gue tiap malem bisa mimpi indah terus.""Ra...! Udah siap belum?" teriak sang mama di luar pintu kamarnya."Belum, Ma...." Cepat-cepat ia membuka pintu kamar dan menyembulkan kepalanya sambil cengengesan. "Frel udah datang belum, Ma?""Lho, kamu hari ini punya janji sama Frel? Kok nggak ngasih tau mama?""Lupa, hehe. Tadi aku udah minta Pak Komar buat jemput Frel, jadi nanti kita berangkat sama-sama. Nggak apa-apa kan, Ma?""Nggak apa-apa, dong. Malah bagus.
Nita mengajak mereka semua ke lantai atas di sebuah restoran yang menjual aneka makanan. Mereka memesan menu makanan kesukaan masing-masing yang bahkan mejanya kini udah full oleh hidangan yang menggugah selera. Siapa lagi kalau bukan Dara dan Frel yang kali ini lebih dominan menentukan apa aja yang harus dipesan. Tak ketinggalan es krim dan berbagai dessert pun udah tersaji di atas meja."Makannya pelan-pelan saja nggak usah terburu-buru, Frel," tegur Dira—papanya Dara—sambil tersenyum geli."Abis suka banget sama es krim, Om," ujar Frel cengengesan."Yang dimakan harusnya nasinya dulu bukan es krim yang diserbu duluan, Frel," timpal Rian sembari tangannya meraih tisu dan diberikan pada gadis imut tersebut yang ada di sebelahnya. "Lap gih, tuh mulutnya pada belepotan.""Makasih, Kak." Frel nyengir kuda, lalu mengusap cepat bibirnya.Sementara Dara sendiri kini sibuk makan sembari diam-diam main kirim pesan ke Ari. Ia senyum-senyum sendiri sedari tadi, tentu tanpa sepengetahuan mama p