Di kelas X-1 tampak seorang guru sedang mengajar pelajaran sosiologi. Beliau berdiri di bagian depan sambil menerangkan dengan datar dan lesu. Eh, bukan, maksudnya mungkin pembawaan beliau emang seperti itu, jadinya para siswa-siswi di dalamnya pun banyak yang terlihat lesu juga. Ada yang menguap lebar-lebar, lemas sok tak berdaya, ada yang lagi mancing kotoran di hidung, ngorek-ngorek telinga, bahkan ada juga yang menelungkupkan wajah di atas meja dengan kurang ajarnya.
Meski begitu, sang guru tetap tak menghiraukan pemandangan para muridnya. Beliau tetap melanjutkan dan beberapa kali mengulang bacaan sebuah buku pelajaran di salah satu tangannya.
"Ra, kasian ya Pak Susilo, udah jelasin panjang lebar, yang dijelasin malah banyak yang nggak mau denger," gerutu Frel sambil duduk bertopang dagu. "Lagian kenapa Pak Susilo sabar banget, ya? Emang sih pelajaran sosiologi agak bikin bosan, apalagi yang dijelasin soal definisi masyarakat, syarat-
08127777XXXX: Kak, tik-itik-itik-itik. Hihihi.'Lha, ini maksudnya apa?'08127777XXXX: Geli nggak gue gelitikin? Hehe.'Sarap nih cewek. Mana bisa geli kalo cuma ngebaca doang. Wah, kembarannya Alvin ini.'08127777XXXX: Semalem gue susah tidur loh mikirin Kak Ari *kyaaa jadi malu*'Sinting! Emang gue pikirin?!'08127777XXXX: Kak, kangen sama gue nggak?'Nggak! PD gila lo.'08127777XXXX: Bilang aja kangen, nggak usah maluuuuu.Dari semua pesan tersebut nggak ada yang dibalas Ari. Ia hanya menjawab jengkel di dalam hati. Apalagi usai membaca pesan terakhir. Yang ada Ari sontak melotot dan bawaannya pengin ngunyah sandal."Kenapa lo?" tanya Alvin begitu melihat ekspresi Ari yang ta
Di sebuah meja makan sederhana, seorang ibu memberikan beberapa pertanyaan kepada anak perempuannya, tetapi selalu diabaikan. Anak itu makan dengan diam. Sesekali hanya menjawab dengan anggukan ataupun gelengan.Sang ibu mendesah berat. "Kamu sampai kapan menghukum mama seperti ini?"Si anak terus aja diam. Ia tidak lagi nyaman dengan pertanyaan ibunya. Setelah beberapa suapan kecil, ia lebih memilih mengakhiri acara makannya tanpa menghabiskannya. Perempuan itu meminum air di gelas beberapa teguk, kemudian mengangkat piringnya untuk dibawa ke dapur."Nez, aku tahu mama salah," ucapnya. Melihat anaknya yang terdiam mematung, sang ibu berucap kembali meskipun ragu. "Tolong, maafin mama. Mama nggak tau akan jadi begini.""Mama dulu juga mengatakan hal sama di depan papa, tapi saat papa memutuskan bunuh diri karena ketidaksanggupannya menghukum istrinya, justru mama menambah pengkhianatan itu dengan menikahi lelaki biadab selingkuhan mama," ujar Inez datar,
Jalanan siang ini begitu padat merayap, tetapi tidak membuat pria tampan yang tengah mengemudi mobil range rover miliknya itu menjadi patah semangat. Ia bahkan bersenandung lirih ikut menikmati musik dalam radio. Ia dengan santai dan bahkan sedang merasakan kegembiraan yang luar biasa.Bagaimana tidak, hari ini ia mendapat hadiah kejutan dari sang papa karena bulan lalu telah berhasil mendapatkan lima tender besar berturut-turut untuk perusahaannya. Dan lebih membahagiakannya lagi, hadiah tersebut merupakan sesuatu yang ia idam-idamkan selama ini.Papanya memberikan hadiah mobil impiannya yaitu range rover sport yang kini langsung ia coba untuk meluncur ke tempat salah satu proyek. Alasannya untuk memantau perkembangan proyek yang saat ini sedang proses dibangun, padahal tujuan utamanya hanya untuk bersenang-senang dengan mobil barunya.Nggak sia-sia emang, trik yang ia lakukan akhirnya membuahkan hasil. Hampir setiap hari ia secara sengaja menunjukkan maj
"Ar, gimana tuh cewek? Cantik nggak? Seksi nggak?" Besoknya Alvin memberondong pertanyaan saat Ari memasuki kelas."Cewek yang mana?""Kok cewek yang mana? Yang itu tuh, si ceweeek ... ugh! Pasti seksi dan super hot yang neror lo." Alvin terus aja mengekori Ari yang saat ini udah ada di bangkunya."Ya, nggak gimana-gimana," jawab Ari kelewat santai.Emang sepulang sekolah ia nekat membalas pesan Dara, yang semuanya atas dasar rasa penasaran dia sendiri. Sampai sore. Setelah itu malamnya Dara balik lagi mengirim pesan padanya, mumpung jiwa berkobar Dara belum surut untuk menggaet cowok tampan. PDKT harus tetap diperjuangkan.Tanpa sadar Ari juga mau-mau aja membalas pesan Dara. Hingga tengah malam. Nggak tahu karena apa, diguna-guna Dara kali, ya?!Lama-kelamaan tuh cewek asyik juga diajak bercanda, yaaaa, meskipun tulisan pesannya lebay serba kebangetan. Membuatny
"Kak Ariiiiiii!!"BRUK. Ari terjatuh dari kasur. Ia merintih kesakitan.Sial! Kapan ia bisa tidur dengan tenang? Selalu aja ada para pengganggu.Ia mengusap kasar wajahnya. Cowok itu menggeram sambil menahan kantuk. Rasa jengkel, kesal, marah berbaur menjadi satu. Ia masih ngantuk dan lelah."Kak Ari, buka!"Ari mengumpat. Ia mendengar Dito menggedor-gedor pintu kamarnya. Awas aja sampai adiknya itu ngomong sesuatu yang nggak penting, ia nggak akan berpikir dua kali untuk membalas tuh bocah."Kak Ari, bukain!!"Ari makin geram. Ia menyeret kakinya dan beranjak menuju pintu. Ia tarik sekuat tenaga gagang pintu dan bermaksud menyembur adiknya saat itu juga. "Ada ap—""Ada medusa, Kak."Tangan Ari yang beberapa detik lalu ingin menempeleng kepala Dito, kini terhenti. Ia berkacak pinggang. "Lo
Taman itu lumayan luas. Begitu banyak bunga cantik yang di tanam di halaman belakang rumah. Disediakan kursi taman, juga ada mainan jungkat-jungkit beserta ayunan.Terlihat Dara dan Ari duduk di kursi taman tersebut. Dalam keadaan sepi begini, sesungguhnya sang cowok tidak nyaman berduaan bersama cewek yang kebetulan adik kelasnya. Selama ini tiap ada cewek yang berusaha cari perhatian, ia biasanya selalu menyeret Alvin untuk berada di tengah-tengah obrolan. Atau jika cewek itu nekat datang ke rumahnya pasti Dito atau sang mama yang menjadi sasaran agar mereka mau menemani sang cewek, sementara dia secara diam-diam langsung ngibrit ke luar rumah untuk kabur sejauh-jauhnya.Ya, selalu seperti itu.Kecuali hari ini.Mana tega Ari ngacir duluan setelah dia tahu adik satu-satunya itu telah berbuat tidak sopan mengatai cewek di depannya. Setega-teganya cowok itu meninggalkan para cewek yang mengejarnya, t
Rian berjalan lunglai ke dalam kantor. Kemejanya kusut, dasinya longgar dan miring, sementara rambut gelapnya udah berantakan meski ketampanannya tidak berkurang sedikit pun."Datang-datang kok penampilannya acak-acakan, Pak. Harusnya bahagia dong abis dapat mobil baru," goda Lena, salah satu karyawan yang masuk dalam timnya."Gue abis dapat servis, pelayanannya sangat memuaskan, Len. Sekali pertemuan, datang empat sekaligus. Makanya gue capek. Lo mau juga? Nanti gue daftarin kalo lo mau," ucap Rian santai. Udah kayak ngomong sama sobat sendiri.Dalam kamus Rian, selama itu bukan di depan papanya atau klien, ia tidak mengharuskan anak buahnya untuk berbicara formal. Ia lebih suka apa adanya untuk memupuk kekompakan tim."Ogah," jawabnya spontan. Lena tahu Rian hanya bercanda, tapi mendengar servis sekaligus dari empat cewek diutarakan di depannya membuatnya merinding juga. "Kalo jadi yang pertama dan terakhir di hati baru gue mau, Pak," lanjutnya, m
Wajah Inez sesaat berubah. Ia terlihat kaget akan pertanyaan Rian, tetapi beberapa detik kemudian pandangannya tertuju pada cowok yang dengan kurang ajar telah menciumnya tanpa seizin darinya.Sakit hati yang ia rasakan tiga tahun lalu kembali menyerangnya. Bagaimana ia harus dipermalukan di depan orangtua cowok itu dan dipaksa pergi dengan hujatan kejam dari seluruh kerabat Hans.Dadanya bergemuruh. Seolah darah yang mengalir di sekujur tubuhnya mendidih dengan sangat hebatnya.Ia menatap tajam Hans. "Dia ... cuma mantan brengsek yang nggak berarti apa-apa buat gue."Seketika Rian menyeringai senang. Seakan sesuatu benda berat yang sempat menyumbat pernapasannya beberapa saat lalu kini telah lenyap.Sedangkan Hans, sekelebat keterkejutan melintas sukses di wajahnya. Cowok itu tertegun. Ia tidak menyangka sebesar itu rasa kebencian yang tertanam di hati Inez untuknya."Gue tau gue salah. Tapi apa hubungan kita nggak bisa diperbaiki lagi, Nez