Davina mulai membuka catatan yang ditinggalkan Lulu.
[Hari ini nyawaku kembali menggenap. Davina sahabat terbaikku menawari pekerjaan di kantor suaminya. Siapa sangka aku bisa menjadi sekretaris seorang bos muda yang tampan dan menawan. Thanks, Davina. Kamu tidak akan menyesal telah memilih aku]*Berdiri di atas duri, begitulah yang dirasakan Fathan setelah mendengar kabar bahwa kematian Lulu bukan karena bunuh diri. Ada seseorang yang mengincar kematiannya. Polisi masih mencari barang bukti dan petunjuk yang bisa mengarahkan kepada pelakunya."Untuk sementara semua kawan-kawan dan orang dekat korban bisa menjadi tersangka. Saya harap Pak Fathan bisa bekerjasama dengan kami dengan membongkar semua fakta tanpa ada yang ditutup-tutupi. Karena TKP berada di kantor bapak, kami akan mulai dari Anda. Apakah Anda sudah menunjuk pengacara?'" tanya Bripda Estu Saragih yang dijawab Fathan dengan anggukan kepala."Kami akan mulai menjadwalkan pekan depan untuk investigasi, termasuk kepada istri Anda, Ibu Davina.""Kenapa istri saya? Apakah dia juga ...."Fathan menggantung kalimatnya. Tentu saja Davina termasuk yang dicurigai karena dia adalah sahabat Lulu. Anggota geng Cokelat baru saja bertemu pada malam sebelumnya."Semua data orang-orang yang berhubungan dengan korban dalam 24 jam terakhir sudah ada pada kami, dan Ibu Davina termasuk salah satunya. Apakah pengacara Ibu Davina juga sama dengan pengacara Anda?" selidik Bripda Estu Saragih."Saya ... Kami belum membicarakannya." Fathan memang belum sempat membahas masalah ini dengan Davina. "Segera setelah ini kami pasti akan berdiskusi," imbuhnya berusaha menutupi gusar di wajahnya."Baik Pak Fathan, terima kasih atas kerjasamanya. Jangan lupa Anda dan istri dilarang bepergian ke luar kota maupun ke luar negeri. Selamat siang."Fathan mengangguk lalu bangkit dari kursinya dan bergegas keluar dari ruangan. Ternyata masalah ini tidak sesederhana yang dia kira. Fathan segera mencari nama Thomas dari list phonebooknya. Dia harus menelpon pengacaranya."Pak Thomas bisa ke kantor saya secepatnya? Saya butuh berkonsultasi. Iya, iya betul. Ini tentang sekretaris saya. Baik, saya sedang dalam perjalanan ke kantor. Terima kasih."Lulu Adzkiya ibu tunggal dari seorang anak laki-laki berusia enam tahun. Davina begitu bersemangat memperkenalkannya ke kantor suaminya. Jika Davina tidak menceritakan tentang latar belakang Lulu, mungkin Fathan tidak menduga jika perempuan berambut ikal itu pernah melahirkan. Lulu masih terlalu langsing untuk ukuran wanita beranak satu. Tubuhnya kurus, tidak terlalu tinggi tapi seksi. Dengan setelan rok pendek dan blazer yang pas sesuai bentuk tubuhnya, penampilan Lulu sangat menarik.Kulit Lulu tidak seputih Davina. Dengan dua lesung pipi dan gigi kelinci, siapa pun tak akan bosan memandang wanita berusia dua puluh lima tahun itu. Di antara teman-teman yang tergabung dalam geng Cokelat, Lulu anggota termuda. Pertemuan Fathan dan Lulu di kantor Fathan terjadi atas prakarsa Davina."Mas kenalin ini Lulu temanku. Aku pikir kamu butuh sekretaris pribadi dan aku tidak bisa mempercayai siapa pun kecuali dia."Dengan mata berbinar Davina memperkenalkan sahabatnya. Lulu menyodorkan tangannya. Senyum manis dengan dua lekuk lesung pipit memperlihatkan deretan gigi putih Lulu terlihat menawan. Bagaimana bisa Fathan menolak sekretaris pribadi secantik ini?"Ehm ... terserah kamu saja, Sayang. Kamu memang istri terbaik. Kapan Lulu bisa mulai kerja?" tanya Fathan tak bisa menahan rasa gembiranya."Secepatnya mas, eh Pak, maaf." Semburat merah menjalar di pipi Lulu. Fathan memiliki postur tubuh yang tinggi atletis juga membuat Lulu tak bisa menahan senyumnya saat matanya bersirobok dengan calon bosnya."Lulu, suamiku ini bos kamu kalau di kantor. Di luar kantor kamu bebas panggil dia semaumu. Tugasmu cuma memastikan suamiku makan teratur, menyusun jadwal pekerjaan yang 'manusiawi' dan menjadi mata-mata khusus untukku." Davina mengedipkan matanya yang disambut gelak tawa Lulu. Tentu saja dia dengan senang hati akan melakukannya."What? Maksudmu kamu menyediakan mata-mata di kantorku sendiri?" protes Fathan dengan wajah kesal yang dibuat-buat. Sejatinya hatinya tengah bersorak gembira. Bukankah dengan kehadiran sekretaris ini semua akan menjadi lebih mudah?"Maaf Pak Fathan, sepertinya Anda tidak punya pilihan lain karena saya digaji tinggi untuk pekerjaan ini. Saya pastikan Davina tidak melewatkan informasi apa pun tentang Anda meski itu cuma satu detik."Lulu membalas candaan Davina dengan senyumnya yang khas. Hari ini menjadi hari yang menyenangkan seumur hidupnya. Entah mimpi apa dirinya semalam hingga datang satu moment terbaik yang tak bisa dia lupakan. Ada letupan kecil di jantungnya setiap menatap mata teduh Fathan."Oke Lulu, tugas perdanamu adalah pesan AC baru, saya mulai merasa kegerahan di ruangan ini." Fathan menarik dasinya, berusaha mengendurkan ikatannya. Davina tersenyum melihat ulah suaminya. Dia memang sudah mempercayai Lulu seperti adiknya sendiri. Di bawah pengawasan Lulu, Fathan pasti akan berpikir ulang jika ingin macam-macam di belakangnya."Apakah AC 3 Pk cukup untuk ruangan ini?" tanya Lulu dengan pandangan mengitari ruangan yang berukuran 4x4 meter persegi."Cukup Lulu, sangat cukup untuk membuat saya mati membeku," jawab Fathan yang diikuti gelak tawa Davina dan Lulu. Mereka bertiga tertawa lepas seperti seharusnya. Tanpa sengaja Fathan dan Lulu bertemu pandang. Lagi.Saat itulah Fathan merasa Davina tidak salah memilihkan sekretaris untuknya.Hari-hari selanjutnya hubungan mereka sebagai bos dan sekretaris tidak menemui kendala. Lulu sangat bisa membawa diri. Selera humornya yang bagus membuat Fathan lebih sering memperlakukannya sebagai teman ketimbang sekretaris. Lulu menghandle semua jadwal pekerjaan Fathan dengan rapi dan berhati-hati. Jika ada hal yang tidak ia ketahui, Lulu tak sungkan bertanya kepada Davina. Hal itulah yang dulu dikuatirkannya sebelum menerima pekerjaan dari sahabatnya."Kamu yakin aku bisa jadi sekretaris buat suamimu? Vin, aku cuma lulusan SMA. Aku rasa kamu terlalu berlebihan." Lulu meletakkan gelas berisi lemon jus ke atas meja."Lu, nanti sambil jalan aku ajarin. Lagian apa kamu enggak mau kuliah lagi? Keenan sudah bisa kamu tinggal. Ayolah ... aku tahu kamu masih ingin meraih mimpimu. Kamu bisa bekerja lima hari dan ambil kelas weekend. Kelas khusus karyawan."Davina meyakinkan Lulu yang terlihat mulai terpengaruh dengan omongannya. Mereka berteman sejak SMA. Lulu terpaksa tidak bisa kuliah karena terlanjur hamil duluan dengan pacarnya.Satu kesalahan yang harus ditebus selamanya. Terkadang memang orang tidak tahu sebesar apa dampak yang ditimbulkan dari satu kecupan selamat malam oleh sepasang muda mudi yang sedang dilanda gelora asmara. Lulu dan Rizal, pacarnya, akhirnya kalah menuruti hawa nafsu. Selanjutnya penyesalan adalah hadiah yang pasti akan mereka terima.Seiring berjalannya waktu, Fathan dan Lulu menjadi partner kerja dan kawan ngobrol yang menyenangkan. Suatu hari saat Fathan pulang dari Singapura untuk urusan pekerjaan, pria berjenggot tipis itu kelelahan. Davina memberi banyak pesan larangan untuk Fathan menerima tamu. Davina bahkan membekalinya dengan sup daging dan ginseng yang konon bisa membuat kondisi tubuhnya kembali membaik."Lulu, kata Davina ada makanan yang ....""Sudah saya ambil dari Pak Noto." Belum selesai ucapan Fathan, Lulu sudah memotongnya. Davina sudah lebih dulu memberikan banyak instruksi, termasuk kepada Pak Noto sopir Fathan."Saya juga sudah membatalkan semua janji meeting untuk hari ini. Bapak bisa di kantor saja. Namun, jika bapak ingin segera sembuh, saya tahu caranya. Bagaimana?" Lulu tersenyum manis kepada bosnya. Fathan terlihat sedikit pucat. Bukankah Davina mempercayakan Fathan kepadanya untuk dirawat? Maka sebuah ide tiba-tiba hinggap di kepalanya."Orang bilang kalau sakit jangan tiduran, tetapi berenang. Saya sudah siapkan bajunya. Dua jam saja waktunya, setelah itu Bapak harus minum obat dan beristirahat."Lulu membawa Fathan ke hotel yang dilengkapi private pool di lantai 21. Selanjutnya sekretaris seksi itu menyodorkan tas berisi perlengkapan renang. Fathan tidak mengerti apakah benar yang dikatakan Lulu, tetapi melihat kesegaran air di dalam kolam, tubuhnya seperti minta jatah untuk relaksasi.Lulu masuk ke dalam kamar, lalu menutup pintu kaca setelah memastikan Fathan masuk ke dalam air. Dia melanjutkan pekerjaannya di depan laptop. Masih banyak janji dan acara yang harus dijadwalkan ulang hari itu.Baru satu jam berlalu, Fathan sudah mulai kelelahan. Setelah berganti pakaian, pria berkulit putih itu kembali ke dalam kamar. Dia melihat Lulu sedang berdiri membelakanginya. Sepertinya Lulu sedang menelepon seseorang. Dengan sangat berhati-hati karena tak ingin menganggu obrolan Lulu, Fathan menggeser pintu kaca lalu menutupnya dengan rapat."Ghina, kamu berhak bersenang-senang. Kamu sudah bekerja keras, pergilah ke klub malam, pilih pria yang kamu suka. No relationship, just having fun! Iya, aku tahu. Kamu enggak boleh nyiksa diri terus, Sayang. Kamu manusia biasa, kamu butuh bersenang-senang!"Suara Lulu terdengar jelas di telinga Fathan. Fathan tersenyum simpul mendengar obrolan Lulu dengan Ghina. Pasti yang dimaksud adalah Ghina sahabat Davina juga. Perlahan dia berbaring di atas sofa."Hei kalau kamu enggak percaya cowok di luar, aku bisa mengenalkanmu dengan orang yang bisa kamu percaya. Iya dong, kamu pikir selama ini aku jadi batang pisang? Oh, tentu tidak masalah. Ini hubungan satu malam, ha-ha-ha." Tawa Ghina yang lepas memberi sensasi tersendiri bagi suami Davina. Meskipun dengan mata terpejam, bibir Fathan tersenyum mendengar obrolan sekretarisnya.Ada yang tidak ia sadari. Lulu sengaja membuat obrolan itu bisa terdengar olehnya. Lulu bisa melihat pantulan dari cermin di depan ranjang, saat Fathan memasuki ruangan. Lulu sengaja membuat obrolan itu untuk melihat reaksi Fathan. Saat menyadari bibir Fathan menyunggingkan senyum dengan mata terpejam, Lulu segera menutup teleponnya."Mas, apakah perlu saya pijit kakinya?" tanya Lulu lembut seraya mendekati Fathan.Fathan tersentak saat mendengar bunyi klakson di belakangnya. Rupanya lampu traffic light sudah hijau. Dirinya terlalu larut dalam putaran ingatan bersama Lulu. Ponselnya berdering, ada nama Davina."Mas, aku mendapat panggilan dari polisi. Kabarnya Lulu sengaja dibunuh. Mas, kamu benar-benar jahat! Kamu pembunuh!"[Davina, bukan hanya aku yang telanjur nyaman dan memiliki nyawa kembali ketika bersama Fathan. Semua sahabat kita memiliki kisahnya sendiri dengan suamimu. Aku harap kamu takkan pernah mengetahuinya. Aku tidak bisa membayangkan reaksimu ketika tahu manis madu pernikahanmu juga menjadi candu bagi kami. Tidak. Itu tidak akan pernah terjadi. Aku akan menyimpan rahasia ini sampai mati.]*Sahabat adalah orang yang membangunkanmu meski kamu masih ingin tidur. Itu berarti sahabat adalah orang yang merusak kebahagiaanmu? Setidaknya itulah yang dipikirkan Davina sekarang.Geng Cokelat sebutan bagi lima sahabat yang merasa terhubung satu sama lain sejak mereka duduk di bangku SMA. Persamaan mereka cuma satu kala itu, sama-sama penyuka cokelat. Dari cokelat merk sejuta umat yang sering dipakai sebagai simbol Valentine's Day, hingga cokelat Godiva paling enak yang mereka cicipi dari luar negeri, oleh-oleh dari orang tua Faiza.Pada awalnya mereka hanya menikmati hot chocolate di cafe D’Chocco
[Davina, apakah kamu tahu bahwa hidup yang kamu keluhkan adalah hidup yang aku inginkan? Kamu memiliki segalanya, tetapi terus merasa kurang. Berbagi Fathan pasti bukan masalah besar untukmu. Sepanjang kamu tidak tahu, dan akan terus begitu) *Perbincangan dengan ketiga sahabatnya ternyata tidak menemui titik temu. Baik Faiza, Arumi maupun Ghina tidak ada yang mengakui telah membunuh Lulu. Semua tetap menjadi misteri hingga polisi harus berhasil mengungkap pembunuh itu. Davina masih yakin salah satu dari ketiga sahabatnya atau suaminya adalah pelakunya. Keyakinan yang sama juga dipikirkan ketiga kawannya. Mereka berpikir Davina adalah pelakunya karena dia satu-satunya korban yang tersakiti dari situasi ini. Ada saatnya kita yakin saat mengambil satu jalan, sebelum akhirnya tahu bahwa jalan yang kita pilih ternyata buntu. Jalan yang tidak bisa membawa kita kemana-mana selain harus kembali melewatinya sekali lagi untuk mencari pintu keluar. Setelahnya, mungkin kita berandai-andai jika
[Davina, kau masih pemenangnya. Meski Fathan bermain-main dengan kami, hatinya tetap untukmu. Kau tak tergantikan. Kau tetap ratu di hatinya. Jadi tolong jangan salahkan aku jika ikut mencicipi secuil kebahagiaanmu. Kamu tahu kehebatan Fathan, bukan? Baginya kami hanya tempat bersenang-senang. Dia butuh banyak dukungan untuk tetap menjadi lelaki hebat. Bukan hanya dari istri tetapi juga dari sekretaris, ahli hukum, desain interior, juga marketing handal. Kau tidak boleh egois jika benar mencintainya, seperti dia juga mencintaimu.)*Davina menghentikan langkahnya di tengah tangga. Sebenarnya dia sangat muak melihat wajah Fathan yang memberinya luka menyakitkan.“Aku tahu siapa yang membunuh Lulu." Suara Fathan berhasil menghentikan langkahnya. Davina membalikkan badan menghadap ke arah laki-laki tegap yang kini terlihat seperti orang asing baginya. "Kita ke teras belakang, kita perlu bicara." Fathan berjalan mendahuluinya menuju teras belakang. Angin sepoi menyapu wajah Davina, begit
[Davina, berkali-kali aku mencoba memberitahumu bahwa Fathan dan Ghina bukan hanya partner kerja. Namun, kamu terlalu naif jika tidak mau aku bilang bodoh. Aku pikir kamu juga akan memaklumi ini demi persahabatan kita. Ghina butuh pengganti Omar. Ghina itu hanya casingnya yang dewasa seperti yang ditampilkan di hadapan kita. Hatinya mudah rapuh. Kamu juga turut andil dalam hal ini, berkali-kali kamu bilang supaya Ghina move on. Sekarang dia sudah move on dengan rekan kerjanya. Fathan membuat Ghina kembali bersemangat, seperti juga aku.]*Kondisi Nafasya mulai membaik keesokan harinya. Davina dan Fathan bisa bernapas lega. Setelah melalui banyak pemeriksaan, dokter menyimpulkan Nafasya mengalami gangguan pernafasan. Masih akan ada observasi lanjutan, jadi Nafasya belum diperbolahkan pulang."Aku berangkat kerja dulu, sayang." Fathan berpamitan kepada istrinya. Sikap Fathan tidak berubah. Hal itu membuat Davina serba salah."Hati-hati." Hanya itu yang terucap dari bibirnya. Fathan menc
[Davina, apakah kau tahu saat ini kondisi perusahaan suamimu sedang tidak baik-baik saja? Kami harus memangkas banyak budget agar perusahaan tetap berjalan normal. Pasti kau tidak tahu karena Fathan melarangku memberitahumu. Begitulah caranya mencintaimu. Dia tidak ingin kau melihat kelemahannya. Dia begitu berhati-hati menjagamu. Kami semua akan menjagamu.]*Ghina tidak menyangka Fathan benar-benar menjemputnya di kantor seusai kerja. Pria itu menunggunya di lobi. Dia memakai setelan jas yang sama dengan tadi siang, tetapi baru saat itu Ghina menyadari betapa Fathan memperhatikan banyak soal penampilan karena segala yang dikenakannya terlihat serasi, berkelas, dan mahal. Davina pasti mengurusnya dengan baik. Saat menjadi istri Omar, Ghina juga melakukan hal yang sama. Ah, betapa singkat kebahagiaan itu harus dipeluknya.“Hai!” Ghina menyapa lebih dulu. “Kau menunggu lama? Kenapa tidak telepon?” Ghina mempercepat langkahnya.“Aku, kan, sudah bilang kalau aku akan menjemputmu. Aku ti
[Davina, kecurigaanmu saat itu benar. Tetapi kondisi perusahaan yang sedang sekarat membuatku harus menutupi hal itu darimu. Ghina sudah menghindari Fathan dan bekerja profesional. Kau tahu dia juga berjuang sekuat itu. Ghina kembali harus menelan pil tidurnya untuk bisa bekerja keesokan harinya. Aku masih menyimpan foto-foto mereka. Akan aku simpan dengan aman, supaya kau tidak perlu melihatnya.]*Fathan menemani Ghina mengunjungi workshop dan gudang si pengrajin. Lokasinya lumayan jauh sampai membutuhkan lima jam perjalanan berkendara. Namun pemandangan di sana sangat asri dan hijau, jauh berbeda dari perkotaan tempat biasa mereka tinggal. Setibanya di sana, Fathan tak dapat menahan diri untuk mencuri waktu menikmati kehijauannya.Ghina diam-diam mengambil foto Fathan yang tengah memandangi pegunungan dari belakang, lalu diuunggahnya di instastory. Enjoying the view, begitu caption yang dia tulis.“Gunungnya akan tetap di sana, tetapi workshop-nya sebentar lagi mungkin tutup,” kata
[Davina, kau orang yang paling mengenal Fathan. Seharusnya kau tidak membiarkan Ghina terlalu dekat dengan suamimu. Aku melihat mereka sekarang sering bertemu di luar kantor. Sepertinya kau harus lebih belajar menjaga apa yang sudah engkau miliki. Bisakah kau menangkap percikan api unggun yang telah disapu angin?]*Ghina terkejut melihat foto-foto yang disodorkan Bripda Estu Saragih. Foto itu dia yang mengirimkan kepada Lulu. Foto biasa, saat Ghina dan Fathan sedang menikmati makan malam di pinggir pantai Ancol. Saat itu mereka datang sore sepulang bertemu Arumi untuk membahas masalah kantor. Mereka datang ke pantai bertiga. Saat menikmati sunset, Ghina dan Fathan berdiri di samping cottage dengan posisi bersebelahan. Keisengan Arumi memotret keduanya diam-diam membuat posisi Fathan seolah-olah sedang mencium Ghina. Lulu pasti mendapatkan foto itu dari Arumi. Saat melihat foto itu Ghina sudah memerintahkan Arumi untuk menghapusnya. Ternyata malah Lulu masih menyimpannya."Maaf saya
(Arumi, Kau tidak belajar dari kesalahan. Seharusnya Ghina memberimu pelajaran berharga. Kau baik, teramat baik sampai semua orang tidak ingin menyakitimu. Mungkin kau bisa menyingkirkan Ghina dari Fathan. Tetapi jangan lupa Fathan banyak berutang kepada Ghina. Kondisi perusahaan perlahan membaik, karena budget desain interior bisa ditekan. Tetapi Fathan punya masalah baru dengan perizinan lahan. Ah, kenapa justru kau curhat dengan orang yang salah. Kali ini kau harus menebusnya lebih mahal.)* Penyidik akhirnya mengakhiri penyidikan dengan dua puluh tiga pertanyaan yang cukup melelahkan bagi Ghina. Untung saja pengacara yang disiapkan dari kantor tempat Arumi bekerja cukup bagus. Dirinya tidak lagi perlu menjawab pertanyaan yang mengarah kepada hubungan personalnya dengan Fathan. Pria itu pasti masih menunggunya di ruang tunggu. Ghina tidak ingin lagi mencari masalah. "Pak Barus, maaf boleh saya keluar bersama Bapak? Saya sangat capek dengan penyidikan hari ini. Pak Fathan menung
Viandra sedang mengamati layar laptopnya, memerhatikan satu persatu angka yang tertera di dalam rekening yayasan. Setelah acara lelang barang branded berakhir, tugasnya mencatat semua uang yang masuk di rekening. Dahinya berkerut saat mendapati satu berita pada bukti transfer. Segera ia mengambil kertas lalu mulai mencetak bukti uang masuk. Ada sepuluh halaman kertas yang kini berjejer di mejanya. Jarinya dengan cekatan melingkari nomor rekening yang namanya sama. Ada satu nama dan berita transfer yang membuatnya bertanya-tanya. "Kak, ada yang aneh dengan donatur ini, deh. dia mengirimkan donasi dalam jumlah yang sama selama enam bulan ini. Setiap tanggal dua puluh dia mengirimkan donasi seratus juta. Beritanya juga sama 'Geng Cokelat' ini maksudnya apa, ya?"Davina terkejut mendengar nama yang setahun ini tidak pernah dia dengar lagi, dan memang sudah dia hapus dari memorinya. "Pengirimnya atas nama siapa?" selidiknya. "Ghina Ulya. Kakak kenal?'Davina segera mendekati Viandra
Udara pagi yang dingin menerpa wajah Fathan saat mama mematikan lampu dan membuka jendela kamarnya."Fathan bangun, ayo salat Subuh dulu. Sudah azan, segeralah pergi ke masjid!" Mama menarik selimut tebal yang membungkus tubuh Fathan, lalu menepuk-nepuk punggung anak semata wayangnya."Hoam ... dingin sekali, Ma," keluh Fathan sambil menguap begitu menyadari hawa dingin menusuk tulangnya. Mereka sedang berada di villa. Sejak perceraiannya dengan Davina diketuk palu, Fathan tidak lagi punya gairah pada dunia bersenang-senang. Dia lebih memilih menemani mamanya yang sekarang sudah tidak lagi aktif berbisnis, hanya mengawasi dan sesekali menjadi penasehat. Mereka memutuskan rehat seminggu di villa."Ayolah bangun, jangan malas. Perkara nomor satu yang mesti kau perbaiki adalah hubunganmu dengan Tuhan." Suara mama masih saja yang lembut membuat Fathan mau tak mau membuka matanya."Allah mau kamu kembali, Fathan. Dari semua lika-liku perjalanan dan masalah yang kau lalui kemarin, sekarang
Fathan tidak menyangka Arumi tega mengkhiantinya sejauh itu. Setelah dilakukan investigasi Arumi telah berbuat curang lebih jauh dengan memanfaatkan tanda tangan Fathan dan Davina. Dulu Fathan begitu mempercayainya hingga Arumi memegang semua dokumen asli yang dimilikinya. Habis sudah.Fathan Corp menanggung kerugian tidak sedikit hingga terancam kolaps. Arumi mengambil semuanya. Kontrak yang masih berjalan dialihkan, piutang berjalan juga sudah berhasil ditagih dan masuk ke rekening perusahaan yang dipegang Arumi. Gadis itu begitu lihai terencana melakukan semuanya. "Pa, Fathan minta maaf karena ternyata gagal memimpin perusahaan Papa. Sekarang kita terlilit utang cukup besar. Jika papa mengizinkan, Fathan akan menjual perusahaan kita yang kondisinya sekarat." Fathan duduk dengan muka mienunduk di dekat papanya yang terbaring lemah. Pria tua yang sudah kehilangan semuanya itu, hanya bisa terdiam mendengar laporan anaknya."Robby ... sudah ... lapor ... Elsye ...." Sambil terengah
Fathan tak menyangka Elsye berani menelponnya. Dari mana wanita itu tahu nomor teleponnya. Pasti bukan hal sulit, karena Elsye bisa mencari tahu lewat Aina, sekretarisnya sebelum Lulu. Fathan bertemu Davina saat dirinya lulus kuliah di Kanada. Satu tahun setelah mereka berpacaran, Fathan kembali melanjutkan kuliah S2 di Kanada. "Aku dengar kamu sudah menikah sekarang. Congrats, Dear. Kamu sekarang pasti sudah jadi suami yang hebat.""Elsye, berani-beraninya kamu meneleponku." "Rileks, Than. Mami cuma kangen sama kamu. Masa kangen sama anak nggak boleh? Kamu, kan, anak kesayangan Mami." Suara Elsye mendesah membuat Fathan menjauhkan ponsel dari telinganya. "Ternyata kamu sudah merencanakan semuanya. Dasar wanita licik!""Oh, Dear. Kenapa bicara kasar sama Mami? Hidup memang harus direncanakan, Sayang. Lihat dirimu sekarang. Kamu masih muda, punya istri cantik, punya anak lucu, punya perusahaan besar. Ah, yang terakhir itu pasti kamu tidak pernah merencanakannya, bukan? Kamu hanya be
Permainan asmara selalu menuntut penyelesaian. Dari mencoba menjadi ketagihan. Waktu sebulan mereka manfaatkan sebaik-baiknya. Hampir setiap hari Fathan dan Elsye saling memuaskan. Bagi Fathan, ibu tirinya adalah sosok ibu peri yang memberinya pengalaman baru yang sangat menyenangkan.Berbagai macam gaya bercinta dari video yang mereka tonton akhirnya mereka praktekkan tanpa bosan, hingga Elsye memetik hasil didikannya kepada pemuda culun itu. Fathan berubah menjadi pemuda yang sangat tangguh di ranjang dan paham memuaskan wanita seperti dirinya. Fathan makin percaya diri ketika Elsye mendandaninya seperti pemuda gaul yang selama ini hanya dia lihat dari sosial media. Selama ini masalah terbesar Fathan adalah kepercayaan dirinya. Tidak ada yang memedulikan penampilannya, cara berjalannya, juga gaya berbicaranya. Bersama Elsye, Fathan seperti menemukan guru privat sekolah kepribadian. Fathan menjelma menjadi pemuda tampan yang mampu memikat lawan jenis pada pertemuan pertama. Pesona
"Ini keputusan sulit, tetapi mama dan papa tidak punya solusi lain," ucap Papa pasrah. Setali tiga uang. Ternyata papanya juga begitu enteng bicara tentang perceraian semudah pamit saat akan pergi ke luar kota."Sekarang mungkin kamu belum mengerti meskipun mama dan papa jelaskan. Ada hal-hal di dunia ini yang tidak bisa terjadi seperti keinginan kita. Nanti kalau kamu dewasa, kamu akan paham," imbuh papanya. "Kamu tidak perlu khawatir karena kami tetap orang tuamu. Kamu akan tinggal bersama Mama tetapi bebas datang ke rumah papa, kapanpun kamu mau." Fathan menoleh ke arah mamanya. Mama yang selama ini mendukungnya, malam ini terlihat berbeda. Ada gurat kesedihan yang tak ingin ditampakkan, meskipun begitu Fathan tetap melihat wajah keruh itu."Kamu bebas memilih sekolah yang kamu mau, mama dan papa akan menyekolahkan kamu setinggi-tingginya." Kali ini Fathan menoleh ke arah papanya. Lelaki yang mengajarinya tanggung jawab ini sekarang justru seperti sedang berusaha melepaskan tangg
Fathan mengirimkan pesan kepada Davina. Lelaki itu tak mau menyerah meski Davina sudah memberi jawaban tegas bahwa dia tidak akan menarik gugatan cerainya di Pengadilan agama. Davina tidak sudi melanjutkan hubungan pernikahan mereka.Berkali-kali Fathan melihat ponselnya, menanti jawaban dari Davina tetapi Davina teguh pada pendirian, tak ingin lagi berkomunikasi dengannya. Minggu kemarin bahkan Davina memblokir nomornya di WhatsApp. Baru dua hari lalu Davina membuka blokiran setelah Fathan mengancam akan mendatangi apartemennya. Sebenarnya bukan hanya mengancam, karena Fathan memang mendatangi apartemennya dan marah ketika mendapati Davina sudah pulang ke Bogor.Fathan sudah mendapatkan kabar dari kepolisian bahwa pelaku pembunuhan Lulu telah ditangkap. Berita itu membuatnya lega. Setidaknya satu masalah dia anggap selesai. Kecurigaan Davina terhadapnya tidak terbukti. Tetapi untuk merebut kembali perhatian Davina, Fathan harus berusaha lebih keras. Fathan yang sedang galau meneka
"Semoga bukti ini menjadi bisa menjadi petunjuk bagi pihak kepolisian untuk segera meringkus Rizal. Saya sangat yakin dia pelakunya. Rizal yang membunuh Lulu." Davina tak kuasa menahan kesedihannya di depan Bripda Estu Saragih. Dia menyerahkan file catatan Lulu yang sudah dicopy pada sebuah flashdish juga surat pengunduran diri yang belum sempat dia berikan kepada Fathan."Terima kasih Ibu Davina, informasi ini sangat berharga bagi kami. Kalau saya perhatikan pria di video yang dikirimkan korban kepada Faiza, ciri fisiknya memang mirip dengan Rizal. Ada beberapa foto Rizal di laptop korban. Kami akan mengabari Anda begitu kami bisa meringkus pelakunya.""Terima kasih Bu Estu. Saya permisi. Semoga pembunuh itu membusuk di penjara." Davina meluapkan amarahnya. Sekarang sudah jelas bahwa dia, Fathan dan sahabat-sahabatnya terbebas dari tuduhan sebagai pembunuh Lulu. Davina kembali ke apartemennya untuk mengemasi barang-barangnya. Keesokan harinya Davina mendapat telepon dari Bripda Es
(Davina, jika terjadi sesuatu padaku tolong jaga Keenan untukku. Bidan Danarsih bisa menjadi Ibu yang baik. Tetapi kau tetap harus mengawasi dan menjadi pelindung Keenan. Aku percaya padamu, Vi. Aku capek jadi sapi perahan Rizal. Do'akan kami baik-baik saja. Kamu masih ingat pantai tempat kita dulu sering bolos dan menghabiskan waktu di sana? Aku rindu pantai itu, aku rindu menghabiskan waktu berdua bersamamu.)*"Vi, secepatnya aku akan kasih kabar jika sampai di tempat baru. Makasih banyak karena kamu sudah bantuin aku sejauh ini. Kamu sahabat yang baik, sangat baik.""Hei, apa-apaan ini? Sepertinya kamu akan pergi jauh. No, tidak akan bisa. Di manapun kamu tinggal nanti, aku pasti akan mencarimu. Jangan pernah berharap lepas dari aku lagi."Davina memeluk Lulu sekali lagi. Lulu tak bisa lagi menahan butiran bening di sudut matanya. Sungguh perasaannya bercampur aduk. Dia sangat menyayangi Davina, hingga pengkhianatannya terasa mustahil untuk dimaafkan. Dekat dengan Davina membuatnya