Gadis itu telah mengubahku. Dia memberikan kehidupan yang berwarna untukku. Namun, dalam sekejap dia menggelapkannya kembali. Ingin aku menemuinya segera, memastikan bahwa dia baik-baik saja. Aku tidak perlu berbicara dengannya. Cukup melihatnya dari kejauhan. Mungkin dengan ini bisa membuatku tenang. Setelah malam itu aku bisa tertidur dengan tenang, kini aku tidak bisa melakukannya lagi. Aku kembali terjaga dan termenung. Beberapa kali sahabatku menghiburku tapi aku hanya mengabaikannya. Aku tidak bisa menjadi seperti biasanya. Seperti, aku sudah kehilangan sesuatu yang paling berharga. Aku mengalami hal serupa ketika ibuku meninggalkanku. Saat ini aku memang tidak menangis, tapi hatiku sangat teriris-iris.”Hei! Bangkitlah! gadis di dunia ini sangat banyak. Aku bisa mencarikannya untukmu!”Aku hanya mendengarkannya. Dia tidak paham, gadis yang aku maksud adalah gadis yang akan dijodohkan dengannya dan aku jatuh cinta dengan gadis itu, tidak ada yang lain. Hanya dia yang bisa membua
Suatu hari ketika aku masih kecil. Ibu selalu mengajakku pergi ke tempat ramai. Paling tidak ke pusat kota. Karena dia senang melihat banyak orang. Aku tidak mengerti, mengapa ibu senang berada di tempat ramai? Berbeda sekali dengan ayah. Dia lebih menyukai tempat yang sepi. Kami selalu berpisah jika waktu sedang senggang. Ayah selalu mengajarkan kakakku banyak hal. Salah satunya adalah bertarung. Kadang aku ingin mengikutinya, tapi ibu melarang. Dia mengatakan jika wanita tidak pantas melakukan hal yang biasa laki-laki lakukan.Ibuku menyuruhku menunggu di taman, di tengah-tengah taman terdapat kursi. Hanya saja kursi itu sudah diduduki oleh anak laki-laki. Sepertinya dia lebih tua dariku. Kurasa dia sedang tersesat. Melihat tingkahnya yang sedang kebingungan. Lalu aku menghampirinya."Di mana ibumu? Apa kau tersesat?"Dia hanya terdiam melihatku."Baiklah, akan aku temani di sini sampai ibumu datang." Aku duduk di sampingnya.Ibuku selalu mengajarkanku untuk berbagi. Maka dari itu,
Setelah beberapa tahun kami lewati bersama. Aku merasa sangat senang mempunyai seorang kakak laki-laki. Ketika itu aku hampir digoda oleh seorang pria tua yang sedang mabuk berat. Kakakku langsung bertindak dengan cepat, dia melindungiku. Aku merasa sangat bergantung sekali kepadanya, aku tidak sanggup jika kehilangannya. Jika dia menikah, kuharap dia tidak pergi terlalu jauh, sehingga aku masih bisa menemuinya.Namun, pada suatu hari ketika itu membuat hidupku kembali suram. Aku masih ingat, hari itu memang tidak seperti biasanya. Biasanya kami selalu berpergian secara bersamaan. Namun, hari itu tidak. Kakakku pergi terlebih dahulu ke hutan. Kegiatan yang selalu kami lakukan adalah berlatih memanah. Karena hanya itu yang bisa kulakukan. Sebelum aku mengambil busur panahku di sebuah rumah kosong, aku mendapati kakakku sedang bersama beberapa orang. Mereka tampak seperti prajurit. Ketika aku akan mendekat, kakakku memergokiku dan memberi tanda bahwa tidak perlu menghampirinya. Aku bers
Keesokan harinya aku bekerja seperti biasa, tapi tidak bisa dipungkiri. Aku benar-benar merasa ada yang hilang. Aku harus mencoba mengalihkan pikiranku, agar aku tidak terlalu memikirkan kepergian kakakku. Sejujurnya aku tidak bisa, setiap kali mengingatnya air mataku jatuh begitu saja. Aku sudah menyibukkan diri, tapi tetap saja tidak bisa. Setiap yang aku kerjakan, pasti ada kakakku yang selalu berada di sampingku. Meskipun dia menjengkelkan, tetap saja aku benar-benar merindukan sikapnya itu.Aku melihat ke arah luar, tampak seorang laki-laki yang sedang kebingungan. Lalu aku menghapus air mataku. Benar saja, takdir mempertemukanku kembali dengannya. Hanya saja, setiap aku menghampirinya, dia selalu pergi begitu saja. Sepertinya dia sedang terburu-buru. Beberapa hari aku melihatnya seperti itu. Namun, pada suatu hari dia duduk di kedai tempatku bekerja. Kini aku bisa menghampirinya. Aku tidak akan mengatakannya secara langsung, aku akan mendekatinya dengan perlahan-lahan.Dia sedan
Hari mulai menggelap, di sini sudah tampak ramai. Orang-orang mulai berdatangan. Api unggun sudah dinyalakan, aku bisa merasakan kehangatannya meskipun dari kejauhan. Kami tidak berbicara sama sekali. Aku hanya mengamati sekitar, begitu pun dengannya. Kami masih menduduki kursi taman. Mereka semua sedang berdansa, aku tidak bisa berdansa. Ada keinginan kecil untuk berdansa dengannya, tapi itu sangat mustahil. Mengingat bagaimana sikapnya terhadapku. Namun, jika dia tiba-tiba mengajakku berdansa, aku akan sangat malu sekali. Tidak ada yang mengajariku berdansa. Meskipun aku sering mengunjungi pesta rakyat bertiga, tapi kami hanya menikmati suasana keramaian yang begitu ceria. Tidak sampai berdansa, atau bahkan menari."Aku tidak bisa berdansa." Tiba-tiba dia berkata seperti itu, seolah-olah sedang membaca pikiranku."Aku pun sama, aku tidak pernah berdansa."Tiba-tiba dia dia mengajakku ke tempat yang lebih sunyi. Aku yakin jika dia tidak terlalu menyukai keramaian.Saat kami tiba di s
Hari ini aku mencoba untuk memakai pakaian wanita pada umumnya. Meskipun cuaca sangat dingin, aku memaksakan diri untuk memakai pakaian yang sedikit terbuka.Pria itu sedang duduk di depan kedai seperti sedang menunggu sesuatu, aku yakin jika dia sedang menungguku. Namun, dia tidak tahu jika aku sedang libur hari ini.Dia menatapku dengan tatapan aneh, aku pikir jika dia tidak menyukaiku karena penampilanku yang berlebihan ini.Aku menghela napas menghadapi sikapnya yang tidak peka. Pada akhirnya aku menagajaknya uantuk bergi ke sesuatu tempat. Tempat itu tidaklah jauh, dan letaknya berada di tengah-tengah antara rumahku dan tempatku bekerja.Suasana alam di sini memang tidak seindah saat di danau. Namun, setidaknya tempat ini bisa membuatnya merasakan ketenangan sejenak dengan suara kebisingan yang ditimbulkan oleh penduduk setempat."Mengapa kau memakai sepatu yang membuatmu tidak nyaman?" Tiba-tiba dia bertanya, dan menghentikan langkahku."Aku ingin belajar seperti wanita pada umu
Aku mengkhawatirkannya. Aku tidak ingin jika dia sampai terkena penyakit hanya karena tidak terbiasa dengan air hujan.Aku memberikan pakaian kakaku, agar dia tidak sampai terkena flu. Kami menghangatkan badan di dekat perapian. Aku menyajikan sup dan teh hangat untuknya. Tidak hanya luar badannya saja yang terasa hangat, tapi dari dalam tubuh juga.Saat aku memberikan pakaian kakakku, wajahnya tampak bersedih. Padahal seharusnya aku yang seperti itu. Namun, aku ingin memberi sesuatu yang bisa dia ingat suatu hari. Meskipun itu bukan pakaianku, setidaknya kakakku cukup terhubung denganku."Kau tampak sedih telah kehilangan kakakmu. Sebaiknya aku tidak mengambil sesuatu yang berharga dari kakakmu.""Itu hanya pakaian, tidak ada yang berharga." Memang benar, karena aku ingin memberikannya sebuah kenangan dari pakaian ini.Dia pergi ke salah ruangan di rumahku untuk mengganti pakaiannya. Maksudku, rumah orangtua angkatku.Setelah dia mengganti pakaiannya, tatapan matanya hanya tertuju ke
Aku berjalan menuju ke tempat kerjaku bersamanya. Tanganku memeluk lengannya dan tidak akan aku lepas. Karena aku ingin semua orang di sini tahu jika aku mempunyai seseorang yang aku sedang banggakan.Sisa dari hujan semalaman masih berbekas. Genangan air di mana-mana, sehingga membuatku harus melepaskan tanganku kepadanya dan mencari jalan agar aku tidak terkena air lumpur dari genangan itu.Tiba-tiba dia menarikku dan memelukku. Kereta kuda melewati kami dengan laju yang cepat sehingga menyipratkan air dari genangan itu. Air itu mengenai punggungnya, dia berhasil melindungiku dari air kotor yang hampir menodai pakaian kerjaku."Pa-pakaianmu basah dan kotor, kan?""Aku tidak masalah, karena setelah ini aku akan kembali ke rumahku." Dia melepaskan mantel, kemudian menepuk-nepuknya mungkin karena dia berharap jika noda itu tidak akan terlalu menempel di mantelnya."Rumah?"Apakah dia memiliki rumah? Aku penasaran di mana rumahnya berada? Apa aku boleh mengunjunginya suatu hari?"Pengin