Keesokan harinya aku bekerja seperti biasa, tapi tidak bisa dipungkiri. Aku benar-benar merasa ada yang hilang. Aku harus mencoba mengalihkan pikiranku, agar aku tidak terlalu memikirkan kepergian kakakku. Sejujurnya aku tidak bisa, setiap kali mengingatnya air mataku jatuh begitu saja. Aku sudah menyibukkan diri, tapi tetap saja tidak bisa. Setiap yang aku kerjakan, pasti ada kakakku yang selalu berada di sampingku. Meskipun dia menjengkelkan, tetap saja aku benar-benar merindukan sikapnya itu.Aku melihat ke arah luar, tampak seorang laki-laki yang sedang kebingungan. Lalu aku menghapus air mataku. Benar saja, takdir mempertemukanku kembali dengannya. Hanya saja, setiap aku menghampirinya, dia selalu pergi begitu saja. Sepertinya dia sedang terburu-buru. Beberapa hari aku melihatnya seperti itu. Namun, pada suatu hari dia duduk di kedai tempatku bekerja. Kini aku bisa menghampirinya. Aku tidak akan mengatakannya secara langsung, aku akan mendekatinya dengan perlahan-lahan.Dia sedan
Hari mulai menggelap, di sini sudah tampak ramai. Orang-orang mulai berdatangan. Api unggun sudah dinyalakan, aku bisa merasakan kehangatannya meskipun dari kejauhan. Kami tidak berbicara sama sekali. Aku hanya mengamati sekitar, begitu pun dengannya. Kami masih menduduki kursi taman. Mereka semua sedang berdansa, aku tidak bisa berdansa. Ada keinginan kecil untuk berdansa dengannya, tapi itu sangat mustahil. Mengingat bagaimana sikapnya terhadapku. Namun, jika dia tiba-tiba mengajakku berdansa, aku akan sangat malu sekali. Tidak ada yang mengajariku berdansa. Meskipun aku sering mengunjungi pesta rakyat bertiga, tapi kami hanya menikmati suasana keramaian yang begitu ceria. Tidak sampai berdansa, atau bahkan menari."Aku tidak bisa berdansa." Tiba-tiba dia berkata seperti itu, seolah-olah sedang membaca pikiranku."Aku pun sama, aku tidak pernah berdansa."Tiba-tiba dia dia mengajakku ke tempat yang lebih sunyi. Aku yakin jika dia tidak terlalu menyukai keramaian.Saat kami tiba di s
Hari ini aku mencoba untuk memakai pakaian wanita pada umumnya. Meskipun cuaca sangat dingin, aku memaksakan diri untuk memakai pakaian yang sedikit terbuka.Pria itu sedang duduk di depan kedai seperti sedang menunggu sesuatu, aku yakin jika dia sedang menungguku. Namun, dia tidak tahu jika aku sedang libur hari ini.Dia menatapku dengan tatapan aneh, aku pikir jika dia tidak menyukaiku karena penampilanku yang berlebihan ini.Aku menghela napas menghadapi sikapnya yang tidak peka. Pada akhirnya aku menagajaknya uantuk bergi ke sesuatu tempat. Tempat itu tidaklah jauh, dan letaknya berada di tengah-tengah antara rumahku dan tempatku bekerja.Suasana alam di sini memang tidak seindah saat di danau. Namun, setidaknya tempat ini bisa membuatnya merasakan ketenangan sejenak dengan suara kebisingan yang ditimbulkan oleh penduduk setempat."Mengapa kau memakai sepatu yang membuatmu tidak nyaman?" Tiba-tiba dia bertanya, dan menghentikan langkahku."Aku ingin belajar seperti wanita pada umu
Aku mengkhawatirkannya. Aku tidak ingin jika dia sampai terkena penyakit hanya karena tidak terbiasa dengan air hujan.Aku memberikan pakaian kakaku, agar dia tidak sampai terkena flu. Kami menghangatkan badan di dekat perapian. Aku menyajikan sup dan teh hangat untuknya. Tidak hanya luar badannya saja yang terasa hangat, tapi dari dalam tubuh juga.Saat aku memberikan pakaian kakakku, wajahnya tampak bersedih. Padahal seharusnya aku yang seperti itu. Namun, aku ingin memberi sesuatu yang bisa dia ingat suatu hari. Meskipun itu bukan pakaianku, setidaknya kakakku cukup terhubung denganku."Kau tampak sedih telah kehilangan kakakmu. Sebaiknya aku tidak mengambil sesuatu yang berharga dari kakakmu.""Itu hanya pakaian, tidak ada yang berharga." Memang benar, karena aku ingin memberikannya sebuah kenangan dari pakaian ini.Dia pergi ke salah ruangan di rumahku untuk mengganti pakaiannya. Maksudku, rumah orangtua angkatku.Setelah dia mengganti pakaiannya, tatapan matanya hanya tertuju ke
Aku berjalan menuju ke tempat kerjaku bersamanya. Tanganku memeluk lengannya dan tidak akan aku lepas. Karena aku ingin semua orang di sini tahu jika aku mempunyai seseorang yang aku sedang banggakan.Sisa dari hujan semalaman masih berbekas. Genangan air di mana-mana, sehingga membuatku harus melepaskan tanganku kepadanya dan mencari jalan agar aku tidak terkena air lumpur dari genangan itu.Tiba-tiba dia menarikku dan memelukku. Kereta kuda melewati kami dengan laju yang cepat sehingga menyipratkan air dari genangan itu. Air itu mengenai punggungnya, dia berhasil melindungiku dari air kotor yang hampir menodai pakaian kerjaku."Pa-pakaianmu basah dan kotor, kan?""Aku tidak masalah, karena setelah ini aku akan kembali ke rumahku." Dia melepaskan mantel, kemudian menepuk-nepuknya mungkin karena dia berharap jika noda itu tidak akan terlalu menempel di mantelnya."Rumah?"Apakah dia memiliki rumah? Aku penasaran di mana rumahnya berada? Apa aku boleh mengunjunginya suatu hari?"Pengin
Aku melihat sosoknya yang sedang berbicara dengan pemilik kedai, dia tampak seperti sedang kebingungan. Aku melihat sesuatu di balik punggungnya. Sebuah bunga? Aku mulai menghampirinya. Aku berdiam diri di balik punggungnya, dan menatap apa yang sedang ia genggam. Kepada siapakah dia akan memberikan bunga ini?Dia membalik badannya, dan aku kaget dibuatnya. Apa dia tahu jika aku sudah berdiam diri di sini dari tadi? Mataku masih tertuju dengan bunga yang ia genggam."Untukmu." Dia memberikannya kepadaku.Untukku? Apa dia benar-benar memberikannya untukku, dan mengapa dia memberikanku bunga myrtle?"Aku tidak tahu seleramu. Namun, kuharap kau menyukainya."Sepertinya dia tidak tahu cerita di balik bunga ini. Biasanya bunga ini diberikan jika seorang laki-laki berniat untuk menikahi seorang wanita. Jika dia mengetahui cerita di balik bunga ini, apa secepat inikah dia mempersuntingku? Ah, mengapa aku berpikir sejauh itu?! Hentikan, dan lupakan!"Terima kasih." Aku tersenyum.Aku benar-be
Aku melihat sosok pria itu di luar sana dan rupanya dia baru saja datang. Aku harus bergegas untuk menemuinya. Namun, tampaknya dia sedang berbicara dengan seseorang. Seharusnya aku tidak menganggunya dan menunggunya di sini.Aku sangat atunsias menunggu kedatangannya.Aku melakukan pekerjaanku sembari sesekali melihatnya di luar sana melalui jendela.Meskipun dia tidak menghadap ke arahku, hanya saja aku tahu pakaian yang ia kenakan dan bagaimana bentuk tubuhnya. Aku tidak bisa melihat seseorang itu, hanya saja aku yakin seseorang itu adalah sosok laki-laki.Sosok laki-laki itu memakai mantel besar, dan tudung di kepalanya. Aku tidak perlu mengkhawatirkan, karena dia sedang berbicara dengan laki-laki. Namun, sosok itu terlihat sedikit mencurigakan. Apa mungkin karena dia memakai tudung di kepalanya? Aku tidak boleh berburuk sangka, itu tidak baik.Ketika aku akan melanjutkan pekerjaanku, laki-laki itu hendak meninggalkannya dan kembali menaiki kudanya. Aku melihat dia melambaikan tan
Aku terbangun karena matahari baru saja memunculkan dirinya. Meskipun matahari tidak sepenuhnya muncul, karena awan yang sangat tebal. Sinarnya berhasil memaksaku untuk membukakkan mataku.Saat aku tersadarkan diri, tubuhku telah terbaluti sebuah mantel untuk menghangantkanku semalaman. Siapa yang sudah melakukan ini? Apakah seseorang sedang menguntitku? Namun, siapa dia? Perasaanku masih tertuju kepada pria itu. Aku sedikit berharap jika pria itulah yang sudah melakukan ini semua, meskipun ini mustahil.Aku tidak peduli jika hidupku dalam bahaya, hanya saja aku tidak ingin jika orang-orang di sekitarku yang menyayangiku terkena dampaknya. Aku sudah memutuskan untuk tidak berinteraksi lagi dengan mereka.Yang aku lakukan mungkin sudah benar, aku mengkhawatirkan keselamatannya. Jika dia tetap bersamaku, bisa saja dia dalam bahaya sama seperti keluargaku.Aku memutuskan untuk tidak kembali bekerja di sana.Hatiku terasa sangat sakit sekali telah mencampakkannya, hanya saja saat ini untu