Cassy PoV bagian 2
Aku masuk dan melangkah perlahan, bisa saja Raka sekarang sedang tidur karena kelelahan. Samar-samar Aku mendengar suara, tapi belum jelas suara siapa. Mungkin saja suara televisi di Kamar Raka.
💍💍💍💍💍
Aku terus berjalan mendekati Kamar Raka, dan ... di depanku, tepat di depan mataku ... sepasang manusia tanpa benang sehelaipun di tubuh polos mereka tengah melakukan hal yang tidak sepantasnya. Mereka tengah berpacu mengejar nafsu agar terpuaskan, hingga tak sadar ada Aku di sana.
Aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Kotak besar yang ku pegang dengan hati-hati pun terjatuh ke lantai. Kedua Manusia itu bahkan masih belum menyadarinya. Karena Sang wanita yang merupakan sahabatku sendiri posisinya sedang membelakangi Aku dan Pria di bawahnya yang merupakan kekasihku Raka tengah menutup matanya.
Suara desahan kenikmatan keduanya memenuhi kamar yang setengah terbuka ini, Aku hanya bisa terpaku. Segera kututup mulutku dengan kedua tanganku, agar mereka tak menyadari kehadiranku di sini.
Ku ambil kembali kotak besar yang berisi kerja keras dan cintaku. Aku melangkah lebih cepat keluar dari tempat laknat ini.
Setelah masuk ke dalam lift Aku langsung menangis sekeras yang Aku bisa. Aku tak menyangka akan terkejut saat berniat untuk memberikan kejutan.
Aku tak menyangka Sahabat yang paling Aku percaya akan menghianatiku seperti ini. Dan Raka? Apa kabar dengan semua janji dan perjuanganku untuknya. Aku yang sudah membantu Dia dalam memberikan ide untuk membuat konsep baru buat bisnisnya. Bahkan Aku pernah memberikan suntikan dana segar dari pengahsilanku menulis blog tentang kuliner. Semua itu tak ada artinya.
***
Aku keluar dari lift, dengan perasaan hancur. Aku berjalan tanpa tahu arah kemana. Aku hanya mengikuti langkah kakiku. Masih tetap memegang kotak besar ini di tanganku.
Aku terus berjalan sambil teringat semua masa-masa indah saat bersama Mona, Sahabat sejak kecil. Mona bahkan bisa sekolah denganku karena Aku meminta pada Papa dan Mama untuk menyekolahkan Dia. Sejak itu Mona tinggal di Rumahku, dari SMP hingga SMA. Karena Aku hanya sendiri, tak punya teman. Maka Mona adalah sahabatku satu-satunya.
Mona juga sangat rajin dan selalu membantuku. Setelah Aku memutuskan untuk melanjutkan study ke Australia, Mona memutuskan untuk tinggal di Rumah Orangtuanya yang sekarang sudah punya kehidupan lebih baik dari sebelumnya. Semua juga berkat bantuan Orangtuaku.
Tak ada ikatan darah sama sekali, tapi Aku dan Orangtuaku sudah menganggap mereka saudara. Aku tak menyangka Mona tega menghianatiku seperti ini.
***
Meski sedang menangis, namun mataku masih menangkap seorang Pengemis sedang duduk di trotoar, Aku kasihan melihatnya dan meletakkan kotak makanan di depannya.
Tapi Pengemis itu seperti menatapku heran, Pria yang memakai kemeja putih yang sudah terlihat kumal karena noda hitam yang entah apa itu, masih memandangku dengan heran.
Aku tak mengerti kenapa, tapi Aku meyakinkannya untuk menerima kotak besar yang kuletakkan di depannya.
"Gak apa-apa, Kamu ambil saja kotaknya. Di dalam ada makanan enak, Aku permisi ya .... " ucapku sambil tersenyum dan menganggukan kepalaku ke arahnya.
Aku bahkan lupa tadi sedang menangis. Tapi Pria itu bukannya tetap duduk di tempatnya, melainkan sudah berdiri menghadangku.
Dengan gerakan refleks Aku mundur ke belakang. Pria itu malah mendekat ke arahku, Aku langsung menyilangkan kedua tanganku di depan dada.
Aku takut, ingin berteriak tapi Pria itu semakin berani mendekat dan mengangkat tangannya ke arah wajahku, Aku hanya bisa membuang wajahku dan semakin mundur tapi bisa di tahannya tubuhku yang hampir saja terjengkang ke belakang.
Jantungku seperti mau keluar saja dari tempatnya karena saking kagetnya, refleks Aku menutup mata saat tangannya yang satu mengusap pipiku. Lalu dengan gerakan pelan ia membantuku berdiri kokoh kembali.
Pria itu menatapku dan mulai tertawa terbahak, Aku hanya bisa mengernyitkan dahi melihatnya tertawa terpingkal-pingkal sampai memegangi perutnya.
Jangan-jangan Pria ini sakit jiwa, memangnya apa yang lucu coba. Aku udah dandan cantik gini, masa ... sial! jangan-jangan ....
Aku langsung membuka slim bagku, dan mengambil bedak padatku yang sepaket dengan cermin kecilnya. Benar dugaanku, wajahku sudah terlihat berantakan dengan tetesan maskara dan eye liner di kedua pipiku. Karena tak terbiasa menggunakan kedua alat makeup itu, Aku lupa saat menangis tadi langsung luntur. Pantas saja Pria di depanku ini bisa tertawa sekeras itu.
"Harus ya, tertawa terbahak?" tanyaku dengan kesal ke arahnya. Pria itu menoleh padaku lalu kembali tertawa, Aku bahkan bisa melihat ada sedikit genangan air di matanya.
Selucu itukah wajahku di matanya? Dasar Orang Aneh! Iya sih Aku memang sedikit ... tapi bukan berarti bisa jadi lelucon juga kan?
Karena sibuk dengan fikiranku, Aku tak sadar Pria itu sudah berdiri di depanku lagi. Dia mendekatkan wajahnya ke depan wajahku, Aku langsung memalingkan wajahku ke samping seketika.
Tiba-tiba Aku merasa sentuhan di atas kepalaku. Aku langsung memalingkan wajahku kembali ke arahnya, dan tepat di depanku Pria itu sedang tersenyum hangat. Tangannya masih mengusap lembut rambutku.
"Kamu gak ingat Aku, Cassandra Dian?" tanya Pria itu, menatap mataku masih dengan tersenyum, tapi sudah tak mengusap kepalaku lagi.
"Kamu? Kita? Saling kenal?" tanyaku balik sambil menunjuk ke arahku dan dirinya secara bergantian. Aku coba mengingat Pria di depanku, tapi gagal. Aku tak ingat siapa pun."Kita saling kenal, sangat kenal malah. Coba Kamu ingat lagi dong .... " pinta Pria yang lebih tinggi dariku itu dengan sedikit memelas, yah ... Di telingaku itu seperti sedang memohon untuk Aku ingat. Tapi yang ada hanya gelengan kepalaku sebagai jawabannya."Kamu yakin gak ingat sama Aku?" Pria itu kembali tersenyum, kali ini sedikit memiringkan kepalanya ke samping. Awalnya Aku tak mengerti dengan tingkahnya, tapi saat melihat ada lesung pipit yang cukup dalam di pipi kanannya dan ada tahi lalat di bawah cuping telinga kanannya.Aku langsung teringat satu-satunya temanku yang memiliki keduanya hanya ...."Dimas? Serius ini Kamu?" tanyaku dengan histeris pada Pria di depanku. Aku langsung mendaratkan pukulan yang cukup keras di pundaknya, saking
Sepanjang perjalanan, Dimas bercerita banyak hal tentang kehidupannya di Singapura. Sekolah, teman-temannya bahkan saat ia Kuliah dan masih banyak cerita lainnya yang tak bisa Aku ingat.Karena fikiranku bukan di sini, tapi di tempat lain. Rasa sakit itu makin terasa di dalam hatiku. Aku langsung menatap Dimas dan berkata, "Dim, bisa nggak Aku tidur sebentar? Aku capek ... Kalo udah sampe di Pantainya, Kamu bangunin Aku ya .... "Dimas langsung menoleh ke arahku dan tersenyum hangat, "Boleh Cassy, nanti kalo udah sampe, Aku pasti bangunin Kamu kok.""Makasih ya Dim .... " Aku langsung memejamkan mataku, sebenarnya badan ini tak merasa capek sama sekali. Tapi perasaanku ... semuanya hancur lebur sekarang. Aku bahkan ragu mampu menghadapi penghianatan ini, Aku ingin tidur ... untuk selamanya, tapi tidak ... kasian Mama dan Papa, Aku Kuliah di Luar Negeri saja Mama bisa menangis terus saat Kami melakukan panggilan video. Aku hanya tak
DIMAS POVNamaku Dimas Aditya. Usiaku sama dengan Cassandra, 22 tahun. Aku mengenal Cassandra sejak kami masih Anak-anak.Aku dan Cassandra selalu memilih sekolah yang sama sejak masih Taman Kanak-kanak ... maksudku, secara tak sengaja tentu saja.Waktu masih kecil, tubuhku lebih berisi tapi berisi dengan lemak yang banyak. Karena Aku memang sangat suka makan. Segala jenis makanan Aku santap dengan nikmat. Nafsu makanku sebesar badanku.Aku dan Cassandra tak begitu dekat, karena walaupun Sekolah Kami sama, tapi Aku dan Dia tak sekelas.Aku rasa hanya Aku yang mengenalnya, Gadis periang itu baik pada semua Orang. Hingga Aku yakin, meski bukan pada Orang yang dekat dengannya Dia tak sungkan menolong.Aku masih ingat dengan jelas, dulu waktu Ibuku masih harus mengantarkan Kakakku Cek up ke Dokter. Ibu memang rutin membawa Aku dan Kakakku ke Dokter, wajib k
Riko Anak genius yang sibuk belajar saat di kelas. Ketika di rumah, Kami banyak menghabiskan waktu dengan bermain play station dan baca komik.Tapi tak pernah ada masalah dengan itu, Aku belajar tentang materi di Sekolah dari Riko dan Riko tahu tentang Plastation dan komik dari Aku.Meski berbeda tempat, komunikasi antara Aku dan Riko tak pernah putus. Dari Riko, Aku tahu tentang Cassandra yang akhirnya memiliki seorang Sahabat yang bernama Mona.💍💍💍💍Gadis yang kurang beruntung dari segi ekonominya itu, tetap bisa berteman
Saat hendak kembali ke mobil, Aku melihat Cassy yang mulai terbangun. Aku sengaja berlindung di sebuah pohon yang cukup besar. Tapi dari posisiku sangat terlihat pergerakan dari Cassay, Aku hanya ingin melindunginya dari jauh.Gadis itu tampak meregangkan otot dan melihat sekeliling. Lalu ia keluar dari mobil, tanpa alas kaki. Aku hanya bisa tersenyum saat ia tampak menikmati berada di Pantai ini.Gadis itu telah berjalan hingga sampai ke depan air laut. Lalu ia berteriak. Aku mendengar dengan jelas semua teriakan putus asanya. Aku hanya bisa ikut menangis dari tempatku bersembunyi.Aku sengaja membiarkannya sendiri, agar ia bisa melampiaskan rasa sakit yang ada. Walau cara ini berhasil, nyatanya sakit yang ku rasa dalam hati tak berkurang tapi malah bertambah.Setelah agak tenang, Aku keluar dari tempatku dan mengambil air mineral yang kusimpan di bagasi mobil. Aku selalu punya persediaan air dalam kardus yang selalu kuletakkan dalam bagasi.Cassy yang
CASSY POVWaktu terus berjalan seiring dengan perasaan yang gamang hingga tak terasa telah sampai di ujung senja. Aku masih duduk di pasir putih ini dengan di temani Dimas yang kini mulai membuka nostalgia tentang masa di Sekolah Dasar dulu. Setidaknya cerita itu mampu menghadirkan senyum dalam hati yang sakit.Saat tengah asyik berbincang, hand phone Dimas berdering. Dimas langsung mengambil benda pipih itu dari saku celananya. Setelah pamit sebentar, Dimas pun beranjak dari sampingku untuk menjawab panggilan telepon yang ... entah dari siapa. Aku kembali sendiri di sini.Karena terlalu menikmati sentuhan angin laut yang terasa dingin di kulitku, Aku bahkan tak sadar saat Dimas kembali ke tempatnya, tapi ia tak segera duduk."Cassy, Kita balik yuk ... udah mulai gelap juga kan ... tadi yang nelpon Mama, nanyain kalo Aku ketemu sama Kamu atau enggak. Soalnya Mama Kamu gak bisa hubungin hand phone Kamu ... ""Hape? Mama? Astaga ... Aku lupa Dim, haru
DIMAS POVDi dalam Ruang tamu Cassy, sedang duduk kedua Orangtuanya, dan dua orang yang paling kubenci sekarang. Siapa lagi kalau bukan Raka dan Mona. Para penghianat itu, dengan berani datang ke Rumah Cassy.Pantas saja Cassy hanya berdiri mematung sekarang, Aku mengerti perasaannya. Ditambah lagi semua mata di Ruangan itu kini terarah padanya."Sayang, Kamu udah sampai ya ... Nih ada Mona dan Raka ... Tadi Mereka langsung ke sini loh waktu tahu Kamu pulang .... " ucap Mamanya Cassy sambil tersenyum."Iya Cassy, Aku kangen banget sama Kamu. Tumben Kamu gak ngabarin Aku" ujar Mona sambil tersenyum lebar, Gadis itu bahkan sudah dalam posisi akan berdiri dari tempatnya."Aku juga khawatir sama Kamu Cassy, tadi Mama Kamu nelpon Aku nanyain Kamu. Aku k
Cassy PoVEntah berapa lama tak sadarkan diri, Aku tak tahu. Aku hanya ingat bagaimana bencinya Aku melihat Raka dan Mona. Luka yang kurasakan beberapa saat lalu semakin terasa pedihnya.Aku tak ingat sama sekali peristiwa setelah Aku terjatuh. Tapi yang pasti saat membuka mata, Aku hanya ingin melihat Dimas. Aku tak tahu mengapa. Mungkin karena Dimas yang menemaniku seharian ini. Iya, bisa saja itu alasannya.Mona dan Raka.Mereka berdua masih ada di kamarku, tapi Aku tak bisa menyembunyikan rasa kesalku pada Mereka. Jika bukan karena Mama, Aku sudah menampar keduanya. Darahku seperti mendidih melihat mereka. Tapi, Aku masih memikirkan Mama. Entah bagaimana caraku menjelaskan pada Mama nanti tentang penghianatan ini. Mama sangat dekat dan sayang pada Mona.Beruntung kedua 'Penghianat' itu akhirnya pergi juga dari kamarku. Aku bisa sedikit bernafas lega.Se
"Apa maksudnya ini?" tanya Raka sambil memperlihatkan video antara aku dan Cassy di restoran tadi, dengan tatapan penuh amarah. "Kenapa tanya aku sayang? Si Cassynya aja tuh yang keterlaluan. Malah di sini aku yang sakit lo. Sampai sekarang pipiku masih terasa perih.""Berhenti pura-pura Mona! Aku tahu semua ini rencana busukmu kan? Aku juga sudah tahu bagaimana kau menjebakku dulu, agar aku bisa tidur denganmu!" Bentak Raka dengan suara yang sangat keras. Aku belum pernah melihat ia semarah ini. "Tapi sayang, aku ...""Jangan panggil aku sayang! Jijik aku melihatmu Mona! Mulai hari ini, menjauhlah dari kehidupanku! Gara-gara kebusukanmu, aku harus kehilangan Cassy! Kita putus! Keluar kau dari sini!""Jangan sepert ini Raka. Aku mohon, aku cinta sama kamu sayang. Aku melakukan semua ini, karena rasa cintaku padamu yang terlalu besar. Tolong jangan tinggalkan aku ...." Tangisku pecah. Aku mengiba padanya sekarang. Aku benar-benar tak menyangka ia
"Sudah puas kau Cassy?" teriakku sambil menitikkan air mata. Semua yang ada di rumah makan itu, langsung menoleh ke meja kami. "Belum Mona, ini tidak seberapa. Rasa sakit hati yang kalian torehkan di hatiku lebih pedih dari tamparan ini.""Kau salah sangka Cassy, ini tidak seperti yang kau duga ... aku ...." Belum selesai ucapanku, tiba-tiba Dimas langsung datang menarik tangan Cassy. "Ayo pulang Cassy, jangan sampai kamu masuk perangkap perempuan berbisa ini!""Kamu jangan fitnah aku ya, dasar perebut pacar orang! Kamu yang sudah merebut Cassy dari Raka kan? Sampai Raka berpaling padaku!""Maksudnya?" Cassy terlihat bingung atas pernyataanku barusan. "Gak ada gunanya meladeni perempuan sinting ini! Ayo Cass ... kita pergi dari sini!""Kasihan sekali Raka ..." Aku menangis histeris seiring dengan langkah kaki Cassy yang diseret Dimas dari rumah makan. Setelah mereka tak nampak, aku langsung duduk d
Aku tak menyangka semudah itu Cassy menuruti permintaanku untuk bertemu dengannya. Aku kira ia akan meradang atau bahkan menghindar dariku, ternyata perkiraanku meleset, gadis itu bahkan terdengar sangat tenang dan langsung menyanggupi untuk bertemu.Di sinilah aku sekarang. Di sebuah rumah makan yang jadi tempat favoritku dulu saat masih sangat dekat dengan Cassy, ia yang memilih tempat ini untuk berjumpa.Sudah sekian lama aku tak datang kemari, karena aku memang tak ingin datang atau melakukan sesuatu yang sering aku lakukan dengan Cassy. Aku sangat membencinya.Seperti sekarang, baru saja duduk di rumah makan ini, memoriku kembali berputar ke masa silam saat aku sering makan di sini bersama Cassy."Mon, kamu mau kan tinggal bareng aku?" tanya Cassy kala itu, ia mengutarakan maksudnya untuk mengajakku tinggal bersama memang di rumah makan ini. Aku baru tersadar hal itu seka
Rencana awal untuk tinggal dulu di Australia, karena ingin menenangkan diri nyatanya harus berubah. Cassy memutuskan untuk pulang bersama kedua orangtuanya dan menyelesaikan urusannya dengan Raka dan Mona."Kamu yakin Cass?" tanya Tiara saat Cassy mengutakaran rencanya untuk pulang esok hari."Sangat yakin Ra, aku gak bisa begini terus. Mereka sangat keterlaluan. Bukan hanya aku yang diserang, tapi juga Dimas dan Dirga.""Baiklah, aku akan mendukung apapun keputusanmu. Titip Ibu ya Cass, aku harus di sini dulu untuk menunggu semua dokumen dari kampus kita lengkap dan juga aku akan mengajukan pengunduran diriku dari Cafe.""Makasih ya Ra, kamu emang sahabat terbaik aku." Cassy langsung memeluk sahabatnya yang langsung menyambut dengan pelukan hangatnya.***Sesuai dengan rencananya, Cassy pulang bersama mama dan papanya serta ibunda Tiara. Mereka jug
"Kenapa kamu ngajak aku ke sini?" tanya Tiara pada Dimas saat mereka mulai menjauh dari tempat Cassy dan Dirga. "Bagaimana jika nanti mamaku juga salah paham? Kamu nggak lupa kan, di sini bukan hanya ada kita berempat?" Lanjut Tiara memastikan."Aku tahu, tapi sekarang waktu yang tepat untuk membuat Cassy dekat dengan kak Dirga," jawab Dimas sembari memilih kursi untuk mereka duduk.***Sementara itu, Cassy dan Dirga larut dalam makan malam mereka, ternyata Dirga tak sedingin yang Cassy duga. Bahkan dibalik obrolan santai mereka, terselip ilmu cullinary art yang bisa Cassy pelajari.Dirga adalah pria cerdas dengan ide-ide fresh yang sangat pantas untuk mendapatkan apresiasi. Bahkan kesan dingin yang selama ini tertanam dalam benak Cassy tentang dirinya perlahan memudar hanya karena mendengarkan ia bercerita. Mungkin bukan dingin, tapi berkharisma. Itu adalah definisi sosok seorang Dirga di mata Cassy sekaran
"Iya, kamu kenal dengan kakakku?" tanya Dimas penasaran, sejak mengetahui ketertarikan Dirga pada Cassy, ia memang tak pernah tahu sedekat apa mereka berdua."Hanya pertemuan yang tidak disengaja." Cassy menjeda ucapannya untuk menunggu reaksi dari Dimas, walau gadis itu tidak yakin, reaksi seperti apa yang ia inginkan. "Dim, kamu datang kan minggu depan?" ucap Cassy pada akhirnya, saat menyadari tak ada respon apa pun dari Dimas."Minggu depan?" tanya Dimas memastikan, ia sedang sibuk dengan fikirannya sendiri. "Iya, minggu depan kan wisudanya Winda ...""Kamu juga kan?" Dimas bertanya dengan polosnya karena Cassy hanya menyebutkan nama Winda. "Tentu saja, tapi bukankah Winda yang jadi prioritas kamu sekarang?""Bagiku sama saja Cass, kamu dan Winda ... aku usahakan buat datang," pungkas Dimas.***Sudah dua puluh menit sambungan telpon dengan Dimas berakhir, namun Cassy masih belum bisa
Sudah jam tiga pagi, tapi mata Tiara bahkan tak bisa terpejam walau hanya semenit. Permintaan Dimas yang jadi penyebabnya.Waktu istirahatnya terganggu dengan panggilan telepon pagi tadi. Nomor tak dikenal menghubungi. Dengan santainya Tiara menjawab panggilan yang tak pernah ia duga akan membuatnya dilema seperti saat ini."Apa yang bisa aku bantu?""Terima panggilanku setiap hari mulai saat ini, sebisa mungkin aku akan menghubungimu.""Mengapa aku?""Agar Cassy terbiasa, ini semua untuk kebaikannya Tiara ....""Maksudnya gimana Dim? Ada apa sebenarnya?""Sepertinya kakakku menyukai Cassy, jadi aku akan mulai menjauh darinya. Tapi aku butuh bantuan darimu untuk meyakinkan Cassy, mari berpura-pura kita saling mengagumi.""Mengapa harus aku?""Karena kamu adalah yang paling dekat dengannya sekarang
DIRGA PoVSuka? Benarkah itu yang aku rasakan pada gadis itu? Aku belum yakin sepenuhnya. Ada sebuah daya yang mampu membuatku ingin mengenalnya lebih dekat, magnet atau apa pun itu sebutannya, aku tidak tahu. Ya, seabsurd itu perasaanku pada gadis yang belum lama ku kenal, justru disaat ia bersitegang dengan kekasihnya, atau mantan kekasihnya? Entahlah, dalam dua kali perjumpaan aku selalu ada diposisi yang sama. Berada di tengah pertengkaran mereka, aku tidak tahu apakah itu pantas untuk dibanggakan atau tidak."Kak Dirga? Halo?" Bayangan tentangnya kembali menggangguku, bahkan disaat aku sedang dalam sambungan telepon dengan adikku."Gimana Dim? Sorry, tadi ada email masuk dari teman kakak." kilahku dengan suara yang kucoba lebih tenang."Enggak Kak, lupakan saja. Oh iya, ada yang bisa Dimas bantu nggak?" Entah apa yang ia sembunyikan, jelas-jelas aku mendengar pertanyaannya soal perasaanku pa
Tak ada yang lebih menyesakkan hati siapapun selain kebohongan yang menyakitkan. Dimas terpaksa melakukannya, meski ia tahu konsekuensi atas perbuatannya adalah rasa sakit itu sendiri.Tepatnya, Dimas tengah menyakiti hatinya yang sudah terpaut pada Cassy setelah sekian lama dan harus melepaskannya dengan harus membuat gadis itu ikut tersakiti. Meski belum terlalu yakin, tapi Dimas merasa bahwa Cassy mulai memiliki rasa untuknya, satu hal yang tentu membahagiakan.Tapi fakta yang tersaji di depan mata, nyatanya mampu memadamkan segalanya. Panggilan suara dari Dirga Aditya semalam adalah alasannya melakukan semua ini."Gimana kabar kamu di sana Dim?" tanya Sang Kakak di seberang sana."Baik kak, kabar kakak dan bapak sama ibu gimana?""Baik juga. Kapan kamu balik?""Rencananya minggu depan kak, masih ada beberapa hal yang belum selesai."