"Minho, Minho, Minho! Sini cepetan!" seru Jihan antusias.
"Kenapa?" Jihan menarik baju seragam Minho hingga membuat seragamnya sedikit berantakan, "Aku gak PD banget ini, tolong dong," rengek Jihan. "Y-ya tolong gimana?" "Aku lepas kacamatanya, boleh?" Minho menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Kenapa harus izin ke aku? 'kan kamu yang ada inisiatif sendiri mau pake kacamata itu." "Orang yang ngasih aku kacamata ini tuh nyuruh aku pake disini sekarang, tapi aku gak percaya diri," ucap Jihan. "Kenapa kamu nurut gitu aja? Emang tau siapa orangnya?" Jihan menggeleng sembari terkekeh polos. "Udah gitu aja, cantik kok. Kamu juga beda banget hari ini." Jihan meraba wajahnya lalu menatap Minho. "Beda? Beda gimana?" Minho menarik Jihan ke dalam kelasnya lalu menyuruhnya duduk di kursi Jisung yang kosong. "Kamu beda banget sama yang kemarin, aku juga seneng kamu gak marah lagi sama aku." Jihan terdiam, tak mampu menjawan perkataan Minho. Jika gadis-gadis pada umumnya pasti pipinya akan memerah, tapi tidak dengan Jihan. "Oh, gitu ya?""Cie malu.." "Ih, kok tau? Pipiku gak panas kok. Eh tunggu, kamu gak cemburu?" Minho tersenyum dan menggeleng. "Buat apa cemburu?" "Kalo kamu sayang sama aku, berarti kamu harus cemburu. Gimana kalo yang ngasih cowok?" tanya Jihan menakut-nakuti Minho. "Emang cowok kok." "Kok tau?" "Yang ngasih aja aku, masa aku harus cemburu." "Kok gak ngasih tau? Nanti aku ganti deh uangnya, ya? Itu banyak banget loh." Minho menggeleng lalu mengusak rambut Jihan. "Gak perlu, itu sengaja aku kasih buat kamu bukan harus diganti." "Dih, bucin. Heh, anak mana lu? Sono pergi ke kelas!" usir Jisung. Jihan mendelik ke arah kembarannya. "Sirik! Gue ke kelas dulu, ya." ... "Segitu gamonnya sama gue sampe nyari pelarian ke temen mantannya, buat di manfaatin ya?" sindir Ryujin saat ia dan Lia melewati meja Minho dan Jihan. "Terus masalah lo apa?" "Ya kasian aja sih ceweknya, rela dijadiin pelarian biar ngerasain rasanya punya pacar," sahut Ryujin. Baru saja Jihan akan membalas ucapan Ryujin, Minho menutup mulutnya lalu menatap gadis itu dengan seringai yang sering ia tunjukkan. "Bisa gue tebak, lo hamil, baper sama gue dan gagal jalanin rencana lo? Dan buat temen lo, gak ada malu ya sampe perut mau meledak pun masih sekolah, anak broken home ya?" Ryujin dan Lia tersentak mendengarnya. "Kenapa diem? Bener 'kan? Kalo lo gak ada perasaan apapun sama gue, harusnya lo gak usah nyindir temen lo, lo iri sama temen lo yang gue kasih hadiah? Gak kayak kalian." "... Dan inget, lo berhasil masuk ke jebakan gue dan pastinya gue yang menang," lanjut Minho lalu kembali menatap Jihan. "Dianya kali yang matre, di tambah galak lagi." Minho tak menjawab, ia mengotak-atik ponselnya lalu menatap Lia, "Buka grup sekolah dan liat apa yang mereka bicarain, dan pergi dari sini kalo lo gak mau gue perkosa sampe mati!" Lia dan Ryujin terpaksa pergi dari kantin dengan wajah yang merengut kesal. Tapi saat di perjalanan menuju ke kelas, telinganya tak sengaja mendengar bisikan para siswa yang membicarakan sesuatu. "Lia matre? Mana buktinya!" "Masuk grup sekolah makanya, kudet sih!" "Gila sih, gue gak nyangka.." "Sematre itu? Mentang-mentang mantannya kaya jadi seenak jidat, dih." "Gue malah iri sama Jihan yang dikasih hadiah, tulus dari Minho sendiri." "Minho? Tulus? Ngawur lo!" "Gue gak matre ya, anjing!" sentak Lia pada orang-orang yang membicarakannya. "Udah adkel, sok ngelawan ke kakel lagi, anak nyasar dari mana lo, hah?" "Itu gak penting. Kalian harusnya jangan mudah percaya sama omongan dia! Penipu gitu dipercaya." "Lo siapa nyuruh-nyuruh kita?" "Lagipun kita gak pernah denger Minho bohong sekalipun, walau jujur pun nyakitin banget." "Tadi di kantin gue gak sengaja denger, lo baper sama Minho? Hahaha! Senjata makan tuan, mampus!" ledek Kakak kelas itu. "Dih, sotoy banget! Udah yuk, ke kelas!" ..."Kenapa diem? Terima kenyataan ya? Hahaha!" Jihan yang sedari tadi diledek pun hanya tersenyum tipis. Ia tak menanggapinya sedikitpun, hingga akhirnya Minho berlari menghampiri. "Kamu gapapa?" Jihan memeluk Minho dengan erat lalu menggeleng pelan. Minho menatap orang-orang yang sedari tadi mencaci Jihan. "Kenapa diem? Sini bully gue! Kalo kalian macem-macem lagi sama Jihan, kalian semua gue jual ke om-om yang ada di club, bubar!" Mereka semua langsung pergi setelah Minho berteriak. Minho mengelus kepala Jihan dengan pelan lalu melepas pelukan dan menangkup pipinya, "Ada yang sakit? Apa yang udah mereka lakuin buat kamu?" "Ng-nggak ada kok, gapapa. Makasih udah tolongin aku, maafin aku karena tadi udah main pergi aja," sesal Jihan. Minho menggeleng dan tersenyum. "Gapapa kok, pulang?" Sebelum Jihan menjawab, Jisung menghampirinya sembari mengatur nafasnya lalu memegang lengannya, "Maaf gue telat, ada yang sakit?" "Udah telat, sana pulang! Jihan gue yang anter," usir Minho. Jisung mendelik ke arah temannya itu. "Makin hari makin bucin, jaga diri lo baik-baik, gue pulang ya?" Jihan mengangguk lalu tersenyum. "Iya Kak, makasih." "Nyatanya Ryujin gak bisa taklukin hati Minho, dia ditipu." "Tapi Adeknya si Jisung itu beneran hebat, dia bahkan bikin Minho bucin banget." "Tuh liat, so sweet banget..." "Kalo gue jadi Ryujin sih malu, udah ngetawain Minho karena ngira Minho gamon sampe ngira dia gila waktu itu." "Istirahat di kantin tadi bahkan dia ngatain Jihan, yang barusan aja suruhan Ryujin sama Lia biar Jihan depresi." Minho menghentikan langkahnya membuat Jihan ikut berhenti. Minho menoleh ke belakang, membuat siswa yang tadi membicarakannya pun gelagapan. "Kalian tau siapa yang bully Jihan?" Kedua orang itu mengangguk kaku, "Siapa?" tanya Minho. "Mantan lo." "Yang mana?" "Semuanya, sekongkol." "Thanks, ayo Ji." ... "Ngapain kesini? Bosen, gak ada apa-apa," rengek Jihan. Minho menoleh ke arah Jihan sembari mengernyit heran, "Orang-orang kalo pacaran suka kesini, kamu gak suka?" "Iya tau, tapi ngapain disini tuh? Diem doang? Gak ada kerjaan. Katanya kamu ada kumpul sama temen-temen? Hannie udah pergi tadi, kamu nggak ikut?" "Aku 'kan batalin perjanjiannya karena kamu minta jalan," jawab Minho. "Yaudah ketemu temen kamu aja, aku yakin mereka bawa pacar mereka masing-masing, yuk!" ajak Jihan antusias. "T-tapi, kamu 'kan udah kenal." "Bukan masalah kenal atau nggaknya sayang, udah cepet ayo!" seru Jihan. Minho mau tak mau pun mengikuti ucapan Jihan. Selama diperjalanan Jihan hanya melamun, sedangkan Minho fokus menyetir. Jihan pikir, sikap Minho berubah semenjak berpacaran dengannya, dan selama pacaran juga Jihan melupakan rencana awalnya. "Hey, udah sampe. Masih mau ngelamun?" Jihan tersadar lalu mengangguk dan turun dari motor milik Minho lalu berjalan mengikuti Minho dengan tangan yang terus memilin baju yang dipakai kekasihnya itu. "Kok gugup?" "Hehe, gak tau. Btw, kamu mau ngapain emangnya?" Minho mengangkat bahunya lalu membukanya pintu dan menghampiri teman-temannya. "Katanya gak mau dateng." Minho melirik Jihan lalu mengangkat bahunya lalu duduk, diikuti Jihan. Jihan menepuk paha Minho sembari menatapnya tajam, "Nyalahin gue? Lagian lo gak nolak pas gue ajak jalan!" "Ng-nggak, aku gak nyalahin kamu kok." "Masih galak aja, ya. Gimana kalo Minho gak betah nanti?" tanya seseorang yang membuat Jihan menoleh ke arahnya "Kak Soojin?" Jihan terkejut melihat orang itu, lantas ia menghampiri dan memeluknya. "Gak ngabarin ih! Dia pacar Kakak?" Orang yang dipanggil Soojin itu tersenyum lalu mengangguk. "Gimana mau ngabarin, kamunya aja pergi duluan," jawab Lee Soojin. "Lo ngomong gitu seolah lo gak kenal gue, padahal Kakak sendiri." Jihan hanya menatap Jisung sembari mencibir. "Orang kek gitu di anggep Kakak, tch!" Jisung membalas ucapan Jihan, namun Jihan tak menyahuti lagi karena tatapannya kini teralihkan pada sang kekasih yang fokus pada ponselnya. "Siapa?" Kini Jihan sudah kembali duduk disamping Minho membuat pemuda Lee itu terkejut dan gelagapan, "Oh? I-itu, bukan siapa-siapa kok." "Ada yang kamu sembunyiin, hm?" "Nggak." "Siapa orang yang udah bikin pacar gue asik sendiri saat dia lagi kumpul sama temennya?" tanya Jihan dengan tatapan datarnya. Minho tak menjawab, membuat Jihan terpaksa merampas ponselnya dan berlari bersembunyi dibalik tubuh kembarannya. "Jihan, balikin gak!" "Bentar, sayang!" Dan Jihan mampu menghentikan Minho yang kini terpaku karena ucapan Jihan barusan. Dan saat itu pula Jihan melihat isi ponsel Minho. Jihan membelalakkan saat melihat kontak seseorang yang disimpa oleh Minho, "J-jungwoo? Kim Jungwoo bukannya geng sebelah yang jadi musuh kalian?" "Iya, emang kenapa Ji?" Jihan menatap Minho yang panik, "Lo ngapain masih temenan sama mereka? Lo tau gak sih seberapa bejatnya mereka?" "I-iya tau, aku juga pengen lost contact sama mereka semua tapi keadaan yang bikin aku terpaksa bertahan," sahut Minho. Jihan berdecak malas lalu membuang mukanya dan berkata, "Jangan temenan lagi sama mereka! Kalo lo masih temenan, jangan harap bisa ketemu sama gue!" Jihan melemparkan ponsel Minho yang langsung ditangkap sang pemilik. Minho menahan lengan Jihan saat gadis itu hendak pergi. "Kamu mau pulang sama siapa? 'kan aku yang bawa kamu, aku anterin ya?" Jihan menepis lengan Minho lalu berlari keluar. "Sung, kejar kembaran lo! Kok bengong." "Eh, iya! Bae, tunggu disini ya?""Kak Minho! Anterin aku belanja, yuk!" seru seorang gadis yang berstatus sebagai kekasih Lee Minho. "Mau beli apalagi sih, hm? Kemarin udah belanja," sahut Minho. "Skincare 'ku abis, jadi harus beli, ayo!" Minho yang pasrah pun akhirnya mengantar kekasihnya menuju tempat tujuannya dan membeli semua keperluannya. "Ada lagi yang mau dibeli?" "Gak ada deh kayaknya." Minho mengangguk lalu kembali menggandeng tangan gadisnya dan berjalan menuju restoran terdekat, "Kita makan dulu yuk, aku traktir." "Makasih, sayang!" Dan tanpa diketahui siapapun, Minho tersenyum miring melihat gadisnya yang sangat antusias. ... "Enak banget ya sampe gak dikasih jeda dulu makannya," celetuk Minho yang gem
"Gue punya ide! Sung, bantu gue ya?" Jisung menatap Jihan dengan malas, "Apa sih? Udah puas jadi orang gilanya?" tanya Jisung karena sedari tadi Jihan berbicara sendiri selama perjalanan menuju sekolah. "Serius, please! Gue butuh bantuan lo nanti," pinta Jihan saat kembarannya telah memarkirkan motornya dan bersiap turun. Jihan turun terlebih dahulu lalu memegang lengan Kakaknya sembari mengerucutkan bibirnya, "Please, Hannie-ku sayang!" Jisung yang acuh hanya menjawab, "Lo juga Hannie ya, bego." "Tapi panggilan gue Jihan, gak kayak lo yang dipanggil Hannie. Ayolah, mau ya?" "Ck, emang apa sih? Jangan sampe lo bikin pertemanan gue sama dia hancur." Jihan mengangguk lalu mengeluarkan sticky note di sakunya lalu ia tunjukkan pada Jisung. "Itu buat apaan?"
"Jangan sekolah atau lo, gue kurung sebulan?" ancam Jisung. Namun tak sesuai ekspektasi Jisung, Jihan dengan mudahnya mengangguk mengikuti perintah kembarannya. Jisung mengernyit heran, "Bukannya kemarin lo gak mau ngikutin omongan gue?" tanya Jisung. "Emang. Tapi gue mau liat gimana reaksi dia kalo kali ini gue gak ngirim surat di lokernya," jawab Jihan lalu kembali meringkuk di balik selimut. Namun Jihan kembali duduk dan menatap Jisung lalu berkata, "Oh iya, jangan lupa kabarin gue tentang respon temen lo itu, oke?" "Hm... O-oke, gue berangkat dulu." "Sip, hati-hati dijalan." ... "Oi, Sung!" Jisung menoleh dan melihat Minho yang sama seperti dirinya, baru sampai di sekolah. "Oh,
"Shh, pelan dong sayang.." Bukannya memelankan, jihan semakin menekankan kapas yang ditetesi alkohol yang ia gunakan untuk mengobati luka Minho yang kini resmi menjadi kekasihnya. "Aw, aw! Sakit!" ringis Minho. "Ini gak sebanding sama apa yang udah lu lakuin!" sentak Jihan. "J-jangan segitunya juga, iya deh maaf.." ucap Minho yang sesekali meringis. "Bukan minta maaf, tapi tobat!" "Iya iya, aw! Pelan, please!" Dari kejauhan, Jisung dengan teman-temannya mengintip Minho dari jendela UKS. Lalu mereka saling bertatapan. "Si Minho ngapa ya?" "Bucin." ... "Lah, apa salahnya?" "Gak baik kalo makan mie terus, gue tau ya!" sen