Lia sedang sibuk menyusun schedule Aksa yang begitu padat akhir-akhir ini. Banyaknya penawaran lahan dari beberapa makelar tanah, membuat Lia harus menyusun jadwal agar tidak saling tumpang tindih.
Biasanya Aksa suka terlebih dahulu mengecek pangsa pasar langsung ke lapangan secara pribadi, daripada hanya mendengar dari mulut manis dari para makelar tanah.
Belakangan ini perusahaan mereka sedang gencar-gencarnya membangun kompleks perumahan elit, dibandingkan dengan membangun apartemen-apartemen. Mengingat di setiap launching kompleks perumahan, pasti langsung sold out tanpa menyisakan barang satu unit pun.
Oleh karena itu tentu dibutuhkan lahan-lahan kosong yang lebih luas untuk bisa membangunnya. Dan di sinilah peran para makelar-makelar tanah itu memang mutlak di butuhkan.
Drrttt... drttt... drttt...
Ponsel Lia bergetar. Nama Tante Nabila tampak di layar ponselnya.
"Iya Tan, tumben menelepon Lia pada jam segini. Biasa 'kan jam segini Tante masih mengajar."
Tante nabila adalah satu-satunya orang yang sudah dianggap saudara oleh ibunya. Entah sudah berapa puluh kali Tante Nabila menolong ibunya, baik secara materi maupun moril. Oleh karena itu Lia menganggap kalau tante Nabila adalah sebagai pengganti mamanya sendiri.
"Ini sedang jam istirahat kok, Lia. Sebenarnya Tante tidak mau membuat Lia susah. Tetapi Tante memang sudah tidak bisa lagi menyembunyikan hal ini dari Lia lebih lama lagi."
Alarm tidak enak langsung berdering secara otomatis di kepala Lia. Sepertinya akan ada masalah besar yang akan diberitahukan oleh Tante Nabila.
"Ada masalah apa, Tan?" Lia mulai gelisah mendengar suara Tante Nabila yang terdengar mulai bergelombang.
"Begini, Lia. Sebenarnya beberapa tahun lalu, ibumu pernah mengalami kesulitan keuangan, dan meminjam sejumlah besar uang kepada Tante. Dan Tante pada waktu itu memberikan uang pensiun Om Teguh pada ibumu tanpa sepengetahuan Om.
Kemarin si Om pingsan di rumah, Lia. Menurut dokter, Om Teguh terkena kanker otak stadium tiga. Om Teguh harus segera dikemo untuk menghambat pertumbuhan sel-sel kankernya, agar tidak menyebar ke organ-organ tubuh yang lain."
Suara Tante Nabila kini sudah diwarnai oleh isak tangis. Ya Tuhan, kasihan sekali Om Teguh. Om Teguh adalah sosok pengganti ayah dalam hidup Lia. Om Teguh yang sabar dan kebapakan, telah lama mengisi sosok ayah yang kosong dalam hidupnya.
Om Tegug lah orang pertama yang mengajaknya ke taman bermain, saat sekolahnya dulu menyelenggarakan acara piknik di hari ayah. Om Teguh juga yang selalu menghiburnya jikalau teman-teman sekolahnya selalu mengata-ngatainya sebagai anak haram.
Mereka semua lupa pada kenyataan bahwa ia tidak pernah menginginkan keadaan yang seperti ini. Siapa sih yang ingin lahir dan kemudian di cap menjadi anak haram? Tidak ada, Lia yakin. Tetapi lagi-lagi tidak ada yang peduli. Yang mereka tahu adalah kalau kelakuan ibunya itu hina, dan ia adalah anak hasil zina. Dan ia harus menerima hujatan itu terus menerus seumur hidup hidupnya.
"Dan Tan—Tante sangat membutuhkan uang itu untuk biaya pengobatan Om Teguh saat ini. Maaf ya, Lia. Bukan maksud Tante untuk memaksa. Tetapi keadaan Om lah yang membuat Tante khawatir."
Suara tantenya membuat lamunan Lia buyar dan kembali ke alam nyata.
"Ya ampun, Tante. Kenapa harus minta maaf. Kan itu memang kewajiban Lia untuk membayar semua hutang-hutang ibu. Berapa jumlah uang yang dulu di pinjam oleh ibu, Tan?"
"Dua ratus juta, Lia. Dan minggu depan adalah jadwal pertama kemo Om Teguh."
"Ok Tante. Beri Lia waktu seminggu ya, Tan? Dan semoga Om Teguh bisa sembuh seperti sedia kala, aamin."
Setelah menutup telepon, Lia kebingungan. Di mana dia harus mencari uang dua ratus juta dalam waktu seminggu? Mau menjual rumah, tapi rumahnya masih dalam status KPR. Mau menjual si Thor? Cuma itu harta satu-satunya yang kini ia miliki. Lagi pula ia sudah cinta mati sama si Thor itu.
Tiba-tiba muncul ide dalam benaknya. Apa boleh buat, cuma cara inilah cara mendapatkan uang dengan cepat. Lia segera menekan satu kontak nama di ponselnya.
"Ra, ntar malem anak-anak ada jadwal ngetrack nggak?"
"Nape lo, Liong tetiba nanyain hal begituan? Pengen ikutan loe? Inget meskipun ibu lo udah nggak ada, itu bukan berarti nasehatnya juga udah lo lupaian. Si Tante pasti melototin lo dari atas sana. Walaupun ibu lo udah meninggal itu bukan berarti lo nggak bisa jadi anak durhaka!"
Dara mulai lagi kultum siangnya.
"Elahhh... gue juga tahu Darong. Cuma gue butuh banget duit nih. Pokoknya ntar malam temenin gue ke sana ya? Biasanya 'kan elu lucky charm gue."
"Set dah, emangnya gue gantungan tas, dibilang lucky charm segala. Iya... iya... ntar kita ke temu di sana ya?"
Maafkan Lia, Bu. Tapi Lia butuh uang itu!
===================
Malam hari di Eks Bandara Kemayoran. Suara bising motor meraung-raung terdengar memekakkan telinga. Puluhan joki nampak berkumpul sambil sesekali bertoss ria, saat saling berjumpa dengan sesama joki lainnya.
Lia merapatkan jaketnya. Ia kemudian menggulung rambutnya ke dalam helm full facenya. Lia duduk anteng di atas motor sembari mengamati Dara yang tengah bernegosiasi dengan para joki lainnya. Sejurus kemudian Dara menghampirinya.
"Lia, balapan kali ini agak berbeda taruhannya." Dara nampak gelisah dan ragu-ragu memberitahunya. Lia menaikan satu alisnya. Ia menunggu lanjutan kata-kata Dara yang sudah hampir bisa dipastikan tidak enak di dengar telinga. Lia menarik napas panjang dan menghembuskannya melalui mulut. Ia mempersiapkan diri mendengar apapun yang akan dikatakan Dara.
"Kalau lo menang, mereka akan bayar lo seratus juta. Tapi kalo loe kalah, lo harus mau dimiliki semalam oleh mereka." Lia membulatkan matanya. Astaga, taruhan model apa ini?
Dara belum sempat menjawab saat joki-joki lainnya menghampiri. Mereka pasti telah mendengar perdebatannya dan Dara.
"What the fuc*? Mengapa terdengar seperti bau bau pelecehan seksual di sini? Begini aja, kalo gue kalah, lo boleh ambil motor gue, setuju?" Lia kini melayangkan pandangan pada para joki. Mereka serempak menggeleng.
"No. Take it or leave it!"
Lia menghela nafas panjang. Jawaban tegas lawan-lawannyanya itu sepertinya sudah menjadi harga mati. Hah persetanlah! Toh selama ini ia juga tidak pernah kalah. Demi Om Teguh, apapun akan dia lakukan, apapun!
"Ok Deal!"
Sejurus kemudian ia dan para joki telah bersiap-siap bertanding. Suara geberan motor-motor mereka seperti memekakkan telinga. Lia berkonsentrasi. Ia harus menang dalam taruhan ini. Harus!
"Satu! Dua! Tigaaa!" Teriakan pemandu lomba mengudara.
Lia langsung memacu si Thor gila-gilaan. Yang ada di benaknya sekarang hanya satu. Yaitu menang, menang dan menang!
Lia memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Sampai sejauh ini ia masih memimpin. Tinggal dua putaran lagi, Lia melajukan motornya semakin kencang. Lawan-kawannya sudah mulai jauh tertinggal di belakangnya. Saat tinggal satu putaran lagi, tiba-tiba seseorang dengan cepat melesat memotong laju kendaraannya. Lia kaget. Namun ia berupaya mengejar. Sedikit lagi batinnya, sedikit lagi.
Namun hingga mendekati garis finish, Lia tetap tertinggal. Sepertinya kali ini ia memiliki lawan yang berimbang. Tiba-tiba Lia melihat lawannya seperti sengaja melambatkan laju motornya dan membiarkannya mencapai garis finish terlebih dahulu. Mungkin penonton tidak ada yang melihat kejanggalan itu. Tetapi Lia tahu, bahwa lawannya memang sengaja mengalah untuknya.
Di ujung jalan garis finish, Dara sudah melompat-lompat kesenangan seperti ceetah melihat pisang, saat menyambut kemenangan Lia. Para penonton pun mengelu-elukan namanya. Tetapi Lia sungguh malu. Karena dia tahu seharusnya kemenangan ini bukan lah miliknya. Karena itu ia cuma tersenyum tipis saja menyambut toss an dari rekan-rekan sesama jokinya.
Lia membuka helm full facenya dan membiarkan rambut ikal panjangnya tergerai indah mencapai pinggangnya.
Suit... suittt...
Siulan-siulan nakal terus terdengar menyambut kedatangannya.
"Hebat beut lo, Liong. Ternyata kedigjayaan lo belum berkurang sedikit pun ya, meskipun lo udah lama nggak ngetrack."
Dara tersenyum sumringah. Dia ikut berbahagia untuk kemenangan sahabat oroknya itu.
"Udah diem lo, Darong. Pengeng kuping gue dengerin bacot lo yang kayak pake toa tau nggak?"
"Elahhhh... diselametin malah uring- uringan nih bocah. Lagi PMS ya lo ?" Dara ngomel-ngomel tapi terus saja mengikuti langkah kaki Lia.
Lawannya membuka helm full facenya. Seraut wajah tampan namun tengil pun mulai menampilkan senyum smirknya. Arshaka Abiyaksa.
"Selamat ya, Lia. Nggak nyangka gue, kalo lo jago ngetrack juga. Toss dulu dong!"
Lia mendengkus tetapi tetap menyambut uluran tangan Saka. Tiba-tiba saja Saka menarik Lia dengan satu sentakan kuat, sehingga tubuh Lia oleng dan terjatuh ke pelukannya. Saka pun seketika mendekap erat tubuh Lia.
"Sialan, lo. Lepasin gue setan!" Lia menyikut kuat dada Saka. Namun Saka dengan sigap menangkap tangannya. Ia bahkan memutar kedua lengannya ke arah belakang secara bersamaan.
Brengsek! bocah ini sepertinya cukup mumpuni dalam hal bela diri. Sepertinya laki-laki menguasai ilmu bela diri aikido.
"Lepasin gue, Saka sialan" Lia berteriak kencang karena malu dan kesal. Ia jarang sekali memanggil nama laki-laki sialan ini. Hanya jika terpaksalah, ia memanggilnya.
"Ck.. ck... ck... Nggak sopan amat ngomongnya. Bilang dong, Saka ganteng lepasin aku dong. Coba ulangin." Bocah gendeng itu masih terus saja tersenyum-senyum geli melihat kekesalan Lia.
"Dalam mimpimu bocah edan!" Lia memelototkan mata indahnya.
"Eh bocah-bocah gini udah bisa bikin bocah juga kali. Wanna try, Babe?"
Saka makin senang menggoda Lia karena wajahnya sudah merah padam karena marah.
Saking kesalnya Lia sampai mengeluarkan air mata.
"Ck, udah... udah. Gitu aja nangis." Saka mengulurkan tangannya menghapus titik air mata di wajah kesal Lia.
"Gue cabut dulu ada urusan. Ntar duitnya gue transfer ke rekening lo, Lia. Hati-hati ntar pulangnya ya, Cantik?Byeee."
"Dasar bocah tengik. Heran dah gue, dia kok bisa beredar di mana-mana ya? Nggak di camp, nggak di sini. Salah apa gue bisa terus-terusan ketemu sama itu ulet bulu itu?" decih Lian. Lia menghampiri Dara. Tiba-tiba ia teringat sesuatu.
"Eh tapi dia ngalah sama gue lho, Darong." Lia mengaku juga akhirnya pada Dara.
"Eh ngalah apaan nih maksudnya?"
"Iya, tadi dia sengaja memperlambat laju motornya supaya gue yang finish duluan. Makanya gue rada-rada kagak enak ini menangnya."
"Ya udahlah, Liong. Apapun itu maksud dan tujuannya, pokoknya yang penting lo bisa bayarin itu utang nyokap lo. Mengenai masalah yang lain-lain, nggak usah terlalu lo pikirin. Ntar yang ada berasep otak lo kayak knalpot si Thor. Hehehe."
Drrtt... drrtt... drttt
Notifikasi dari mobile banking Lia menunjukan ada penambahan kredit senilai seratus juta rupiah. Alhamdullillah ya, Allah. Berarti tinggal mencari seratus juta lagi.
===================
Aksa mengerutkan dahi saat staff keuangannya memberikan laporan khusus. Menurut mereka, Saka kemarin mentransfer uang sebesar seratus juta rupiah pada rekening Camelia Wiryaatmaja. Apa maksudnya ini? Ada hubungan apa antara Lia dengan adiknya tersebut? Karena sejauh yang Aksa tahu, hubungan mereka cuma sebatas rekan sesama praktisi ilmu bela diri saja. Apakah ada hubungan khusus di antara mereka yang tidak diketahui olehnya?
Sebenarnya ia ingin sekali menanyakan secara langsung mengenai hal ini pada Lia. Tapi ia adalah orang yang sangat professional. Ia tidak ingin mencampuri masalah pribadi dengan pekerjaan pada Lia.
Dia cuma berpikir imbalan apa yang telah diberikan Lia pada adiknya itu, sampai-sampai Saka rela memberinya uang yang tidak sedikit itu kepadanya.
Karena setahunya adiknya itu biasanya sangat dingin dengan wanita. Gadis-gadis yang menggilainya di kampus pun cuma dianggap angin lalu saja. Sifat mereka berdua sebenarnya nyaris sama. Tidak ada istilah aji mumpung dalam hidup mereka. Bila tidak suka, maka jangan diberi harapan. Tetapi bila sudah cinta, sampai ke lubang semut pun mereka akan mati-matian mengejarnya. Apakah Saka menyukai Lia? batin Aksa.
Tidak dapat dipungkiri. Camelia itu sangat menggoda iman para pria. Selain wajahnya yang nyaris sempurna, bentuk tubuhnya selalu sukses membuatnya sakit kepala. Selain itu sikap tangguhnya itu lah yang membuatnya berbeda dengan wanita lainnya.
Di saat gadis-gadis lain sebayanya sibuk ke salon dan ngemall, maka Lia malah sibuk ngetrack dan baku hantam hingga memar-memar di camp. Lia ini memang luar biasa. Dalam diam sebenarnya Aksa amat sangat mengaguminya.
Ingat tunanganmu Aksa!
Aksa buru-buru menghapus bayangan Camelia yang akhir-akhir ini selalu menghantui pikirannya. Bahkan dia nyaris lupa kalau dia telah memiliki seorang Raline dalam hidupnya.
Sudah sebulan Lia bekerja pada perusahaan ayahnya. Tetapi pertemuan dengan ayahnya masih bisa dihitung dengan jari. Itu pun dalam keadaan beramai-ramai dan tidak bisa bertemu berduaan secara pribadi. Sangat sulit bagi Lia untuk bisa berbicara berdua dengan ayahnya secara pribadi dari hati ke hati.Dan hari ini adalah kesempatan besar baginya untuk bisa saling bertatap muka langsung dengan ayah kandungnya tersebut. Karena hari ini ada rapat tahunan pemegang saham PT. Catur Nusa Persada.Jadi bisa dipastikan ayahnya sebagai komisaris besar pasti akan hadir di sana. Masalahnya sekarang adalah Lia bangun kesiangan karena semalaman ia tidak bisa tidur. Ia hanya membolak balik tubuhnya dengan gelisah karena merindukan ibunya.Di tempat kerjanya yang dulu, ia biasa ke kantor dengan menggunakan mobil. Tapi sejak ibunya sakit-sakitan dan memerlukan uang banyak, dia telah menjual si Frank. Frank adalah nama mobil kesayangannya. Dia menamakannya
Lia telah mentransfer uang seratus juta kepada Tante Nabila. Tinggal seratus juta lagi. Besok ia berniat untuk menjual si Thor dan beberapa perhiasan peninggalan ibunya. Apa boleh buat, walaupun ia sangat sedih karena akan kehilangan barang kenang-kenangan dari ibunya, tetapi ini ia lakukan demi menyelamatkan nyawa orang. Lia yakin, ibunya di alam sana juga pasti memahami keputusan yang ia ambil.Lia terus menerus melamun hingga menabrak sesosok tubuh yang langsung menahan tubuhnya agar tidak terjatuh."Ma—maaf saya tidak sengaja." Lia meminta maaf dan kaget begitu melihat siapa orang yang telah ditabraknya."Pak Komisaris? Sekali lagi maafkan saya ya, Pak? Saya sungguh tidak sengaja, soalnya saya...."Lia terdiam seketika ketika melihat ayahnya memegang kalung pemberian ibunya. Rupanya kalungnya putus dan terjatuh karena tersangkut arloji ayahnya. Lia melihat ayahnya memandangi kalung it
Lia sedang menunggu angkutan umum, saat tiba-tiba ia melihat mobil Lamborghini Aventador ayahnya mulai menghampiri."Eh gadis cantik kesayangan Ayah. Mau ke mana, Sayang?"Semenjak tahu bahwa ia adalah putrinya, ayahnya telah membuat suatu kesepakatan dengannya. Yaitu ia akan memanggilnya ayah di saat mereka hanya berdua. Dan tetap akan memanggil bapak dalam lingkungan kantor."Mau ke pihak leasing motor, Yah." Lia menjawab apa adanya."Lho ngapain ke sayangnya Ayah? Mau membayar cicilan ya?" jawab ayahnya seraya membuka pintu mobil. Lia meringis. Ayahnya sekarang sudah menjelma seperti abege alay karena memanggilnya dengan julukan macam-macam. Mungkin karena terlalu bahagia telah mendapatkan seorang anak lagi. Anak perempuan pula."Lia mau membayar denda cicilan motor sekaligus mengambil BPKB. Motornya mau Lia jual, Yah.""Lho kok d
Aksa mulai gerah dengan gossip-gossip yang berseliweran di kantornya. Gencarnya bisik-bisik sesama staff yang mengatakan bahwa Lia telah menjadi simpanan pak komisaris, mulai menggelitik telinganya. Apalagi bila gossip itu sampai ke telinga Bu Citra. Pasti masalahnya akan menjadi besar dan melebar ke mana-mana.Saat akan memasuki ruangannya, Aksa melihat Lia sedang berbicara dengan seseorang di telepon. Penasaran, Aksa menghentikan langkahnya tepat di belakang Lia. Ia ingin mendengar pembicaraan Lia, mumpung Lia tidak menyadari kehadirannya."Apaan sih, Darong? Duh gue udah males begituan sekarang. Ck! Bukan masalah karena duitnya sedikit juga kali. Gue udah nggak butuh soalnya. Ahahaha... iya syukur alhamdulillah semuanya jadi indah sejak gue ketemu dengan Pak Komisaris. Udah ah, gue udah mau pensiun sekarang. Gue mau kasih kesempatan buat yang masih muda-muda aja. Ok, sip... sip..."Aksa mengkertakkan gerahamnya.
Lia meregangkan otot-otot tubuhnya berkali-kali ke kanan dan ke kiri. Tubuhnya lemas sekali. Tulang-tulangnya seolah-olah dilolosi semua dari tubuhnya. Belum lagi di kepalanya seolah-olah banyak sekali burung-burung kecil yang bercuitan di sana.Lia memeluk bantal gulingnya dengan erat. Matanya seperti ada lemnya. Susah sekali untuk dibuka. Dia masih merasa lemas dan mengantuk sekali.Tapi ini kenapa bantal gulingnya keras sekali ya? Ia meraba makin ke atas. Kok gulingnya berbulu? Ini benda apa lagi. Bentuknya seperti pisang dan keras sekali. Dan tiba-tiba benda itu seperti hidup dan bergetar. Lia penasaran. Ia pun mulai membuka matanya perlahan.Huaaa!Ia kaget saat melihat milik pribadi seorang pria seperti film-film biru yang dulu pernah sesekali ditontonnya bersama Dara saat-saat mereka masih kuliah dulu.Milik pribadi pria ada di depan matanya? Di tempat tidurnya? Sepertinya ada yang salah di sini. Per
Lia duduk gelisah di salah satu gerai restaurant sea food yang dipilih Raline untuk makan siang bersama. Ya, tidak ada lagi kesialan yang lebih hebat daripada hari ini. Mereka berempat Aksa, Raline, Heru dan dirinya sendiri duduk bersama menikmati makan siang. Sementara menurut Lia, saat ini lebih cocok bila dikatakan menikmati makan hati.Bayangkan saja bagaimana awkwardnya suasana di sini. Raline gembira-gembira saja. Karena bisa bermanja-manja dengan Aksa. Walaupun Aksa menanggapinya dengan datar-datar saja. Sementara Heru terus memandanginya dengan berjuta makna. Makan pun tidak enak jadinya. Lia sebenarnya ingin kabur saja, karena terus-menerus dipandangi oleh manusia omes tingkat dewa ini. Makanya sedari tadi ia menunduk saja. Berpura-pura menikmati makan siangnya.Di saat kecanggungan yang terasa semakin mencekam, tiba-tiba muncul seorang laki-laki, yang langsung saja duduk ditengah-tengahnya dan Heru. Dan dia adalah Arsaka adik laki-
Baru saja Aksa masuk ke dalam rumahnya, ia telah disambut oleh tangisan histeris ibunya.Ck! Ada drama apa lagi ini?Padahal pikirannya tengah mumet karena kedua orang tua Raline tadi ke kantor. Mereka berdua kompak menuntutnya agar secepatnya menikahi anak gadis kesayangan mereka. Aksa tahu memang mereka sudah terlalu lama berpacaran. Delapan tahun! Bayangkan. Orang tua mana yang tidak kesal kalau anaknya dipacari bertahun-tahun, tapi tidak kunjung dinikahi. Dan tadi mereka telah mengultimatumnya untuk secepatnya melamar Raline."Ada apa, Bu? Kenapa Ibu menangis begini? Ibu sakit?" Aksa mengelus sayang bahu ibunya. Satu-satunya wanita yang paling ia cintai dan hormati di dunia ini. Bagi Aksa ibunyaadalah yang terhebat di dunia. Karena hanya ibunya di dunia ini yang mencintainya tanpa batas."Iya, Sa. Ibu sakit. Tepatnya Ibu sakit hati. Ayahmu sudah berselingkuh, Sa. Ibu melihatnya dengan mata kepala Ibu sendiri. Se
Lia membuka matanya perlahan. Sejurus kemudian ia meringis. Kepalanya terasa pusing dan ia merasa mual sekali."Siapa?" Sepertinya ayahnya berbicara padanya. Tetapi Lia heran. Ayahnya sepertinya menahan amarah. Lia kembali mengerjap-ngerjapkan matanya yang sebenarnya masih belum begitu fokus akibat baru saja siuman dari pingsannya.Ia melihat ayahnya, Bu Citra dan Aksa saling diam dan sepertinya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Wajah mereka semua tampak kalut dan bingung."Ayah tanya sekali lagi kepadamu, Lia siap orang yang sudah menghamili kamu?"Menghamili? Astaga!Lia membelalakkan kedua matanya. Hamil? Dia hamil. Hamil diluar nikah saja sudah merupakan aib yang sudah sangat memalukan. Apalagi ini dia hamil oleh kakaknya sendiri? Bagaimana ini? Lia ketakutan.Pandangan matanya refleks tertuju kepada Aksa. Ada pengertian tanpa kata dibalik pandangan
Delapan bulan kemudian."Mas kayaknya nggak usah masuk kantor aja deh hari ini, Sayang. Mas takut nanti kamu mau melahirkan, Masnya malah nggak sempet nungguin. Mas kan mau menyaksikan kamu melahirkan anak kita ke dunia sayang."Aksa mengelus-elus perut buncit Lia. Hari ini tepat sembilan bulan tujuh hari usia kandungan Lia. Dokter memperkirakan kalau ia akan melahirkan besok pagi.Makanya Lia tidak mengizinkan Aksa untuk bolos kerja hari ini. Karena dia kan melahirkannya masih besok pagi. Apalagi hari ini perusahaan akan kedatangan client-client potensial, yang bermaksud untuk bekerjasama dengan perusahaan suaminya. Mereka ingin membangun apartemen-apartemen mewah sesuai dengan permintaan pasar yang sedang tinggi-tingginya. Akhir-akhir ini banyak sekali customer-costumer mereka yang merequest apartemen atau pun condominium. Mereka biasanya membeli sebagai aset investasi jangka panjang."
"Dek, abang ada di pintu belakang rumah ayahmu. Adek ke sini ya? Abang mau kasih kejutan besar di hari bahagia Adek ini.Lia tersenyum membaca SMS dari Erlan. Kemarin ia memang memberi tahu Erlan bahwa hari ini ia akan menikah. Karena semua masalah sudah jelas, Lia pun memberitahu Erlan tentang siapa sebenarnya ayah dari anak yang dikandungnya. Erlan sempat terdiam lama di telepon, saat Lia memberitahukan satu hal yang paling ia rahasiakan selama ini. Yaitu perasaan cintanya pada Aksa.Lia secara terus terang mengatakan pada Erlan bahwa sesungguhnya ia sudah jatuh cinta setengah mati dengan Aksa. Dan ternyata Aksa pun juga memiliki rasa yang sama terhadap dirinya. Lama Lia curhat pada Erlan melalui sambungan telepon. Tapi jujur Lia agak heran saat mendengar suara Erlan yang terasa begitu datar dan hanya diam mendengarkan. Biasanya Erlan paling heboh dan konyol jikalau ia menelepon."Sini, Dek. Ikut Abang ma
Aksa membaringkan tubuh Lia di ranjang king sizenya. Memandangi wajah cantik namun keras kepala yang dulu ia rasa mustahil untuk dapat ia miliki. Ia sudah merasa aneh saat mengetahui bahwa Lia itu adiknya, akan tetapi rasa cintanya sama sekali tidak berubah. Lain dengan adiknya Saka yang memang mencintai Lia dengan cinta murni atas dasar persaudaraan. Tetapi hari ini semua terjawab sudah. Karena ternyata memang hanya Saka lah yang masih memiliki pertalian darah dengan Lia. Sementara dirinya tidak sama sekali.Aksa memandangi wajah wanita yang sangat dicintainya ini dalam diam. Sekarang sudah tidak ada lagi dinding pemisah yang disebut dengan adik seayah. Aksa duduk di sudut ranjang. Perlahan ditelusurinya wajah cantik itu dengan jari telunjuknya. Mata, hidung, pipi dan akhirnya bibir merekah yang seolah-olah memanggil-manggil ingin dikecup. Dan ketika ia melihat bibir merah Lia sedikit terbuka, ia pun segera melumatnya sekali, dua kali, tiga kali,
Ruang keluarga di rumah keluarga besar Abiyaksa tampak hening. Suasana tegang makin terasa saat Pak Surya dan Bu Citra ikut duduk disana sesuai dengan permintaan Aksa. Aksa yang biasanya begitu tenang dan pragmatis bahkan berkali-kali menghela nafas panjang hanya untuk sekedar berusaha mengusir sedikit ketegangan.Dia tahu pengakuannya ini akan membuat keluarga besarnya gempar bahkan mungkin juga berpotensi untuk membuatnya babak belur dihajar ayahnya.Akan tetapi sejak kesepakatan antara dirinya dan Lia kemarin malam, Mereka berdua telah memutuskan untuk mengungkapkan semua rahasia mereka selama ini.Semakin lama mereka menyimpannya, hanya akan mengakibatkan masalahnya semakin membesar. Seperti bola salju yang terus menggelinding ke sana kemari tanpa akhir yang jelas.Aksa telah berjanji pada dirinya sendiri untuk memperjuangkan cintanya pada Lia, walaupun entah bentu
Lia mengikat apron di sekeliling pinggangnya. Mencepol rambut serta mencuci bersih tangannya. Ia bersiap-siap membuka warung nasinya. Jam-jam makan siang seperti ini, biasanya akan ramai pembeli. Ya, dirinya sekarang telah beralih profesi membuka warung nasi kecil-kecilan.Setelah resign dari kantor ayahnya dua minggu lalu, ia memutuskan untuk membuka warung nasi di samping rumahnya. Pekerjaan ini ia nilai paling cocok dengan keadaannya yang saat ini tengah berbadan dua. Ia bisa mencari nafkah tanpa harus keluar dari rumah. Ia berjualan di garasi rumah yang dulunya adalah singgasana si Frank, mobil yang telah ia jual. Dan garasi kosong itu kini ia manfaatkan menjadi warung nasi sederhana yang unik.Adiknya Saka, membantu mendekorasi warungnya dengan ornament yang berbahan dasar kayu dan bambu. Saka membuat warung mungil ini unik dan etnik. Meja dan kursi juga si buat dari bahan dasar kayu. Saka juga menambahkan dua buah bale-bale, bila
"Kamu mau bicara apa Lia? Ayo silakan diungkapkan saja. Mumpung semuanya sudah lengkap ada di sini."Ayahnya mempersilahkannya berbicara setelah kedua orang tua Heru datang berkunjung atas permintaan khususnya. Lia seperti mengalami dejavu disidang seperti ini. Selain kedua orang tua Heru, ayahnya dan Bu Citra, duduk juga Aksa, Heru dan Saka. Mereka semua duduk di ruang tamu.Lia menelan salivanya sendiri saat dua keluarga besar saling duduk berhadapan. Ia tahu kalau keputusannya ini kan mengecewakan banyak pihak, terutama bagi Heru dan ayahnya. Tetapi apa boleh buat, cinta itu memang tidak bisa di paksa bukan?"Saya minta maaf kalau keputusan saya ini akan mengecewakan banyak pihak. Tetapi percayalah bahwa apa yang akan saya katakan nanti sebenarnya adalah demi untuk kebaikan semua orang, dan terutama demi untuk kebaikan Mas Heru sendiri."Lia menghampiri Heru. Dengan posisi tubu
Seminggu kemudianLia mengangkat kardus yang berisi semua barang-barang pribadinya di kantor. Buku-buku, alat-alat tulis, photonya bersama sang ibu, hingga mug hello kitty kesayangannya. Semua telah ia susun rapi ke dalam kardus. Setelah Aksa pulih dan kembali masuk kantor, ia memutuskan untuk resign saja dari kantor ayahnya.Jujur walaupun ia sakit hati atas semua kata-kata Aksa kemarin, tetapi mau tidak mau Lia harus mengakui bahwa semua kata-kata yang dilontarkan Aksa itu memang benar adanya. Ibunya memang masuk ke dalam rumah tangga orang lain. Ibunya memang salah.Sedari kecil dia telah diajari oleh ibunya untuk bisa bersikap lapang dada dan juga berbesar hati untuk mengakui kesalahan dan sekaligus juga menerima kebenaran sekalipun itu rasanya menyakitkan.Jangan membenarkan hal yang biasa, tapi biasakanlah melakukan hal yang benar. Itu adalah kata-kata wajib ibu nya yang
"Lo nyetirnya serem amat sih, Sa? Pelanan dikit dong. Gue belum pengen mati juga kali, Sa? Belum kawin gue soalnya."Arimbi berusaha memperingati Aksa yang sepertinya emosi luar biasa setelah melihat Heru membawa Lia dalam acara reuni akbar sekolah mereka. Aksa yang sebelumnya terlihat ceria dan terus saja tertawa-tawa dengan para pentolan gangster lainnya, saat membicarakan semua kenakalan luar biasa mereka saat masih sekolah dulu, mendadak bungkam. Ternyata Aksa kesal saat Heru datang bergabung dengan adik Aksa, Camelia dalam gandengannya. Saat itu raut wajah Aksa berubah tidak enak untuk dipandang. Lima belas menit kemudian Aksa bahkan sudah berjalan menuju ke parkiran dengan alasan masih ada pekerjaan yang belum dia selesaikan. Alasan yang terlalu di buat-buat menurut Arimbi.Aksa diam seribu bahasa dan tidak menanggapi sedikit pun umpatannya. Pikirannya sepertinya sedang tidak ada dicsini dan dan pandangan matanya hanya lurus kede
Meeting telah selesai sekitar lima belas menit lalu dengan hasil yang sama-sama memuaskan bagi kedua kedua belah pihak. Hari ini Aksa dan teamnya sukses mempresentasikan rancangan-rancangan brilliantnya. Dan itu semua tidak terlepas dari peran serta Erlan Atmajaya sebagai arsiteknya. Tidak sia-sia Erlan bertahun-tahun kuliah di luar negeri, kalau memang seperti inilah hasil dari menimba ilmunya.Lia merasa tubuhnya remuk redam. Tulang-tulangnya pun seolah-olah dilolosi semua dari tubuhnya. Sekarang saja ia masih belum beranjak dari ruang rapat dan masih terduduk lemas dengan kepala yang diletakkan di atas meja. Matanya mulai terpejam karena rasanya berat sekali untuk dibuka. Lia masih lemas dan mengantuk sebenarnya."Kamu ini kenapa sih calon istri? Semua karyawan sudah mulai sibuk mengisi perut, eh kamu malah masih bermalas-malasan di sini. Kamu kenapa, Sayang? Tidak enak badan hmm?"Tiba-tiba