Aksa mulai gerah dengan gossip-gossip yang berseliweran di kantornya. Gencarnya bisik-bisik sesama staff yang mengatakan bahwa Lia telah menjadi simpanan pak komisaris, mulai menggelitik telinganya. Apalagi bila gossip itu sampai ke telinga Bu Citra. Pasti masalahnya akan menjadi besar dan melebar ke mana-mana.
Saat akan memasuki ruangannya, Aksa melihat Lia sedang berbicara dengan seseorang di telepon. Penasaran, Aksa menghentikan langkahnya tepat di belakang Lia. Ia ingin mendengar pembicaraan Lia, mumpung Lia tidak menyadari kehadirannya.
"Apaan sih, Darong? Duh gue udah males begituan sekarang. Ck! Bukan masalah karena duitnya sedikit juga kali. Gue udah nggak butuh soalnya. Ahahaha... iya syukur alhamdulillah semuanya jadi indah sejak gue ketemu dengan Pak Komisaris. Udah ah, gue udah mau pensiun sekarang. Gue mau kasih kesempatan buat yang masih muda-muda aja. Ok, sip... sip..."
Aksa mengkertakkan gerahamnya. Pembicaraan Lia dengan temannya di ponsel telah memperjelas semua kecurigaannya. Ternyata Lia memang wanita yang seperti itu.
Sementara Lia yang telah menutup ponsel, kaget saat ia berbalik. Ternyata Aksa ada di belakangnya. Semoga saja Aksa tidak mendengar pembicaraannya tentang pak komisaris, batin Lia.
"Pak Aksa, nanti malam kita akan mengentertaint tamu di Exodus jam 10 malam. Saya sudah mereservasi di VIP Room atas nama Bapak. Terus itu lho Pak, sa-saya tidak tahu bagaimana cara mencarikan wanita buat tamu-tamu, Bapak. Kalau saya menyuruh Pak Arya saja yang mencarinya tidak apa-apa 'kan, Pak? Yang penting tujuannya dapat."
Lia gugup dan sedikit risih saat membicarakan tentang masalah wanita penghibur ini dengan bossnya. Ia memang sedang bingung diharuskan mencari wanita penghibur. Ya kali ia masuk ke club, terus nanya-nanya ada yang mau menjadi wanita penghibur tidak? Bisa-bisa dia diusir dari club karena dianggap menghina. Lah seumur-umur pergi ke tempat begituan juga cuma kemarin malam tok. Tapi kalau masalah sparring, ngetrack dan baku hantam di camp sih ia khatam. Lah pan dia ratunya?
"Yakin kamu tidak mengerti cara mencari wanita penghibur yang potensial di sana?"
Aksa mendengkus. Ia sama sekali tidak percaya. Paling Lia cuma takut dikenali oleh teman sesama professinya di sana. Aksa akan menyeretnya sendiri ke sana untuk membuktikan segala kecurigaannya.
"Haqul yakin saya memang tidak mengerti, Pak. Tapi Bapak tenang saja, Pak Arya bilang dmia sudah mendapatkan yang kelas paus, Pak. Ya walaupun saya agak sedikit bingung juga. Kelas paus bukannya nanti orangnya malah besar-besar seperti ikan paus ya, Pak? 'Kan jadi agak-agak ngeri gimana gitu ya Pak ya?"
Lia tidak tahu bahwa kata-katanya membuat pendengaran Aksa sedikit tergelitik geli. Terkadang dibalik segala kepintaran luar biasa Lia, masih terselip sedikit kepolosan ala anak-anak. Atau itu hanyalah merupakah trick dan gimmicknya saja supaya terkesan polos dan lugu? Aksa sendiri pun tidak tahu dengan jelas jenis permainan yang sedang diperankan oleh Lia ini. Satu yang pasti, ia akan mencoba mengikuti permainan ala ala gadis lugu yang di perankan oleh Lia ini.
"Tidak masalah. Tapi nanti malam kamu ikut kami semua ke Exodus. Saya akan menjemputmu di rumah pukul 22.00 WIB tepat. Ingat, saya tidak suka menunggu. Pastikan kamu telah siap sedia pada saat saya jemput nanti."
"Saya tidak usah dijemput, Pak. Saya datang ke sana sendiri aja. Bapak tidak usah repot-repot menjemput saya."
"Kamu. Saya. Jemput. Titik."
Lia hanya bisa mengangkat bahunya saja. Serah lo deh Pak Boss. Serah. Gue mah apa atuh.
Malam harinya, Lia sedang bingung memilih outfit mana yang akan digunakan saat ke club nanti. Ranjang sudah berantakan. Penuh dengan baju yang tumpukan baju yang tidak beraturan. Beginilah wanita. Pakaian satu lemari penuh pun, tetapi setiap kali akan hang out pasti merasa ia tidak punya pakaian yang pantas untuk dikenakan.
Pilihan Lia jatuh pada blus biru muda model sabrina yang sangat sexy. Ia memadukannya dengan skinny jeans yang membentuk sempurna bokong seksinya. Voila, sempurna!
Pemandangan indah seperti itulah yang menyambut kehadiran Aksa saat menjemputnya. Aksa sampai berkali-kali menelan saliva nya sendiri karena hormon testoteron nya mulai mengambil alih kewarasan otaknya.
Ia heran sendiri. Berpacaran dengan Raline hampir delapan tahun lamanya, tidak bisa membuat hormon kelelakiannya berteriak-teriak minta pelepasan. Ia malah risih bila harus bermesraan dengan Raline. Dia merasa seperti melakukan incest. Ia menyayangi Raline seperti adiknya sendiri. Sulit rasanya membayangkannya memesrai Raline seperti seorang kekasih. Hati nuraninya memberontak.
Tetapi sekali saja ia memandang Lia, ia bisa lupa segala. Termasuk kedatangannya ke rumah ini yang sebenarnya bertujuan untuk menjemput Lia.
"Ayo berangkat sekarang, Pak. Nanti terlambat lho. Bapak kok kayak orang bingung begitu? Bapak sakit?" Lia maju selangkah. Menempelkan punggung tangannya pada dahi Aksa.
"Tapi suhu badan Bapak normal-normal saja. Harusnya sih Bapak sehat-sehat saja ya?" Lia berguman sendiri.
"Pak, kita jadi pergi tidak? Mengapa Bapak daritadi kayak orang bingung sih? Terpesona dengan kecantikan saya ya?" canda Lia sambil menoel-noel lengan kekar Aksa.
"Hah apa? Ke-geer-an kamu. Ayo kita berangkat sekarang," sahut Aksa ketus.
Entah mengapa setiap berada di dekat Lia, udara di sekitar Aksa seperti menguap, dan menghadirkan suatu rasa yang dia sendiri tidak bisa mendefinisikannya. Hanya satu kata yang bisa mewakilinya yaitu, sedikit merasa senang mungkin.
"Ingat di sana nanti kamu jangan jauh-jauh dari saya. Jangan pernah menerima minuman apapun dari siapa pun. Ingat baik-baik kata-kata saya. Saya tidak suka mengulang kembali kalimat saya. Ingat itu."
"Ok, Pak Boss." Lia menunjukkan jempolnya. Dan menit berikutnya, mereka telah meluncur di jalanan ibu kota.
Suara musik yang berdentam kencang menyambut kehadiran mereka. Aroma rokok, alcohol dan parfum saling bercampur baur di udara. Kepala Lia pun langsung saja keliyengan karena tidak terbiasa. Lia heran apa yang dicari oleh orang-orang yang sangat suka ke tempat seperti ini. Selain berisik, polusi udara akibat asap rokok yang menguar di mana-mana, pemandangan yang merusak matanya pun bertebaran di mana-mana.
Pakaian-pakaian yang kurang bahan dan campur baur segala macam aroma parfum berseliweran di kanan kiri nya. Wow! Bahkan ada yang saling berciuman dengan panas disudut meja bar. Lia tidak menyadari, begitu dia memasuki ruangan pertama kali, seluruh pria di dalam sana menatapnya dengan penuh minat seolah-oleh ingin melahapnya hidup-hidup. Aroma segar dan belum tersentuh seolah-olah tertulis di dahinya. Yang model-model seperti ini lah yang paling diminati oleh pria-pria hidung belang yang ada disini.
Bahkan ke tiga client yang sedang digerayangi oleh wanita penghibur masing-masing pun tidak dapat mengalihkan pandangannya dari Lia.
Arya bahkan nampak seperti hendak meneteskan air liurnya saat menatap dada seksi Lia. Aksa rasanya langsung ingin menutupi seluruh tubuh indah Lia dengan taplak meja. Entah mengapa dia merasa sangat tidak rela melihat tubuh Lia menjadi objek fantasi seksual para laki-laki pencari kenikmatan duniawi sesaat yang ada di sana.
"Nih kamu pakai saja dulu jas saya. Saya melihat kamu sedikit kedinginan. Nanti kamu malah sakit dan tidak masuk kerja pula besok. Bisa tumpur perusahaan lama lama kamu buat. Ingat pakai terus selama kamu ada disini, jangan dilepas."
"Pak Aksa, Anda dipanggil Pak Gunawan di private room."
Arya menyambut kedatangan Aksa dan Lia begitu mereka berdua menginjakkan kaki di sana. Aksa menganggukkan kepala sambil mengikuti langkah Arya.
"Hallo Pak Gunawan, Pak Sofyan, Pak Hendra. Selamat menikmati hiburan malam di club ini ya. Semoga Anda semua puas akan pelayanan dari kami."
Aksa menjabat tangan para clientnya satu persatu. Lia melihat para paus yang sedang gelayutan di pangkuan ketiga tamu itu, kini berbalik menatap Aksa dengan tatapan sensual yang mengundang.
Entah mengapa ada sedikit rasa tidak suka di hati Lia saat melihat itu semua. Terlebih lagi saat seorang paus dengan dandanan menor dan liptick setebal lima senti yang tiba-tiba saja berdiri dan langsung mengelus-elus dan menciumi rahang seksi Aksa. Rasanya Lia ingin memberikan beberapa mud trong kewajah menor si wanita paus itu.
"Hi, nama kamu siapa, Cantik? Saya ingin kamu yang menemani saya malam ini. Mau kan Cantik?" Lia kaget saat Pak Hendra tiba-tiba saja mengelus-elus lengan mulusnya dengan bernafsu. Lia merinding mendapatkan usapan panas yang disertai dengan dengus nafas menderu-deru yang terasa di telinganya. Seumur-umur tidak ada orang yang berani untuk melakukan hal itu kepada dirinya. Kalau saja ini bukan client potensial boss besarnya, Lia pasti tidak akan segan-segan untuk mematahkan tangan kurang ajarnya.
"Nama saya Ca-Camelia, Pak Hendra." Lia tergagap karena ngeri saat melihat tatapan mesum yang ditujukan terang-terangan oleh Pak Hendra padanya.
"Maaf, Pak Hendra. Dia wanita saya." Aksa langsung menarik Lia ke samping tubuhnya dan memeluknya erat. Arya seketika melayangkan tatapan penuh spekulasi pada sikap posesif yang ditunjukkan Aksa secara tidak sadar terhadap sekretarisnya.
"Oh maaf, Pak Aksa. Bapak sungguh beruntung memiliki wanita secantik dan seseksi ini dipelukan Bapak. Kalau saya mempunyai pasangan seperti dia, pasti setiap hari saya akan berolahraga malam sampai pagi. Terlalu sayang rasanya melewati malam-malam panjang tanpa diwarnai aksi yang bisa memuaskan dan meredakan ketegangan sepanjang malam."
"Tapi masalahnya dia bukan pasangan Anda." Balas Aksa tajam.
Wajah Aksa sudah mulai seram saat Pak Hendra masih saja memandangi Lia dengan tatapan mesum dan tidak sadar suasana. Aksa benar-benar kepengen sekali mencolok kedua mata pria tua bangka itu.
"Olah raga malam bukannya tidak baik untuk kesehatan ya Pak? Apalagi kalau sampai pagi. Kapan istirahatnya Pak?"
Lia heran dengan kata-kata yang diucapkan oleh Pak Hendra. Arya seketika langsung tersedak vodka sky yang sedang diminumnya. Sedangkan ketiga client mereka tampak terkekeh-kekeh senang melihat keluguan Lia.
"Umurmu berapa sih, Cantik? Sampai tidak mengerti dengan ungkapan makna yang ada dalam kata-kata itu?"
"Umur saya dua puluh du-hemmptt."
Aksa langsung membekap mulut Lia, sebelum dia mengoceh dan semakin mempermalukan dirinya sendiri. Bukannya tidak mungkin kalau sebentar lagi nomor ponselnya pun akan diberitahukan Lia kepada mereka. Lia ini orangnya sangat jujur hingga nyaris tampak terbujur.
"Kami keluar sebentar ya, Bapak-Bapak sekalian? Silahkan nikmati malam panjang ini. Arya, pastikan Bapak-Bapak ini semua puas atas semua pelayanan terhadap club ini."
Arya menunjukkan jempolnya kepada Aksa.
"Kenapa sih Bapak menutup mulut saya tadi? Emangnya saya salah ngomong apa sama Bapak?" Lia kesal karena Aksa yang tadi telah membekap mulutnya sembarangan. Sekarang mereka berdua telah duduk di depan bartender dan sedang memesan minuman.
"Itu karena omongan kamu yang semakin lama semakin tidak bermutu saja. Makanya mulut ember kamu itu saya bungkam saja. Semakin lama kamu berbicara, semakin kamu menampakkan kebodohanmu saja. Sudah sekarang diam saja. Kepala saya pusing menghadapi tingkah absurd kamu."
"Cocktail dan vodka sky."
Aksa memesan minuman untuk mereka berdua.
Aksa memberikan cocktail untuk Lia, sementara dia mulai menyesap vodka.
"Saya mau mencoba minuman yang punya Bapak saja ah. Pasti lebih enak. Bapak pasti memesankan saya minuman yang lebih murah dari punya Bapak kan?"
Lia langsung merebut vodka sky dan meminumnya dalam satu kali tegukan. Alhasil Lia langsung tersedak dan batuk-batuk hebat.
"Minuman apa ini?
Kenapa pahit sekali?" Lia mencoba memuntahkannya tetapi tidak bisa.
"Apa-apaan kamu ini Lia?minuman beralkohol itu tidak boleh diminum langsung dalam sekali teguk. Lagipula ini minuman beralkohol golongan A, kamu bisa mabuk."
Lia cuma diam karena semakin lama rasanya kepalanya semakin pusing saja. Pandangannya juga semakin tidak fokus, sementara tenggorokannya sudah mulai terasa panas.
"Pak, ini kepala saya kenapa pusing banget ya? Mual juga ini."
Lia memijit-mijit pelipisnya. Aksa menghela nafas kesal. Sepertinya Lia mulai hang over.
"Ayo kita pulang." Aksa memapah tubuh Lia yang sudah sempoyongan karena mabuk. Lia merasa kakinya mulai melemas seperti jelly sementara pandangan matanya perlahan-lahan kabur dan tidak fokus.
Aksa bingung harus membawa Lia ke mana. Karena sepengetahuannya Lia itu tinggal seorang diri. Sementara ia sedang sedang mabuk berat begini. Pasti nanti tidak ada orang yang akan merawatnya. Akhirnya Aksa pun memutuskan untuk membawanya pulang ke apartemennya semdiri.
Sesampai di apartemen, Lia sempat berkali-kali muntah dan mengotori bajunya. Aksa sempat bimbang saat ingin mengganti baju Lia yang berbau tidak sedap karena berkali-kali terkena muntahan.
Apa boleh buat, akhirnya dengan tangan gemetar Aksa membuka blouse dan celana jeans Lia. Menyisakan bra dan panty hitamnya. Mata nanar Aksa tampak tidak bisa lepas memandangi kemolekan tubuh Lia. Apalagi secara tidak sadar Lia mulai memeluk erat tubuh kekar Aksa dan mengecupi rahang tegasnya.
Sekujur tubuh Aksa sampai gemetar menahan nafsu birahinya sendiri. Dia ini pria normal yang berdarah dan berdaging. Menghadapi cobaan duniawi seperti ini membuat nalarnya menjadi jalan di tempat dan logikanya hilang entah kemana.
"Pak Aksa, kenapa sih Bapak tampan sekali? Bapak mau jadi pacar saja nggak, Pak?terkadang saya bosen ke mana-mana berduaan dengan si Thor terus. Cium di sini boleh tidak Pak?" Lia mulai menciumi dada bidang Aksa gemas dan menggigit -gigit gemas di beberapa tempat.
"Arghhhhh... Sudah cukup Lia. Jangan menggoda saya lagi. Saya sudah tidak kuat lagi sayang, dan siapa itu si Thor?"
Aksa mengerang keras saat mulut Lia secara tidak sengaja mengecup ujung dadanya. Tubuhnya sampai gemetar hebat demi menahankan hawa nafsunya yang sudah sampai di ubun-ubunnya meminta pelampiasan dengan segera.
"Thor itu nama motor kesayangan saya, Pak. Duh ini perut Bapak kok seperti tatakan es batu gitu ya, Pak?Bentuknya kotak-kotak. Emmmm mirip roti sobek yang ada di Indomare* juga ya, Pak? Saya boleh pegang nggak, Pak? Boleh ya, Pak?" Lia bertanya sendiri dan menjawab sendiri juga.
Lia mulai mengelus-elus perut six pack Aksa dan membentuk pola abstrak di dadanya. Dia bahkan membenamkan wajahnya pada perut six pack Aksa. Aksa sampai mengepalkan kedua tangannya erat-erat menahan sesuatu yang mendadak menggeliat bangun dan mulai mencari-cari pelampiasan.
"For God's sake! Hentikan Lia! Kekuatan saya menahan diri juga ada batasnya. Jangan berbuat sesuatu yang akan kau sesali keesokan harinya, sayang."
Aksa sampai terengah-engah menahan hasratnya. Tepat pada saat lengan Lia secara tidak sengaja menyentuh dirinya yang menegang, pertahanan diri Aksa pun hilang sudah.
Sambil mengerang kalah, dia mulai melumat kasar mulut manis Lia. Mencicipi cita rasanya dan mulai mengabsen segala isinya. Lidahnya membelit lidah Lia dan mulai menyesap teksturnya.
Meninggalkan bibirnya, mulut Aksa berganti menyusuri lehernya. Menghirup aromanya yang memabukkan dan menghisap kuat serta meninggalkan beberapa kissmark di sana. Ciumannya semakin turun dan turun lagi sampai mulai menyusuri belahan dadanya.
Tangannya dengan tidak sabar membuka bra Lia menatap nanar isinya. Dua bukit kembar yang begitu terjal dan curam terpampang jelas di matanya. Aksa mulai memagut-magut ujung dadanya dan meremas-remas kekenyalannya. Dia juga meninggalkan banyak kissmark di sana.
"Aduh, jangan dimakan dada saya Pak. Sakit!" Lia nampak meringis kesakitan saat Aksa dengan gemas menggigit-gigit kecil ujung dadanya.
Ciumannya turun dan turun lagi mencapai panty berendanya. Dengan sekali sentak benda tipis dan halus itu pun sudah terlepas dari tempatnya. Aksa berperang dengan batinnya sendiri. Antara bersikap kesatria atau menuruti hawa nafsunya.
Dan akhirnya dia kalah pada nafsu indrawinya saat ciumannya akhirnya berlabuh pada diri Lia Menikmati segenap cita rasanya sebelum akhirnya dirinya pun mulai berlabuh di sana.
Lia sempat berteriak kesakitan saat sesuatu mulai terasa menginvasi kewanitaannya. Damn it!rupanya Lia masih virgin. Tetapi dia sudah tidak kuasa lagi untuk menghentikan laju asmara yang sudah mencapai titik kulminasinya. Aksa terus memompa dirinya keluar masuk cepat dan semakin cepat dalam mengejar puncak asmaranya.
"Arrrrghhh! Aksa mendesah kuat seiring dengan pelepasannya yang dahsyat dan memenuhi rongga di tubuh Lia. Jujur sebagai laki-laki egonya melambung mengetahui dia adalah laki-laki pertama yang menyentuh Lia. Tetapi dia juga bingung dengan hubungan Lia dan Pak Surya. Begitu juga dengan adiknya. Rasanya terlalu naif jika mereka berdua bersedia memberikan uang dengan nominal yang cukup besar tanpa menerima imbalan apa-apa.
"Dinginnnn.."
Aksa melihat Lia mulai kedinginan dan makin melesakkan tubuh padanya demi untuk mencari kehangatan. Dan dirinya yang baru saja merasakan pelepasan pun mulai mencari candunya lagi.
"Ayo mari kita saling berbagi kehangatan dan kenikmatan sayang. Now you are mine."
Aksa mulai kembali memompa dirinya dalam-dalam sampai titik yang bisa di capainya, membenamkan wajahnya pada lembah diantara dua gunung kembar yang membusung angkuh dihadapannya. Cairan cintanya berkali-kali tersembur keluar dan memenuhi rongga kewanitaan Lia.
Malam ini dia ingin melupakan semua keruwetan hidupnya, melupakan semua pria-pria dalam hidup Lia, melupakan batasan yang telah dia langgar antara atasan dan bawahan. Bahkan dia juga melupakan Raline, kekasihnya!
Lia meregangkan otot-otot tubuhnya berkali-kali ke kanan dan ke kiri. Tubuhnya lemas sekali. Tulang-tulangnya seolah-olah dilolosi semua dari tubuhnya. Belum lagi di kepalanya seolah-olah banyak sekali burung-burung kecil yang bercuitan di sana.Lia memeluk bantal gulingnya dengan erat. Matanya seperti ada lemnya. Susah sekali untuk dibuka. Dia masih merasa lemas dan mengantuk sekali.Tapi ini kenapa bantal gulingnya keras sekali ya? Ia meraba makin ke atas. Kok gulingnya berbulu? Ini benda apa lagi. Bentuknya seperti pisang dan keras sekali. Dan tiba-tiba benda itu seperti hidup dan bergetar. Lia penasaran. Ia pun mulai membuka matanya perlahan.Huaaa!Ia kaget saat melihat milik pribadi seorang pria seperti film-film biru yang dulu pernah sesekali ditontonnya bersama Dara saat-saat mereka masih kuliah dulu.Milik pribadi pria ada di depan matanya? Di tempat tidurnya? Sepertinya ada yang salah di sini. Per
Lia duduk gelisah di salah satu gerai restaurant sea food yang dipilih Raline untuk makan siang bersama. Ya, tidak ada lagi kesialan yang lebih hebat daripada hari ini. Mereka berempat Aksa, Raline, Heru dan dirinya sendiri duduk bersama menikmati makan siang. Sementara menurut Lia, saat ini lebih cocok bila dikatakan menikmati makan hati.Bayangkan saja bagaimana awkwardnya suasana di sini. Raline gembira-gembira saja. Karena bisa bermanja-manja dengan Aksa. Walaupun Aksa menanggapinya dengan datar-datar saja. Sementara Heru terus memandanginya dengan berjuta makna. Makan pun tidak enak jadinya. Lia sebenarnya ingin kabur saja, karena terus-menerus dipandangi oleh manusia omes tingkat dewa ini. Makanya sedari tadi ia menunduk saja. Berpura-pura menikmati makan siangnya.Di saat kecanggungan yang terasa semakin mencekam, tiba-tiba muncul seorang laki-laki, yang langsung saja duduk ditengah-tengahnya dan Heru. Dan dia adalah Arsaka adik laki-
Baru saja Aksa masuk ke dalam rumahnya, ia telah disambut oleh tangisan histeris ibunya.Ck! Ada drama apa lagi ini?Padahal pikirannya tengah mumet karena kedua orang tua Raline tadi ke kantor. Mereka berdua kompak menuntutnya agar secepatnya menikahi anak gadis kesayangan mereka. Aksa tahu memang mereka sudah terlalu lama berpacaran. Delapan tahun! Bayangkan. Orang tua mana yang tidak kesal kalau anaknya dipacari bertahun-tahun, tapi tidak kunjung dinikahi. Dan tadi mereka telah mengultimatumnya untuk secepatnya melamar Raline."Ada apa, Bu? Kenapa Ibu menangis begini? Ibu sakit?" Aksa mengelus sayang bahu ibunya. Satu-satunya wanita yang paling ia cintai dan hormati di dunia ini. Bagi Aksa ibunyaadalah yang terhebat di dunia. Karena hanya ibunya di dunia ini yang mencintainya tanpa batas."Iya, Sa. Ibu sakit. Tepatnya Ibu sakit hati. Ayahmu sudah berselingkuh, Sa. Ibu melihatnya dengan mata kepala Ibu sendiri. Se
Lia membuka matanya perlahan. Sejurus kemudian ia meringis. Kepalanya terasa pusing dan ia merasa mual sekali."Siapa?" Sepertinya ayahnya berbicara padanya. Tetapi Lia heran. Ayahnya sepertinya menahan amarah. Lia kembali mengerjap-ngerjapkan matanya yang sebenarnya masih belum begitu fokus akibat baru saja siuman dari pingsannya.Ia melihat ayahnya, Bu Citra dan Aksa saling diam dan sepertinya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Wajah mereka semua tampak kalut dan bingung."Ayah tanya sekali lagi kepadamu, Lia siap orang yang sudah menghamili kamu?"Menghamili? Astaga!Lia membelalakkan kedua matanya. Hamil? Dia hamil. Hamil diluar nikah saja sudah merupakan aib yang sudah sangat memalukan. Apalagi ini dia hamil oleh kakaknya sendiri? Bagaimana ini? Lia ketakutan.Pandangan matanya refleks tertuju kepada Aksa. Ada pengertian tanpa kata dibalik pandangan
Semenjak semua orang tahu bahwa dirinya adalah putri kandung Pak Surya, kehidupannya pun berubah 180 derajat. Semua rekan-rekan kerjanya yang dulu selalu bersikap santai dan apa adanya, mendadak seperti menjaga jarak. Mereka tidak pernah lagi berbicara sembarangan dengannya. Mereka juga tidak lagi memanggilnya dengan sebutan nama belaka? Tetapi telah ditambah dengan embel-embel dengan kata Ibu di depan namanya.Sebenarnya Lia merasa risih. Ia tidak biasa diperlakukan secara berlebihan seperti ini. Apalagi dianggap sangat penting dan diagung-agungkan. Sedari kecil ia menganut paham bahwa setiap manusia hanyalah tamu di dunia ini. Harta dan jabatan adalah barang pinjaman. Di saat kita pulang suatu hari kelak, maka semua pinjaman akan kita kembalikan kepada yang Maha Kuasa. Makanya ia begitu risih saat diperlakukan istimewa. Dan yang paling berubah sikapnya adalah Si Gunung Mahameru. Setelah tahu bahwa Aksa itu adalah kakak seayahnya dan Pak Surya, sikapnya berubah
Ckitttt!!!Suara mobil yang direm mendadak berdecit di parkiran. Satpam mengelus dada karena kaget, dan tidak sempat memberikan aba-aba. Biasanya mobil yang masuk ke tempat parkir, akan diberi aba-aba olehnya, agar memudahkan pengemudi parkir dengan baik.Ini jangan kan memberi aba-aba, berdiri saja ia belum sempat, tapi mobilnya sudah berhenti dengan sembarangan. Baru saja ia bermaksud memberi peringatan, tetapi ternyata pemilik mobil adalah bossnya. Mata tua tiadak awas mengenali nomor polisi si pemilik mobil."Pak Kosim, tolong parkirin mobil Saya ya, Pak? Saya lagi buru-buru soalnya."Aksa menyerahkan kunci mobil pada Pak Kosim, dan berlari kembali menuju kantor. Aksa tampak menjinjing satu bungkusan."Oalah kenapalah Pak Aksa ini berlarian ke sana ke mari? Tidak biasa-biasanya ia begitu?" Pak Kosim menggeleng-gelengkan kepalanya.Aksa terus berlari ke pantry. Dengan c
Lia melambai-lambaikan tangannya saat melihat Dara celingukan mencarinya di dalam restoran. Di saat-saat jam makan siang seperti ini, restaurant pasti full."Hoii Darong, gue di sini!Lama banget sih lo? Gue sampe lumutan nungguin lo dari tadi." Lia mengomel sembari melambaikan tangannya."Elahhhh cuman terlambat 10 menit doang, lebay banget sih lo!"Dara menghempaskan pinggul seksinyanya pada kursi di samping Lia. Ia bersiap-siap memesan menu makanan yang begitu menggugah selera."Lo ngerasa nggak sih, Liong, kalo kita lagi laper maksimal kayak gini, rasa-rasanya semua gambar-gambar makanan di buku menu itu pengen kita pesen semua ya? Yang ini kelihatan enak. Yang onoh mengundang selera. Kalap lambung nih rasanya. Ntar giliran liat billing baru rasanya nyesel karena tadi makannya beringas gila. Hahaha."Dara ngakak. Si Dara ini kapan pun di mana pun selalu ceria dan koplak. Sama
Dan akhirnya malam ini ia terdampar dalam situasi akward ini. Lia sangat canggung. Namanya saja makan malam keluarga. Tetapi entah mengapa semua pada diam-diaman seperti ini. Setelah pulang kantor tadi Aksa memaksanya untuk ikut dalam acara keluarga di rumahnya. Aksa dengan sabar menungguinya mandi dan berdandan. Bagaimana ia bisa menolak bukan?Saat ini mereka semua tengah menikmati makan malam keluarga. Heningnya suasana karena masing-masing orang menekuri piring masing-maaing, membuat Lia iseng melayangkan pandangan pada Raline. Tunangan Aksa ini terlihat cantik dengan gaun pink berbahan plisketnya. Raline terlihat berkali- kali mengambilkan lauk Aksa. Sementara sikap Aksa seperti biasa. Datar dan dingin-dingin saja. Tidak seperti reaksi pasangan pada umumnya yang biasanya bahagia luar biasa karena merasa diiperhatikan oleh orang yang paling istimewa di hatinya. Sikap Aksa benar-benar sedatar tembok.Kedua orang tua Raline tampak me
Delapan bulan kemudian."Mas kayaknya nggak usah masuk kantor aja deh hari ini, Sayang. Mas takut nanti kamu mau melahirkan, Masnya malah nggak sempet nungguin. Mas kan mau menyaksikan kamu melahirkan anak kita ke dunia sayang."Aksa mengelus-elus perut buncit Lia. Hari ini tepat sembilan bulan tujuh hari usia kandungan Lia. Dokter memperkirakan kalau ia akan melahirkan besok pagi.Makanya Lia tidak mengizinkan Aksa untuk bolos kerja hari ini. Karena dia kan melahirkannya masih besok pagi. Apalagi hari ini perusahaan akan kedatangan client-client potensial, yang bermaksud untuk bekerjasama dengan perusahaan suaminya. Mereka ingin membangun apartemen-apartemen mewah sesuai dengan permintaan pasar yang sedang tinggi-tingginya. Akhir-akhir ini banyak sekali customer-costumer mereka yang merequest apartemen atau pun condominium. Mereka biasanya membeli sebagai aset investasi jangka panjang."
"Dek, abang ada di pintu belakang rumah ayahmu. Adek ke sini ya? Abang mau kasih kejutan besar di hari bahagia Adek ini.Lia tersenyum membaca SMS dari Erlan. Kemarin ia memang memberi tahu Erlan bahwa hari ini ia akan menikah. Karena semua masalah sudah jelas, Lia pun memberitahu Erlan tentang siapa sebenarnya ayah dari anak yang dikandungnya. Erlan sempat terdiam lama di telepon, saat Lia memberitahukan satu hal yang paling ia rahasiakan selama ini. Yaitu perasaan cintanya pada Aksa.Lia secara terus terang mengatakan pada Erlan bahwa sesungguhnya ia sudah jatuh cinta setengah mati dengan Aksa. Dan ternyata Aksa pun juga memiliki rasa yang sama terhadap dirinya. Lama Lia curhat pada Erlan melalui sambungan telepon. Tapi jujur Lia agak heran saat mendengar suara Erlan yang terasa begitu datar dan hanya diam mendengarkan. Biasanya Erlan paling heboh dan konyol jikalau ia menelepon."Sini, Dek. Ikut Abang ma
Aksa membaringkan tubuh Lia di ranjang king sizenya. Memandangi wajah cantik namun keras kepala yang dulu ia rasa mustahil untuk dapat ia miliki. Ia sudah merasa aneh saat mengetahui bahwa Lia itu adiknya, akan tetapi rasa cintanya sama sekali tidak berubah. Lain dengan adiknya Saka yang memang mencintai Lia dengan cinta murni atas dasar persaudaraan. Tetapi hari ini semua terjawab sudah. Karena ternyata memang hanya Saka lah yang masih memiliki pertalian darah dengan Lia. Sementara dirinya tidak sama sekali.Aksa memandangi wajah wanita yang sangat dicintainya ini dalam diam. Sekarang sudah tidak ada lagi dinding pemisah yang disebut dengan adik seayah. Aksa duduk di sudut ranjang. Perlahan ditelusurinya wajah cantik itu dengan jari telunjuknya. Mata, hidung, pipi dan akhirnya bibir merekah yang seolah-olah memanggil-manggil ingin dikecup. Dan ketika ia melihat bibir merah Lia sedikit terbuka, ia pun segera melumatnya sekali, dua kali, tiga kali,
Ruang keluarga di rumah keluarga besar Abiyaksa tampak hening. Suasana tegang makin terasa saat Pak Surya dan Bu Citra ikut duduk disana sesuai dengan permintaan Aksa. Aksa yang biasanya begitu tenang dan pragmatis bahkan berkali-kali menghela nafas panjang hanya untuk sekedar berusaha mengusir sedikit ketegangan.Dia tahu pengakuannya ini akan membuat keluarga besarnya gempar bahkan mungkin juga berpotensi untuk membuatnya babak belur dihajar ayahnya.Akan tetapi sejak kesepakatan antara dirinya dan Lia kemarin malam, Mereka berdua telah memutuskan untuk mengungkapkan semua rahasia mereka selama ini.Semakin lama mereka menyimpannya, hanya akan mengakibatkan masalahnya semakin membesar. Seperti bola salju yang terus menggelinding ke sana kemari tanpa akhir yang jelas.Aksa telah berjanji pada dirinya sendiri untuk memperjuangkan cintanya pada Lia, walaupun entah bentu
Lia mengikat apron di sekeliling pinggangnya. Mencepol rambut serta mencuci bersih tangannya. Ia bersiap-siap membuka warung nasinya. Jam-jam makan siang seperti ini, biasanya akan ramai pembeli. Ya, dirinya sekarang telah beralih profesi membuka warung nasi kecil-kecilan.Setelah resign dari kantor ayahnya dua minggu lalu, ia memutuskan untuk membuka warung nasi di samping rumahnya. Pekerjaan ini ia nilai paling cocok dengan keadaannya yang saat ini tengah berbadan dua. Ia bisa mencari nafkah tanpa harus keluar dari rumah. Ia berjualan di garasi rumah yang dulunya adalah singgasana si Frank, mobil yang telah ia jual. Dan garasi kosong itu kini ia manfaatkan menjadi warung nasi sederhana yang unik.Adiknya Saka, membantu mendekorasi warungnya dengan ornament yang berbahan dasar kayu dan bambu. Saka membuat warung mungil ini unik dan etnik. Meja dan kursi juga si buat dari bahan dasar kayu. Saka juga menambahkan dua buah bale-bale, bila
"Kamu mau bicara apa Lia? Ayo silakan diungkapkan saja. Mumpung semuanya sudah lengkap ada di sini."Ayahnya mempersilahkannya berbicara setelah kedua orang tua Heru datang berkunjung atas permintaan khususnya. Lia seperti mengalami dejavu disidang seperti ini. Selain kedua orang tua Heru, ayahnya dan Bu Citra, duduk juga Aksa, Heru dan Saka. Mereka semua duduk di ruang tamu.Lia menelan salivanya sendiri saat dua keluarga besar saling duduk berhadapan. Ia tahu kalau keputusannya ini kan mengecewakan banyak pihak, terutama bagi Heru dan ayahnya. Tetapi apa boleh buat, cinta itu memang tidak bisa di paksa bukan?"Saya minta maaf kalau keputusan saya ini akan mengecewakan banyak pihak. Tetapi percayalah bahwa apa yang akan saya katakan nanti sebenarnya adalah demi untuk kebaikan semua orang, dan terutama demi untuk kebaikan Mas Heru sendiri."Lia menghampiri Heru. Dengan posisi tubu
Seminggu kemudianLia mengangkat kardus yang berisi semua barang-barang pribadinya di kantor. Buku-buku, alat-alat tulis, photonya bersama sang ibu, hingga mug hello kitty kesayangannya. Semua telah ia susun rapi ke dalam kardus. Setelah Aksa pulih dan kembali masuk kantor, ia memutuskan untuk resign saja dari kantor ayahnya.Jujur walaupun ia sakit hati atas semua kata-kata Aksa kemarin, tetapi mau tidak mau Lia harus mengakui bahwa semua kata-kata yang dilontarkan Aksa itu memang benar adanya. Ibunya memang masuk ke dalam rumah tangga orang lain. Ibunya memang salah.Sedari kecil dia telah diajari oleh ibunya untuk bisa bersikap lapang dada dan juga berbesar hati untuk mengakui kesalahan dan sekaligus juga menerima kebenaran sekalipun itu rasanya menyakitkan.Jangan membenarkan hal yang biasa, tapi biasakanlah melakukan hal yang benar. Itu adalah kata-kata wajib ibu nya yang
"Lo nyetirnya serem amat sih, Sa? Pelanan dikit dong. Gue belum pengen mati juga kali, Sa? Belum kawin gue soalnya."Arimbi berusaha memperingati Aksa yang sepertinya emosi luar biasa setelah melihat Heru membawa Lia dalam acara reuni akbar sekolah mereka. Aksa yang sebelumnya terlihat ceria dan terus saja tertawa-tawa dengan para pentolan gangster lainnya, saat membicarakan semua kenakalan luar biasa mereka saat masih sekolah dulu, mendadak bungkam. Ternyata Aksa kesal saat Heru datang bergabung dengan adik Aksa, Camelia dalam gandengannya. Saat itu raut wajah Aksa berubah tidak enak untuk dipandang. Lima belas menit kemudian Aksa bahkan sudah berjalan menuju ke parkiran dengan alasan masih ada pekerjaan yang belum dia selesaikan. Alasan yang terlalu di buat-buat menurut Arimbi.Aksa diam seribu bahasa dan tidak menanggapi sedikit pun umpatannya. Pikirannya sepertinya sedang tidak ada dicsini dan dan pandangan matanya hanya lurus kede
Meeting telah selesai sekitar lima belas menit lalu dengan hasil yang sama-sama memuaskan bagi kedua kedua belah pihak. Hari ini Aksa dan teamnya sukses mempresentasikan rancangan-rancangan brilliantnya. Dan itu semua tidak terlepas dari peran serta Erlan Atmajaya sebagai arsiteknya. Tidak sia-sia Erlan bertahun-tahun kuliah di luar negeri, kalau memang seperti inilah hasil dari menimba ilmunya.Lia merasa tubuhnya remuk redam. Tulang-tulangnya pun seolah-olah dilolosi semua dari tubuhnya. Sekarang saja ia masih belum beranjak dari ruang rapat dan masih terduduk lemas dengan kepala yang diletakkan di atas meja. Matanya mulai terpejam karena rasanya berat sekali untuk dibuka. Lia masih lemas dan mengantuk sebenarnya."Kamu ini kenapa sih calon istri? Semua karyawan sudah mulai sibuk mengisi perut, eh kamu malah masih bermalas-malasan di sini. Kamu kenapa, Sayang? Tidak enak badan hmm?"Tiba-tiba