Ckitttt!!!
Suara mobil yang direm mendadak berdecit di parkiran. Satpam mengelus dada karena kaget, dan tidak sempat memberikan aba-aba. Biasanya mobil yang masuk ke tempat parkir, akan diberi aba-aba olehnya, agar memudahkan pengemudi parkir dengan baik.
Ini jangan kan memberi aba-aba, berdiri saja ia belum sempat, tapi mobilnya sudah berhenti dengan sembarangan. Baru saja ia bermaksud memberi peringatan, tetapi ternyata pemilik mobil adalah bossnya. Mata tua tiadak awas mengenali nomor polisi si pemilik mobil.
"Pak Kosim, tolong parkirin mobil Saya ya, Pak? Saya lagi buru-buru soalnya."
Aksa menyerahkan kunci mobil pada Pak Kosim, dan berlari kembali menuju kantor. Aksa tampak menjinjing satu bungkusan.
"Oalah kenapalah Pak Aksa ini berlarian ke sana ke mari? Tidak biasa-biasanya ia begitu?" Pak Kosim menggeleng-gelengkan kepalanya.
Aksa terus berlari ke pantry. Dengan c
Lia melambai-lambaikan tangannya saat melihat Dara celingukan mencarinya di dalam restoran. Di saat-saat jam makan siang seperti ini, restaurant pasti full."Hoii Darong, gue di sini!Lama banget sih lo? Gue sampe lumutan nungguin lo dari tadi." Lia mengomel sembari melambaikan tangannya."Elahhhh cuman terlambat 10 menit doang, lebay banget sih lo!"Dara menghempaskan pinggul seksinyanya pada kursi di samping Lia. Ia bersiap-siap memesan menu makanan yang begitu menggugah selera."Lo ngerasa nggak sih, Liong, kalo kita lagi laper maksimal kayak gini, rasa-rasanya semua gambar-gambar makanan di buku menu itu pengen kita pesen semua ya? Yang ini kelihatan enak. Yang onoh mengundang selera. Kalap lambung nih rasanya. Ntar giliran liat billing baru rasanya nyesel karena tadi makannya beringas gila. Hahaha."Dara ngakak. Si Dara ini kapan pun di mana pun selalu ceria dan koplak. Sama
Dan akhirnya malam ini ia terdampar dalam situasi akward ini. Lia sangat canggung. Namanya saja makan malam keluarga. Tetapi entah mengapa semua pada diam-diaman seperti ini. Setelah pulang kantor tadi Aksa memaksanya untuk ikut dalam acara keluarga di rumahnya. Aksa dengan sabar menungguinya mandi dan berdandan. Bagaimana ia bisa menolak bukan?Saat ini mereka semua tengah menikmati makan malam keluarga. Heningnya suasana karena masing-masing orang menekuri piring masing-maaing, membuat Lia iseng melayangkan pandangan pada Raline. Tunangan Aksa ini terlihat cantik dengan gaun pink berbahan plisketnya. Raline terlihat berkali- kali mengambilkan lauk Aksa. Sementara sikap Aksa seperti biasa. Datar dan dingin-dingin saja. Tidak seperti reaksi pasangan pada umumnya yang biasanya bahagia luar biasa karena merasa diiperhatikan oleh orang yang paling istimewa di hatinya. Sikap Aksa benar-benar sedatar tembok.Kedua orang tua Raline tampak me
Lia terjaga saat mendengar suara teriakan-teriakan yang saling bersahut-sahutan. Sejenak ia bingung karena terbangun di kamar yang masih asing. Akhir-akhir ini ia sering sekali terbangun di kamar orang lain. Menilik kemaskulinan properti kamar ini, hampir bisa dipastikan bahwa pemiliknya adalah laki-laki. Tapi kamar siapa? Lia mencoba mengumpulkan ingatan. Rumah ayahnya, makan malam, mual dan... kamar Aksa! Ia sudah mengingatnya sekarang.Lia menendang selimut saat suara teriakan makin kuat intensitasnya. Lia yang penasaran, mencari asal suara sumber keributan. Sepertinya dari arah ruang tamu. Lia pun segera mempercepat langkah. Saat tiba di ruang tamu, ia melihat ayahnya, Aksa, Heru dan Bang Erlan!"Bang Erlan, kenapa Abang bisa ada di sini?" Lia bingung melihat Elang ada di tengah-tengah keluarganya."Kan tadi Abang udah bilang rindu kalinya Abang samamu Lia. Jadi mau cerita-cerita lah Abang ke sini. Tapi k
"Udah Lia, lo nggak usah kepancing omongan si Dava. Kita tadi kan niatnya ke sini cuma buat refreshing doang, bukan track-track-an," bujuk Dara. Ia takut kalau Lia termakan oleh hasutan Dava."Dan lo, Bocah Cantik. Jangan kurang ajar sama orang yang lebih tua dari lo ya!" Dara memelototi Dava seraya menarik Lia cepat menjauhi bocah cantik itu. Tapi secepat itu juga tangan kekar Dava makin erat mencengkram lengan Lia. Hingga sebuah suara penuh kemarahan menyela."Lepasin dia brengsek!"Lia merasa tubuhnya tertarik ke belakang dan jatuh dalam pelukan dada kekar yang hangat. Matanya perlahan naik dari dada ke atas untuk melihat wajah penolongnya.Aksa! Bagaimana dia bisa ada di sini? Menilik dari pakaian formalnya, bisa dipastikan kalau Aksa pasti tengah menghadiri sebuah acara sebelum ke sini. Setelan jas hitam dipadu dasi bercorak garis-garis, membuat kesan executive mudanya terlihat makin kenta
Lia seperti mengalami dejavu lagi. Ya, lagi-lagi ia pingsan dan bangun-bangun dia sudah ada di kamar Aksa. Dan lagi-lagi dia mendengar suara pertengkaran dari arah ruang keluarga ayahnya. Samar-samar Lia seperti mendengar suara tangisan Raline. Otak Lia berpikir cepat. Pasti ini ada hubungannya dengan kemunculan tiba-tiba Aksa di arena balap liar itu. Lia merasa ia harus ke ruang keluarga demi menjernihkan semua persoalan mereka. Di koridor ruang tamu, Lia menghentikan langkahnya. Ia ingin mencuri dengar dulu, apa topik pembicaraan mereka."Coba Om dan Tante pikir. Apa pantas Mas Aksa tiba-tiba menghilang dari pesta pernikahan sepupu Raline tanpa pesan apa-apa? Raline menjadi bahan gunjingan seluruh keluarga, karena Raline sebagai tunangannya sama sekali tidak tahu keberadaan Mas Aksa. Raline merasa tidak dianggap, Tan." Raline menangis sambil memeluk Bu Citra."Bisa kamu jelaskan semua kekacauan ini Aksa?"Pak Sur
Aksa menghempaskan tubuh lelahnya ke ranjang. Sejenak matanya tertutup membayangkan kekacauan yang baru saja terjadi di rumah tunangannya, eh sekarang telah menjadi mantan tunangannya. Setelah terkuaknya kasus Raline yang pernah menggugurkan kandungannya minggu lalu, baru tadi sore lah keluarganya secara resmi mengumumkan tentang putusnya pertunangan mereka berdua. Raline dan dirinya sudah sepakat untuk mengakhiri hubungan yang dirasa semakin lama semakin tidak sehat ini.Seminggu mereka rasa telah cukup untuk saling mencoba intropeksi diri. Membuka diri dan saling jujur atas perasaan satu sama lain.Raline mengakui secara terbuka dengan seluruh keluarganya bahwa dia pernah berselingkuh, hamil dan kemudian keguguran. Dan pria yang menghamilinya itu tidak lain adalah dosennya sendiri yang sudah memiliki anak dan istri. Raline beralasan kalau ia terjebak melakukan semua itu, karena ia merasa kesepian.Menurutny
Meeting telah selesai sekitar lima belas menit lalu dengan hasil yang sama-sama memuaskan bagi kedua kedua belah pihak. Hari ini Aksa dan teamnya sukses mempresentasikan rancangan-rancangan brilliantnya. Dan itu semua tidak terlepas dari peran serta Erlan Atmajaya sebagai arsiteknya. Tidak sia-sia Erlan bertahun-tahun kuliah di luar negeri, kalau memang seperti inilah hasil dari menimba ilmunya.Lia merasa tubuhnya remuk redam. Tulang-tulangnya pun seolah-olah dilolosi semua dari tubuhnya. Sekarang saja ia masih belum beranjak dari ruang rapat dan masih terduduk lemas dengan kepala yang diletakkan di atas meja. Matanya mulai terpejam karena rasanya berat sekali untuk dibuka. Lia masih lemas dan mengantuk sebenarnya."Kamu ini kenapa sih calon istri? Semua karyawan sudah mulai sibuk mengisi perut, eh kamu malah masih bermalas-malasan di sini. Kamu kenapa, Sayang? Tidak enak badan hmm?"Tiba-tiba
"Lo nyetirnya serem amat sih, Sa? Pelanan dikit dong. Gue belum pengen mati juga kali, Sa? Belum kawin gue soalnya."Arimbi berusaha memperingati Aksa yang sepertinya emosi luar biasa setelah melihat Heru membawa Lia dalam acara reuni akbar sekolah mereka. Aksa yang sebelumnya terlihat ceria dan terus saja tertawa-tawa dengan para pentolan gangster lainnya, saat membicarakan semua kenakalan luar biasa mereka saat masih sekolah dulu, mendadak bungkam. Ternyata Aksa kesal saat Heru datang bergabung dengan adik Aksa, Camelia dalam gandengannya. Saat itu raut wajah Aksa berubah tidak enak untuk dipandang. Lima belas menit kemudian Aksa bahkan sudah berjalan menuju ke parkiran dengan alasan masih ada pekerjaan yang belum dia selesaikan. Alasan yang terlalu di buat-buat menurut Arimbi.Aksa diam seribu bahasa dan tidak menanggapi sedikit pun umpatannya. Pikirannya sepertinya sedang tidak ada dicsini dan dan pandangan matanya hanya lurus kede
Delapan bulan kemudian."Mas kayaknya nggak usah masuk kantor aja deh hari ini, Sayang. Mas takut nanti kamu mau melahirkan, Masnya malah nggak sempet nungguin. Mas kan mau menyaksikan kamu melahirkan anak kita ke dunia sayang."Aksa mengelus-elus perut buncit Lia. Hari ini tepat sembilan bulan tujuh hari usia kandungan Lia. Dokter memperkirakan kalau ia akan melahirkan besok pagi.Makanya Lia tidak mengizinkan Aksa untuk bolos kerja hari ini. Karena dia kan melahirkannya masih besok pagi. Apalagi hari ini perusahaan akan kedatangan client-client potensial, yang bermaksud untuk bekerjasama dengan perusahaan suaminya. Mereka ingin membangun apartemen-apartemen mewah sesuai dengan permintaan pasar yang sedang tinggi-tingginya. Akhir-akhir ini banyak sekali customer-costumer mereka yang merequest apartemen atau pun condominium. Mereka biasanya membeli sebagai aset investasi jangka panjang."
"Dek, abang ada di pintu belakang rumah ayahmu. Adek ke sini ya? Abang mau kasih kejutan besar di hari bahagia Adek ini.Lia tersenyum membaca SMS dari Erlan. Kemarin ia memang memberi tahu Erlan bahwa hari ini ia akan menikah. Karena semua masalah sudah jelas, Lia pun memberitahu Erlan tentang siapa sebenarnya ayah dari anak yang dikandungnya. Erlan sempat terdiam lama di telepon, saat Lia memberitahukan satu hal yang paling ia rahasiakan selama ini. Yaitu perasaan cintanya pada Aksa.Lia secara terus terang mengatakan pada Erlan bahwa sesungguhnya ia sudah jatuh cinta setengah mati dengan Aksa. Dan ternyata Aksa pun juga memiliki rasa yang sama terhadap dirinya. Lama Lia curhat pada Erlan melalui sambungan telepon. Tapi jujur Lia agak heran saat mendengar suara Erlan yang terasa begitu datar dan hanya diam mendengarkan. Biasanya Erlan paling heboh dan konyol jikalau ia menelepon."Sini, Dek. Ikut Abang ma
Aksa membaringkan tubuh Lia di ranjang king sizenya. Memandangi wajah cantik namun keras kepala yang dulu ia rasa mustahil untuk dapat ia miliki. Ia sudah merasa aneh saat mengetahui bahwa Lia itu adiknya, akan tetapi rasa cintanya sama sekali tidak berubah. Lain dengan adiknya Saka yang memang mencintai Lia dengan cinta murni atas dasar persaudaraan. Tetapi hari ini semua terjawab sudah. Karena ternyata memang hanya Saka lah yang masih memiliki pertalian darah dengan Lia. Sementara dirinya tidak sama sekali.Aksa memandangi wajah wanita yang sangat dicintainya ini dalam diam. Sekarang sudah tidak ada lagi dinding pemisah yang disebut dengan adik seayah. Aksa duduk di sudut ranjang. Perlahan ditelusurinya wajah cantik itu dengan jari telunjuknya. Mata, hidung, pipi dan akhirnya bibir merekah yang seolah-olah memanggil-manggil ingin dikecup. Dan ketika ia melihat bibir merah Lia sedikit terbuka, ia pun segera melumatnya sekali, dua kali, tiga kali,
Ruang keluarga di rumah keluarga besar Abiyaksa tampak hening. Suasana tegang makin terasa saat Pak Surya dan Bu Citra ikut duduk disana sesuai dengan permintaan Aksa. Aksa yang biasanya begitu tenang dan pragmatis bahkan berkali-kali menghela nafas panjang hanya untuk sekedar berusaha mengusir sedikit ketegangan.Dia tahu pengakuannya ini akan membuat keluarga besarnya gempar bahkan mungkin juga berpotensi untuk membuatnya babak belur dihajar ayahnya.Akan tetapi sejak kesepakatan antara dirinya dan Lia kemarin malam, Mereka berdua telah memutuskan untuk mengungkapkan semua rahasia mereka selama ini.Semakin lama mereka menyimpannya, hanya akan mengakibatkan masalahnya semakin membesar. Seperti bola salju yang terus menggelinding ke sana kemari tanpa akhir yang jelas.Aksa telah berjanji pada dirinya sendiri untuk memperjuangkan cintanya pada Lia, walaupun entah bentu
Lia mengikat apron di sekeliling pinggangnya. Mencepol rambut serta mencuci bersih tangannya. Ia bersiap-siap membuka warung nasinya. Jam-jam makan siang seperti ini, biasanya akan ramai pembeli. Ya, dirinya sekarang telah beralih profesi membuka warung nasi kecil-kecilan.Setelah resign dari kantor ayahnya dua minggu lalu, ia memutuskan untuk membuka warung nasi di samping rumahnya. Pekerjaan ini ia nilai paling cocok dengan keadaannya yang saat ini tengah berbadan dua. Ia bisa mencari nafkah tanpa harus keluar dari rumah. Ia berjualan di garasi rumah yang dulunya adalah singgasana si Frank, mobil yang telah ia jual. Dan garasi kosong itu kini ia manfaatkan menjadi warung nasi sederhana yang unik.Adiknya Saka, membantu mendekorasi warungnya dengan ornament yang berbahan dasar kayu dan bambu. Saka membuat warung mungil ini unik dan etnik. Meja dan kursi juga si buat dari bahan dasar kayu. Saka juga menambahkan dua buah bale-bale, bila
"Kamu mau bicara apa Lia? Ayo silakan diungkapkan saja. Mumpung semuanya sudah lengkap ada di sini."Ayahnya mempersilahkannya berbicara setelah kedua orang tua Heru datang berkunjung atas permintaan khususnya. Lia seperti mengalami dejavu disidang seperti ini. Selain kedua orang tua Heru, ayahnya dan Bu Citra, duduk juga Aksa, Heru dan Saka. Mereka semua duduk di ruang tamu.Lia menelan salivanya sendiri saat dua keluarga besar saling duduk berhadapan. Ia tahu kalau keputusannya ini kan mengecewakan banyak pihak, terutama bagi Heru dan ayahnya. Tetapi apa boleh buat, cinta itu memang tidak bisa di paksa bukan?"Saya minta maaf kalau keputusan saya ini akan mengecewakan banyak pihak. Tetapi percayalah bahwa apa yang akan saya katakan nanti sebenarnya adalah demi untuk kebaikan semua orang, dan terutama demi untuk kebaikan Mas Heru sendiri."Lia menghampiri Heru. Dengan posisi tubu
Seminggu kemudianLia mengangkat kardus yang berisi semua barang-barang pribadinya di kantor. Buku-buku, alat-alat tulis, photonya bersama sang ibu, hingga mug hello kitty kesayangannya. Semua telah ia susun rapi ke dalam kardus. Setelah Aksa pulih dan kembali masuk kantor, ia memutuskan untuk resign saja dari kantor ayahnya.Jujur walaupun ia sakit hati atas semua kata-kata Aksa kemarin, tetapi mau tidak mau Lia harus mengakui bahwa semua kata-kata yang dilontarkan Aksa itu memang benar adanya. Ibunya memang masuk ke dalam rumah tangga orang lain. Ibunya memang salah.Sedari kecil dia telah diajari oleh ibunya untuk bisa bersikap lapang dada dan juga berbesar hati untuk mengakui kesalahan dan sekaligus juga menerima kebenaran sekalipun itu rasanya menyakitkan.Jangan membenarkan hal yang biasa, tapi biasakanlah melakukan hal yang benar. Itu adalah kata-kata wajib ibu nya yang
"Lo nyetirnya serem amat sih, Sa? Pelanan dikit dong. Gue belum pengen mati juga kali, Sa? Belum kawin gue soalnya."Arimbi berusaha memperingati Aksa yang sepertinya emosi luar biasa setelah melihat Heru membawa Lia dalam acara reuni akbar sekolah mereka. Aksa yang sebelumnya terlihat ceria dan terus saja tertawa-tawa dengan para pentolan gangster lainnya, saat membicarakan semua kenakalan luar biasa mereka saat masih sekolah dulu, mendadak bungkam. Ternyata Aksa kesal saat Heru datang bergabung dengan adik Aksa, Camelia dalam gandengannya. Saat itu raut wajah Aksa berubah tidak enak untuk dipandang. Lima belas menit kemudian Aksa bahkan sudah berjalan menuju ke parkiran dengan alasan masih ada pekerjaan yang belum dia selesaikan. Alasan yang terlalu di buat-buat menurut Arimbi.Aksa diam seribu bahasa dan tidak menanggapi sedikit pun umpatannya. Pikirannya sepertinya sedang tidak ada dicsini dan dan pandangan matanya hanya lurus kede
Meeting telah selesai sekitar lima belas menit lalu dengan hasil yang sama-sama memuaskan bagi kedua kedua belah pihak. Hari ini Aksa dan teamnya sukses mempresentasikan rancangan-rancangan brilliantnya. Dan itu semua tidak terlepas dari peran serta Erlan Atmajaya sebagai arsiteknya. Tidak sia-sia Erlan bertahun-tahun kuliah di luar negeri, kalau memang seperti inilah hasil dari menimba ilmunya.Lia merasa tubuhnya remuk redam. Tulang-tulangnya pun seolah-olah dilolosi semua dari tubuhnya. Sekarang saja ia masih belum beranjak dari ruang rapat dan masih terduduk lemas dengan kepala yang diletakkan di atas meja. Matanya mulai terpejam karena rasanya berat sekali untuk dibuka. Lia masih lemas dan mengantuk sebenarnya."Kamu ini kenapa sih calon istri? Semua karyawan sudah mulai sibuk mengisi perut, eh kamu malah masih bermalas-malasan di sini. Kamu kenapa, Sayang? Tidak enak badan hmm?"Tiba-tiba