“Bagaimana itu bisa menjadi sepuluh kali lipat?! Aku membacanya dan itu adalah tiga kali lipat!” marah Raya.
“Yang kau baca tiga kali lipat, tapi yang kau tanda tangani adalah sepuluh kali lipat. Kau juga bisa memilih tidak membayar dan tetap bekerja disini.” Goda Beni.Beni akan untung bahkan jika Raya pergi. Namun jika Raya tinggal, itu adalah keuntungan yang lebih besar. Jadi tentu saja dia berharap Raya tetap tinggal.Mendengar ucapan santai Beni, Raya tercengang. Dia ingat saat itu memang tak langsung menandatanganinya ketika selesai membaca karena berbicara dengan Soni. Lalu saat dia menandatanganinya, tentu saja dia tidak memeriksa berkas itu lagi.Dengan jantung kesakitan seperti diremas, Raya melihat jumlah ganti rugi yang memang sepuluh kali lipat. Wajah Raya pucat pasi. Seperti bisa pingsan kapan saja.“Kalian menipuku!” Raya menggelengkan kepala tak percaya. Matanya mulai buram karna air mata yang menggenang.“Tidak ada yang menipumu. Kau hanya kurang teliti.” Beni terkekeh pelan.Soni yang berdiri dibelakang juga mendengus penuh penghinaan. Jenis seperti Raya masih akan berkelahi dengan bosnya? Itu hanya cari mati.Raya tidak tahan. Perusahaan macam apa sebenarnya yang memiliki kontrak dengannya ini? Kenapa bukan hanya penjahat penjual artisnya, tetapi juga seperti lintah darat?!Raya pikir setelah membayar denda, dengan penjualan properti peninggalan orang tuanya, dia masih akan memiliki sisa untuk membeli rumah kecil.Sayangnya itu hanya angan-angan. Jumlah ini benar-benar menghabiskan seluruh kekayaannya.Tapi Raya tidak memiliki pilihan lain. Dia memutuskan kontrak dengan tegas. Tidak lagi ingin berurusan dengan lintah darat yang mengerikan seperti ini. Yang memakan darah dan daging artisnya tanpa kecuali.“Kau sungguh bertekad,” ucap Soni yang menyusul langkah Raya.Raya berdehem. Menetralkan suaranya agar tidak terdengar sengau karena memiliki keinginan menangis yang terlalu kuat.“Ya. Aku juga terkejut.” Raya bicara tanpa menatap Soni.Soni menatap punggung Raya yang terus berjalan tanpa ragu meninggalkan perusahaan. Nada bicara Raya jelas berubah. Tidak ceria dan manis seperti pertama kali dia menandatangani kontrak. Ini jauh lebih dingin.Semua orang berubah setelah mengalami hal seperti yang dialami Raya. Soni tahu itu. Tapi biasanya para aktris dan aktor baru hanya bisa menelan rasa pahitnya. Mereka akan berpura-pura tidak ada yang terjadi demi kelancaran karir mereka.Ini adalah pertama kalinya dia melihat yang seperti Raya selama dia bekerja. Raya sama sekali tidak menutupi kebenciannya. Dia dengan tegas meninggalkan mimpinya. Melakukan semua yang dia bisa untuk keluar dari rawa berlumpur ini.Sayang sekali.Soni sedikit menyesali keputusan buruk Raya. Tapi hanya sedikit. Setelah itu dia melupakan episode dimana calon sapi perahnya melarikan diri.Lagipula dia masih mendapatkan bonusnya.Sementara itu, Raya berhenti didepan gedung perusahaan hiburan yang tadinya dia pikir akan membawa masa depan cerah untuknya.Dia berbalik menatap gedung tinggi itu penuh kebencian.“Semoga gedung ini runtuh! Semoga perusahaan ini bangkrut! Semoga perusahaan ini ditangkap oleh pemerintahan! Semoga besok terjadi kebakaran!” kutuk Raya dengan suara rendah.Diam-diam Raya merasa dia jauh lebih beruntung karena bisa menarik diri keluar dari air berlumpur perusahaan ini dengan cepat meski tidak bisa melapor ke polisi dibandingkan orang-orang malang yang terjebak karena tidak mampu membayar denda.Sayangnya, keberuntungannya masih menyisakan dampak buruk.Raya mengalami mimpi buruk setiap malam. Dia kesulitan tidur. Bahkan dia merasa waspada setiap melihat pria yang memiliki penampilan seperti Gin. Hal itu membuatnya sangat kelelahan yang berdampak pada kesehatannya.Raya yang tidak terlihat sehat sangat kesulitan mencari pekerjaan. Sementara tabungannya tidak akan mampu mencukupi kebutuhannya dalam waktu lama.Tanpa tempat tinggal, tanpa pekerjaan, tanpa masa depan, Raya perlahan mengalami stres.Ketika dia pergi ke psikiater setelah hampir satu bulan kemudian dihantui mimpi buruk, dia disarankan untuk mencari lingkungan yang lebih baik. Yang tidak mengingatkannya pada hal-hal buruk. Kemudian disarankan agar dia mendekorasi rumahnya, terutama kamarnya agar lebih nyaman dan memberinya rasa rileks hingga memungkinkannya untuk tertidur.Setelah berbagai pengingat dan obat diberikan, Raya kembali pulang dan bersiap pindah.Setelah mengurus hal-hal tentang kepindahannya, Raya melangkah pergi. Siap meninggalkan kota tercintanya, namun juga kota yang menorehkan luka padanya.Raya menunduk berjalan keluar dari lingkungan kontrakannya. Dia tidak memiliki rumah, tidak memiliki apapun lagi disini. Yang tersisa dari dirinya saat ini hanya luka dan trauma.Menghela nafas, Raya memasuki taksi yang akan mengantarnya ke bandara. Dia menatap pemandangan diluar jendela tanpa nostalgia.“Ketika aku sudah baik-baik saja, aku akan kembali, ibu, ayah. Aku akan merindukan tempat dimana ada kenangan kalian. Sayangnya, tempat ini juga meninggalkan kenangan buruk untukku,” bisik Raya.Satu jam kemudian, Raya keluar dari bandara kota F, kota yang akan menjadi tempat tinggalnya sekarang.“Kal! Aaaah lihat sini! Lihat sini!”“Kak Kal aku mencintaimu!”“Kak Kal sangat tampan!”Jeritan serupa yang sangat ramai dan antusias membuat Raya terkejut. Dia melihat kerumunan membawa berbagai hal. Ada papan nama, kamera dan sebagainya. Kemudian seseorang ditengah kerumunan berjalan tenang sembari tersenyum tipis. Pria itu dikelilingi manajer, asisten dan pengawalnya.Dia mengenali pria itu. Kal El, aktor yang terkenal karena memenangkan penghargaan hampir setiap tahun sejak debutnya lima tahun lalu.Raya tidak mengikuti berita tentangnya, tapi dia cukup mengaguminya. Terutama ketika mimpinya sendiri dihancurkan seperti saat ini, Kal terlihat sangat bersinar hingga menyilaukan dimatanya.“Dia sangat beruntung,” bisik Raya sambil tersenyum getir.Raya iri. Tapi dia pikir mungkin jalan yang dilalui Kal tidak semudah kelihatannya. Karena sekarang dia tahu bahwa orang-orang di Bintang Murni hampir pasti memiliki jalan terjal untuk bisa berdiri dibawah sinar bintang.Raya membuka pintu apartemen yang sudah disewanya sejak kemarin. Semua prosedur diselesaikan secara online. Jadi saat ini tidak ada hal merepotkan untuk diurus.Tiga bulan berlalu sejak Raya pindah. Dia sudah mendapatkan perkerjaan disebuah toko bunga. Selain itu, dia juga mengirimkan desain gambar disebuah platform penjualan karya seni. Hasil dari platform itu tidak stabil, hanya saja rutin perbulan sehingga bisa menjadi tambahan untuk tabungannya.Hidup sendiri membuat Raya menekan kebutuhan hingga seminimal mungkin demi bisa membeli rumah dan tanah lagi untuk mengganti peninggalan orang tuanya yang telah terjual karena kecerobohannya.Sebenarnya dia tidak harus melakukannya karena bagaimanapun orang tuanya sudah meninggal. Tapi demi kenyamanan psikologis dia masih ingin melakukannya.Lingkungan baru ini cukup kondusif untuk ketenangan pikirannya. Dia tidak akan terlalu waspada saat melihat pria lagi. Meski mimpi buruknya masih datang, frekuensinya tidak sesering beberapa bulan lalu. Hanya sekali atau dua kali dalam seminggu.Perkembangan yang membuat Raya bisa menghela nafas lega._“Raya, siapkan pesanan buket ini. Akan diambil jam dua siang nanti.” Nila, teman kerja Raya meletakkan kartu pesanan di meja.Raya yang sedang membuat buket bunga untuk pelanggan yang menunggu di hadapannya melirik jam tangannya, masih ada waktu empat jam. Kemudian menoleh ke arah Nila, “oke.”Toko bunga ini memiliki konsep rumah kaca. Jadi ketika masuk, pelanggan bisa memilih duduk di lounge saat mendiskusikan buket yang diinginkannya, atau bisa juga bicara sambil berjalan dirumah kaca dimana bunga hidup dalam perawatan yang teliti.Ada banyak karyawan disini. Dari yang bertugas merawat bunga, merangkai bunga, menerima pesanan sampai mengantar bunga.Raya adalah satu dari tiga orang yang bertugas merangkai bunga. Setelah mengantar pelanggan yang sudah mendapatkan buket bunganya pergi, Raya kembali masuk. Dia membaca kartu pesanan dan bersiap merangkai bunga selanjutnya.“Raya, apa yang kau makan akhir-akhir ini?” tanya Hani, teman kerjanya yang sedang merangkai bunga pesanan lain.
“Katakan.” Nada bicara Kal tidak panas atau dingin. Dia mendengarkan sambil tetap menatap naskahnya. Seolah-olah yang mendapatkan masalah bukanlah kakaknya, melainkan orang asing yang lewat.Yah, masalahnya adalah kakaknya terlalu sering memiliki masalah. Kal sudah terlalu terbiasa.“Kau tahu dia memiliki kebiasaan meniduri bintang kecil atau calon bintang kan? Nah kali ini calon bintang yang nyaris diperkosanya tenyata putri Grup Sendayu. Jadi orang tuanya bersikeras menjebloskan Gin ke penjara.”Kal terdiam sejenak sebelum bertanya. “Bagaimana dengan Ayah?”“Meskipun sangat marah pada Gin, tuan tidak bisa kehilangan wajahnya dengan memiliki anak kriminal. Jadi tentu saja tuan melawan.”“Kalau begitu biarkan saja ayah membela Gin sesukanya. Selama hal-hal tidak menjadi terlalu besar dan mempengaruhi perusahaan,” ucap Kal.“Oke.”Mereka berbicara tentang beberapa hal lainnya sebelum Kal memutuskan sambungan dan beranjak dari duduknya saat sutradara memanggilnya. Saat ini adalah gilira
Lima tahun kemudian...“Semua orang sudah berkumpul?” Sutradara itu memperhatikan sekeliling dan mengangguk puas saat tidak ada yang kurang. “Kalian melihat keranjang ubi didepan? Nah, tugas setiap tim adalah membawa ubi itu ke pasar dan melakukan barter. Apapun yang kalian dapat dari barter itu akan menjadi bahan makan malam kalian. Jadi lakukan yang terbaik!”Setelah Sutradara menyelesaikan ucapannya, Rivano segera mengangkat tangannya.“Yak, apa yang ingin ditanyakan aktor muda menjanjikan kita ini?” Sutradara berucap dengan nada bercanda.“Bisakah kita barter dengan uang?” tanya Rivano dengan ekspresi polos yang dibuat-buat.“Apa itu masih disebut barter? Lewati pertanyaan tidak masuk akal ini. Yang lain bagaimana?” Sutradara melambaikan tangannya.“Oh, sepertinya kita akan sengsara disini. Sutradara Danang sangat kejam.” Keluh Rivano.“Kau yang sengsara. Kami sangat patuh pada sutradara, jadi tidak akan sengsara.” Sahut Dena, seorang anggota grup idol populer yang debut hampir du
Ketika Raya berbalik, dia melihat Noval berlari. “Nono!” Panggilnya sembari bergegas mengikuti putranya itu. Sementara itu, Noval sudah memegang kaki Kal yang saat ini menatap kebawah agak tak berdaya. “Jadi, kau kabur dari ibumu lagi?” tanya Kal dengan nada geli yang langka. Dia meletakkan bungkusan ayam ke keranjang ubi yang dibawa Rivano dan mengangkat Noval. Menggendongnya. Kali ini tanpa keraguan. “Si kecil ini memanggilmu papa lagi. Kak, kau benar-benar mencurigakan.” Rivano tertawa. Sebelum Kal membalas ucapan Rivano, suara Raya terdengar lebih dulu. “Maaf. Aku sungguh-sungguh meminta maaf sudah mengganggu rekamanmu.” Raya tergopoh-gopoh meminta maaf dan mengulurkan tangannya untuk mengambil alih putranya. “Tidak apa-apa. Dia tidak mengganggu.” Kal berniat membiarkan Raya mengambil Noval. Namun si kecil ini memeluk lehernya, membuat posisi mereka menjadi canggung. “Nono, ayo sama bubu.” Bujuk raya setengah memelototi putranya yang tidak sopan ini. “Papa...” bisik Nova
“Hei, apakah kru tv itu sudah datang?” tanya Raya pada Hani keesokan harinya ketika mereka duduk di lounge.Lima tahun berlalu sejak dia pindah ke kota ini dan mendapatkan pekerjaan ini. Beberapa karyawan datang dan pergi. Hingga pada akhirnya tersisa Raya, Hani dan Adnan sebagai karyawan senior.“Harusnya tidak lama lagi.”“Sebenarnya acara tv macam apa yang akan datang ke toko? Bos bermain misterius denganku.” Raya setengah berbisik berusaha mengorek informasi dari Hani.Wanita yang sudah menikah dua tahun lalu ini lebih senior darinya. Tentu saja bos menaruh lebih banyak kepercayaan padanya dibanding yang lain.Hani tertawa menatap ekspresi penasaran Raya.“Apa? Memangnya selebriti mana yang kau harapkan datang?” goda Hani.“Aktor besar. Yang debutan diatas lima tahun. Jika semua yang datang selebriti baru dan aku tidak mengenal mereka, betapa tidak menariknya itu.”Awalnya dia hanya antusias menantikan melihat proses syuting di toko. Namun setelah bertemu Kal kemarin, dia berharap
“Pertama-tama, kalian bisa membersihkan daun dibagian bawah batang dan durinya.” Raya memberi arahan. Rivano memulai dengan bersemangat. Dia bahkan melukai tangannya beberapa kali karena duri mawar. “Tidak perlu buru-buru. Berhati-hati saja.” Raya mengingatkan. Dia agak mengernyit melihat cara Rivano bekerja yang mengkhawatirkan. Disaat yang sama, Kal bekerja dengan tenang namun mantap. Kecepatannya tidak lebih rendah dibanding Rivano, namun gerakannya terlihat lebih terstruktur. “Apakah kau bekerja disini hingga sore?” tanya Kal selagi tangannya sibuk. Rivano menoleh terkejut mendengar pertanyaan Kal pada Raya, akibatnya dia kembali tertusuk duri yang membuatnya mendesis kesal. “Apakah kau baik-baik saja?” tanya Raya khawatir. “Aku baik-baik saja. Sungguh.” Jawab Rivano cepat. Pikirannya saat ini justru berkeliaran ngeri saat membayangkan Kal tertarik pada istri orang yang bahkan baru ditemuinya dua kali! Rivano menatap Raya dan berpikir lagi, meskipun istri orang ini cantik,
“Aku pulang dulu ya.” Raya berpamitan kepada Hani setelah menyelesaikan pekerjaan terakhirnya hari ini.“Ya. Hati-hati dijalan, dan selamat bersenang-senang dengan Nono. Sampaikan padanya jika aku merindukannya.” Hani melambai pada Raya.“Akan ku sampaikan.”Raya bergegas pulang. Hari ini dia akan membawa Noval ke pasar malam. Setelah diingat lagi, sudah hampir dua bulan sejak dirinya mengajak Noval bermain.“Bubu pulang,” Seru Raya saat membuka pintu.“Bubu! Bubu! Bubu....” Teriakan panjang bersemangat terdengar bersamaan langkah kaki berlarian dari dalam.Noval menghambur memeluk kaki Raya. Dengan sayang Raya membelai kepalanya, “apa yang dilakukan bayi Bubu hari ini?”“Teratatay etay.” Sahut Noval.Raya tertawa. Dia memberikan sebungkus permen jely pada putranya itu sebelum menatap Yasnuar yang bersiap pulang.“Besok aku libur kerja. Kamu tidak perlu datang,” ucapnya.Yasnuar mengangguk. Kemudian berpamitan.Raya memandikan Noval setelah putranya itu selesai dengan permen jelynya.
“Apa saja yang sudah Nono makan?” tanya Kal. Agak canggung. Karena dia hampir tidak pernah berinteraksi dengan anak kecil.“Ha?” Noval memasang ekspresi bertanya menatap Kal penasaran.Raya segera mendekat, memegang tangan Noval dan mengulangi, “tadi Nono sudah makan apa saja?”“Janjan.” Sahut Noval.“Dia sudah makan jajan.” Raya mengulangi untuk Kal.“Oke. Jadi apa yang akan kalian lakukan sekarang?” tanya Kal. Dia memilih berbicara dengan Raya yang lebih mudah dimengerti olehnya. Dia pikir lain kali akan mencari informasi cara berbicara dengan anak kecil agar lebih mudah mengerti apa yang dikatakan Noval.“Tidak ada. Kami hanya akan menunggu drama cahaya dimulai. Itu tidak akan lama lagi.” Kal mengangguk. Kerumunan disekitar mereka sudah cukup banyak. Untungnya tidak terlalu padat sehingga banyak ruang antara satu orang dan lainnya.Yah, bagaimanapun ini kan ada setiap malam. Jadi tidak akan mengundang antusias yang berlebihan.“Apakah tidak masalah kau disini? Mungkin Rivano dan
Suara lembut Kal yang membacakan dongeng untuk Noval menjadi lebih pelan. Kemudian, saat pria itu melirik si kecil yang meringkuk dipelukan Raya dengan mata terpejam dan nafas teratur, dia berhenti membaca.“Dia tertidur.” Gumam Kal lembut. Pria itu menundukkan kepalanya dan mencium puncak kepala Noval.“Ya. Karena kau pintar membacakan cerita dengan berbagai suara dan emosi.” Puji Raya sambil menggaruk lembut rambut Noval.Setelah mencium kepala Noval, Kal mendongak. Sehingga posisinya kini satu garis lurus dan ambigu dengan wajah Raya. Senyumnya mengembang main-main terutama saat melihat rona malu-malu Raya.“Karena kau ada disini sehingga membuatnya merasa aman. Raya, kau ibu yang baik.” Ucap Kal.Dia ingin memberi segala jenis pujian untuk wanitanya ini, sehingga Raya bisa penuh percaya diri dalam mengasuh putranya. Melepaskan apapun yang membelenggunya dan menghalangi kasih sayangnya untuk secara utuh diberikan kepada Noval.Mendengar ucapan Kal, senyum Raya menegang. Dia yang pa
Raya menggandeng Noval keluar dari bandara. Dia menghela nafas. Setelah lima tahun berlalu, akhirnya dia kembali ke sini. Tempat yang pernah dia tinggalkan dengan membawa luka.Dalam lima tahun, ada banyak tempat baru yang tidak Raya kenali. Namun tentu saja banyak tempat lama yang familiar bagi Raya.Setelah ragu-ragu sesaat, pada akhirnya Raya berkata pada teman Doni yang menyetir, “bisakah kita berputar melewati jalan S?”Meski Raya tidak begitu yakin tentang tujuan mereka, karena Kal telah meyakinkannya bahwa semua hal sudah diurus, maka dia tidak perlu memikirkan apapun lagi. Dengan begitu, pikirannya yang tidak sibuk memiliki waktu luang memikirkan masa lalu.Tentu saja masa lalu ini dia pilah. Hanya kenangan bahagianya saja yang dia pikirkan.“Oke.” Sahut Hari, supir yang dikirim Kal menjemput Raya yang juga merangkap sebagai salah satu bodyguard Raya kedepannya.Sebenarnya Raya agak tidak nyaman dengan pria-pria baru yang Kal tempatkan disekitarnya. Bersama Doni, dia sedang be
“Aku menyarankan untuk memberikan buket anyelir. Itu melambangkan penghormatan. Bagaimana menurutmu?” Ucap Raya berusaha ramah meski kesannya pada Hans sudah jatuh ke titik terendah sejak Hani mengakan pria ini mungkin menyukainya.“Itu bagus. Buat saja sesuai rekomendasimu.” Ucap Hans dengan senyum ramah. “Kudengar, karyawan disini memiliki libur sesuai tanggal. Apakah benar?”“Itu benar.” Raya mengangguk sambil memilih bunga anyelir.“Lalu tanggal berapa biasanya hari liburmu?” Tanya Hans.Gerakan Raya terhenti saat mendengar pertanyaan Hans. Matanya menyipit tajam. Seolah dia akan meremas bunga cantik ditangannya karena marah. Ya, Raya tidak suka jika ada pria yang tidak dia kehendaki memberikan perhatian ekstra padanya. Dia tidak ingin disukai oleh orang yang tidak dia sukai. “Raya?” panggil Hans dengan ragu.Mengingat saat ini dia sedang bekerja, Raya menahan semua ketidaksenangannya dan menatap Hans dengan senyum kaku.“Tunggu sebentar, aku akan memberikan pita dan buketnya se
Raya melambaikan tangannya pada Noval dan Yasnuar yang pergi ke sekolah. Setelah keduanya tidak terlihat lagi, dia masuk dan mulai berganti pakaian, siap-siap pergi bekerja.Juleha yang baru menghabiskan sarapannya menoleh saat melihat Raya masuk. “Mereka sudah berangkat?” tanyanya.“Ya. Apa kegiatanmu hari ini?” Raya balik bertanya sambil masuk ke dalam kamarnya.Berbicara agak keras, Juleha menyahut, “Aku akan menyelesaikan pembayaran tempat calon cafenya.”“Berapa sewanya setahun?” “Raffa bilang lebih hemat membelinya saja. Jadi aku membelinya.” Ucap Juleha sambil beranjak ke dapur untuk mencuci piring bekas sarapannya.Raya terdiam. Baiklah, otaknya masih berpikir sesuai standarnya sendiri yang sama sekali tidak berlaku untuk Juleha. Selesai bersiap, Raya keluar dan mendapati Juleha sudah duduk manis disofa, menggeser-geser layar ponselnya.“Jam berapa kau pergi?” “Masih jam sepuluh nanti. Raya, suamimu mendepak Niana dari kru film.” Ucap Juleha tiba-tiba.“Berhenti bicara sem
“Dikeluarkan dari kru?!” Tanya Zaki dengan suara yang semakin suram. “Ya, hari ini baru saja aku bersiap untuk syuting namun asisten sutradara menyampaikan pemutusan kontrak dan penggantian kerugian. Jika aku tidak mau meninggalkan kru secara sukarela, mereka mengatakan bahwa aku pada akhirnya akan pergi tanpa uang ganti rugi sepeserpun! Mereka mengancamku! Beraninya mereka mengancamku! Kakak lakukan sesuatu untukku!” Niana berkata dengan marah. Dia sangat marah sampai-sampai merasa kepalanya akan meledak karena terlalu mendidih.Zaki terdiam. Dengan apa yang terjadi pada Niana, sudah dipastikan bahwa semua skandal yang meledak adalah ulah Kal. Pria itu marah padanya karena sesuatu yang berhubungan dengan Niana.“Aaggh! Kal bajingan!” raung Zaki sambil melemparkan ponsel ditangannya sebagai luapan dari kekesalannya yang seolah banjir bandang. Meluluh lantakkan pikiran dan moodnya.Dia membuka laci lainnya dan meraih ponsel cadangan. Setelah mengutak-atik sebentar, dia menghubungi ora
“Apa yang kau inginkan dengan menjemputku secara pribadi?” tanya Kal dingin pada Seno.“Bos, biarkan aku yang menangani Zaki? Aku sudah gatal karena terlalu lama tidak membuat masalah.” Gerutu Seno sembari menginjak pedal gas meninggalkan bandara dan menuju lokasi syuting.Tiwi yang duduk dengan tenang dikursi paling belakang hanya bisa membatin, berapa banyak didunia ini orang yang ingin hidup tenang? Tapi Seno justru pusing karena hidup tenang. Sangat diluar kebiasaan.“Tidak diperlukan. Kali ini bukan untuk membuatnya tidak bisa bangkit. Hanya sedikit mencederainya saja.” Gumam Kal tanpa fluktuasi sembari sibuk dengan ponselnya. Omong-omong dia perlu melapor pada pacar tercintanya.[Aku sudah keluar bandara dan hampir sampai ke lokasi syuting. Apa yang sedang kau lakukan?]Tidak terlalu lama balasan Raya datang.[Membereskan mainan Nono yang hampir tidak memiliki tempat untuk meletakkannya. Tadi, aku sedikit berdiskusi dengan Juleha tentang calon cafenya.]“Lalu kapan kau akan menj
Karena pemanjaan Kal, pada akhirnya Noval memboyong beberapa mainan besar. Raya hanya bisa menghela nafas tak berdaya. Dia ingin mengguncang kepala putranya agar segera sadar jika pria kecil itu bukan pangeran dari suatu negri yang bebas menghabiskan uang.“Jangan menatap Noval seperti itu. Kau bisa melubangi tubuhnya dengan tatapanmu.” Kekeh Kal. Dia memeluk Noval seolah melindungi si kecil dari monster jahat.Raya tertawa hambar. Baiklah, tidak perlu berdebat dengan orang kaya tentang apa yang bisa dan tidak bisa dibeli. Mereka tidak akan mengerti.Barang-barang Noval diberikan pada jasa pengiriman dan akan diantarkan pada sore hari. Jadi mereka bertiga bisa melenggang santai mencoba berbagai jajanan. Ketika hampir waktunya, mereka pergi ke bandara. Kal memeluk Noval dan mencium kepalanya. “Sampai jumpa lain kali. Mungkin sebulan kemudian.”“Bulan... Taimaiteroy?” ucap Noval dengan wajah bingung.Kal tertawa dan mencubit pipi anak itu gemas, “rajinlah ke sekolah. Ketika kau bisa me
Pagi itu, Juleha mengantar Raffa ke bandara. Sementara Raya, Kal dan Noval pergi sarapan. Mereka memasuki toko sarapan sederhana yang ramai. Raya yang merekomendasikan tempat ini.“Bagaimana menurutmu?” tanya Raya ketika Kal mencicipi pancake dengan sirup maple. “Enak.” Sahut Kal. Rasanya masih standar. Bisa dimakan. Jadi dia mengatakan enak.“Beberapa kali Hani memesan takeaway dari sini. Aku cukup menyukainya. Rasanya enak dan harganya lebih murah.” Celoteh Raya.“Bu, bu, es lim.” Pinta Noval sambil menarik-narik tangan Raya.“Nono, ini masih pagi. Nanti sakit perut. Makan siang nanti bubu belikan es krim, oke?” bujuk Raya.“Es Lim.” Pinta Noval dengan wajah cemberut dan mata mulai berkaca-kaca.Raya mendesah. Ini dia, scene dimana semua orang akan begitu bersimpati dan menganggap Raya sebagai penjahat dimulai. Noval dengan kesengsaraannya yang tak tertandingi.“Nono.” Desan Raya tak berdaya.Tapi pria kecil itu sepertinya sangat bertekad untuk mendapatkan es krim. Dia tidak mengam
Raffa tertawa mendengar ucapan Juleha. Dia mengulurkan tangan mengusap pipi lembut gadis itu.“Khawatir padaku?” Tanyanya.Juleha berdecak. “Apa tidak merasa canggung kalian dua pria besar tidur disofa kecil itu? Lagipula yang benar-benar panjang hanya satu. Sisanya tidak sepanjang itu.”“Kalau begitu biarkan aku tidur dikamarmu. Jadi aku tidak perlu tidur disofa yang canggung.” Ucap Raffa dengan tatapan main-main.Juleha menatap Raffa nyalang selama hampir satu menit. Raffa sendiri sangat sabar. Mendapatkan tatapan ganas itu, dia hanya tersenyum menunggu keputusan Juleha.Kemudian wanita itu berbalik, masuk ke dalam kamar tanpa menutup pintu. Tentu saja dengan senang hati Raffa mengekorinya. Masuk ke dalam kamar Juleha dan menutup pintu. Sepertinya malam ini dia akan bermimpi indah.Sementara itu, dikamar lain, Kal membaringkan Noval dengan hati-hati. Raya melepaskan sepatu anak itu, kemudian mengelap tangan dan kakinya dengan handuk basah.Setelah selesai mengurus Noval, Raya berbal