Baru saja Lorant dan Benca merasakan kebahagiaan, seketika dunia mereka serasa jungkir balik 180° karena kondisi yang tidak terduga. Setelah beberapa hari yang lalu Lorant dan Gyorgy beserta ksatria bangsawan lainnya berkumpul, mereka memutuskan untuk turut serta menuju Habsburg. Senjata dan perbekalan yang dikirimkan sebelumnya seharusnya sudah tiba di lokasi masing-masing. Mereka membagi tugas, Lorant mendapatkan posisi mendampingi Gyorgy di Habsburg. Mereka akan berangkat siang ini bersama beberapa pengawal terlatih, disertai perbekalan makanan dan senjata. Dengan berat hati, Benca melepas Lorant. Sementara Erza juga menahan rasa sedih karena harus merelakan Gyorgy tunangannya memenuhi panggilan tugas dari negara. Benca dan Erza saling berpelukan melepas pria terkasih mereka ke medan pertempuran. "Benca, maafkan karena aku belum bisa memenuhi harapan untuk bisa bersama, situasi sedang sangat genting. Maukan kamu menungguku?" Benca menahan air mata yang siap meluncur di pipinya.
"Nona Benca, nyonya Ester ingin bertemu di kamar beliau." Seorang pelayan menghampiri Erza dan Benca yang sedang berbincang-bincang. Keduanya saling berpandangan. "Baik, Benca akan segera menemui nyonya Ester." Erza mewakili Benca menjawab pelayan tersebut. Setelah pelayan pergi, Erza berbisik, "kira-kira apa yang di inginkan oleh nyonya Ester ya?" Benca mengedikkan bahu, "entahlah" tiba-tiba hatinya menjadi sangat gelisah. "Jika nyonya Ester sedang bersama Ivett, maka berhati-hatilah. Aku akan datang bersamamu, ayo, jangan takut." Benca mengangguk, "baiklah, jika ada Kamu, aku akan merasa lebih tenang." Erza menarik tangan Benca menuju kamar nyonya Ester. Dan benar saja, di sana sudah ada Ivett yang sedang berbicara dengan nyonya Ester. Keduanya tampak sangat akrab. Erza mengetuk pintu pelan, memberi tahu kedua orang tersebut akan kehadiran mereka. "Masuklah sayang, kami sudah menunggu," nyonya Ester mempersilahkan keduanya masuk, "aku sedang ngobrol-ngobrol bersama Ivett tent
Benca melintasi hutan dengan kudanya, pagi ini dia bergegas sebelum matahari keluar dengan harapan bisa tiba di rumahnya sebelum petang. Semalaman dia berusaha sekeras mungkin agar tidak menangis, mengingat apa yang terjadi kemarin. Dia berusaha mengingat baik-baik, apa saja bahan yang dia masukan ke dalam sup ayam gingseng buatannya, sama sekali tidak ada sesuatu yang salah. Semuanya adalah bahan-bahan yang baik, segar dan menyehatkan. Lalu dari mana sebab Ivett bisa pingsan dengan mulut berbusa? Tiba-tiba sebuah tampilan seperti film yang melambat melintas di kepalanya, saat Ivett mengambil sup, ada semacam bubuk yang meluncur ke dalam mangkuk sup yang dipegang oleh Ivett. Semua menjadi jelas sekarang, bahwa memang Ivett telah merencanakan semuanya. Dia telah dijebak oleh Ivett, agar tersingkir dari rumah Lorant. Mendadak hatinya yang sudah tenang kembali sedih. Matanya menjadi kabur, serta kehilangan fokus, sehingga saat kudanya tersangkut akar pohon, dia tidak bisa mengendalikan
Lorant meremas surat yang diterimanaya dari Erza, kemarin dia terjatuh dari kudanya saat bertarung, untung saja Arpad segera membantunya, jika tidak, tentu lehernya sudah ditebas oleh pedang musuh. Saat itu bayangan Benca yang sedih tiba-tiba melintas, membuat Lorant kehilangan fokus. Ternyata saat itu Benca sedang mengalami situasi sulit, dan dirinya dapat merasakan apa yang sedang Benca alami. Hanya saja Lorant baru menyadarinya sekarang. Diantara mereka telah terjadi kontak batin, hanya saja dia belum terlalu dalam memahaminya. Lorant mengalami luka-luka yang harus segera disembuhkan. "Aku harus segera sehat, agar bisa menyusul dan menyelamatkan Benca, besok atau paling telat lusa, aku harus sudah berangkat menuju rumah orang tua Benca." Bayangan tentang gadis terkasihnya, membuat Lorant teringat saat terakhir mereka bersama di dalam hutan. Momen saat menjelang malam, setelah menyaksikan dua insan dimabuk asmara yang sedang bergelut, dan kemudian memicu adrenalin mereka untuk me
Gustav membereskan segala yang dibutuhkan, "Kamu sudah siap?" ditatapnya Benca untuk meyakinkan diri. Di punggungnya telah tersusun rapih bekal makanan yang dimasak oleh Benca dalam satu kantong besar untuk bekal makan mereka saat di jalan. Benca mengangguk mantap. "Ayah Gustav, aku sungguh tidak ingin merepotkanmu. Aku sungguh tidak apa-apa pergi sendirian," Benca masih berusaha bernegosiasi untuk yang terakhir kalinya. Kemarin mereka berdebat tentang keinginan Benca untuk segera kembali ke rumah orang tuanya di tepi hutan desa Csetje. Sementara Gustav hanya mengizinkan Benca pergi jika bersama dirinya, karena kondisi tubuh Benca juga sudah membaik. "Oh ya?" Gustav menatap gadis yang sungguh-sungguh sudah dianggap sebagai anaknya sendiri dengan tatapan lembut, "Apakah kamu lupa, bagaimana aku menemukan dirimu tergeletak di tengah hutan?" Benca menunduk, dia menyerah, kemudian berbalik menuju pintu, menuruni rumah pohon. Dia bingung, apa yang harus dikatakan kepada orang tuanya ten
Benca berusaha untuk tabah. Meskipun mayat kedua orang tuanya sudah mulai membusuk, dia tidak merasa jijik sama sekali. Gustav tidak berani menyentuh mayat keduanya tanpa seizin Benca, dia tidak mau membuat Benca merasa lebih sedih. Jadi dia hanya melakukan persiapan lain dengan menggali tanah di halaman belakang untuk menguburkan mayat orang tua Benca. Sementara itu, Benca dengan penuh kasih sayang dan hati-hati membersihkan darah dan luka pada tubuh kedua orang tuanya yang sudah kaku. Benca memberi mereka pakaian yang bersih sebelum dikuburkan. Pada saat itulah, Benca menemukan sebuah liontin dalam genggaman Gerda. Di dalamnya terdapat gambar dirinya saat bayi beserta ukiran bertuliskan de Esced pada sisi bawahnya. Ukiran tersebut mirip dengan koin yang diberikan ibunya sebelum dia berangkat ke Arva bersama Lorant. Benca menyimpan liontin tersebut dibalik pakaiannya. Pagi ini, Benca dan Gustav menguburkan jasad Gergely dan Gerda. Semalam dia pingsan berkali-kali, Gustav mencoba me
Setelah selesai memasak dan mempersiapkan bekal, Benca berinisiatif untuk membongkar isi lemari orang tuanya sekali lagi. Selain Benca masih memikirkan liontin yang ditemukan dalam genggaman Gerda, juga misteri tentang keterkaitan mereka dengan keluarga Esced yang membuatnya sangat penasaran, Benca merasa, bahwa dia harus menemukan sesuatu, tetapi dia tidak tahu apa. Tiba-tiba matanya terpaku pada sesuatu di sudut lemari, dibalik tumpukan pakaian yang jarang digunakan. Disana terdapat sebuah kantong beludru. Karena warnanya yang pekat, kantong tersebut nyaris tidak terlihat, itulah sebabnya tadi Benca tidak menemukannya. Di dalam kantong tersebut, Benca menemukan semacam kunci. Namun Benca tidak tahu, kunci tersebut untuk membuka apa? Benca mencoba setiap lemari dan peti yang berada di dalam rumah, namun tidak ada satupun yang cocok. Benca putus asa, lalu memutuskan untuk menyimpan kunci tersebut baik-baik. Dia percaya, bahwa kunci tersebut sangat penting, jika tidak, orang tuanya t
Benca mencari-cari lentera yang bisa membantunya untuk melihat situasi di dalam ruangan yang gelap tersebut. Akhirnya dia menemukan sebuah lampu minyak dan menyalakannya. Dibantu penerangan dari lampu minyak tersebut, Benca menuruni ruang bawah tanah dengan hati-hati. Kayu-kayunya menimbulkan bunyi saat dirinya mulai melangkah meniti tangga."Aku perlu hati-hati, mungkin saja kayu ini rapuh."Benca mencoba mengingatkan dirinya sendiri. Tetapi, meskipun terdengar bunyi, dia merasakan tangga kayu tersebut cukup kokoh meski telah dimakan usia."Aku harus bangga pada Ayahku mengenai teknik bangunan, apapun yang dia buat selalu memiliki pertimbangan yang rinci dan matang. Kayu-kayu ini pasti bukan kayu sembarangan, sebab, meski di makan usia, semuanya tampak tetap kokoh." Tiba di dasar ruang, Benca terbelalak, menemukan koleksi pakaian indah yang ditata dengan rapih. Benca juga menemukan sebuah buku yang beris
Suasana pemakaman cukup sepi. Hanya dihadiri oleh kerabat dekat saja. Waktu pemakaman juga dibuat sesingkat mungkin. Benca menatap nanar saat peti mati diturunkan ke dalam liang lahat. "Bibi Ellie, semoga arwahmu tenang di sisi-Nya. Aku sudah memafkanmu, meskipun kamu tidak pernah memintanya." Benca memejamkan matanya, mencoba melupakan kejadian empat tahun lalu saat dirinya disekap bersama Lovisa di ruang bawah tanah. Bagaimanapun, Benca merasakan bahwa Ellie tidak sungguh-sungguh ingin menyakitinya. Ellie hanya sedang terjebak dalam situasi yang serba salah. Setelah prosesi pemakaman dilakukan, satu persatu pergi meninggalkan makam dan kembali ke rumah masing-masing. Orang memastikan bahwa di sanalah jasad Blood Countess de Ecsed atau Mother of Vampire disemayamkan. Sebuah episode kehidupan dari seorang Blood Countess de Ecsed atau Mother of Vampire telah berakhir. *** Epilog : Yang orang-orang dan dunia luar tidak ketahui adalah, jasad Ellie dimakamkan di dalam hutan, dekat sebu
Seluruh keluarga masih berduka saat selesai menghadiri pemakaman Gustav. Tidak berapa lama, seorang pengawal masuk, mengabarkan bahwa Ellie telah meninggal di dalam ruangan tahanannya. Hal tersebut diketahui karena Ellie tidak menyentuh makanannya sama sekali, setelah pintu dibuka untuk memeriksa, Ellie ditemukan terkapar di lantai sudah tidak bernyawa. Arpad berdiri terpaku, membeku seperti patung yang bernyawa."Apakah aku yang telah menyebabkan bibi Ellie meninggal? Selama ini, Ayah Gustav tidak pernah mengetahui bahwa Bibi Ellie masih hidup dan ditahan di dalam kastilnya sendiri. Ayah Gustav selalu berpikir, bahwa Bibi Ellie telah menerima hukuman mati bersama yang lainnya. Sejak itu, kondisi kesehatan Ayah Gustav terus menurun dan akhirnya pergi. Ayah Gustav memang tidak pernah membicarakan atau mengeluhkan apa yang dirasakannya. tetapi aku tahu, apa yang membuatnya berubah seratus delapanpuluh derajat sejak kepergian Bibi Ellie. Dia pasti sangat
Di dalam sebuah ruang sempit dengan ventilasi kecil untuk sekedar bernafas, serta lubang pintu yang hanya cukup untuk meletakkan sepiring makanan setiap harinya. Ellie terduduk di sudut sambil memeluk lutut dan menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang hanya tinggal tulang berbalut kulit saja. Entah sudah berapa lama dia terkurung di ruangan ini. Ingatannya sudah mulai memudar, dan dia juga telah menjadi tua, keriput, jelek, kurus dan lemah. Namun semua itu tidak lagi mengganggu Ellie. Hanya ada sesuatu yang masih lekat dalam memorinya, dia adalah Gustav, kekasih hatinya, orang yang paling dia cintai seumur hidupnya. Saat ini dirinya tidak lagi meratapi serta menyesali perbuatannya yang telah merugikan banyak pihak, dia sudah menerima hukumannya dengan ikhlas. Tetapi, hatinya lebih sering didera kerinduan, serta kesepian yang teramat sangat terhadap Gustav kekasihnya. Terakhir kali dia menatap wajah kekasihnya adalah ketika dirinya digiring seperti
Setelah terungkapnya tragedi pembunuhan berantai di Kastil Cachtice, beredar desas-desus mengenai sisi lain dari sang putri yang diberi julukan Blood Countess De Ecsed. Cerita bergulir bagaikan bola liar yang panas, menghubungkan praktek pembunuhan tersebut dengan ritual satanisme yang di anut oleh sang putri berdarah. Rakyat dicekam rasa takut akan adanya semacam sekte atau aliran satanisme yang membutuhkan tumbal atau persembahan berupa darah gadis perawan yang mungkin masih berjalan di suatu tempat di sekitar mereka. Gosip dan desas-desus terus berseliweran diantara para rakyat untuk waktu yang cukup lama. Kondisi tidak serta merta menjadi normal lagi seperti sediakala setelah keputusan dan hukuman dijatuhkan terhadap putri berdarah dan pengikutnya. "Sebaiknya, selepas senja, tidak boleh ada seorang gadispun yang boleh berkeliaran di luar rumah. Mungkin saja arwah Blood Countess de Ecsed masih bergentayangan mencari korban." Sekelompo
Para tersangka duduk diam menunduk di hadapan Raja Matyas. Sebelumnya, Raja Matyas telah mendengarkan keterangan dari para saksi dalam pertemuan terpisah, juga mempelajari semua laporan yang disusun oleh Gyorgy, Lorant dan Arpad. Tidak ada keramaian dalam persidangan ini, hanya para tersangka, Gyorgy, Arpad, Lorant, beberapa mentri, serta hakim yang akan memberikan pertimbangan hukuman bagi para tersangka yang sesungguhnya telah diputuskan pada pertemuan tertutup sebelumnya. Elizabeth Bathory dan Klara sebagai tersangka utama tidak dihadirkan dalam persidangan dengan berbagai pertimbangan. Bagaimanapun, persidangan secara terbuka bagi keluarga kerajaan akan sangat memalukan, mengingat garis keturunan serta hubungan kekerabatan dengan kerajaan-kerajaan lain, juga mengingat jasa-jasa kepahlawanan suami tersangka utama pada kerajaan menjadi faktor penting dalam menjaga hubungan baik, maka mereka tidak akan pernah melakukan persidangan terbuka untuknya. Memperkara
Sambil menarik nafas sejenak, Pendeta Luthern Istvan Magyari melanjutkan laporannya kepada Raja Matyas, “….karena jumlahnya semakin banyak, aku mencurigai bahwa meninggalnya mereka bukanlah sesuatu yang wajar, Tuanku. Sehingga aku menolak untuk memberikan penghormatan terakhir bagi mereka yang meninggal tersebut. Tetapi kalau pada akhirnya mereka membuang mayat-mayat tersebut di sembarang tempat begitu saja, aku sungguh tidak mengetahuinya.” Pendeta Luthern Istvan Magyari mengakhiri laporannya, di hadapannya Raja Matyas terpaku bisu setelah mendengar penjelasan tersebut. Bayangan mayat-mayat bergelimpangan di semak-semak, di dalam hutan, maupun di tempat-tempat pembuangan, membuatnya merasa sangat terpukul. Dia sering berada di medan tempur untuk berjuang membela negara, melibas musuh-musuhnya tanpa ampun, namun di dalam area pemerintahannya sendiri, telah terjadi praktek pembunuhan yang kejam dan berjalan sudah cukup lama tanpa diketahui. Hal ini seperti sebu
Gustav sedang berada di taman yang dipenuhi bunga-bunga, dia duduk tersenyum menatap istri dan putri ciliknya yang memiliki wajah bercahaya, sedang bermain mengejar kupu-kupu yang menarik perhatian dengan warnanya yang rupawan. Ellie begitu cantik, muda dan mempesona. Putri mereka tidak berhenti tertawa mengejar kupu-kupu, tiba-tiba saja seekor burung gagak menyerang putri mereka hingga tersungkur jatuh. Wajah putri mereka yang bercahaya beradu dengan tanah, membuat dia menangis. Gustav yang kaget segera hendak menolong, namun istrinya yang cantik mendadak berubah menjadi monster yang mengerikan. Wajahnya menjadi sangat pucat dengan taring yang semakin memanjang. Tatapan matanya nanar tertuju pada burung gagak tersebut, lalu secepat kilat menyambar burung gagak dan melumatnya dengan buas, membuat wajahnya berlumuran dengan darah segar. Putri mereka yang sudah bangkit dan melihat ibunya melakukan sesuatu yang sangat mengerikan dengan waja
Lorant memperhatikan kening Benca yang berkedut serta sudut mata yang sedikit mengerut, seperti sedang gelisah. Lorant masih menggenggam jemari Lovisa untuk memberinya kekuatan, sementara kondisi Benca membuatnya hawatir, jadi dia mengulurkan sebelah tangannya untuk mengelus kening Benca agar bisa lebih tenang. Saat itu, Arpad datang sambil membawa roti dan air untuk diberikan kepada Lorant. Dia juga melihat wajah Benca yang gelisah. Sepertinya Benca sedang memimpikan sesuatu di dalam bawah sadarnya. Arpad dan Lorant saling memandang. Lorant meminta Arpad untuk duduk di dekatnya dan menggenggam jemari Benca, sementara dirinya tetap berada di dekat Lovisa. Dengan sebelah tangannya yang tadi mengelus Benca, Lorant mengambil roti dan mulai mengisi perutnya yang kosong sejak lama. Rasanya, makanan terakhir yang masuk ke tubuhnya adalah kemarin saat mereka baru saja selesai dari penyelidikkan di rumah pohon milik Gustav. Setelah itu, mereka langsung marathon melaku
Gustav memasuki rumahnya dengan gontai. Rasanya, seluruh jiwa raganya berada terpisah di dunia masing-masing, tidak saling terhubung satu sama lain. Gustav memasuki ruang kerja, mengambil sebuah lukisan dalam bingkai kecil yang berada dalam laci mejanya, lalu memandang lekat-lekat lukisan versi mini antara dirinya dengan Ellie, satu-satunya wanita yang telah membuat hatinya terjerat dan tidak mampu berpaling. Lintasan-lintasan peristiwa berseliweran di kepalanya bagaikan sebuah film yang diputar secara otomatis. Segalanya tampak baru terjadi kemarin, padahal waktu telah membawa mereka pada usia senja. "Ellie, sayangku. Sampai kapanpun, aku akan tetap mencintaimu. Bila dunia memutuskan bahwa dirimu bersalah, maka aku harus bisa menerima dengan ikhlas segala keputusan yang akan diberikan. Kalau saja boleh, aku ingin menggantikan posisimu saat dipersidangan. Karena aku pasti tidak akan kuat melihatmu diadili."