Benca mencari-cari lentera yang bisa membantunya untuk melihat situasi di dalam ruangan yang gelap tersebut. Akhirnya dia menemukan sebuah lampu minyak dan menyalakannya.
Dibantu penerangan dari lampu minyak tersebut, Benca menuruni ruang bawah tanah dengan hati-hati. Kayu-kayunya menimbulkan bunyi saat dirinya mulai melangkah meniti tangga. "Aku perlu hati-hati, mungkin saja kayu ini rapuh." Benca mencoba mengingatkan dirinya sendiri. Tetapi, meskipun terdengar bunyi, dia merasakan tangga kayu tersebut cukup kokoh meski telah dimakan usia. "Aku harus bangga pada Ayahku mengenai teknik bangunan, apapun yang dia buat selalu memiliki pertimbangan yang rinci dan matang. Kayu-kayu ini pasti bukan kayu sembarangan, sebab, meski di makan usia, semuanya tampak tetap kokoh."
Tiba di dasar ruang, Benca terbelalak, menemukan koleksi pakaian indah yang ditata dengan rapih. Benca juga menemukan sebuah buku yang beris
Tiga orang berkuda dengan sangat cepat menembus hutan, mereka baru saja beristirahat sejenak hanya untuk makan agar memiliki cukup energi, lalu langsung melanjutkan perjalanan dengan tergesa-gesa, seperti sangat terburu-buru ingin mengejar sesuatu. Dua orang diantaranya yang memiliki wajah sangat mirip, memacu kudanya beriringan. Ya, mereka adalah Lorant dan Arpad. Perbedaan diantara mereka tidak terlalu terlihat, ada sedikit garis ketegasan pada tulang rahang yang lebih keras pada Lorant, sementara Arpad memiliki garis tulang rahang yang lebih halus. Selain itu perbedaan berada pada warna bola mata mereka, jika Lorant memiliki bola mata berwarna coklat gelap, maka Arpad memiliki bola mata biru jernih. Selain itu, bibir Arpad lebih tipis dibanding Lorant, selebihnya mereka sungguh-sungguh sangat mirip, bahkan bentuk mata, alis dan hidung mereka sangat mirip satu sama lain, seolah-olah mereka adalah anak kembar, bagaikan pinang dibelah dua. Bahkan usia mereka h
Hari masih gelap, namun Arpad terbangun oleh suara berisik di dipan belakang. Rupanya Lorant tidak bisa tidur dan terus saja membolak-balikkan badannya di dipan milik Benca yang sempat dia kuasai saat dirinya berda di rumah ini. Arpad yang merasa sangat kelelahan, hanya melirik sebentar lalu melanjutkan tidurnya. Sementara pengawal tidur di lantai dekat pintu masuk di bangku kayu panjang, tempat Lorant dan Gergely biasa duduk sambil bermain catur ataupun menggoda Benca, hanya untuk melihat Benca tersipu dan memerah pipinya. Dalam cahaya temaram, Lorant terus saja terjaga, berbaring dan memandang langit-langit ruangan, bahkan terkadang menuju dapur, meraba setiap barang-barang penuh kenangan. Matanya tertuju pada nampan bulat, di mana Gerda pernah membuatkan kejutan yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Lorant mengingat setiap detil kastil dari kentang yang dibuat Gerda, tangannya meraba jari manis yang masih dilingkari cincin Gergely. Dia baru menyadari, b
Cahaya matahari menembus daun jendela yang terbuka, cahayanya menyinari wajah Arpad, yang segera menggeliat. Pengawal yang semalam tidur di lantai telah mempersiapkan sarapan bagi mereka bertiga. Arpad melirik Lorant yang masih tertidur pulas, dia membiarkan Kakak sepupunya beristirahat, sementara dia sendiri bergegas untuk mandi. Semalam mereka tidak sempat membersihkan tubuh karena terlalu shock dengan situasi rumah Benca yang sangat berantakan. “Makanlah dulu, tidak usah menunggu kami,” Arpad berkata kepada pengawal yang sedang menunggu perintah darinya, “Setelah selesai makan, coba periksa kembali semua tempat di luar rumah dalam radius dua puluh meter. Jika ada yang mencurigakan, segera kabari aku. Jangan membangunkan Kakakku. Dia butuh istirahat untuk memulihkan staminanya.” Pengawal tersebut mengangguk tanda mengerti, “Baik Tuan Muda Arpad, aku mengerti.” Arpad bersiul sambil membersihkan tubuhnya. Semua lel
Gustav berencana untuk mengajak Benca tinggal di rumahnya dengan identitas baru, dia sudah membicarakan hal tersebut saat masih di rumah Benca. Mereka hanya akan menggunakan nama terakhir Benca dan nama belakang Gustav. Mulai sekarang, nama Benca berubah menjadi Fialova Matternich zu Brohl. “Benca, jarak rumahku dari perbatasan hutan ini kurang lebih sekitar satu kilometer. Jika kamu merasa lelah dan lapar, kita bisa mencari sesuatu di rumah makan sebelum tiba di rumah. Aku tidak memiliki banyak pelayan karena aku tinggal sendirian, lagipula aku bukanlah bangsawan yang kaya raya, jadi aku merasa tidak membutuhkan banyak pelayan. Maka aku yakin tidak ada makanan yang siap untuk kita makan saat tiba di rumah.” “Ya, baiklah kita bisa mampir di rumah makan sejenak, sambil melepas lelah.” Benca menyetujui usulan Gustav. Lagipula mereka tidak terburu-buru, sepanjang perjalanan mereka juga berkuda dengan santai, saling berbicara dan lebih menge
Dua hari ini, Arpad telah melakukan penyelidikan secara terperinci mengenai laki-laki bernama Gustav Matternich zu Brohl, termasuk bisnis yang digelutinya. Arpad sudah menyusun rencana untuk membuat pertemuan dengan cara menawarkan kerja sama bisnis. Dia akan menunggu Lorant datang. Tenggat waktu yang dia berikan pada Lorant adalah besok. Jadi, dia ingin sudah menyelesaikan setiap detil rencana saat Lorant tiba di Arva. "Sejauh ini, aku rasa Benca lebih aman bersama Tuan Gustav. Akan lebih baik seperti itu, sampai nanti Kak Lorant memutuskan hal lainnya."Arpad bergumam sambil menatap kertas-kertas yang berisi informasi mengenai jati diri Gustav Matternich zu Brohl di meja. Dia juga mulai mempersiapkan beberapa dokumen mengenai usahanya yang dianggap memiliki peluang untuk bekerjasama dengan Gustav. "Ini namanya, sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Ya, Benca aman dan selamat. Pengembangan bisnis baru bersama Gusta
Dengan gamang, Arpad melangkah menuju sebuah dipan yang cukup besar di sebuah sudut. Di sampingnya terdapat meja kecil, di sana tergeletak sebuah kantong tempat koin emas yang sangat diyakini adalah milik keluarganya. Di dalam sebuah tas, Arpad juga menemukan baju milik Erza. Arpad sangat yakin, karena dia tahu jenis koleksi baju adiknya. Di sebuah meja besar yang berada di tengah ruangan, Arpad mendapati beberapa ramuan obat, dan secarik kertas berisi tulisan tentang beberapa nama tanaman obat. Arpad berusaha mencermati tulisan tersebut. Melihat bentuk tulisannya, Arpad meyakini bahwa itu ditulis oleh seorang wanita. Tetapi Arpad tahu dan sangat yakin, bahwa itu bukanlah tulisan Erza. Arpad mematung menatap semua benda-benda tersebut, sambil memikirkan segala kemungkinan. "Bagaimana bisa barang-barang milik Erza ada di sini?" Setelah beberapa saat Arpad sudah bisa menarik kesimpulan,"Benca mendapatkan ma
Arpad kaget saat sesuatu yang dingin menyentuh wajahnya, dia langsung membuka mata dan mendapati Erza sedang duduk di sisi ranjang miliknya. Erza yang masih memegang baskom berisi air, tertawa melihat reaksi Arpad, "Bangun pemalas. Aku sudah mencubitmu, mengguncang-guncang tubuhmu yang berat, menjambak rambutmu yang kusut tak pernah dicuci berhari-hari, bahkan mencoba mencongkel matamu dengan tusuk gigi. Tetapi kamu tetap saja mendengkur, seperti singa kekenyangan setelah makan seekor kambing." Arpad menyipitkan matanya, lalu menguceknya sedikit. Setelah itu dia menggeser tubuhnya, duduk dan menyandarkan dirinya di kepala tempat tidur, mencoba mengumpulkan seluruh kesadarannya. Sesaat kemudian dia menatap Adiknya lekat-lekat, "Hey, sejak kapan kamu jadi sadis dan kejam seperti itu? dari mana kamu belajar cara mencongkel mata dengan tusuk gigi?" Arpad asal bicara, mencoba menanggapi perkataan Adiknya. "Jangan tertip
Arpad terkesiap, sesaat tubuhnya menegang mendengar apa yang baru saja di ucapkan oleh Zulu, "Coba ulangi lagi! Aku tidak bisa mendengarkanmu dengan jelas!" Arpad mencoba meyakinkan dirinya bahwa dia salah mendengar. "Tuan Muda Lorant tidak ada di kediaman Nona Benca, Tuan Muda Arpad. Tuan Muda Lorant hilang." Arpad mendudukkan Erza di kursi, dia sendiri juga mengambil tempat duduk. Setelah menghela nafas sejenak, dia melanjutkan kata-katanya, "Duduklah Zulu. Lalu ceritakan bagaimana detil kejadiannya!" Zulu menurut, dia duduk di hadapan Arpad dan Erza, kemudian memulai ceritanya, "Setelah menerima perintah untuk menjemput Tuan Muda Lorant, aku langsung berangkat. Sebisa mungkin aku memacu kudaku dengan batas kecepatan maksimal. Aku tiba di kediaman Nona Benca menjelang malam, namun tidak bisa menemukan Tuan Muda Lorant di sana. Aku sudah mencari-cari ke setiap sudut, namun aku hanya menemukan ini."
Suasana pemakaman cukup sepi. Hanya dihadiri oleh kerabat dekat saja. Waktu pemakaman juga dibuat sesingkat mungkin. Benca menatap nanar saat peti mati diturunkan ke dalam liang lahat. "Bibi Ellie, semoga arwahmu tenang di sisi-Nya. Aku sudah memafkanmu, meskipun kamu tidak pernah memintanya." Benca memejamkan matanya, mencoba melupakan kejadian empat tahun lalu saat dirinya disekap bersama Lovisa di ruang bawah tanah. Bagaimanapun, Benca merasakan bahwa Ellie tidak sungguh-sungguh ingin menyakitinya. Ellie hanya sedang terjebak dalam situasi yang serba salah. Setelah prosesi pemakaman dilakukan, satu persatu pergi meninggalkan makam dan kembali ke rumah masing-masing. Orang memastikan bahwa di sanalah jasad Blood Countess de Ecsed atau Mother of Vampire disemayamkan. Sebuah episode kehidupan dari seorang Blood Countess de Ecsed atau Mother of Vampire telah berakhir. *** Epilog : Yang orang-orang dan dunia luar tidak ketahui adalah, jasad Ellie dimakamkan di dalam hutan, dekat sebu
Seluruh keluarga masih berduka saat selesai menghadiri pemakaman Gustav. Tidak berapa lama, seorang pengawal masuk, mengabarkan bahwa Ellie telah meninggal di dalam ruangan tahanannya. Hal tersebut diketahui karena Ellie tidak menyentuh makanannya sama sekali, setelah pintu dibuka untuk memeriksa, Ellie ditemukan terkapar di lantai sudah tidak bernyawa. Arpad berdiri terpaku, membeku seperti patung yang bernyawa."Apakah aku yang telah menyebabkan bibi Ellie meninggal? Selama ini, Ayah Gustav tidak pernah mengetahui bahwa Bibi Ellie masih hidup dan ditahan di dalam kastilnya sendiri. Ayah Gustav selalu berpikir, bahwa Bibi Ellie telah menerima hukuman mati bersama yang lainnya. Sejak itu, kondisi kesehatan Ayah Gustav terus menurun dan akhirnya pergi. Ayah Gustav memang tidak pernah membicarakan atau mengeluhkan apa yang dirasakannya. tetapi aku tahu, apa yang membuatnya berubah seratus delapanpuluh derajat sejak kepergian Bibi Ellie. Dia pasti sangat
Di dalam sebuah ruang sempit dengan ventilasi kecil untuk sekedar bernafas, serta lubang pintu yang hanya cukup untuk meletakkan sepiring makanan setiap harinya. Ellie terduduk di sudut sambil memeluk lutut dan menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang hanya tinggal tulang berbalut kulit saja. Entah sudah berapa lama dia terkurung di ruangan ini. Ingatannya sudah mulai memudar, dan dia juga telah menjadi tua, keriput, jelek, kurus dan lemah. Namun semua itu tidak lagi mengganggu Ellie. Hanya ada sesuatu yang masih lekat dalam memorinya, dia adalah Gustav, kekasih hatinya, orang yang paling dia cintai seumur hidupnya. Saat ini dirinya tidak lagi meratapi serta menyesali perbuatannya yang telah merugikan banyak pihak, dia sudah menerima hukumannya dengan ikhlas. Tetapi, hatinya lebih sering didera kerinduan, serta kesepian yang teramat sangat terhadap Gustav kekasihnya. Terakhir kali dia menatap wajah kekasihnya adalah ketika dirinya digiring seperti
Setelah terungkapnya tragedi pembunuhan berantai di Kastil Cachtice, beredar desas-desus mengenai sisi lain dari sang putri yang diberi julukan Blood Countess De Ecsed. Cerita bergulir bagaikan bola liar yang panas, menghubungkan praktek pembunuhan tersebut dengan ritual satanisme yang di anut oleh sang putri berdarah. Rakyat dicekam rasa takut akan adanya semacam sekte atau aliran satanisme yang membutuhkan tumbal atau persembahan berupa darah gadis perawan yang mungkin masih berjalan di suatu tempat di sekitar mereka. Gosip dan desas-desus terus berseliweran diantara para rakyat untuk waktu yang cukup lama. Kondisi tidak serta merta menjadi normal lagi seperti sediakala setelah keputusan dan hukuman dijatuhkan terhadap putri berdarah dan pengikutnya. "Sebaiknya, selepas senja, tidak boleh ada seorang gadispun yang boleh berkeliaran di luar rumah. Mungkin saja arwah Blood Countess de Ecsed masih bergentayangan mencari korban." Sekelompo
Para tersangka duduk diam menunduk di hadapan Raja Matyas. Sebelumnya, Raja Matyas telah mendengarkan keterangan dari para saksi dalam pertemuan terpisah, juga mempelajari semua laporan yang disusun oleh Gyorgy, Lorant dan Arpad. Tidak ada keramaian dalam persidangan ini, hanya para tersangka, Gyorgy, Arpad, Lorant, beberapa mentri, serta hakim yang akan memberikan pertimbangan hukuman bagi para tersangka yang sesungguhnya telah diputuskan pada pertemuan tertutup sebelumnya. Elizabeth Bathory dan Klara sebagai tersangka utama tidak dihadirkan dalam persidangan dengan berbagai pertimbangan. Bagaimanapun, persidangan secara terbuka bagi keluarga kerajaan akan sangat memalukan, mengingat garis keturunan serta hubungan kekerabatan dengan kerajaan-kerajaan lain, juga mengingat jasa-jasa kepahlawanan suami tersangka utama pada kerajaan menjadi faktor penting dalam menjaga hubungan baik, maka mereka tidak akan pernah melakukan persidangan terbuka untuknya. Memperkara
Sambil menarik nafas sejenak, Pendeta Luthern Istvan Magyari melanjutkan laporannya kepada Raja Matyas, “….karena jumlahnya semakin banyak, aku mencurigai bahwa meninggalnya mereka bukanlah sesuatu yang wajar, Tuanku. Sehingga aku menolak untuk memberikan penghormatan terakhir bagi mereka yang meninggal tersebut. Tetapi kalau pada akhirnya mereka membuang mayat-mayat tersebut di sembarang tempat begitu saja, aku sungguh tidak mengetahuinya.” Pendeta Luthern Istvan Magyari mengakhiri laporannya, di hadapannya Raja Matyas terpaku bisu setelah mendengar penjelasan tersebut. Bayangan mayat-mayat bergelimpangan di semak-semak, di dalam hutan, maupun di tempat-tempat pembuangan, membuatnya merasa sangat terpukul. Dia sering berada di medan tempur untuk berjuang membela negara, melibas musuh-musuhnya tanpa ampun, namun di dalam area pemerintahannya sendiri, telah terjadi praktek pembunuhan yang kejam dan berjalan sudah cukup lama tanpa diketahui. Hal ini seperti sebu
Gustav sedang berada di taman yang dipenuhi bunga-bunga, dia duduk tersenyum menatap istri dan putri ciliknya yang memiliki wajah bercahaya, sedang bermain mengejar kupu-kupu yang menarik perhatian dengan warnanya yang rupawan. Ellie begitu cantik, muda dan mempesona. Putri mereka tidak berhenti tertawa mengejar kupu-kupu, tiba-tiba saja seekor burung gagak menyerang putri mereka hingga tersungkur jatuh. Wajah putri mereka yang bercahaya beradu dengan tanah, membuat dia menangis. Gustav yang kaget segera hendak menolong, namun istrinya yang cantik mendadak berubah menjadi monster yang mengerikan. Wajahnya menjadi sangat pucat dengan taring yang semakin memanjang. Tatapan matanya nanar tertuju pada burung gagak tersebut, lalu secepat kilat menyambar burung gagak dan melumatnya dengan buas, membuat wajahnya berlumuran dengan darah segar. Putri mereka yang sudah bangkit dan melihat ibunya melakukan sesuatu yang sangat mengerikan dengan waja
Lorant memperhatikan kening Benca yang berkedut serta sudut mata yang sedikit mengerut, seperti sedang gelisah. Lorant masih menggenggam jemari Lovisa untuk memberinya kekuatan, sementara kondisi Benca membuatnya hawatir, jadi dia mengulurkan sebelah tangannya untuk mengelus kening Benca agar bisa lebih tenang. Saat itu, Arpad datang sambil membawa roti dan air untuk diberikan kepada Lorant. Dia juga melihat wajah Benca yang gelisah. Sepertinya Benca sedang memimpikan sesuatu di dalam bawah sadarnya. Arpad dan Lorant saling memandang. Lorant meminta Arpad untuk duduk di dekatnya dan menggenggam jemari Benca, sementara dirinya tetap berada di dekat Lovisa. Dengan sebelah tangannya yang tadi mengelus Benca, Lorant mengambil roti dan mulai mengisi perutnya yang kosong sejak lama. Rasanya, makanan terakhir yang masuk ke tubuhnya adalah kemarin saat mereka baru saja selesai dari penyelidikkan di rumah pohon milik Gustav. Setelah itu, mereka langsung marathon melaku
Gustav memasuki rumahnya dengan gontai. Rasanya, seluruh jiwa raganya berada terpisah di dunia masing-masing, tidak saling terhubung satu sama lain. Gustav memasuki ruang kerja, mengambil sebuah lukisan dalam bingkai kecil yang berada dalam laci mejanya, lalu memandang lekat-lekat lukisan versi mini antara dirinya dengan Ellie, satu-satunya wanita yang telah membuat hatinya terjerat dan tidak mampu berpaling. Lintasan-lintasan peristiwa berseliweran di kepalanya bagaikan sebuah film yang diputar secara otomatis. Segalanya tampak baru terjadi kemarin, padahal waktu telah membawa mereka pada usia senja. "Ellie, sayangku. Sampai kapanpun, aku akan tetap mencintaimu. Bila dunia memutuskan bahwa dirimu bersalah, maka aku harus bisa menerima dengan ikhlas segala keputusan yang akan diberikan. Kalau saja boleh, aku ingin menggantikan posisimu saat dipersidangan. Karena aku pasti tidak akan kuat melihatmu diadili."