Natasya langsung memeluk papinya sambil terisak. Ia sudah tidak dapat lagi menahan diri. “Papi tidak boleh berkata seperti itu. Kita bisa pergi ke luar negeri agar papi mendapatkan pengobatan.”Papi Natasya mengusap lembut kepala putrinya itu. Ia hendak menenangkan putrinya, tetapi rasa sakit kembali mendera hingga ia merintih.Dengan cepat Natasya menegakkan badan, ia menjadi panik melihat keadaan papinya yang mendadak tidak sadarkan diri. Ditekannya tombol yang ada dekat kepala ranjang papinya untuk memanggil petugas medis datang.Beberapa saat kemudian dua orang petugas medis mendatangi kamar rawat papi Natasya. Keduanya langsung memeriksa kondisinya. Sementara Natasya hanya diam terpaku di sudut kamar tersebut karena tidak ingin mengganggu.Selang beberapa menit kemudian papi Natasya sudah sadar dari pingsannya. Akan tetapi, kondisinya tetap mengkhawatirkan karena sekarang ia harus menggunakan alat bantu pernapasan.“Istirahatllah, Ca! Kamu pasti juga lelah menjaga papi terus,” uc
‘Sial! Natasya mengapa sanggup bermesraan dengan pria lain? Ia tidak menghargaiku sama sekali sebagai pria yang mencintai dirinya!’ gumam Raffael.‘Apa yang Anda katakan, Bos?’ tanya orang kepercayaannya di ujung sambungan telepon.Raffael langsung menutup sambungan telepon tidak menjawab pertanyaan itu. Ia mengambil gelas berisi anggur yang ada di atas meja. Dan meminum isinya sampai tandas dalam sekali tegukan. Ia kemudian melempar gelas yang telah kosong ke dinding hingga pecah berkeping-keping.Terdengar suara ketukan di pintu ruang kerjanya, tetapi Raffael mengabaikan. Ia memejamkan mata dengan punggung bersandar pada sandaran kursi.Suara pintu di buka diikuti langkah kaki berjalan masuk. “Tuan, Raffael! Apakah anda baik-baik saja?” Sekretaris Raffael berdiri ragu hendak mendekat ke arah bosnya itu.“Tolong bersihkan pecahan gelas itu kemudian keluar dari sini!” perintah Raffael dingin.“Baik, Tuan!” sahut sekretaris Raffael. Setelah selesai sekretaris itu keluar dari ruang kerj
Natasya menepati ucapannya dengan berhenti sebagai sekretaris Sandoro. Ia bahkan mengabaikan panggilan, serta spam pesan dari pria itu yang meminta kembali bekerja.Dengan kacamata hitam yang menghiasi wajah pucatnya. Natasya memasuki gedung kantor pengacara almarhum Pratama. Berdiri di depan pintu ruang kerja priaa itu, Natasya menarik napas dalam-dalam, lalu menghenmbuskannya dengan kasar. Ia berjalan masuk ruangan tersebut bertemu dengan pengacara almarhum Pratam. Yang menyambutnya dengan hangat. “Apakah semua berkas yang harus kutanda tangani sudah siap?”“Duduklah! Apakah kau yakin akan memberikan semua kepada Sandoro? Kau berhak menerimanya karena Pratama melakukannya sebagai ucapan terima kasih. Ia juga sudah menganggapmu seperti anak sendiri.” Pengacara itu membuka berkas yang ada di atas mejanya.“Saya sudah siap! Saya tidak ingin apa yang selama ini dituduhkan Saya tidak memiliki keraguan untuk mengembalikan apa yang memang seharusnya menjadi milik Sandoro,” tegas Natasya.
“Nyonya Natasya, operasi papi Anda sudah selesai dan berjalan lancar. Beberapa saat lagi ia akan kami tempatkan di kamarnya kembali,” ujar dokter yang mengoperasi papi Natasya.Rasa lega menghinggapi hati Natasya, ia sampai lupa kalau belum menutup sambungan telepon. Hingga suara di ujung sambungan telepon menyadarkannya.‘Natasya, apakah kau sedang berada di rumah sakit? Mengapa kau tidak mau mengatakannya kepadaku? Katakan di rumah sakit mana biar aku ke sana!’ seru Sandoro di ujung sambungan telepon.Sontak saja Natasya menjadi tersadar dengan cepat ia menutup sambungan telepon. Tak dihiraukannya pertanyaan dari Sandoro.Beberapa jam berselang Natasya sudah berada di kamar rawat papinya. Ia juga sengaja menonaktifkan ponselnya karena Sandoro yang tidak berhenti mencoba menghubungi, serta mengirimkan pesan.‘Aku harus segera membawa papi keluar dari rumah sakit ini. Jangan sampai Sandoro menemukan kami,’ batin Natasya.Ia berjalan keluar dari kamar rawat tersebut menuju ruangan dokt
Lidah Natasya terasa kelu, ia ragu dan bimbang untuk mengatakan apa yang ada di hatinya. “Maaf, sudah memisahkan Papi dengan orang-orang yang Papi kenal. Berat untukku mengatakan ini kepada Papi, tetapi mulai besok aku akan bekerja dan menginap di sana. Akhir pekan baru bisa pulang ke sini.”Papi Naatsya menolehkan kepala ia berusaha mengulas senyum tipis, tetapi hal itu tidak dapat menyembunyikan kesedihan. “Papi selalu mendukung keputusanmu. Jangan hiraukan apa yang tadi papi katakan.”Natasya membalas senyum papinya, ia meraih jemari pria tua tersebut untuk ia cium. “Papi tidak akan sendirian. Ica akan mencari seseorang untuk menemani papi.”Dengan suara tegas papi Natasya mengatakan ia tidak mau putrinya itu menjadi repot karena dirinya. Ia tidak mau membebani Natasya lebih banyak lagi.Dengan cepat Natasya berlutut di hadapan papinya. Dengan suara lirih ia berkata, “Papi bukanlah beban bagiku. Kebahagian dan kesehatan papi adalah pemicu semangatku.”Diusapnya air mata yang menete
“Halo, Cantik! Kenapa kau tidak mau mencoba berteman dengan Nanny? Kita bisa menjadi teman yang baik.” Natasya memberikan senyuman kepada gadis cilk itu,Gadis cilik berusia bernama Tiara menatap Natasya dengan ekspresi curiga. Jelas ia tidak mudah dekat dengan orang asing. Dan hal itu membuat Natasya menjadi marah kepada orang tuanya yang tidak peduli.“Kau pasti hanya sebentar saja menjadi pengasuhku.” Gadis cilik itu menundukkan kepala.Natasya mengusap lembut punggung gadis itu. Dengan lembut ia berkata, “Nanny akan berusaha menjadi temanmu untuk waktu yang lama.”Gadis cilik itu mengangkat kepala menatap mata Natasya dengan lekat. Ia memperhatikan wajah Nannynya dengan seksama.“Aku akan sayang kepadamu kalau kau bersedia menjadi nannyku untuk selamanya.” Gadis cilik itu mengangkat kepala dengan penuh percaya diri.Natasya sudah membuka mulut hendak menyetujui apa yang dikatakan gadis cilik itu. Sampai matanya menatap potret Marsya dan Raffael yang terletak di atas nakas samping
“Astaga, Sayang! Siapa yang berkata seperti itu kepadamu? Nanny yakin kalau ayahmu pergi bukan karena benci, tetapi ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkanya.” Natasya memeluk erat Tiara.Dalam hatinya bertanya-tanya siapakah orang yang sudah begitu jahat mengatakan hal seperti itu kepada seorang anak kecil.“Sekarang kita lupakan saja apa yang dikatakan oleh orang jahat kepadamu. Kita nikmati saja makanan yang ada di atas meja,” ajak Natasya.Ia mengusap air mata Tiara kemudian duduk di samping gadis cilik itu. Mereka berdo’a terlebih dahulu sebelum mulai menikmati makan siang tersebut.Selesai makan siang keduanya menuju taman yang ada di belakang rumah tersebut. Mereka duduk di atas gazebo dekat kolam ikan. Natasya bertanya-tanya mengapa orang tua Raffael tidak mau merawat cucu mereka? Padahal Tiara adalah cucu pertama dan seharusnya menjadi kesayangan mereka.“Nanny! Sebentar lagi aku akan berulang tahun kata Bibi. Apakah ayahku akan datang? Aku ingin merayakan ulang tahunku de
“Nanny, besok hari ulang tahunku. Apakah kau sudah mengirimkan pesan kepada ayahku agar ia datang?” Tanya Tiara dengan wajah penuh harap.Natasya tercekat, ia tidak menduga mendapatkan pertanyaan seperti itu. Ia mencoba memilah kata-kata yang tepat tidak melukai perasaan gadis kecil itu.“Sayang, bukannya Nanny tidak ingin menghubungi ayahmu, tetapi Nanny tidak memiliki nomor ponselnya. Kita akan bersenang-senang besok merayakan ulang tahunmu bersama teman-teman, serta gurumu saja, ya! Kita akan memiliki banyak hadiah untuk kau buka,” bujuk Natasya.Gadis cilik itu memasang wajah kecewa, ia menundukkan kepala. Bahunya terlihar terkulai lemas. Begitu sedihnya ia seandainya saja Natasya berbohong tadi Tiara akan bahagia, tetapi ia pada akhirnya akan menjadi kecewa kalau Raffael tidak datang.‘Seandainya aku memiliki nomor Raffael apakah aku akan sanggup berbicara kepadanya? Apakah aku bisa memarahi pria itu karena sudah menelantarkan putrinya,’ batin Natasya.Diraihnya jemari gadis mung
Sontak saja Natasya menjadi terkejut, ia membalikan badan. Dilayangkannya senyum tipis kepada Ades. “Yang kulakukan sama sekali bukanlah urusanmu! Aku juga tidak peduli dengan apa yang kau tuduhkan.”Setelah mengatakan hal itu Sasha membalikan badan hendak berlalu pergi dari sana. Karena ia tidak mau berada lebih lama lagi di tempat yang sama dengan kekasih Raffael.Langkah Natasya terhenti ketika ia mendengar nada suara Ades yang terdengar mencemooh, “Tentu saja aku tidak akan mengatakan kepada Raffael kalau bertemu denganmu. Aku bahkan lebih suka kalau kau tidak menampakan dirimu di rumah itu lagi.”Wanita itu kemudian berlalu pergi dari hadapan Natasya. Membuat Natasya memandangi punggungnya dengan kesal.‘Mengapa wanita itu terus saja membuatku marah? Mereka berdua memang pasangan yang serasi,’ batin Natasya.Ia masuk mobil lalu duduk di balik kemudi. Dikemudikannya mobil menuju rumah sakit. Sesampainya di sana ia langsung membereskan administrasi untuk operasi papinya.Keesokan h
Tidak mau terjadi keributan Natasya bangkit dari duduknya. “Maaf, saya akan makan di dapur.”Dengan anggukan kepala ia berjalan keluar dari ruang makan. Saat melewatii Raffael dan kekasihnya, ia mengangkat kepala. Menatap pasangan itu dengan raut datar. “Akhirnya kau sadar diri juga! Semoga kau tidak berpura-pura amnesia dan kembali makan di ruangan ini,” sindir Ades.Natasya menghentikan langkah, ia menatap wanita itu dengan tajam. “Saya memang pengasuh di rumah ini. Sementara Anda adalah kekasih pemilik rumah ini. Akan tetapi, apakah kau yakin Raffael akan menikahimu? Karena kudengar ia pernah bertunangan lama, tetapi ia justru menikahi sahabat tunangannya.”Raffael menggeram marah. ia memberikan pelototan pada Natasya. Dicekalnya lengan wanita itu setengah menyeret ia membawa wanita itu keluar. Didorongnya dengan kasar, hingga punggung Natasya menempel pada dinding.Tangan Raffael berpindah memegang dagu Natasya dengan kasar. Sampai kuku-kuku jarinya terasa menusuk daging, tetapi
“Kau pengecut! Selalu memilih untuk pergi.” Raffael menatap tajam punggung Natasya.Langkah Natasya terhenti, tetapi ia tidak membalikkan badan untuk melihat Raffael. “Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Tuan! Anda sudah mengatakannya dengan begitu jelas.”Dilanjutkannya kembali berjalan memasuki rumah. Sesampai di depan pintu kamar Tiara, ia membukanya pelan. Diliatnya kalau gadis cilik itu tidur dengan nyenyaknya.‘Akh, sebaiknya aku pergi keluar saja untuk mencari makan,’ batin Natasya.Ditutupnya kembali pintu kamar Tiara dan berjalan memasuki kamarnya sendiri. Diambilnya tas tangan berisikan dompet, serta ponsel. Setelahnya, ia keluar kamar menuruni tangga. Di bawah anak tangga ia berpapasan dengan Raffael yang akan naik. Sambil menundukkan kepala ia berjalan melewati pria itu.Tiba-tiba saja lengannya ditarik dengan kasar, hingga ia membentur dada Raffael. Suara kesiap karena terkejut lolos dari bibirnya.“Mau pergi kemana kau?” desis Raffael dengan suara tertahan.“Maaf, Tu
Nadi Natasya berdenyut cepat, ia menundukkan kepala tidak sanggup menatap mata Raffael. Agar pria itu tidak melihat kalau kata-katanya kembali melukai Natasya. “Terima kasih, untuk kesekian kali diingatkan. Maaf, saya yang sudah besar kepala.”Natasya berenang mengabaikan Raffael, ia berenang menuju Tiara yang berada dalam pelampungnya. “Apakah kamu mau turun dari tempatmu itu bermain air dengan Nanny?”Senyum cerah terbit di wajah Tiara, ia tidak mengetahui kalau nannynya sedang sedih. Gadis cilik itu merentangkan kedua tangan meminta diangkat dari pelampungnya.Dengan sigap Natasya melakukannya. Ia sengaja membawa Tiara berenang ke bagian yang terjauh dari Raffael. Suara tawa senang gadis cilik itu mampu menghibur Natasya membuatnya melupakan sejenak kata-kata kasar dari majikannya.“Apakah kau sudah lelah berenang? Kita naik ke atas ya karena hari sudah mulai gelap.” Ajak Natasya kepada Tiara.Anggukkan kepala Tiara berikan kepada Natasya. Selain sudah lelah, ia juga merasa mengant
Raffael terdiam, rahangnya mengetat dengan kedua tangan mengepal di samping tubuh. “Mengapa kau berpikir aku masih mencintai Natasya dan berhubungan kembali dengannya? Hubungan kami sudah lama usai. Kalau kau meragukan diriku silakan pergi dari hubungan ini.”Ades tidak puas dengan jawaban dari Raffal, tetapi rasa takutnya diputuskan pria itu jauh lebih besar. Ia harus mengalah kepada kekasihnya itu. Namun, tidak dengan Natasya. Akan diberikannya peringatan keras.“Maaf, Raff! Aku tidak bermaksud untuk meragukanmu. Hanya saja kehadiran wanita itu di rumah ini membuatku cemburu.” Ades memeluk Raffael erat. Untuk menunjukkan kalau dirinya takut kehilangan pria itu.Perlahan Raffael melepaskan pelukan Ades, ia hanya memberikan anggukan kemudian berjalan meninggalkan wanita itu seorang diri saja. Ades memandangi punggung Raffael sampai pria itu menghilang dari pandangan. Tampangnya terlihat cemberut saat ia dengan terpaksa keluar dari rumah itu. Ia harus bisa meyakinkan dirinya sendiri
“Apakah Nanny tahu siapa Om, itu?” Tanya Tiara dengan mata besarnya menatap penuh harap.Natasya mengalihkan tatapannya kepada Raffael. Ia ingin tahu apakah pria itu akan berkata jujur kepada anak kecil yang berdiri di antara mereka berdua.Raffael menegakkan badan dengan suara dingin, ia berkata, “Nannymu akan mengatakannya kalau ia berani.”Dengan suara pelan yang hanya bisa didengar Raffael, Natasya berkata, “Kenapa kau menjadi pengecut, Raff? Mengakui kalau gadis kecil ini adalah putrimu begitu berat.”Posisi Natasya yang berdiri begitu dekat saat berbicara, hingga dari posisi Ades berdiri. Terlihat seolah keduanya sedang berciuman. Dan hal itu jelas memancing rasa cemburunya.“Apa yang kalian berdua lakukan? Tidakkah kalian menghargai diriku dan juga ada anak kecil yang bisa melihat! Dasar pengasuh tidak tahu malu! Aku tahu kalau kau berusaha untuk menaikkan derajatmu menjadi Nyonya di rumah ini!” bentak Ades emosi.Sontak saja Natasya menjadi terkejut, ia langsung menjauhkan bad
“Hahaha! Kau sungguh menggelikan sekali. Mana mungkin kekasihku akan cemburu kepada pengasuh sepertimu. Ia tahu kalau kau bukanlah wanita yang akan menjadi pilihanku. Aku memintamu ke sini untuk mengingatkan agar kau tidak boleh menampakkan dirimu di hadapanku!” tegas Raffael.Hati Natasya terasa sakit mendengar ucapan kasar Raffael. Dirinya tidak dianggap sama sekali, padahal mereka pernah bertunangan. Sebegitu rendahnyakah status sebagai seorang pengasuh putrinya di mata Raffael?“Baik, Tuan! Saya mengerti. Saya akan berusaha agar kita tidak perlu bertemu. Karena tidak ada lagi yang perlu dibicarakan saya permisi.” Natasya bangkit dari duduk berjalan menuju pintu.Raffael juga bangkit dari duduknya, ia meletakkan tangan di atas tangan Natasya mencegah wanita itu membuka pintu. “Siapa yang mengatakan aku sudah selesai berbicara denganmu?”Natasya membalikkan badan hingga berhadapan dengan Raffael. Dan itu merupakan suatu kesalahan karena keduanya berada begitu dekat. Dia melangkah m
Natasya menelan ludah dengan sukar tenggorokannya terasa kering. Diambilnya gelas berisi air yang langsung ia minum. Setelahnya ia letakkan kembali gelas itu di atas meja.“Saya tidak ingin bertengkar di meja makan dan saya bekerja untuk Nona Tiara anak dari pemilik rumah ini. Yang kehadirannya belum diketahui oleh anak asuh saya.” Natasya melihat ke arah Tiara yang balas menatapnya.“Nanny, kita pergi saja dari sini. Kita makan di luar saja aku takut.” Tiara bangkit dari duduk. Ia menarik tangan Natasya menjauh dari tempat tersebut.Dengan senang hati Natasya memenuhi permintaan anak asuhnya itu. Sebelum keluar ia memberikan anggukan kepala kepada Raffael. Karena biar bagaimanapun juga pria itu adalah majikan yang selama ini tidak dilihatnya.“Siapa yang mengijinkan kalian keluar! Kembali ke tempat kalian kita makan bersama dan tidak ada perdebatan!” seru Raffael dengan nada suara dingin.Natasya menghentikan langkah diikuti oleh Tiara. Melalui genggaman tangan gadis cilik itu terlih
Sontak saja Ades menjadi terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Raffael. “Kau tidak becanda, bukan? Tentu saja aku bersedia.”Mata Ades berbinar senang, ia tidak menghiraukan fakta di depan matanya kalau Raffael tidak terlihat sama antusiasnya. Atau pun senang mendengar ia menyetujui apa yang dikatakan oleh pria itu.Dipeluknya pundak pria itu sambil mengecup pipinya sekilas. “Kuharap kau tidak menyesal dengan apa yang barusan kau katakan, Raff!”Raffael mengambil cawan berisi anggur disesapnya isinya sampai tandas dalam sekali tegug. Kalau berkata jujur kepada Ades tentu saja dirinya akan mengatakan menyesal. Ia tidak terlalu menyukai wanita itu karena bukanlah Natasya.“Bagaimana mungkin aku akan menyesal? Sementara kau adalah wanita cantik, serta mandiri sepertimu. Tentu saja kita berdua akan menjadi pasangan yang berbahagia dan membuat iri orang lain,” ucap Raffael dengan nada datar.Raffael bangkit dari duduknya mengulurkan tangan kepada Ades. Yang langsung disambut oleh wani