"Zavira …." Nathaniel memanggil dengan nada memelas. Pria itu telah berganti pakaian dan kini mengetuk pelan pintu kamar Zavira yang tertutup rapat. "Apa?" Zavira menjawab tanpa membuka pintu. "Jangan cuekin aku …, Zavira, aku mohon," ucapnya dengan nada yang hampir ingin menangis. Zavira segera keluar menatap Nathaniel yang lebih tinggi darinya. "Minggir," katanya dengan jutek, menyuruh Nathaniel minggir karena dia menghalangi jalannya. Nathaniel menuruti ucapan Zavira, ia mengikuti wanita itu dari belakang. "Zavira," panggilan dengan nada merengek kembali terdengar. Zavira membuka kulkas mengambil susu kotak besar dan setelahnya ia tuangkan pada dua gelas yang ia ambil sebelumnya. "Minum," suruh Zavira mendapati gelengan kepala dari Nathaniel membuatnya geram. "Buka mulutnya!" Zavira mengambil gelas milik Nathaniel yang akan ia minumkan pada pria itu secara paksa. Nathaniel membuka mulutnya, dan dengan perlahan Zavira mengangkat gelas pelan-pelan agar Nathaniel meminumnya den
Sudah 3 hari Nathaniel menginap, tidak ada hal intim terjadi kecuali Nathaniel yang menjadi sangat manja padanya. Pria semena-mena itu kini bertekuk lutut pada Zavira. Rasanya senang sekali, bukankah ini balas dendam setelah semua yang terjadi. "Karna kamu udah sehat, udah ceria, aku mau--" ucapan Zavira dipotong oleh Nathaniel yang segera memeluknya erat. "A-aku gak mau pulang." Zavira merotasikan bola matanya, ketika ingin bicara kembali, Fabian datang dengan senyuman ceria dengan cepat meredup. Pintu rumah Zavira tidak tertutup, pria itu melihat Zavira berpelukan mesra di ruang tamu. Padahal nyatanya tidak ada kemesraan dalam pelukan itu selain dari pandangan Fabian. Mampus deh, batin Zavira merasa dipergoki selingkuh. "Fabian tunggu!" Zavira segera mendorong tubuh Nathaniel dan berlari keluar menuju Fabian. "Maaf, aku ganggu kamu pelukan, aku cuman mau ngasih makanan," ucap Fabian terburu-buru dan memberikan kantung plastik sedang pada Zavira. Zavira segera menahan tangan
Nathaniel mengepalkan tangannya kesal ketika ia baru saja ingin menerbitkan karya Zavira, pria itu menolak dan akses jalur dalam tertutup."Kau pengkhianat Nathaniel, rencanaku belum selesai, kenapa kau menghancurkannya?" tanya seseorang dari sebrang telepon."Sialan, kau tega membuat wanita itu tidak bisa menerbitkan karyanya? Hentikan rencana busukmu itu!" "Itu bukan urusanmu. Lihat saja nanti Nathaniel, kau akan menyesal karena mengacaukan rencanaku." Pria itu segera memutuskan sambungan telepon, tidak membiarkan Nathaniel menjawab.Nathaniel menghela napas berat, ia mendapat pesan dari temannya yang menyuruh dirinya agar hati-hati karena situasi di markas kacau lagi.Malam ini, Nathaniel akan ekstra hati-hati dan tidak membiarkan Zavira pergi ke mana pun seorang diri. Pria yang Nathaniel kenal cukup nekat."Zavira? Kenapa bangun?" tanya Nathaniel melihat Zavira keluar dari kamarnya sementara ia berada di ruang tamu."Haus. Fabian ke mana?" Zavira bertanya balik ketika melihat kam
Butuh waktu dua jam untuk sampai di perusahaan Aksara yang bernama Kalamu Inc. Halamannya begitu luas dengan ketinggian gedung 270 meter.Begitu ia turun dengan para bawahan Aksara memakai pakaian serba hitam, seluruh mata pegawai di lobby menatap padanya. Mereka dengan sopan menundukkan kepala setiap Zavira melewati mereka. Penyambutan cukup berlebihan pikir Zavira sedikit membuatnya tidak nyaman. Meski di sisi lain ia merasa familiar akan suatu hal.Entah kenapa aku ngerasa familiar, batin Zavira ketika menerima perlakuan tersebut. Mencoba mengabaikannya, ia masuk ke dalam lift ujung yang nampak lebih mewah dari lift sebelumnya.Salah satu bawahan Aksara memencet tombol 77 yaitu lantai tertinggi. Butuh waktu 4 menit lamanya hingga akhirnya Zavira sampai pada lantai tertinggi itu.Pintu lift terbuka, hanya ada satu lorong menuju pintu berlapis emas, Zavira dipersilahkan untuk pergi sendirian ptanpa bawahan tadi menemaninya.Ketika ia baru saja berjalan, sebuah sapu tangan membekap m
Zavira mencoba bernegosiasi agar dirinya tidak serumah dengan Aksara. "Jangan serumah, aku gak akan kabur kok."Aksara menggelengkan kepalanya, "itu tidak menjamin apapun. Tidak ada penolakan untuk hal ini Zavira."Zavira menghela napas berat, "kalau aku masih gak mau, kamu mau apa?" ia bertanya penasaran."...." Aksara terdiam sejenak. Ketika mendapat ide, ia berucap, "Nathaniel akan menjalani hukuman karena sudah berkhianat."Zavira merotasikan bola matanya kesal, "pinter banget pake Nathaniel. Ya udah deal, sekarang juga lepasin dia."Aksara mengangguk dan menelpon bawahannya agar melepaskan Nathaniel karena sebelumnya Nathaniel di tahan sementara menunggu arahan Aksara. Segera mematikan telepon setelah berkata demikian, Aksara menyakukan ponsel, "ikuti aku."Zavira mengikutinya dari belakang, Aksara berjalan menuju ruangan ujung yang di mana ruangan sekretaris berada."Kok aku satu lantai sama kamu?" Zavira bertanya kesal ketika Aksara selesai menjelaskan bahwa ini ruangan sekret
"Bukankah kau keterlaluan?" Aksara bertanya dengan nada sedih ketika Zavira dengan terang-terangan tak ingin bersentuhan. Bahkan wanita itu mengusap bagian tubuhnya jika mengenai Aksara."Apa menurutmu aku menjijikan sama seperti serangga?" Aksara menundukkan kepalanya. Zavira dapat melihat wajah sedih dari Aksara membuatnya merasa bersalah. Ah sial, aku emang gak cocok bales dendam, batinnya begitu kesal pada diri sendiri."Aku gak bermaksud," ucapnya dengan nada terdengar terpaksa di telinga Aksara, padahal nyatanya Zavira merasa canggung sehingga nadanya terkesan terpaksa.Aksara menghela napas, ia lalu memberikan kartum hitamnya pada Zavira seraya berkata, "aku paham, gunakan ini untuk beli apapun dan segera pulanglah ke rumahku, bawahanku akan membantumu."Zavira tertegun, menatap Aksara bingung. "Mau ke mana?" Ia menahan pergelangan tangan Aksara."Memberi kamu ruang jadi aku akan kembali ke kantor," jelasnya melepaskan genggaman Zavira dengan lembut.Beberapa bawahan Aksara da
Sudah 3 hari berlalu semenjak kejadian kemarin, Zavira begitu terang-terangan menghindar, bahkan jika terpaksa bertemu ia akan mengalihkan pandangannya.Zavira yang kini menjadi sekretaris Aksara hanya bisa menghindar di jam tertentu. Contohnya saat ini, ia berangkat kerja sendiri, meninggalkan Aksara.Saat berada di lift perusahaannya, ia hanya seorang diri, dan ketika mendengar langkah begitu lift tertutup, Zavira menahannya agar orang yang ingin masuk itu bisa naik lift bersamanya.Hal yang terjadi selanjutnya adalah, Zavira menyesali perbuatannya. Tidak seharusnya ia menahan lift itu. Karena orang itu adalah Aksara, dengan ekspresi muram dia menatap Zavira yang membuang muka.Lebih tepatnya, Zavira memojok agar tidak menatap Aksara yang sedari tadi berdiri di belakang menatap menusuk padanya. Helaan napas Aksara seketika membuat Zavira terkejut, ia lalu menatap tombol lift untuk dirinya segera turun di lantai mana saja agar tidak satu lift dengan Aksara.Saat ingin memencet tombo
"Mungkin untuk permulaan aku buat dia cemburu," gumam Zavira menatap kosong pada makanannya. Ia kini berada di kantin perusahaan dan duduk seorang diri.Hingga beberapa rekan kantor yang ia kenal datang menghampiri untuk menemaninya. Dengan akrab mereka saling menyapa."Halo Bu Sekretaris," sapa keduanya lalu duduk di depan Zavira tanpa membawa makanan.Zavira yang baru saja selesai makan tersenyum berujar senang, "eh hai!""Bu, gimana rasanya jadi sekretaris?" Salah satunya berceletuk, pria itu penasaran dan ingin tahu beberapa hal mengenai Zavira.Zavira menatap Rio, beberapa hari lalu, dia begitu ketara ingin mendekatinya. "Ah rasanya yaa capek jelas, apalagi pak Aksara kelakuannya bikin stress."Riana yang merupakan adik Rio pun berkata, "oh iya Bu Sekretaris, memang di sini ada rumor kalo pak bos itu orangnya ngeselin, apalagi dia tuh gak profesional, kalau ada masalah ntah apa, pasti kita yang kerja di sini bakal kena," curhatnya dengan nada sedih.Zavira mengangguk paham, "bebe
Baru saja masuk ke dalam ruangan, ia merasa hawa di dalam begitu menyeramkan. Zavira lalu melirik pada Aksara yang terdiam menatap fokus pada layar monitor.Padahal biasanya Aksara akan menatapnya saat ia masuk, tetapi pria itu malah mengabaikannya. "Pak Aksara, ini dokumennya, tadi sekretaris baru rekan kita yang nganter, aku udah sewa gedung untuk rayain hari ulang tahun perusahaan kita."Aksara mengangguk dan menerima dokumennya. "Kenapa manggil pakai Pak?" Ia menarik pinggang Zavira sementara dokumen itu ia taruh di atas meja."Ah …." Zavira menatap ke arah lain dengan gugup. "Kamu kayak marah, apa aku ada salah?" Zavira lalu menatap kembali Aksara.Pria itu segera memijat keningnya, "maaf, nggak ada, aku cuman bersikap berlebihan saja." Ia lalu melepaskan tangannya pada pinggang ZaviraZavira memilih diam, ia ingin tahu apa yang Aksara lakukan selanjutnya. Hingga beberapa jam berlalu, meski Aksara terlihat kembali normal, ia merasa ada jarak diantara keduanya."Aksara …." Zavira
Zavira terbangun dari tidurnya karena merasakan sesuatu berat meliliti tubuhnya. Ketika ia membuka mata, ia melihat Aksara berada di atasnya memeluk dengan kepala berada di dadanya."Aksara, minggir." Ia mencoba mendorong kekasihnya yang tidak terbangun. Ia tahu Aksara saat ini berpura-pura sedang tertidur. Pelukan semakin erat itu yang membuat Zavira menebak demikian."… Aksara." Ia mencubit pelan pipi Aksara, tetapi itu tidak membuat Aksara bangun. "Sayang, minggir yaa," ucapnya dengan lembut.Aksara lalu membuka mata, menatap Zavira dengan berbinar-binar, "panggil lagi."Zavira mengedipkan mata berkali-kali lalu tersenyum, "Aksara," panggilnya dengan sengaja membuat Aksara kembali membaringkan kepalanya lalu menutup mata."Bercanda sayang, badan kamu berat. Biar aku tidur di atas kamu aja."Gerakan cepat dari Aksara yang semula berbaring di atasnya kini mengangkat tubuh Zavira yang tidak mengenakkan pakaian terbaring di atasnya.Aksara kembali memejamkan mata, "aku ingin pelukan le
Nathaniel tersenyum tipis, "aku kira kamu tidak memikirkan perasaanku. Tapi, terima kasih."Zavira mengangguk, "maaf kalau lancang, aku harap kedepannya kita bisa berteman biasa atau sekedar rekan bisnis."Nathaniel mengangguk mengerti, ia tidak memiliki obsesi sebegitunya seperti Aksara dan ayahnya Theo. "Mohon untuk kerjasamanya di masa yang akan datang." Ia mengulurkan tangannya.Zavira lalu menjabat tangan tersebut, "iya, mohon kerjasamanya.""Apa yang kalian lakukan?" Aksara yang sudah setengah basah menghampiri mereka begitu terburu-buru saat melihat dari kejauhan Nathaniel mengulurkan tangan.Zavira segera melepaskan genggaman dan menatap khawatir pada Aksara yang basah kuyup bagian atasnya. “Kenapa malah hujan-hujanan?"Aksara menatap cemburu, ia lalu berujar, "jawab dulu pertanyaanku tadi, sayang." Ia sengaja menegaskan panggilan sayang di akhir.Zavira mendengar itu terkejut, "jabat tangan biasa, dulu kan Nathan pernah jadi editor aku," jelas Zavira sembari tersenyum.Aksara
Waktu itu. "Aku titipkan dia padamu," ucap Theo dengan wajah kusutnya, terdapat mata panda begitu lekat. Theo benar-benar kacau semenjak kehilangan Renjana, mantan kekasihnya. Aksara yang kala itu berumur 12 tahun menggaruk tengkuknya dengan canggung menggendong keponakannya yang baru berumur beberapa bulan. Semenjak putus secara sepihak oleh mantan kekasihnya, Theo dijodohkan oleh sang ayah demi kepentingan bisnis. Saat itu Theo berumur 22 tahun dan setelah 1 tahun menikah, ia baru melakukan hubungan badan dengan istrinya. Ia telah memiliki anak setelah berhubungan badan dengan istrinya satu kali. Setelahnya ia tidak pernah menyentuh istrinya sedikit pun. Perasaannya penuh dengan jijik pada dirinya sendiri karena harus melakukan hal tersebut dengan wanita yang tidak ia sukai. Theo berencana bercerai karena anaknya telah lahir, untungnya sang ayah tidak menolak dan mengiyakan permintaan Theo. "Kak, apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?" tanya Aksara, wajahnya memiliki sedikit
Jam menunjukkan pukul 4 pagi, Zavira segera keluar kamar dan melihat Aksara tertidur di sofa ruang tamu. "Kenapa malah nggak ke rumah utama sih," gumamnya protes."Zavira?" Aksara terbangun kita mendengar suara dentingan gelas dan air mengalir. Zavira melirik ke belakang, lalu kembali menatap ke depan, dapur tanpa sekat sehingga ruang tamu terlihat jelas. "Ngapain?" Aksara berjalan mendekat dan akan memeluk Zavira. "Stop!" Zavira memundurkan langkahnya, sehingga pelukan itu tidak jadi. "Aku cuman mau minum."Aksara menatapnya dengan murung, Zavira masih menolak bersentuhan dengannya. "Kumohon, aku ingin memelukmu."Zavira menggelengkan kepalanya, ia masih belum puas karena perlakuan Aksara. Setidaknya ia ingin pria itu tidak mengulangi perbuatannya meski sudah berjanji."Ma-mau ke mana?" Aksara bertanya dengan nada takut saat Zavira berjalan menuju pintu keluar dengan membawa kunci rumah."Aku udah kasih pilihan sama kamu, tapi kamu malah tidur di sini," jelasnya dan baru saja mera
"Zavira, lebih baik pukul aku daripada mendiamkan aku," ucap Aksara menarik tangan Zavira dan ia tempelkan pada pipinya."Gak, aku mau sendiri itu lebih baik!" Zavira ingin melepaskan tangannya begitu kesulitan, pergelangan tangannya terasa sakit karena gesekan besi itu."Lepas! Sakit tahu!" Zavira menatap tajam pada Aksara, tak sedikitpun ada kelembutan pada tatapannya.Aksara menyesali perbuatannya, tak seharusnya ia mengurung Zavira dan menyerahkan pada para pembantu itu. "Maaf, aku bersalah …, Zavira, tolong maafkan aku." "Lepasin tangan aku, dan jangan temuin aku selama 3 hari kalau ingin aku maafin," ucap Zavira dengan serius membuat Aksara terkejut."T-tidak, ku mohon jangan suruh aku melakukan itu, aku tak sanggup," ungkapnya dengan nada penuh ketakutan, ia bahkan tak melepaskan genggaman tangan Zavira sedikit pun."Kalau kamu gini terus aku makin males maafinnya!" Tatapan Zavira yang menusuk itu membuat Aksara benar-benar ingin menangis. "Kumohon, aku janji gak akan menguru
Aksara menarik cepat tubuh Zavira sehingga Zavira meringis kesakitan pada pergelangan kaki serta lututnya. "Aduh pe-pelan pelan, kaki aku sakit," ringis Zavira membuat Fabian menatap kesal pada Aksara."Zavira," panggil Fabian menatap lembut pada wanita itu yang kini Aksara dekap.Zavira menggelengkan kepalanya, "gak apa-apa," ujarnya lalu Aksara mengangkat tubuhnya.Tanpa banyak bicara, Aksara membawa Zavira masuk ke dalam mobil, rahangnya nampak dikeraskan dengan urat leher nampak. Alis tebalnya menekuk ke bawah tanpa adanya senyuman.Dalam mobil dengan duduk di kursi belakang berada di atas pangkuan Aksara, Zavira merasa canggung, Aksara tak melirik sedikitpun padanya.Zavira paham pria itu cemburu, tetapi ia terjatuh hingga berada di atas Fabian tanpa sengaja. Ah sungguh, mengapa ia teledor sekali! Zavira lebih memilih diam hingga sampai di dalam rumah besar bak mansion itu, Aksara membawanya menuju kamar yang berbeda, bahkan lebih tepatnya ia di bawa menuju rumah kedua yang namp
Tanpa pikir panjang, Zavira segera berlari pergi saat menerima pesan dari Fabian, sesaat sebelumnya ia berganti pakaian terlebih dahulu.Ia segera mengambil kunci motor dan pergi menuju gerbang di mana satpam sedang berjaga."Pak tolong buka gerbangnya, nanti kalau ada yang nyariin aku, bilang aja ke rumah temen gitu," ucap Zavira terburu-buru membuat Satpam itu segera membuka gerbangnya.Mengendarai motor seorang diri pada jam 1 malam, Zavira hanya merasakan takut jikalau nanti ada begal. Namun, untungnya ia bisa sampai rumah Fabian dengan selamat.Kondisi rumah pria itu sangat kacau dengan lampu yang tidak menyala satu pun, bahkan ketika ia membuka pintu, barang-barang berserakan, seperti seseorang baru saja bertengkar hebat.Zavira melihat Fabian seorang diri memojok di kamar pribadinya dengan ponsel masih menyala menunjukkan roomchat Zavira."Fabian," panggilnya dengan nada rendah, berjalan menghampiri Fabian dengan wajah baru saja menangis.Sebelumnya, Zavira mendapat pesan bahwa
Zavira menatap ke arah Aksara yang baru saja pulang, jam menunjukkan pukul 12 kurang 30 menit. Dengan khawatir, ia menghampiri pria itu yang nampak setengah mabuk."Zavira?" Aksara memastikan yang memegang tangannya adalah Zavira. Matanya semula terpejam kini terbuka perlahan, menatap ke bawah di mana Zavira berdiri."Minum berapa botol tadi?" tanyanya menuntun Aksara menuju lantai atas. Semenjak mereka berpacaran, keduanya kini sekamar."Ehm lima, pak tua itu terus menyodori gelas saat membicarakanmu, aku tidak fokus dan tanpa sadar menerima gelasnya," jelas Aksara dengan wajah memerah, ia menatap penuh cinta pada Zavira."Kamu gak bener-bener mabuk kan? Masih sadar?" Zavira bertanya memastikan, ia lalu membuka pintu kamar.Aksara mengangguk, "hanya kepala ku pusing dan terasa berat, badan juga terasa panas." Ia memeluk erat tubuh Zavira yang dingin membuat tubuhnya sejuk."Mau mandi? Aku siapin air anget atau gak usah?" Zavira mendongak, sedikit merasa sesak karena pelukan Aksara.A