TOK..TOK..
Nino mengetuk pintu kamar Sinta tetapi Sinta tidak peduli. Dia beranjak dari pintu kamarnya, melangkah ke tempat tidur kemudian telungkup sambil menangis.
Ketukan Nino semakin kasar dan akhirnya menjadi gedoran. Sinta menutup telinganya dengan bantal sambil terus terisak.
“Sin... Buka pintunya,” teriak Nino dari balik pintu kamar. Sinta makin meradang, tubuhnya terguncang dan terus menangis.
“Sin..Sin..Sin..” teriakan panik Nino makin membuat Sinta menangis histeris.
Prak
Nino berhasil mengdobrak pintu kamar Sinta. Sinta tetap tidak peduli dengan perbuatan Nino. Hingga Nino memeluk erat tubuh Sinta meski Sinta terus meronta namun tenaga Nino terlalu kuat hingga berhasil menguasai Sinta, mendudukkannya kemudian membalikkan tubuh Sinta berhadapan dengan Nino. Nino menghapus air mata Sinta, mengecup lembut puncak kepala Sinta, lalu mendekapnya begitu dalam. Sinta menangis dalam pelukan Nino.
“Jangan menyangkal perasaan kamu lagi,” Bisik Nino.
“Aku nggak ingin dianggap murahan. Tidak butuh waktu lama untuk menghapus cinta selama sepuluh tahun terakhir akujalani,” kata Sinta.
“Nggak kok, kamu itu terlalu berharga,” kata Nino kemudian melerai pelukan mereka. Nino mendekatkan bibirnya ke bibir Sinta namun dengan sigap Sinta menutupnya. Nino tertawa.
“Kenapa lagi?” tanya Nino.
“ludahku bercampur air mata. Rasanya asin,” jawab Sinta. Nino terbahak kemudian mengelus lembut rambut Sinta.
“Ya udah.. sekarang kamu siap-siap,” perintah Nino.
“Untuk apa?”
“Kencan,” kata Nino senang. Nino mendekatkan wajahnya ke wajah Sinta, lalu mengecup dahi Sinta.
“Aku tuh sayang banget sama kamu,” bisik Nino. Sinta hanya terdiam.
“Aku bakalan nunggu kamu siap mengatakan cinta sama aku,” lanjut Nino.
“Maaf,” lirih Sinta.
“Nggak usah minta maaf.. kamukan nggak salah. Udah ya.. nanti kita terlambat kencannya,” kata Nino kemudian menarik kedua pergelangan tangan Sinta agar bisa bangkit dari tempat tidur, menuntun Sinta sampai ke kamar mandi dan menyuruhnya mandi sedangkan Nino sendiri bersiap dengan rencananya.
****$$$****
Sinta terbelalak. Dia harus terima kalau dia menjalin hubungan dengan seorang remaja. Harus beradaptasi dengan dunia remaja yang sudah lama dia lupakan. Sinta mengendus kesal namun Nino tampak cuek menggandeng tangan Sinta memasuki warung internet. Nino memesan satu kamar untuk main game. Nino tersenyum melihat wajah Sinta yang cemberut. Nino menarik paksa tubuh Sinta untuk mengikutinya.
“Lo bakalan suka,” kata Nino.
Sengaja Nino meminta Sinta duduk di depannya. Memeluk Sinta dari belakang kemudian memainkan game di layar komputer. Awalnya Sinta cuek saja namun saat Nino mulai mengajarinya, Sinta jadi senang bahkan begitu menikmatinya, teriakan seru memenuhi kamar yang mereka pesan. Sinta benar-benar bahagia.
“Apaan itu?” tanya Sinta penasaran saat Nino mentransfer income di gamenya ke dalam rekeningnya.
“Untuk sementara aku hanya bisa beri makan kamu dari hasil game. Tapi aku janji bakalan jadi laki-laki bertanggung jawab. Bakalan menjadi seorang ceo dari perusahaan game ternama. Tunggu aku sukses ya,” bisik Nino membuat Sinta terbuai.
“Aku bakal bahagiain kamu,” kata Nino yakinkan Sinta. Sinta mengangguk setuju.
“Asyikkan kencan sambil nyari duit?” Bisik Nino di tengkuk Sinta. Sinta merinding namun berusaha untuk menyembunyikannya dari Nino. Sinta hanya mengangguk meski tidak begitu paham dengan kata-kata Nino.
“Kita mau kemana?” tanya Nino membuat Sinta bingung.
“Maksudnya?” tanya Sinta.
“Kamukan sudah ikutin gaya pacaran remaja. Mau beradaptasi dengan duniaku, sekarang kamu mau kemana? Kita pacaran gaya dewasa saja,” kata Nino.
“Nggak usah.. jangan dibuat ribet. Kita jalani aja seperti yang kamu inginkan,” kata Sinta. Nino terbelalak kemudian mengecup sekilas bibir Sinta membuat Sinta merungut.
“Kamu gila? Kalau ada yang liat gimana? Kita dipikirnya buat mesum disini,” Bentak Sinta.
“Ide bagus tuh. Kalau di kamar apartemen terlalu biasa. Nggak ada tantangannya, kalau disinikan hati berdebar-debar, gimana kalau digrebek hansip atau jadi tontonan para pengguna warnet lainnya,” canda Nino yang langsung dihujani dengan pukulan oleh Sinta.
“ampu..ampuan..ampuan,” teriak Nino kesakitan sambil menggosok bagian tubuhnya yang kena pukulan membabi buta.
“Kalau kamu terus godain aku.. aku jamin kamu nggak bakalan ketemu aku lagi,” ancam Sinta. Riak wajah Nino berubah sendu dan langsung memeluk Sinta erat.
“Jangan pernah ucapkan kata-kata itu meski kamu sedang bercanda sekalipun,” bisik Nino dengan bibir bergetar. Ada rasa aneh yang menjalar di hati Sinta. Untuk pertama kalinya Sinta merasa seseorang sangat mencintainya. Selama sepuluh tahun bersama Mario, Sinta tidak pernah merasa bahwa Mario tidak bisa hidup tanpanya, malah Sinta yang merasa tergantung pada Mario. Nino menangis meski tanpa suara dan Sinta bisa rasakan air mata Nino yang menetes di bahunya. Pelukan Nino semakin erat, Nino berusaha menahan rasa sakitnya dengan bernafas lewat mulut yang membuat Sinta dapat merasakan sakit yang Nino rasakan.
“Aku tidak mengenalmu. Tidak tahu alasan tangismu, tidak tahu lukamu,” batin Sinta.
***$$$$****
Sinta membatalkan kencan hari ini sebab suasana hati Nino yang tiba-tiba lebay. Dan disinilah mereka. Sinta mendekap Nino yang ditidur di lengan Sinta. Meski Sinta merasa aneh dan harusnya lengan Nino yang menjadi bantal Sinta, namun Sinta tetap mengelus lembut rambut Nino, berusaha membuat Nino senyaman mungkin bersamanya.
“No...” tegur Sinta.
“Hmmm” jawab Nino sambil memejamkan matanya dalam dekapan Sinta.
“Kamu kenapa sih? Masa candaan aku sampai segitunya?” tanya Sinta.
“Aku tuh sayang banget sama kamu. Aku nggak bisa tanpa kamu, aku takut kehilangan kamu,” kata Nino masih tetap dengan mata terpejam.
“emang iya?” tanya Sinta. Nino melerai pelukan Sinta lalu duduk menghadap Sinta yang masih terbaring terlentang menatap Nino.
“Kamu nggak percaya?” tanya Nino jengkel.
“Iya.. kali No.. Kitakan baru kenal. Soal cinta juga mungkin baru setengah jalan. Dan sekarang kamu nangis karena ketakutan yang tidak jelas,” kata Sinta dengan tatapan yang berusaha menerobos masuk ke dalam hati Nino.
“Kamu nggak pernah merasakan cinta yang sebenarnya, makanya santai gitu,” kata Nino cemberut.
“Ya udah.. kita lupakan itu semua ya,” bujuk Sinta. Nino mengangguk kemudian kembali berbaring di samping Sinta.
“No..” panggil Sinta lagi.
“Hmmm” jawab Nino.
“Gimana dengan Melinda?” tanya Sinta penasaran.
“Tuh anak ngejar aku sejak kecil. Melarang semua perempuan dekat-dekat dengan aku, terobsesi sama aku,” jawab Nino santai. “Tapi aku nggak pernah peduli dengan dia, malah aku merasa nyaman sebab tidak satupun perempuan yang berani mendekat dan menggodaku,” lanjut Nino.
“Kenapa kamu menyukaiku?” tanya Sinta penasaran.
“Aku juga tidak tahu. Hanya saja aku merasakan hatiku berdebar saat melihatmu, aku terluka saat kau menangis dan aku selalu ingin bersamamu,” kata Nino dengan wajah serius.
“Gombal,” kata Sinta.
“Kamu ya.. kalau dibilangin nggak percayaan,” kata Nino kemudian menatap jail ke arah Sinta. Sinta berusaha untuk mengalihkan pandangannya, tetapi Nino meraih wajah Sinta dan memaksanya untuk menatapnya. Nino mendekatkan bibirnya ke bibir Sinta. Sinta ingin menutupnya dengan kedua tangannya namun Nino dengan sigap menangkap tangannya kemudian melumat bibir Sinta dengan lembut. Sinta membalas ciuman Nino membuat mereka semakin bersemangat dan bernafsu.
***$$$$***
Sinta terbangun dari tidurnya dengan tubuh lemah, seluruh bagian tubuhnya terasa sakit. Sinta meraba tempat tidur Nino namun Nino tidak ada disana, yang Sinta temukan hanya bercak darah. Sinta meringis ada rasa perih menyusup dalam hatinya. Nino mungkin lebih brengsek dari Mario. Buktinya Nino berhasil merenggut sesuatu yang berusaha untuk Mario dan Sinta jaga. Sinta menangis histeris. Selaput darah yang sangat tipis itu berhasil Nino robek dan Sinta merasa sangat bodoh telah menyerahkan dirinya pada lelaki yang tidak mampu bertanggung jawab pada Sinta, jangankan pada Sinta, bahkan pada diri Nino saja, Nino belum mampu untuk bertanggung jawab.
Sinta keluar kamar dengan wajah bete. Dia mengendus kesal saat melihat Nino sibuk dengan gadgetnya di depan TV yang menyala.“Pemborosan,” gumam Sinta yang melangkah.Nino hanya melirik sepintas saat Sinta melewatinya menuju dapur. Sinta kemudian sibuk membuat kopi di dapur, menghirup aromanya kemudian menikmati secangkir kopi. Sinta membawa cangkir berisi kopi menuju kamarnya. Sinta makin jengkel melihat Mario berbaring santai di tempat tidur masih dengan gadgetnya. Sinta langsung duduk saja di pinggiran tempat tidur.“Ach...” teriak Nino membuat Sinta menatap jengkel ke arah Nino.“Kau menduduki burgerku, mana sambalnya kemana-mana lagi, liat nih sepreinya kotor,” bentak Nino.“Sepreinya sudah kotor sejak tadi,” teriak Sinta tidak kalah kencang dari Nino. Nino menaikkan alisnya menatap heran ke arah Sinta.“Kotor gimana ceritanya?” tanya Nino penasaran.“Kotor karena
Seharian Sinta suntuk. Dia sudah membersihkan semua ruangan, sudah mencuci pakaian dan terlihat sangat lelah. Tetapi Nino masih sibuk dengan laptopnya. Sinta dongkol melihat perubahan sikap Nino. Puncaknya Sinta kesal saat tidak menemukan apapun yang bisa di makan di dalam lemari es miliknya padahal perut Sinta sudah keroncongan meminta untuk diizi. Sinta terkulai lemas diatas sofa, dia sudah tidak bisa bergerak karena lelah sekaligus lapar.“ACH...” keluh Sinta. Nino yang mendengar keluhan Sinta langsung meletakkan laptopnya kemudian memeriksa keadaan Sinta. Sinta menyingkirkan tangan Nino yang mencoba untuk menyentuhnya. Sinta menatap tajam ke arah Nino.“Kenapa?” tanya Nino lembut yang membuat Sinta luluh.“Lapar,” kata Sinta.“Bukannya kamu habis dari luar? Katanya belanja bulanan,” kata Nino yang menyulutkan amarahnya.“Pacar kamu tuh mengusik aku. Aku naik pitam dan langsung menamparnya, a
Sinta kesepian sendirian di apartemennya. Sejak tadi Nino pamit untuk mengerjakan proyek game di tempat Gledis. Nino mengajak Sinta ke rumah Gledis tetapi Sinta menolak dengan alasan takut emosional setiap kali melihat Geldis bergelayut manja di lengan Nino. Saat itu Nino hanya tersenyum mendengar alasan kekasihnya.Tik..tik..tikSuara kode pintu apartemen Sinta. Sinta langsung menyunggingkan senyum kemudian bangkit dari sofa menuju pintu apartemen dan berusaha menyambut Nino. Sinta langsung mendekap erat seseorang yang muncul dari balik pintu apartemennya.“Baru ditinggal sebentar saja aku sudah merindukanmu,” kata Sinta.“aku tahu,” suara bariton itu mengejutkan Sinta. Pemilik suara itu bukan Nino melainkan Mario. Sinta juga mulai sadar dengan aroma tubuh Mario. Sinta ingin melepas dekapannya namun Mario makin memeluknya erat. Sinta berusaha mencari rasa yang pernah ada. Mencoba menyelami kerinduan yang kini lenyap. Sinta yakn ba
saat Sinta terbangun ada rasa hampa menyerang hatinya. sesar begitu menyiksa. dan hanya tangis pilu yang terdengar memenuhi ruang apaetemennya. Easanya berbeda. Sinta pernah kehilangan, pernah merasakan sakit namun tidak seperti ini. tik...tik..tik..bunyi kode password apartemen. Sinta tersentak. dengan penuh harapan sinta berlari. berdiri di belakang pintu. sosok lelaki muncul dari balik pintu. tersenyum penuh arti. sinta tertunduk lesu. orang yang diharapkan tidak kunjung muncul. "selamat pagi sayang," kata Mario. dia mendekat. ingin mengecup kening Sinta namun Sinta menghindar.tiba-tiba Sinta merasa lemas. lututnya gemetaran. lalu kakinya tidak mampu menopang tubuhnya. sinta terjatuh ke lantai. dia menangis tergugu. Mario panik dan langsung meraih tubuh Sinta."ada apa?" tanya mario panik. Sinta terus saja menangis, tidak peduli dengan mario.Mario mendekap tubuh Sinta."Tidak apa-apa," kata Mario. "Semua sudah berlalu. Sekarang ada aku disisinu," bisik Mario di telinga Sinta
Sinta menatap tangan Mario yang melayang di udara, berhenti sejenak di dekat pipi Sinta lalu tangam itu berubah membelai lembut wajah Sinta."Kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu," kata Mario membuat Sinta kembali menangis."Kau tahu bahwa aku sangat terluka dengan sikapmu," kata Sinta."Aku minta maaf. aku tidak bermaksud akan menyakiti hatinu, " kata Mario."Kau sudah menyakitiku terlalu dalam," kata Sinta. "Aku minta maaf," kata Mario."Hanya itu yang bisa kamu lakukan?" tanya Sinta.tiba-tiba Mario berlutut. Sinta terkejut. Sinta berusaha untuk membantu Mario untuk berdiri."Jangan lakukan itu," Mario menggeleng. tetap berlutut. Sinta tersentak saat mendengar isak tangis Mario. Sinta tidak tahan. dia mendekap tubuh Mario. "Jangan seperti ini. Jangan jatuhkan harga dirimu," bisik Sinta."Kaulah harga diriku," kata Mario disela tangisnya. Sinta berusaha tenangkan Mario. mengelus lembut punggung Mario hingga Mario merasa tenang. Sinta melepaskan pelukannya. menatap wajah Mario. me
“Mari kita pisah” ucap Mario tepat diacara makan malamnya dengan Sinta untuk memperingati hari jadian mereka yang ke 10 tahun. Sejak kelas satu SMU, Mario jatuh cinta pada Sinta. Gadis biasa yang selalu tersenyum meski sedang dihukum saat ospek dulu. Sinta tetap tersenyum memamerkan lesung pipinya dan menjadi pusat perhatian semua siswa baru yang menhundang rasa jengkel pada semua kakak seniornya. Tidak jarang Sinta kena marah dan hukum hanya karena dia selalu tersenyum,namun hal itu yang membuat Mario jatuh cinta.Mario lelaki tampan, kaya dan cerdas sejak awal dibentuk untuk menjadi pewaris perusahaan kontraktor terbesar di Indonesia. Karena itu sejak SMP Mario sudah terlibat dalam urusan remeh temeh perusahaan tersebut. sama seperti saat Mario masih menjadi siswa baru.Tepat setelah acara ospek selesai, Mario mengaja Sinta untuk makan malam di sebuah restourant mewah yang tepat berhadapan dengan sebuah gedung yang sedang dibangunnya. Gedung tersebut baru
Sudah seminggu Mario tidak menemui Sinta sejak insiden di restourant tersebut. Sinta ingin memberikan waktu pada Mario untuk berfikir. Sinta yakin Mario hanya sedang bosan dengan hubungan mereka.Tetapi Sinta tidak ingin benar-benar dilupakan oleh Mario. Dia tidak ingin menyerah pada hubungan mereka. Karena itu Sinta memutuskan seminggu sekali Sinta akan menemui Mario, sebagai pengobat rindu diantara mereka.Seperti hari ini, Sinta memutuskan untuk menemui Mario di kantornya.“Anda mau kemana?”cegat seorang security saat Sinta memasuki gedung pencakar langit tempat Mario bekerja. Sinta memperlihatkan sebuah kotak makan.“Aku akan membawa makanan Pak Mario,” kata Sinta. Security yang selama ini mengenal Sinta sebagai pembawa makanan untuk Mario mengizinkan Sinta menemui Mario. Semua orang di perusahaan Mario hanya mengenal Sinta sebagai pembawa makanan meski tidak memakai seragam. Dandanan Sinta yang terlihat ndeso lebih dipercaya s
Sinta tidak pernah menyerah dengan Mario. Sinta akan melakukan segala cara untuk mempertahankan hubungan mereka. Terlalu banyak hal yang Mario lakukan untuk Sinta dan Sinta tidak ingin menyesal jika hanya melepaskan Mario begitu saja.Dan seperti biasa, Sinta mengawasi Mario dibalik jendela cafe di seberang jalan. Hujan turun deras namun tidak membuat Sinta mundur barang selangkah pun. Sinta melap jendela cafe yang sedang berkabut berusaha untuk memperjelas penglihatannya. Sinta tidak ingin kecolongan. Saat Sinta sedang sibuk memperhatikan gedung di seberang jalan, Nino datang dan memilih duduk di hadapan Sinta tanpa harus meminta izin terlebih dahulu.Nino menatap Sinta yang tidak merasakan kehadirannya. Kemudian Nino menata gedung yang sama dengan yang Sinta tatap.“Ada apa?” tanya Nino penasaran.“Apakah perusahaan di seberang jalan akan mengalami kehancuran?” gumam Sinta. Tentu saja Nino terbahak mendengar perkataan Sinta. Dan
Sinta menatap tangan Mario yang melayang di udara, berhenti sejenak di dekat pipi Sinta lalu tangam itu berubah membelai lembut wajah Sinta."Kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu," kata Mario membuat Sinta kembali menangis."Kau tahu bahwa aku sangat terluka dengan sikapmu," kata Sinta."Aku minta maaf. aku tidak bermaksud akan menyakiti hatinu, " kata Mario."Kau sudah menyakitiku terlalu dalam," kata Sinta. "Aku minta maaf," kata Mario."Hanya itu yang bisa kamu lakukan?" tanya Sinta.tiba-tiba Mario berlutut. Sinta terkejut. Sinta berusaha untuk membantu Mario untuk berdiri."Jangan lakukan itu," Mario menggeleng. tetap berlutut. Sinta tersentak saat mendengar isak tangis Mario. Sinta tidak tahan. dia mendekap tubuh Mario. "Jangan seperti ini. Jangan jatuhkan harga dirimu," bisik Sinta."Kaulah harga diriku," kata Mario disela tangisnya. Sinta berusaha tenangkan Mario. mengelus lembut punggung Mario hingga Mario merasa tenang. Sinta melepaskan pelukannya. menatap wajah Mario. me
saat Sinta terbangun ada rasa hampa menyerang hatinya. sesar begitu menyiksa. dan hanya tangis pilu yang terdengar memenuhi ruang apaetemennya. Easanya berbeda. Sinta pernah kehilangan, pernah merasakan sakit namun tidak seperti ini. tik...tik..tik..bunyi kode password apartemen. Sinta tersentak. dengan penuh harapan sinta berlari. berdiri di belakang pintu. sosok lelaki muncul dari balik pintu. tersenyum penuh arti. sinta tertunduk lesu. orang yang diharapkan tidak kunjung muncul. "selamat pagi sayang," kata Mario. dia mendekat. ingin mengecup kening Sinta namun Sinta menghindar.tiba-tiba Sinta merasa lemas. lututnya gemetaran. lalu kakinya tidak mampu menopang tubuhnya. sinta terjatuh ke lantai. dia menangis tergugu. Mario panik dan langsung meraih tubuh Sinta."ada apa?" tanya mario panik. Sinta terus saja menangis, tidak peduli dengan mario.Mario mendekap tubuh Sinta."Tidak apa-apa," kata Mario. "Semua sudah berlalu. Sekarang ada aku disisinu," bisik Mario di telinga Sinta
Sinta kesepian sendirian di apartemennya. Sejak tadi Nino pamit untuk mengerjakan proyek game di tempat Gledis. Nino mengajak Sinta ke rumah Gledis tetapi Sinta menolak dengan alasan takut emosional setiap kali melihat Geldis bergelayut manja di lengan Nino. Saat itu Nino hanya tersenyum mendengar alasan kekasihnya.Tik..tik..tikSuara kode pintu apartemen Sinta. Sinta langsung menyunggingkan senyum kemudian bangkit dari sofa menuju pintu apartemen dan berusaha menyambut Nino. Sinta langsung mendekap erat seseorang yang muncul dari balik pintu apartemennya.“Baru ditinggal sebentar saja aku sudah merindukanmu,” kata Sinta.“aku tahu,” suara bariton itu mengejutkan Sinta. Pemilik suara itu bukan Nino melainkan Mario. Sinta juga mulai sadar dengan aroma tubuh Mario. Sinta ingin melepas dekapannya namun Mario makin memeluknya erat. Sinta berusaha mencari rasa yang pernah ada. Mencoba menyelami kerinduan yang kini lenyap. Sinta yakn ba
Seharian Sinta suntuk. Dia sudah membersihkan semua ruangan, sudah mencuci pakaian dan terlihat sangat lelah. Tetapi Nino masih sibuk dengan laptopnya. Sinta dongkol melihat perubahan sikap Nino. Puncaknya Sinta kesal saat tidak menemukan apapun yang bisa di makan di dalam lemari es miliknya padahal perut Sinta sudah keroncongan meminta untuk diizi. Sinta terkulai lemas diatas sofa, dia sudah tidak bisa bergerak karena lelah sekaligus lapar.“ACH...” keluh Sinta. Nino yang mendengar keluhan Sinta langsung meletakkan laptopnya kemudian memeriksa keadaan Sinta. Sinta menyingkirkan tangan Nino yang mencoba untuk menyentuhnya. Sinta menatap tajam ke arah Nino.“Kenapa?” tanya Nino lembut yang membuat Sinta luluh.“Lapar,” kata Sinta.“Bukannya kamu habis dari luar? Katanya belanja bulanan,” kata Nino yang menyulutkan amarahnya.“Pacar kamu tuh mengusik aku. Aku naik pitam dan langsung menamparnya, a
Sinta keluar kamar dengan wajah bete. Dia mengendus kesal saat melihat Nino sibuk dengan gadgetnya di depan TV yang menyala.“Pemborosan,” gumam Sinta yang melangkah.Nino hanya melirik sepintas saat Sinta melewatinya menuju dapur. Sinta kemudian sibuk membuat kopi di dapur, menghirup aromanya kemudian menikmati secangkir kopi. Sinta membawa cangkir berisi kopi menuju kamarnya. Sinta makin jengkel melihat Mario berbaring santai di tempat tidur masih dengan gadgetnya. Sinta langsung duduk saja di pinggiran tempat tidur.“Ach...” teriak Nino membuat Sinta menatap jengkel ke arah Nino.“Kau menduduki burgerku, mana sambalnya kemana-mana lagi, liat nih sepreinya kotor,” bentak Nino.“Sepreinya sudah kotor sejak tadi,” teriak Sinta tidak kalah kencang dari Nino. Nino menaikkan alisnya menatap heran ke arah Sinta.“Kotor gimana ceritanya?” tanya Nino penasaran.“Kotor karena
TOK..TOK..Nino mengetuk pintu kamar Sinta tetapi Sinta tidak peduli. Dia beranjak dari pintu kamarnya, melangkah ke tempat tidur kemudian telungkup sambil menangis.Ketukan Nino semakin kasar dan akhirnya menjadi gedoran. Sinta menutup telinganya dengan bantal sambil terus terisak.“Sin... Buka pintunya,” teriak Nino dari balik pintu kamar. Sinta makin meradang, tubuhnya terguncang dan terus menangis.“Sin..Sin..Sin..” teriakan panik Nino makin membuat Sinta menangis histeris.PrakNino berhasil mengdobrak pintu kamar Sinta. Sinta tetap tidak peduli dengan perbuatan Nino. Hingga Nino memeluk erat tubuh Sinta meski Sinta terus meronta namun tenaga Nino terlalu kuat hingga berhasil menguasai Sinta, mendudukkannya kemudian membalikkan tubuh Sinta berhadapan dengan Nino. Nino menghapus air mata Sinta, mengecup lembut puncak kepala Sinta, lalu mendekapnya begitu dalam. Sinta menangis dalam pelukan Nino.“Jang
Matahari pagi menyusup masuk ke dalam kamar Sinta membuat Sinta merasa silau dan berusaha menutup wajahnya dengan bantal. Namun aksi tersebut terhenti saat Sinta menyadari tidak ada sosok Nino disampingnya. Beberapa hari terakhir ini Sinta sudah terbiasa dengan kehadiran Nino. Sinta cemas, takut Nino pergi dari kehidupannya dan tidak kembali seperti apa yang dilakukan Mario. Setidaknya dengan kehadiran Nino, Sinta tidak merasa kesepian. Nino terlonjak dari tempat tidurnya. Membehasi wajah dan pakaiannya kemudian melangkah anggun keluar kamar. Sinta tersentak tidak menemukan Nino dimanapun, tidak ada di sofa apalagi di dapur. Sinta panik dan bergegas membuka pintu apartemen. Sinta menarik nafas lega saat melihat Nino berdiri memegang kantong berisikan sarapan mereka.“Kenapa tidak memecet bel?” tanya Sinta jengkel.“Aku takut menganggu tidurmu,” kata Nino dengan tatapan penuh kasih sayang. Sinta merasakan betapa Nino sangat menyayanginya terbukti
Sinta tersentak. Hampir saja dia jatuh dari sofa tempatnya tidur. Sinta menarik nafas berat kemudian menghembuskannya lewat mulut. Dia kemudian duduk menenangkan hatinya. Sinta memeriksa hpnya ternyata tidak aktif. Sinta mengaktifkan hpnya dan melihat jam di hpnya. Ternyata sudah jam 11 malam. Sinta ingin menghirup udara segar. Seperti biasa Sinta memutuskan untuk ke taman dekat apartemennya.Sinta terkesima menyaksikan Nino yang sedang jongkok di depan pintu apartemen Sinta. Nino menatap sendu ke arah Sinta. Wajah Nino terlihat pucat membuat Sinta kwatir. Langsung saja Sinta jongkok sejajarkan wajahnya dengan wajah Nino. Sinta dengan sigap memeriksa kening Nino.“Tidak demam. Syukurlah,” gumam Sinta. “ayo masuk,” ajak Sinta. Nino menggeleng. Sinta mengernyitkan dahinya.“Kakiku kebas,” kata Nino.“Sejak kapan kau disini?” tanya Sinta.“Sejak kau masuk ke apartemen ini, aku menghubungi nomormu t
Sebuah lengan kokoh menyusup masuk ke pinggang Sinta yang tertidur pulas. Sinta tiba-tiba membuka matanya saat merasakan betapa kuat lengan itu menarik tubuhnya. Hemburan nafas seorang pria terasa begitu nyata di tengkuknya. Tiba-tiba Sinta merasa begitu murahan sebab tidur bersama dengan lelaki yang baru dikenalnya. Meski itu hanya sekedar tidur tidak lebih dan tidak kurang. Sinta berbalik dan menatap wajah Nino yang tenang. Kali ini Nino tidak memadamkan lampu kamar Sinta. Membuat Sinta tahu siapa yang selama beberapa ini selalu menemani malam-malamnya tanpa keluhan.“Nino?” bisik Sinta. Nino hanya tersenyum tanpa membuka matanya. Sinta sendiri makin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Nino sehingga dekapan Nino semakin erat. Dalam keadaan rapuh seperti ini, Sinta sangat membutuhkan sandaran dan Nino tidak pernah keberatan jika Sinta menjadikannya tempat berlabuh setelah mengarungi kerasnya kehidupan.“Apakah perusahaan terlalu rapuh jika bangkrut hanya k