Share

PERJUANGAN SINTA

Author: Pone Syam
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sinta tidak pernah menyerah dengan Mario. Sinta akan melakukan segala cara untuk mempertahankan hubungan mereka. Terlalu banyak hal yang Mario lakukan untuk Sinta dan Sinta tidak ingin menyesal jika hanya melepaskan Mario begitu saja.

Dan seperti biasa, Sinta mengawasi Mario dibalik jendela cafe di seberang jalan. Hujan turun deras namun tidak membuat Sinta mundur barang selangkah pun. Sinta melap jendela cafe yang sedang berkabut berusaha untuk memperjelas penglihatannya. Sinta tidak ingin kecolongan. Saat Sinta sedang sibuk memperhatikan gedung di seberang jalan, Nino datang dan memilih duduk di hadapan Sinta tanpa harus meminta izin terlebih dahulu.

Nino menatap Sinta yang tidak merasakan kehadirannya. Kemudian Nino menata gedung yang sama dengan yang Sinta tatap.

“Ada apa?” tanya Nino penasaran.

“Apakah perusahaan di seberang jalan akan mengalami kehancuran?” gumam Sinta. Tentu saja Nino terbahak mendengar perkataan Sinta. Dan tawa Nino menyadarkan Sinta akan keberadaan Nino. Sinta heran melihat Nino yang tertawa terbahak-bahak.

“Tentu saja tidak,” kata Nino disela tawanya. “Bahkan sampai kiamatpun, diprediksikan bahwa perusahaan terbaik itu tidak akan pernah mengalami kemunduran,” jelas Nino saat tawanya mulai reda.

“Dari mana kau tahu?” tanya Sinta dengan tatapan serius.

“Dari majalah bisnis,” kata Nino sambil menyeruput kopinya. Ada cream yang menempel di bibir Nino. Membuat Sinta tersenyum kemudian mengelapnya dengan lembut. Tiba-tiba tatapan Nino berubah. Ada rasa nyaman mengalir lembut di hatinya bahkan saat Sinta sudah sibuk dengan pikirannya tentang Mario.

“Tetapi mengapa pemilik perusahaan tersebut harus menikah dengan Anggun? Yang nota bene seorang pewaris tunggal,” kata Sinta penasaran.

“Maksudnya?” tanya Nino heran.

“Pernikahan bisnis,” kata Sinta yang kembali disambut gelak tawa oleh Nino.

“Itu hanya ada dalam cerita novel dan film. Usiamu pasti sudah tua tetapi pemikiranmu masih sempit Sinta,” ujar Nino kemudian mengusap lembut rambut Sinta. Sinta menatap heran ke arah Nino. Sinta merasa sikap Nino melebihi usianya. Sangat dewasa di hadapan Sinta meski tidak untuk urusan makanan sebab Nino selalu makan belepotan.

“Kau tidak sekolah?” tanya Sinta heran.

“Tidak. Aku baru lulus SMU,” jawab Nino.

“Kau tidak kuliah?”

“Tidak, tidak ada biaya,” jawab Nino santai. Sinta mengulurkan tangannya. Meraih jemari Nino dan mengenggamnya erat seakan memberikan semangat pada Nino.

“Rejeki tidak ditentukan oleh pendidikan kita,” ujar Sinta. Nino tersenyum manis melihat tingkah Sinta.

“Usiamu berapa tahun?” tanya Nino penasaran.

“25 tahun,” jawab Sinta.

“Kau pasti kebanyakan nonton film romantis,” kata Nino.

“Tidak. Aku selalu bermimpi menjadi cinderellah. Menikah dengan pria kaya, tampan dan cerdas,” kata Sinta sambil tersenyum.

“Itu kebanyakan mimpi para gadis belia,” kata Nino

“Dan kenyataannya. Aku malah dicampakkan diusia dimana aku sudah siap menikah,” kata Sinta.

“Aku mau menikahimu,” kata Nino dengan wajah serius. Sinta menatapnya dengan tatapan heran kemudian tersenyum. Nino memindahkan kursinya dan duduk di dekat Sinta.

“Tetapi kau tidak kaya,” kata Sinta kemudian tersenyum lebih manis dari sebelumnya.

“Aku akan bekerja keras menjadi kaya. Tunggu aku lima tahun ke depan. Setelah itu aku akan mmemberikan segalanya padamu,” kata Nino yang membuat Sinta tersentak. Mengapa kata-kata Nino nyaris sama dengan kata-kata Mario saat mengajak Sinta kencan.

“Berikan waktu pada hubungan kita. 15 tahun kita akan pacaran kemudian menikah dan aku akan memberikan segalanya untukmu,” kata Mario manis saat itu. Namun kenyataannya saat dunia dalam genggaman Mario, dengan tega dia malah mencampakkan Sinta. Tanpa mau tahu betapa hati Sinta sangat terpukul dengan perbuatan Mario.

Sinta tersentak saat melihat Mario turun dari mobil mewahnya. Tanpa peduli apapun Sinta berlarian keluar dari cafe, menyeberang jalan hampir ditambrak kendaraan, jatuh tersungkur dalam keadaan basah kuyup namun terus bangkit dan mengejar Mario.

“Mario...Rio..Rio..” teriak Sinta. Langkah kaki Mario yang dinaungi payung yang dipegang bodyguardnya terhenti. Mario berbalik sejenak. Hanya dengan isyarat kepala para bodyguard langsung menghalangi Sinta yang menjerit-jerit ingin bertemu dengan Mario.

“Rio.. kita butuh bicara..” teriak Sinta. Mario terus melangkah seakan tidak peduli dengan Sinta yang terus menangis dan membujuk untuk bicara.

“Aku bersedia jadi selir atau apapun asalkan bisa tetap bersamamu, Rio..” Sinta terus saja teriak meski Mario sudah menghilang dari pandangannya. Air mata Sinta bersatu dengan derasnya hujan dan para bodyguard melepaskan Sinta saat Mario benar-benar sudah tidak bisa dikejar oleh Sinta. Namun Sinta tidak tinggal diam. Sekuat tenaga dia menerobos hujan dan bodyguard yang lagi-lagi mampu menangkapnya dan mencegahnya bertemu dengan Rio. Saking jengkelnya para bodyguard tersebut tidak segan-segan mendorong keras tubuh Sinta hingga terbentur tembok dan akhirnya jatuh tidak sadarkan diri.

******#$###****

Sinta menggeliat. Matanya perlahan terbuka dan beradaptasi dengan keadaan kamarnya yang gelap gulita. Sinta meraba dahinya dan menemukan handuk kecil disana. Mungkin Sinta demam dan harus dikompres. Sinta tersentak saat menyadari ada sebuah tangan kokoh yang memeluk erat pinggang Sinta. Bahkan selama sepuluh tahun menjalin hubungan dengan Mario, Sinta dan Mario tidak pernah tidur bersama.

“Aku ingin menjagamu dan takut jika aku tidak tahan saat tidur bersamamu. Kau terlalu berharga untuk aku sentuh sebelum waktunya,” begitu Mario katakan setiap kali Sinta meminta Mario untuk sekedar menginap di apartemen yang Mario belikan untuknya.

Dan sekarang.. apa karena Mario takut terjadi sesuati pada Sinta? Apa karena Mario ingin menemani Sinta hingga demamnya turun? Entahlah.. Sinta tidak ingin terlalu banyak berfikir. Kali ini Sinta ingin komitmen diantara Mario dan Sinta. Bukan karena Sinta tidak bisa hidup tanpa uang Mario, bahkan jika Mario jatuh miskin dan harus menggantikan Mario kerja, Sinta tetap bersedia. Sinta mencintai Mario dan ingin hidup selamanya.

Sinta berbalik dan memeluk erat tubuh kekar pria tersebut. ditelusurinya setiap inci wajah lelaki kekar itu.

“Sedikit tirus,” bisik Sinta. Apa dia juga merindukan Sinta sampai tidak bisa makan dan tidur teratur? Apa Mario juga tersiksa dengan perpisahan mereka? Kali ini Sinta yakin bahwa Mario punya alasan yang kuat sehingga memutuskan hubungan dengan Sinta. Dia yakin kalau Mario sangat mencintainya, tidak bisa hidup tanpanya sama seperti apa yang dirasakannya saat ini. Sinta berjanji akan menerima setiap keputusan Mario. Dia juga tidak ingin tersiksa melihat Mario makin kurus. Dia akan melakukan apapun demi kebahagiaan Mario. Bahkan menjadi perempuan Mario yang tidak penah dikenal oleh siapapun. Yang dia butuhkan hanya kebersamaan, tidak lebih dan tidak kurang. Jika harus berbagi dengan perempuan lain maka Sinta bersedia demi kebahagiaan Mario.

Sinta memejamkan mata dalam kedamaian. Pelukan lelaki kekar itu benar-benar membuat Sinta nyaman. Membuai Sinta dengan mimpi indah dan lupa dengan hal menyakitkan yang pernah Sinta rasakan. Semuanya terasa mimpi buruk dan sekarang dia bangun dari mimpinya dan mendapati kebahagiaan yang hakiki bersama Mario dalam pemikirannya.

******#$###***

SINTA terlonjak kaget saat bangun dari tidurnya dan tidak mendapati siapapun di atas tempat tidurnya. Sinta yakin Mario ada bersamanya semalam. Terbukti Sinta kini bangun di kamar apartemennya bukan di depan gedung pengcakar langit milik Mario.

Sinta berlari keluar kamar dan tersentak. Sinta tersenyum manis saat mendapati Mario sedang duduk di sofa dengan wajah tegasnya. Sinta kini yakin bahwa dia semalam tidak bermimpi. Ini kenyataan Indah.

******#$###***

Related chapters

  • CINDERELLAH DIANTARA DUA PANGERAN   MESKI SAKIT NAMUN HARUS MELEPASKAN

    Mario duduk bersandar di sofa. Dia memakai kemeja putih bergariskan biru lembut, memakai dasi biru dan kemeja yang senada dengan dasi dan celananya. Dia terlihat keren, saat bertopangkan dagu menatap ke arah Sinta yang baru muncul dari dalam kamarnya. Meski Mario menghujaninya dengan tatapan tajan namun Sinta tetap saja mengirimkan senyum bahagia ke arah Mario. Sinta berlari-lari kecil kemudian duduk di dekat Mario. Ekor mata Mario mengikuti setiap langkah Sinta.“Terima kasih,” ucap Sinta dengan wajah merona.“Syukurlah kau baik-baik saja,” kata Mario kemudian memperbaiki duduknya. Dia menyerahkan sebuah map.“Bacalah,” kata Mario. Sinta meraih map tersebut dan membacanya.SURAT PERJANJIANaku yang bertanda tangan dibawah ini sebagai pihak pertama:Nama : SintaUsia : 25 tahunPekerjaan : Pengangguran.Bersumpah tidak akan menganggu pihak kedua :Nama : Mario

  • CINDERELLAH DIANTARA DUA PANGERAN   SAKITKU, DIA YANG SELALU ADA UNTUKKU

    Sebuah lengan kokoh menyusup masuk ke pinggang Sinta yang tertidur pulas. Sinta tiba-tiba membuka matanya saat merasakan betapa kuat lengan itu menarik tubuhnya. Hemburan nafas seorang pria terasa begitu nyata di tengkuknya. Tiba-tiba Sinta merasa begitu murahan sebab tidur bersama dengan lelaki yang baru dikenalnya. Meski itu hanya sekedar tidur tidak lebih dan tidak kurang. Sinta berbalik dan menatap wajah Nino yang tenang. Kali ini Nino tidak memadamkan lampu kamar Sinta. Membuat Sinta tahu siapa yang selama beberapa ini selalu menemani malam-malamnya tanpa keluhan.“Nino?” bisik Sinta. Nino hanya tersenyum tanpa membuka matanya. Sinta sendiri makin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Nino sehingga dekapan Nino semakin erat. Dalam keadaan rapuh seperti ini, Sinta sangat membutuhkan sandaran dan Nino tidak pernah keberatan jika Sinta menjadikannya tempat berlabuh setelah mengarungi kerasnya kehidupan.“Apakah perusahaan terlalu rapuh jika bangkrut hanya k

  • CINDERELLAH DIANTARA DUA PANGERAN   RASA YANG SINTA SANGKAL

    Sinta tersentak. Hampir saja dia jatuh dari sofa tempatnya tidur. Sinta menarik nafas berat kemudian menghembuskannya lewat mulut. Dia kemudian duduk menenangkan hatinya. Sinta memeriksa hpnya ternyata tidak aktif. Sinta mengaktifkan hpnya dan melihat jam di hpnya. Ternyata sudah jam 11 malam. Sinta ingin menghirup udara segar. Seperti biasa Sinta memutuskan untuk ke taman dekat apartemennya.Sinta terkesima menyaksikan Nino yang sedang jongkok di depan pintu apartemen Sinta. Nino menatap sendu ke arah Sinta. Wajah Nino terlihat pucat membuat Sinta kwatir. Langsung saja Sinta jongkok sejajarkan wajahnya dengan wajah Nino. Sinta dengan sigap memeriksa kening Nino.“Tidak demam. Syukurlah,” gumam Sinta. “ayo masuk,” ajak Sinta. Nino menggeleng. Sinta mengernyitkan dahinya.“Kakiku kebas,” kata Nino.“Sejak kapan kau disini?” tanya Sinta.“Sejak kau masuk ke apartemen ini, aku menghubungi nomormu t

  • CINDERELLAH DIANTARA DUA PANGERAN   CEMBURU YANG KEKANAK-KANAKAN

    Matahari pagi menyusup masuk ke dalam kamar Sinta membuat Sinta merasa silau dan berusaha menutup wajahnya dengan bantal. Namun aksi tersebut terhenti saat Sinta menyadari tidak ada sosok Nino disampingnya. Beberapa hari terakhir ini Sinta sudah terbiasa dengan kehadiran Nino. Sinta cemas, takut Nino pergi dari kehidupannya dan tidak kembali seperti apa yang dilakukan Mario. Setidaknya dengan kehadiran Nino, Sinta tidak merasa kesepian. Nino terlonjak dari tempat tidurnya. Membehasi wajah dan pakaiannya kemudian melangkah anggun keluar kamar. Sinta tersentak tidak menemukan Nino dimanapun, tidak ada di sofa apalagi di dapur. Sinta panik dan bergegas membuka pintu apartemen. Sinta menarik nafas lega saat melihat Nino berdiri memegang kantong berisikan sarapan mereka.“Kenapa tidak memecet bel?” tanya Sinta jengkel.“Aku takut menganggu tidurmu,” kata Nino dengan tatapan penuh kasih sayang. Sinta merasakan betapa Nino sangat menyayanginya terbukti

  • CINDERELLAH DIANTARA DUA PANGERAN   MEMBUKA LEMBARAN BARU

    TOK..TOK..Nino mengetuk pintu kamar Sinta tetapi Sinta tidak peduli. Dia beranjak dari pintu kamarnya, melangkah ke tempat tidur kemudian telungkup sambil menangis.Ketukan Nino semakin kasar dan akhirnya menjadi gedoran. Sinta menutup telinganya dengan bantal sambil terus terisak.“Sin... Buka pintunya,” teriak Nino dari balik pintu kamar. Sinta makin meradang, tubuhnya terguncang dan terus menangis.“Sin..Sin..Sin..” teriakan panik Nino makin membuat Sinta menangis histeris.PrakNino berhasil mengdobrak pintu kamar Sinta. Sinta tetap tidak peduli dengan perbuatan Nino. Hingga Nino memeluk erat tubuh Sinta meski Sinta terus meronta namun tenaga Nino terlalu kuat hingga berhasil menguasai Sinta, mendudukkannya kemudian membalikkan tubuh Sinta berhadapan dengan Nino. Nino menghapus air mata Sinta, mengecup lembut puncak kepala Sinta, lalu mendekapnya begitu dalam. Sinta menangis dalam pelukan Nino.“Jang

  • CINDERELLAH DIANTARA DUA PANGERAN   KEHIDUPAN SINTA YANG BARU

    Sinta keluar kamar dengan wajah bete. Dia mengendus kesal saat melihat Nino sibuk dengan gadgetnya di depan TV yang menyala.“Pemborosan,” gumam Sinta yang melangkah.Nino hanya melirik sepintas saat Sinta melewatinya menuju dapur. Sinta kemudian sibuk membuat kopi di dapur, menghirup aromanya kemudian menikmati secangkir kopi. Sinta membawa cangkir berisi kopi menuju kamarnya. Sinta makin jengkel melihat Mario berbaring santai di tempat tidur masih dengan gadgetnya. Sinta langsung duduk saja di pinggiran tempat tidur.“Ach...” teriak Nino membuat Sinta menatap jengkel ke arah Nino.“Kau menduduki burgerku, mana sambalnya kemana-mana lagi, liat nih sepreinya kotor,” bentak Nino.“Sepreinya sudah kotor sejak tadi,” teriak Sinta tidak kalah kencang dari Nino. Nino menaikkan alisnya menatap heran ke arah Sinta.“Kotor gimana ceritanya?” tanya Nino penasaran.“Kotor karena

  • CINDERELLAH DIANTARA DUA PANGERAN   DUNIA NINO

    Seharian Sinta suntuk. Dia sudah membersihkan semua ruangan, sudah mencuci pakaian dan terlihat sangat lelah. Tetapi Nino masih sibuk dengan laptopnya. Sinta dongkol melihat perubahan sikap Nino. Puncaknya Sinta kesal saat tidak menemukan apapun yang bisa di makan di dalam lemari es miliknya padahal perut Sinta sudah keroncongan meminta untuk diizi. Sinta terkulai lemas diatas sofa, dia sudah tidak bisa bergerak karena lelah sekaligus lapar.“ACH...” keluh Sinta. Nino yang mendengar keluhan Sinta langsung meletakkan laptopnya kemudian memeriksa keadaan Sinta. Sinta menyingkirkan tangan Nino yang mencoba untuk menyentuhnya. Sinta menatap tajam ke arah Nino.“Kenapa?” tanya Nino lembut yang membuat Sinta luluh.“Lapar,” kata Sinta.“Bukannya kamu habis dari luar? Katanya belanja bulanan,” kata Nino yang menyulutkan amarahnya.“Pacar kamu tuh mengusik aku. Aku naik pitam dan langsung menamparnya, a

  • CINDERELLAH DIANTARA DUA PANGERAN   DIA YANG PERGI DATANG KEMBALI

    Sinta kesepian sendirian di apartemennya. Sejak tadi Nino pamit untuk mengerjakan proyek game di tempat Gledis. Nino mengajak Sinta ke rumah Gledis tetapi Sinta menolak dengan alasan takut emosional setiap kali melihat Geldis bergelayut manja di lengan Nino. Saat itu Nino hanya tersenyum mendengar alasan kekasihnya.Tik..tik..tikSuara kode pintu apartemen Sinta. Sinta langsung menyunggingkan senyum kemudian bangkit dari sofa menuju pintu apartemen dan berusaha menyambut Nino. Sinta langsung mendekap erat seseorang yang muncul dari balik pintu apartemennya.“Baru ditinggal sebentar saja aku sudah merindukanmu,” kata Sinta.“aku tahu,” suara bariton itu mengejutkan Sinta. Pemilik suara itu bukan Nino melainkan Mario. Sinta juga mulai sadar dengan aroma tubuh Mario. Sinta ingin melepas dekapannya namun Mario makin memeluknya erat. Sinta berusaha mencari rasa yang pernah ada. Mencoba menyelami kerinduan yang kini lenyap. Sinta yakn ba

Latest chapter

  • CINDERELLAH DIANTARA DUA PANGERAN   Lelaki Yang Menangis Untuk Sinta

    Sinta menatap tangan Mario yang melayang di udara, berhenti sejenak di dekat pipi Sinta lalu tangam itu berubah membelai lembut wajah Sinta."Kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu," kata Mario membuat Sinta kembali menangis."Kau tahu bahwa aku sangat terluka dengan sikapmu," kata Sinta."Aku minta maaf. aku tidak bermaksud akan menyakiti hatinu, " kata Mario."Kau sudah menyakitiku terlalu dalam," kata Sinta. "Aku minta maaf," kata Mario."Hanya itu yang bisa kamu lakukan?" tanya Sinta.tiba-tiba Mario berlutut. Sinta terkejut. Sinta berusaha untuk membantu Mario untuk berdiri."Jangan lakukan itu," Mario menggeleng. tetap berlutut. Sinta tersentak saat mendengar isak tangis Mario. Sinta tidak tahan. dia mendekap tubuh Mario. "Jangan seperti ini. Jangan jatuhkan harga dirimu," bisik Sinta."Kaulah harga diriku," kata Mario disela tangisnya. Sinta berusaha tenangkan Mario. mengelus lembut punggung Mario hingga Mario merasa tenang. Sinta melepaskan pelukannya. menatap wajah Mario. me

  • CINDERELLAH DIANTARA DUA PANGERAN   RASA YANG BERBEDA

    saat Sinta terbangun ada rasa hampa menyerang hatinya. sesar begitu menyiksa. dan hanya tangis pilu yang terdengar memenuhi ruang apaetemennya. Easanya berbeda. Sinta pernah kehilangan, pernah merasakan sakit namun tidak seperti ini. tik...tik..tik..bunyi kode password apartemen. Sinta tersentak. dengan penuh harapan sinta berlari. berdiri di belakang pintu. sosok lelaki muncul dari balik pintu. tersenyum penuh arti. sinta tertunduk lesu. orang yang diharapkan tidak kunjung muncul. "selamat pagi sayang," kata Mario. dia mendekat. ingin mengecup kening Sinta namun Sinta menghindar.tiba-tiba Sinta merasa lemas. lututnya gemetaran. lalu kakinya tidak mampu menopang tubuhnya. sinta terjatuh ke lantai. dia menangis tergugu. Mario panik dan langsung meraih tubuh Sinta."ada apa?" tanya mario panik. Sinta terus saja menangis, tidak peduli dengan mario.Mario mendekap tubuh Sinta."Tidak apa-apa," kata Mario. "Semua sudah berlalu. Sekarang ada aku disisinu," bisik Mario di telinga Sinta

  • CINDERELLAH DIANTARA DUA PANGERAN   DIA YANG PERGI DATANG KEMBALI

    Sinta kesepian sendirian di apartemennya. Sejak tadi Nino pamit untuk mengerjakan proyek game di tempat Gledis. Nino mengajak Sinta ke rumah Gledis tetapi Sinta menolak dengan alasan takut emosional setiap kali melihat Geldis bergelayut manja di lengan Nino. Saat itu Nino hanya tersenyum mendengar alasan kekasihnya.Tik..tik..tikSuara kode pintu apartemen Sinta. Sinta langsung menyunggingkan senyum kemudian bangkit dari sofa menuju pintu apartemen dan berusaha menyambut Nino. Sinta langsung mendekap erat seseorang yang muncul dari balik pintu apartemennya.“Baru ditinggal sebentar saja aku sudah merindukanmu,” kata Sinta.“aku tahu,” suara bariton itu mengejutkan Sinta. Pemilik suara itu bukan Nino melainkan Mario. Sinta juga mulai sadar dengan aroma tubuh Mario. Sinta ingin melepas dekapannya namun Mario makin memeluknya erat. Sinta berusaha mencari rasa yang pernah ada. Mencoba menyelami kerinduan yang kini lenyap. Sinta yakn ba

  • CINDERELLAH DIANTARA DUA PANGERAN   DUNIA NINO

    Seharian Sinta suntuk. Dia sudah membersihkan semua ruangan, sudah mencuci pakaian dan terlihat sangat lelah. Tetapi Nino masih sibuk dengan laptopnya. Sinta dongkol melihat perubahan sikap Nino. Puncaknya Sinta kesal saat tidak menemukan apapun yang bisa di makan di dalam lemari es miliknya padahal perut Sinta sudah keroncongan meminta untuk diizi. Sinta terkulai lemas diatas sofa, dia sudah tidak bisa bergerak karena lelah sekaligus lapar.“ACH...” keluh Sinta. Nino yang mendengar keluhan Sinta langsung meletakkan laptopnya kemudian memeriksa keadaan Sinta. Sinta menyingkirkan tangan Nino yang mencoba untuk menyentuhnya. Sinta menatap tajam ke arah Nino.“Kenapa?” tanya Nino lembut yang membuat Sinta luluh.“Lapar,” kata Sinta.“Bukannya kamu habis dari luar? Katanya belanja bulanan,” kata Nino yang menyulutkan amarahnya.“Pacar kamu tuh mengusik aku. Aku naik pitam dan langsung menamparnya, a

  • CINDERELLAH DIANTARA DUA PANGERAN   KEHIDUPAN SINTA YANG BARU

    Sinta keluar kamar dengan wajah bete. Dia mengendus kesal saat melihat Nino sibuk dengan gadgetnya di depan TV yang menyala.“Pemborosan,” gumam Sinta yang melangkah.Nino hanya melirik sepintas saat Sinta melewatinya menuju dapur. Sinta kemudian sibuk membuat kopi di dapur, menghirup aromanya kemudian menikmati secangkir kopi. Sinta membawa cangkir berisi kopi menuju kamarnya. Sinta makin jengkel melihat Mario berbaring santai di tempat tidur masih dengan gadgetnya. Sinta langsung duduk saja di pinggiran tempat tidur.“Ach...” teriak Nino membuat Sinta menatap jengkel ke arah Nino.“Kau menduduki burgerku, mana sambalnya kemana-mana lagi, liat nih sepreinya kotor,” bentak Nino.“Sepreinya sudah kotor sejak tadi,” teriak Sinta tidak kalah kencang dari Nino. Nino menaikkan alisnya menatap heran ke arah Sinta.“Kotor gimana ceritanya?” tanya Nino penasaran.“Kotor karena

  • CINDERELLAH DIANTARA DUA PANGERAN   MEMBUKA LEMBARAN BARU

    TOK..TOK..Nino mengetuk pintu kamar Sinta tetapi Sinta tidak peduli. Dia beranjak dari pintu kamarnya, melangkah ke tempat tidur kemudian telungkup sambil menangis.Ketukan Nino semakin kasar dan akhirnya menjadi gedoran. Sinta menutup telinganya dengan bantal sambil terus terisak.“Sin... Buka pintunya,” teriak Nino dari balik pintu kamar. Sinta makin meradang, tubuhnya terguncang dan terus menangis.“Sin..Sin..Sin..” teriakan panik Nino makin membuat Sinta menangis histeris.PrakNino berhasil mengdobrak pintu kamar Sinta. Sinta tetap tidak peduli dengan perbuatan Nino. Hingga Nino memeluk erat tubuh Sinta meski Sinta terus meronta namun tenaga Nino terlalu kuat hingga berhasil menguasai Sinta, mendudukkannya kemudian membalikkan tubuh Sinta berhadapan dengan Nino. Nino menghapus air mata Sinta, mengecup lembut puncak kepala Sinta, lalu mendekapnya begitu dalam. Sinta menangis dalam pelukan Nino.“Jang

  • CINDERELLAH DIANTARA DUA PANGERAN   CEMBURU YANG KEKANAK-KANAKAN

    Matahari pagi menyusup masuk ke dalam kamar Sinta membuat Sinta merasa silau dan berusaha menutup wajahnya dengan bantal. Namun aksi tersebut terhenti saat Sinta menyadari tidak ada sosok Nino disampingnya. Beberapa hari terakhir ini Sinta sudah terbiasa dengan kehadiran Nino. Sinta cemas, takut Nino pergi dari kehidupannya dan tidak kembali seperti apa yang dilakukan Mario. Setidaknya dengan kehadiran Nino, Sinta tidak merasa kesepian. Nino terlonjak dari tempat tidurnya. Membehasi wajah dan pakaiannya kemudian melangkah anggun keluar kamar. Sinta tersentak tidak menemukan Nino dimanapun, tidak ada di sofa apalagi di dapur. Sinta panik dan bergegas membuka pintu apartemen. Sinta menarik nafas lega saat melihat Nino berdiri memegang kantong berisikan sarapan mereka.“Kenapa tidak memecet bel?” tanya Sinta jengkel.“Aku takut menganggu tidurmu,” kata Nino dengan tatapan penuh kasih sayang. Sinta merasakan betapa Nino sangat menyayanginya terbukti

  • CINDERELLAH DIANTARA DUA PANGERAN   RASA YANG SINTA SANGKAL

    Sinta tersentak. Hampir saja dia jatuh dari sofa tempatnya tidur. Sinta menarik nafas berat kemudian menghembuskannya lewat mulut. Dia kemudian duduk menenangkan hatinya. Sinta memeriksa hpnya ternyata tidak aktif. Sinta mengaktifkan hpnya dan melihat jam di hpnya. Ternyata sudah jam 11 malam. Sinta ingin menghirup udara segar. Seperti biasa Sinta memutuskan untuk ke taman dekat apartemennya.Sinta terkesima menyaksikan Nino yang sedang jongkok di depan pintu apartemen Sinta. Nino menatap sendu ke arah Sinta. Wajah Nino terlihat pucat membuat Sinta kwatir. Langsung saja Sinta jongkok sejajarkan wajahnya dengan wajah Nino. Sinta dengan sigap memeriksa kening Nino.“Tidak demam. Syukurlah,” gumam Sinta. “ayo masuk,” ajak Sinta. Nino menggeleng. Sinta mengernyitkan dahinya.“Kakiku kebas,” kata Nino.“Sejak kapan kau disini?” tanya Sinta.“Sejak kau masuk ke apartemen ini, aku menghubungi nomormu t

  • CINDERELLAH DIANTARA DUA PANGERAN   SAKITKU, DIA YANG SELALU ADA UNTUKKU

    Sebuah lengan kokoh menyusup masuk ke pinggang Sinta yang tertidur pulas. Sinta tiba-tiba membuka matanya saat merasakan betapa kuat lengan itu menarik tubuhnya. Hemburan nafas seorang pria terasa begitu nyata di tengkuknya. Tiba-tiba Sinta merasa begitu murahan sebab tidur bersama dengan lelaki yang baru dikenalnya. Meski itu hanya sekedar tidur tidak lebih dan tidak kurang. Sinta berbalik dan menatap wajah Nino yang tenang. Kali ini Nino tidak memadamkan lampu kamar Sinta. Membuat Sinta tahu siapa yang selama beberapa ini selalu menemani malam-malamnya tanpa keluhan.“Nino?” bisik Sinta. Nino hanya tersenyum tanpa membuka matanya. Sinta sendiri makin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Nino sehingga dekapan Nino semakin erat. Dalam keadaan rapuh seperti ini, Sinta sangat membutuhkan sandaran dan Nino tidak pernah keberatan jika Sinta menjadikannya tempat berlabuh setelah mengarungi kerasnya kehidupan.“Apakah perusahaan terlalu rapuh jika bangkrut hanya k

DMCA.com Protection Status