Tanpa menjawab apa-apa, Devano memutus sambungan telepon. "Kurang ajar, wanita banyak sekali masalah dalam hidupku!" makinya sambil menyentakkan kabel earphone yang terpasang di telinga. Ia memukul setir mobil sebagai sasaran kekesalannya.Devano terpaksa kembali ke kantor meski sebenarnya ingin sekali pulang ke rumah untuk beristirahat sejenak. Sejak tiga bulan Raina menghilang bak di telan bumi. Jiwa Casanovanya pun berlanjut. Natasya menjadi pelampiasan hasratnya.Devano berusaha menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Semakin sibuk maka semakin sedikit otaknya berpikir hal-hal lain yang memang ingin diabaikan. Sayang kenyataannya Devano justru menjadi sulit berkonsentrasi dan terus memikirkan Raina.Kalimat terakhir Natasya terus terngiang di kepalanya. Mau tak mau membuat Devano itu mengingat-ingat lagi kebersamaan terakhirnya bersama wanita berkaki jenjang itu. Sejujurnya Devano menikmati saat-saat bersama Natasya. Wanita itu sangat pas dengan seleranya. Penampilan fisiknya bisa di
Devano berjalan sedikit lunglai menuju ruang tamu. Rasa sakit yang melanda dirinya saat ini tidak bisa dia kendalikan. Langsung dia menghempaskan tubuhnya di atas sofa emas. "Pelayan!" Panggilnya. Sebelum rumah di goncang oleh kemarahan Devano, beberapa pelayan wanita paruh baya segera menghampiri Devano di ruang tamu."Iya, tuan Devano ada yang bisa kami bantu?" Pelayan perempuan dengan rambut panjang menunduk."Ambilkan obat maagku di kamar. Cepat!" Suruhnya.Seketika tiga pelayan Devano langsung bergegas menuju kamar.Ruangan hening seketika. Sebuah rumah besar yang seharusnya ada kehidupan seperti canda, tawa dan kasih sayang semuanya hanya mimpi belaka. Beberapa tahun ini Devano tidak pernah merasakan kehangatan sebuah keluarga. Pernikahan, seharusnya dia bisa mendapatkan itu.Sayup-sayup angin dari luar masuk melalui celah jendela yang megah. Devano perlahan menghirup udara yang sejuk sambil memejamkan kedua matanya merasakan sebuah angin segar yang berhembus di seluruh tubuhny
Pagi hari cuaca sangat cerah. Setelah semalaman hujan turun dengan deras. Embun pagi masih membasahi jendela sehingga kaca masih tertutup embun. Meskipun cerah dingin nya pagi masih menusuk kalbu. Seorang perempuan masih bermalas-malasan di kasur empuknya dengan berbekal selimut tebal warna putih.“Hem …” Perempuan itu mendesah kecil seolah tidak mau bangun dari tidurnya. Suara burung camar terdengar jelas namun dia enggan untuk beranjak.Perempuan itu terbangun ketika mendengar suara ketukan di pintu depan. Perlahan dia bangun sambil merentangkan kedua tangan di atas. Sesekali dia mengusap. Kedua matanya menyipit karena silau cahaya matahari masuk melalui jendela kamar. Pertanda malam yang dingin sudah usai. Ketukan pintu masih terdengar terus menerus.“Siapa pagi-pagi datang? Tidak tahu hari ini aku ingin istirahat sejenak.” Dua kaki jenjangnya turun dan kasur dan memakai sandal bulu. Tubuhnya sedikit malas untuk bergerak.“Masih tidur?” Tanya seseorang lelaki saat dirinya membuka p
Lelaki bertubuh atletis, tinggi, sispack sedang berdiri di depan cermin sambil mengancingi satu persatu kemeja hitamnya. Setiap kali penampilan Devano paling suka dengan kemeja jarang pakai t-shirt. Devano menyisir rambutnya agar terlihat rapi. Baginya bertemu di pemakaman Rebecca sang Casanova harus terlihat rapi, tampan dan wangi. Ini gila baginya karena Rebecca sudah meninggal. Setelah rapi dia melihat dari atas sampai bawah di cermin penampilannya sudah memukau.Tidak sengaja kedua matanya menatap foto pernikahan dirinya dan Raina. Devano langsung mengambil foto tersebut dan melempar pigora tersebut dengan kuat sehingga kaca pigura tersebut pecah dan sisa-sisa pecahan berantakan di lantai. Devano sangat marah dan kecewa dengan Raina. Sampai sekarang dia belum mendapatkan kabar darinya. Rahang Devano mengeras, dia akan memberi pelajaran kepada Raina. “Morgan, bereskan kamarku. Jangan sampai aku datang masih berantakan.” Perintah Devano meninggalkan kamarnya. Satu persatu dia menu
Raina tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan? Devano sudah tahu keberadaanya. Apakah ini pertanda dia jodoh dengan Sang Casanova. Senyum puas tersirat di wajah Devano setelah tiga bulan dia sudah menemukan cinderellanya. Devano mendorong tubuh Raina sampai terjatuh ke kursi ruang tamu. Setelah itu Devano mencodongkan tubuhnya di depan Raina. Jarak antara mereka hanya beberapa senti saja.Aroma tubuh ini masih sama. Bidang dadanya yang six pack masih terlihat sama saat mendapat pelukan pertama kali dari seorang casanova yang sekarang menjadi suaminya.. Aku merasakan pelukan ini bagaikan penjahat wanita kelas kakap. Aku langsung melepaskan pelukannya. Tubuhnya sedikit menjauh dariku. Devano hampir saja terjungkal.“Jangan pernah menyentuhku lagi!” Aku menunjuk jariku kearahnya.” Sudah berapa wanita yang kau buat mabuk kepayang dengan perlakuan mu itu? Dan berapa jauh aku bisa lolos darimu!” Aku sedikit menjauh dengan Casanova yang berada di depanku. Devano ini bisa saja langsung mel
Sebuah amplop berlogo love membutakan hatinya yaitu rasa cemburu yang paling dalam. Ini rasa cemburu karena cinta atau karena cinderella milik Casanova diambil secara hati-hati oleh adiknya sendiri. Dentuman irama jantung terasa cepat. Fikiran dari sang Casanova mulai tidak karuan, dia ingin apa yang ada di fikirannya salah tentang perasaan Roland kepada Raina. Mencoba menghela nafas sebelum Raina pulang.Suara kertas yang di sobek terdengar sangat kuat pertanda jika Devano sedang marah besar. Mengamati satu persatu tulisan yang ada.Dear Raina,Aku benar-benar sangat menyukaimu, mungkin ini terlalu naif untukku karena aku tahu kamu adalah istri dari kakakku Devano.Kau barangkali tak menyadari betapa aku memperhatikanmu. Kau memang tak perlu tahu. Cukuplah kupastikan hidupmu mulus berjalan dan tak kekurangan. Hanya memandangmu dari jauh pun, aku tak pernah keberatan. RolandBagai dibakar api cemburu, Devano tidak terima Roland menberikan surat cinta yang begitu romantis. Kertas terse
Tepat di depan rumah, Devano ingin menghirup udara yang segar setelah punggungnya sakit akibat tertidur di sofa yang busanya sudah kempes. Devano mereanggakan ototnya namun, saat berkali melakukan aktivitas semua gadis, ibu-ibu memandangnya dengan terpesona. Sontak membuat Devano percaya diri. Memang dia tdiak memungkiri jika dirinya tampan. Devano tidak menggubris mereka yang memandangnya lagi. Lelaki itu berjalan ke jalan setapak yang tertutup kulit kerang. Devano mencium aroma masakan seolah sedang menyambutnya. Devano masuk ke dalam.Pintu itu menghadap ke selatan, mengarah langsung ke halaman yang membaut ruangan di dalamnya terlihat gelap. Terkadang Devano bingung dengan kondisi Raina yang betah selama tiga bulan tinggal di rumah tua. “Hai, tampan!” Devano menoleh ke samping nyonya Betris sedang menatapnya dengan genit. Berbekal payung berwarna putih yang ada di tangannya membuat dia semakin casual.“Iya, nyonya Betris ada yang bisa saya bantu?”“Kamu adalah pelayannya Suster
Hawa dingin menusuk kalbu. Rintik hujan masih membasahi. Senja melukiskan keindahan di langit sore. Menyalakan api di tungku perapian yang nantinya aspanya di keluarkan melalui cerobong asap di atas. Penduduk di sekitar sini kebanyakan membaut perapian untuk menghangatkan ini adalah cara terbaik untuk menghangatkan badan. Berpuluh tahun baru kali ini Devano merasakan api di dalam tungku rumah. Sesekali dia mengusap tangannya karena dingin. Sweaternya bahkan tidak mampu menampung dinginnya tubuh. Devano melirik ke belakang. Dari tadi Raina membuatkan teh lemon hangat belum juga selesai padahal sudah lima belas menit dia di dapur. Tidak ada suara dari arah dapur. “Raina.” Panggil Devano dan menuju dapur. Betapa kagetnya tubuhnya tergeletak di dapur dengan kedua mata terpejam. Devano langsung lari menghampirinya. “Raina, bangun!” Devano menepuk pipinya berkali-kali tetapi tidak ada sahutan. “Raina, kamu kenapa?” tanyanya sekali lagi. Dengan sigap Devano menggendong tubuh Raina dan mem
sebuah pernikahan mewah dan megah ada didepan mataku. Hari ini adalah hari pernikahan aku dan Devano. Balutan gaun pengantin bak Cinderella.Aku melihat pantulan diriku di kaca yang besar. Akhirnya pernikahan yang aku impikan terwujud juga meskipun banyak lika-liku. Pernikahan akan di mulai.Aku mengucapkan janji suciku ketika devano telah mengucapkannya. Lalu setelah itu, kami bertukar cincin. Ketika pastur mempersilahkan Devano untuk menciumku, seketika pipiku terasa merona. Devano menatapku dengan tersenyum, aku balas menatapnya. Pernikahan ini sangat membuatku bahagia. Devano kini telah resmi menjadi suamiku. Aku tak peduli jika aku pernah hamil. Aku memejamkan mataku ketika Devano mulai menciumku. Kami mulai hanyut dalam pungutan kami. Aku merasa begitu tenggelam dan menikmatinya. Tak peduli berapa pasang mata yang menonton kami. Namun sorak teriakan dan suara pistol membuat kami langsung saling menjauh. Aku menatap horor ke arah Kevin yang tengah berdiri seraya memegang pis
Aku menunggu Devano di lobi hotel. Setelah tragedi dia mengajakku jalan-jalan di London untuk menjernihkan pikiran. Aku senang sekarang dia menjaga diriku . Aku mulai senang dan bahagia karena Devano memberikan surprise untukku. Malam ini kota London sangat dingin. Aku melihat seseorang turun dari mobil BMW warna hitam. Devano mempunyai banyak koleksi mobil ternyata. Astaga, malam ini dia terlihat sangat tampan. Aku tidak menyangka Casanova ini ketampanannya mengalahkan dewa Yunani. Devano menghampiriku.“Malam cintaku.” Devano mengecup bibirku sekilas. Duh, orang ini sembarangan saja jika Masalah cium. Aku melirik resepsionis yang melihatku sedang dicium, dia Seperti sedang tersenyum. ”Sayang, malam ini pasti kamu akan senang aku membawakan surprise untukmu.” Kata Devano sambil menyelinapkan anak rambut ke belakang telingaku.“Sayang, apa yang ingin kamu surprise kan ke aku. Aku penasaran.” Aku tersenyum manis. Devano malah justru semakin menggodaku.“Hei, Jika aku memberitahukan ke
Suara brankar menggema. Raina terkapar tidak berdaya diatas brankar. Devano tidak bisa membendung rasa bersalahnya kenapa dia harus menyuruh Raina menceburkan diri di kolam renang. Perasaan bersalah menyelimutinya. Raina masuk kedalam UGD dan mereka diharap menunggu di ruang tunggu. Devano memukul tembok dengan tangannya, dia tidak bisa membendung rasa bersalahnya. Roland melihat Devano langsung menghampirinya.“Sudahlah, kakak di setiap cinta pasti ada pengorbanan. Kau harus tahu itu. Aku senang akhirnya kau bisa mengingat semuanya, tetapi mau bagaimana lagi Raina jadi korbannya, dia memang dari dulu tidak bisa berenang. Kak, ini adalah bentuk perjuanganmu. Raina sudah berusaha.” Roland masih menenangkan Devano. Baju pernikahannya masih basah. Roland hanya bisa menghela nafas panjang.“Jujur aku kecewa dengan diriku sendiri, tidak pantas aku melakukan ini. Roland, Kau tahu aku sangat menderita jika Raina mendapat kesusahan. Ini aku seakan memberikan hal yang bodoh dalam hidupku.” De
Devano geram dengan Raina yang tidak mau pulang dan dia tidak mau mengambil kalungnya di kolam renang. Devano berfikir masa dia harus mengambil kalung disana. Bajunya basah dan dia akan segera menikah. Devano melihat kearah Raina. Gadis ini memang benar-benar keras kepala.“Aku sudah bilang kepadamu. Jika kalung itu berharga ambillah dan aku tidak mau mengambilnya. Kau fikir aku siapa? Aku ingin menikah jangan mengganggu pernikahanku saat ini. Kalau perlu pergilah dari dunia ini. Aku baru sadar jika kau memang wanita murahan dan kenapa aku bisa terpesona denganmu.” Kata Devano dingin.“Sebegitu marah dan hina aku di depanmu, Mr Devano yang terhormat. Asal kau tahu saja. Jika aku tidak hamil anakmu. Aku tidak akan mengemis cinta di hadapanmu. Ucapanmu membuatku sakit hati.” Kataku lirih. “Karena kau sangat keras kepala. Aku tidak suka wanita seperti itu. Aku sangat membencimu. Maaf ... aku tidak akan meladeni orang gila sepertimu. Aku mau mempersiapkan pernikahanku.” Devano melangkah p
mata kami saling adu. Devano menatapku penuh dengan tatapan sinis. Amarahnya seperti memuncak. Aku memalingkan wajahku. Suara langkahnya mengarah kepadaku dan benar ada sebuah tangan mencengkalku.Devano memejamkan matanya sejenak, lalu menghembuskan nafasnya perlahan. Tangan kekarnya masih mencekal Raina, dia ingin memarahi gadis yang ada di depannya ini kenapa dia menghadiri undangan pernikahannya. “Miss Raina, Tak ada yang menarik dariku. Cepat pulang dan jangan melihat upacara pernikahanku. Aku tidak mau kau sedih dan sakit hati." Pria itu membuka suara. Sambil menatap tajam wajah Raina. Tatapannya yang dingin dan sikap cueknya membuat Raina yakin jika Devano memang tidak bisa mengingatnya.Aku yakin , di balik suara itu ada nada enggan untuk berbicara ada sebutir cinta yang masih tersimpan karena aku yakin dia masih mencintaiku dan tidak mau kehilangan aku. Jadi aku memutuskan untuk tetap stay di sini. Aku hanya sekedar penasaran karena Devano orang yang sangat sulit di tebak. I
Aku bercermin dan melihat wajahku. Hari ini tepat pernikahan Devano Cristopher. Sebenarnya aku bahagia dia menikah asalkan menikah denganku tapi semuanya sudah berakhir. Aku melihat perutku yang semakin membesar. Tanteku marah dan sekarang aku sekarang baginya adalah sampah atau aib keluarga. Down rasanya dengan kehidupan ini.“Raina, kau sudah siap?” Jessie langsung masuk kedalam kamarku, dia sedang berlibur ke Paris karena acara prewedding dengan Roland. Terkadang merasa iri dengan mereka. ”Kenapa belum siap-siap, belum make up. Kamu jadi atau tidak ke pernikahan si Casanova tersebut?” Jessie sedikit kesal. Aku mengangguk tidak tahu mau kesana atau tidak? Yang jelas aku bingung, malas dan down. Apakah bisa aku melihat pernikahan dia? Hatiku rasanya sakit sekali dengan situasi saat ini.“Entahlah Jessie. Aku dilema saat ini.” Aku hanya bisa melihat wajahku di cermin. Malang sekali nasibku ini.“Ibu hamilku ini memang ada-ada saja. Kamu harus segera bersiap-siap. Jangan sampai momen i
Berpacu dengan waktu karena customer minta agar aku menyelesaikan gaun pengantin yang dia pesan karena untuk pernikahannya akan dimajukan. Aku koordinasi dengan Cristie. Huh, lumayan lelah juga apalagi aku dalam kondisi hamil. Aku langsung menepuk jidatku.“Astaga, aku lupa kenapa aku tidak minta nomor telefon Devano? Dia bukanya sudah hampir mengingatku. Apalagi dengan kejadian kemarin. Aku merindukannya. Rumah sepi. Rasanya tidak enak juga.” Aku berbicara sendiri sambil menjahit gaunku. Aku melihat layar ponsel.✉️Hari ini aku balik ke Paris. Kamu masih tetap di rumah dekat pantai ✉️iya. Memang kenapa Roland. Aku lebih senang tinggal disini. ✉️Aku ingin bertemu saja dan bicara mengenai kak DevanoAku menghela nafas panjang. Aku masih menjahit gaun. Ini harus deadline. Kedua mataku menangkap ada dompet. Aku menghentikan jahitku.“Dompet siapa ini?” Aku mengamati dompet tersebut. ”Maaf iya aku buka.” Aku membuka dan melihat isinya. Banyak sekali dolar. Devano. Ada foto Devano disini
Gadis itu mondar-mandir sambil melipatkan kedua tangannya, dia masih menunggu seseorang yang membuat dia sekarang marah. Devano Christopher. Bukanya dia menjemput dirinya di bandara. Devano seolah acuh kepadanya. Sesekali dia mengibaskan rambutnya. Warna bibir lipstiknya yang merah merona sangat menggoda siapa saja yang melihatnya. Nafasnya tersengal-sengal. Seorang pria paruh baya hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku gadis itu.“Sampai kapan kau akan menunggu dirinya, Natasya. Ponselnya saja tidak aktif.” Papa Devano sedang membaca sebuah proposal dari klien Devano. Hari ini Devano akan meeting dengan klien. ”Anak sialan itu ke mana lagi?” Papa Devano melepas kacamatanya dan sesekali memijat pelipisnya. Kadang dia bingung dengan tingkah anaknya itu. Devano makin dewasa makin tidak karuan saja. Makanya dia akan menikahkan dirinya dengan Natasya. Natasya adalah wanita yang pas buat Devano.“Om, dimana dia? Nomornya tidak aktif. Huh! Kemarin aku mendengar suara perempuan m
Masih di mobil bersama Casanova, Devano ...Devano masih mengulurkan tangannya berharap aku mau berkenalan dengannya. Aku masih tertunduk tanpa memandang orang yang aku rindu selama ini kenapa dia tidak mengingatku? Apakah ada kembaran Casanova, tetapi aku merasa dia adalah Devano yang ku rindukan. Devano menghela nafas panjang dan menurunkan tangannya.“Baru kali ini aku dicuekin sama perempuan.” Devano menggerutu. ”Kau ini gadis yang cuek sekali. Baiklah jika kau tidak mau memperkenalkan namamu. Aku tetap akan stay disini dan jangan harap kau bisa keluar dari mobil ini sampai kau memberitahu siapa namamu.” Devano bersikeras, dia memakai kacamata hitamnya kembali. Terlihat maskulin. Aku meliriknya sekilas. Astaga tidak bertemu lama dia masih tampan saja.“Aku Clara.” Aku langsung memandang ke depan tanpa menjabat tangan dan berbohong. Aku ingin tahu apakah dia masih ingat aku atau tidak sebagai Raina.“Nama yang beautiful. Okey Clara. Sekarang aku mau lihat wajah kamu. Dari tadi kamu