Semua tersentak mendengar perkataan Agna. Penuh dengan pertanyaan di kepala mereka. Semua orang mengerutkan kening mereka.
“Apa kamu bilang?! Aku tidak pernah memberi dia nafkah?! Itu karena kamu!! Chaira meninggalkanku karena kamu! Wanita munafik!!” bentak Toni.
“Apa?! Aku munafik?! Aku memelihara kedua anak ini, karena kamu!! Kamu yang membunuh Kenandra!! Aaakkhh!!” teriak Agna histeris sambil menangis kencang.
“Dia yang membunuh Kenandra?!”
Tiba-tiba muncul suara bariton dengan nada terkejut di depan pintu masuk. Beberapa anak buah Toni memburu masuk dalam keadaan luka-luka. Masih berusaha menahan kedatangan orang itu, tetapi mereka tidak berani maju tanpa mendapat perintah dari Toni.
“Jadi kamu tahu siapa yang membunuh Kenandra, Agna? Mengapa kamu tidak mengatakannya? Dan siapa pria ini? Sepertinya kamu mengenalnya!”
“Kak Kerry!!” panggil Harry.
“Papa?!” teria
“Apa yang ingin kamu rebut dari Kenandra?” tanya Kerry. Dia semakin penasaran. Dahulu Dia dan Kenandra adalah sahabat, tetapi Agna sangat menyukai Kenandra, sedangkan Kenandra hanya menganggapnya sebagai adik perempuan. Cinta saudara, tidak lebih.“Aku hanya ingin merebut anak yang dia bawa!! Siapa suruh dia bekerja sebagai pelayan dan membawa lari anak majikannya!! Sampai hari ini aku tidak tahu anak itu di mana!! Ggrr!!” kata Toni dengan geram.Gara-gara Toni tidak mendapatkan anak itu dan sudah memakai uangnya Mira, dia sekarang menjadi suruhannya Mira untuk selamanya. Padahal keinginannya, setelah mendapat uang dari Mira, dia akan menjadi pengusaha. Nasib … nasib.“Kak Agna, sekarang lanjutkan cerita Kakak!” perintah Harry dengan tatapan memaksa semua orang untuk diam.“Kata Kenandra, Nesta dibunuh, jadi dia terpaksa memohon aku untuk memelihara anaknya, karena saat ini ada tugas yang harus dia emban ya
Mereka terkejut dengan suara ledakan dari luar ditambah salah seorang anak buah Toni berlari masuk ke dalam rumah dalam keadaan berantakan dan terluka.“Pak, ayo pergi dari sini! Bawa orang tua Bapak beserta Kak Agna dan Kak Kerry! Biar aku yang menahan Ibu Mira, sehingga memberi kalian waktu untuk melarikan diri. Bawa Clark juga!” perintah Momo dengan suara rendah.“Ibu Mira?!” seru Harry kaget. Belum saatnya mereka ketahuan. “Tapi bagaimana denganmu?!”“Tenanglah, aku punya sandiwara yang bisa kumainkan. Pergilah cepat! Dia sudah semakin dekat!” seru Momo.Tanpa bertanya lagi, Harry membawa mereka semuanya melarikan diri lewat pintu belakang dapur. Clark sebenarnya tidak mau mengikuti Harry, tetapi Kerry dan Agna terus menariknya. Mata Clark memandang Momo yang ditinggal.“Kak Momo!!” seru Clark lirih dengan pelan.“Pergilah, Clark. Aku bisa tangani ini. Yang penting kalian
Tiba-tiba Mira menghilang dari tempat dia berdiri dan dalam waktu yang singkat, dia muncul dengan Clark dan Anisa di kedua tangannya. Mereka berdua meronta-ronta. Entah kekuatan apa yang dimiliki Mira sehingga dengan enteng dia mengangkat Clark dan Anisa begitu saja seperti angkat barang belanjaan. Tidak terlihat dari wajahnya kalau Clark dan Anisa berat.Momo hanya melihat dengan miris. Dia sangat sedih. Momo tahu penyebab Clark dan Anisa bisa tertangkap. Itu karena pertengkaran Kerry dan Agna. Untuk menghentikan mereka, terpaksa Harry dan Clark mengeluarkan kekuatan mereka.Karena mengeluarkan tenaga itulah, lokasi mereka ketahuan. Sebenarnya Harry mempunyai kesempatan untuk menyelamatkan mereka semua, tetapi entah apa yang merasuk pikiran Kerry, sehingga dia mau memukul Agna. Anisa yang melihat tindakan Kerry, langsung mendorong Agna dan pukulan Kerry mengenai mulutnya. Cairan merah langsung mengucur dari sudut bibirnya Anisa.Clark yang mendengar percakapan
Aditya tersentak dan membalikkan badannya kembali. Dia menatap Momo yang sedang memegang Anisa yang masih menangis.“Apa maksudmu?” tanya Aditya. Walau dia mengerti maksud Momo, tetapi dia tidak bisa memperlihatkan dirinya yang sebenarnya.“Apa maksudmu, Mo? Kenapa dia harus berada di pihak kita? Dia anak buahnya musuh kita,” isak Anisa sambil mengusap air matanya.“Kamu mengerti maksudku, Cucu Kakek Aditya Chandranegara,” kata Momo ambigu tanpa memedulikan pertanyaan Anisa. Dia yakin Aditya mengerti maksudnya. Apalagi dia melihat Aditya tersentak kaget.“Saya tidak tahu anda tahu dari mana nama lengkap saya. Tetapi sekarang saya bekerja pada Pak Toni dan Ibu Mira, otomatis tidak mungkin saya membantu anda,” jawab Aditya. Dia berharap Momo mengerti maksudnya. Sekarang tidak, pasti di masa depan.Momo mengerti, karena dia juga bertanya dengan kalimat ‘suatu hari’, bukan ‘sekarang&rsqu
Momo dan Anisa tiba di rumah sakit dan bertemu dengan Ardy di lobi rumah sakit.“Bu, saya baru saja mau menghubungi Ibu. Kemarilah dan ikut saya,” kata Ardy setelah menyerahkan pekerjaannya pada dokter lain.Momo dan Anisa mengikuti Ardy ke ruang prakteknya yang sepi. Dia mempersilakan Anisa dan Momo untuk duduk. Tanpa mengucapkan sepatah kata, dia duduk di depan komputer dan mengetik sesuatu.“Bu, ada yang ingin saya tanyakan. Agak pribadi, tetapi saya harus menanyakan ini,” kata Ardy.“Silakan, Dok. Saya berterima kasih, Dokter telah memperhatikan anak saya,” sahut Anisa dengan sopan.“Jangan begitu, Bu. Ken sudah seperti anak saya. Begitu pun Ibu sudah seperti mama saya. Karena itu saya memberanikan untuk bertanya soal ini,” kata Ardy.“Silakan, Dok. Ada apa? Apakah sangat serius?”“Benar, Bu, sangat serius. Tadi Ibu meminta saya memindahkan Ken ke kamar lain. Tanpa
“Kak Kerry, aku berharap Kakak sudah bisa memahami Kak Agna. Tolonglah,” bujuk Harry.“Iya, Kerry. Lebih gampang unta melewati lubang jarum, daripada terus terang di depan semua orang tentang masa lalu dan hal-hal yang memalukan. Demi kamu, Agna bersedia menceritakan semuanya. Kali ini percayalah istrimu,” bujuk Hariyanto juga.“Kakak pikir-pikir saja dulu. Sekarang kita ke apartemen saja. Kemungkinan rumah belum aman,” ajak Harry.“Aku tidak ingin ke apartemen,” sahut Kerry sambil duduk di lantai dengan wajah marah.“Baiklah. Kita istirahat saja dulu di sini. Tenangkan pikiran,” kata Harry yang disetujui semua orang.Harry tafakur sehingga dia tidak memperhatikan sekelilingnya. Semua ingin tidur tetapi tidak bisa tertidur. Tiba-tiba perasaan Harry merasa ada keanehan di tempat itu. Dia langsung melihat sekelilingnya, tetapi tidak menemukan keanehan.“Pa, Kak Kerry, Kak Agna,
Harry tersentak. Dari mana Gina mengetahuinya? Tidak ada yang tahu, penyebab dia merasa jijik pada wanita. Bahkan dia juga baru tahu belakangan ini setelah ingatan masa lalunya kembali“Kenapa bisa kamu mengatakan hal itu?! Dari mana kamu mendengarnya?!”Gina tertawa. Dia senang melihat ekspresi Harry yang kebingungan.“Tentu saja dari mamamu sendiri.”“Dari mama? Apa maksudmu dari mamaku kamu mendapatkan informasi ini, Gina?!” tanya Harry marah. “Mamaku tidak pernah melakukan hal yang salah, sehingga membuatku membenci wanita!”“Bukan Mama Anisa, tetapi Mama Mira, hehehe.” Gina menyebut nama ‘Mama Mira’ dengan suara mendesah dan tertawa senang. Masalah trauma Harry ini, dia sudah tahu sejak lama. Karena itu, dia melamar menjadi sekretaris Harry.“Maksudmu apa? Mama Mira? Mamaku hanya satu, yaitu Mama Anisa. Kenapa kamu mengatakan seolah-olah aku anaknya Mira. Mira
“Tidak. Sarah tidak lihat. Saat itu setelah menggambar, Sarah mau lihat lagi, rumah itu sudah menghilang. Kapan muncul juga, Sarah tidak tahu,” sahut Sarah dengan gembira. Dia tidak pernah diajak berbicara normal dan dipercaya seperti ini. Sehingga saat Harry bertanya seperti orang normal berbicara dengan sesamanya, dia sangat bahagia.“Jadi apa rencanamu, Nak? Jika kamu mau, kamu bisa menunggu di rumah saya sampai rumah itu muncul lagi,” tawar bapak itu.Bapak itu berencana jika Harry tinggal di rumahnya, dia bisa memberi bukti hidup, kalau selama ini anaknya tidak gila sama sekali. Jadi mereka bisa terlepas dari ulah tetangganya yang terus merisak, terutama pada Sarah.“Terima kasih, Pak. Saya ingin, tetapi masih banyak pekerjaan yang harus saya urus, jadi bisakah saya minta nomor ponsel Bapak atau mungkin Sarah untuk sekali-sekali bertanya apakah rumah itu sudah muncul atau tidak?” tanya Harry.“Sarah yan