Beranda / Romansa / CEO di Tempat Tidurku / 3. Are you in? I'm in.

Share

3. Are you in? I'm in.

Penulis: Dijeonie
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-02 18:05:10

Lyra tampak mengatur nafas yang terengah, keringat di pelipisnya pun masih setia menghiasi wajah pucatnya itu. Berlari sambil diburu waktu dan rasa panik sangatlah menguras energi, itu semua karena alarmnya gagal membangunkan. Tidak, itu salah Lyra sendiri yang terlalu nyaman dalam pelukan selimut sampai tidak bisa mendengar suara alarm.

Alhasil, Lyra tiba 10 menit setelah jam masuk kerja. Dan lebih sialnya lagi, hari ini adalah hari dimana pimpinan perusahaan yang baru datang. Makanya para karyawan di divisinya berdiri tegak menunggu atasan baru mereka memasuki ruangan divisi perencanaan dan evaluasi, Lyra berharap keterlambatannya tidak diketahui karena saat dirinya datang CEO baru itu sedang di divisi personalia yang berada di lantai yang sama.

"Selamat pagi!"

Deg.

"Selamat pagi, Pak. Selamat datang di perusahaan!" Balas para karyawan bersamaan.

Lyra masih tidak berani mengangkat wajahnya meskipun sudah sangat penasaran dengan wajah CEO baru di tempatnya bekerja, karena dari suaranya terdengar masih muda. Tapi rasa takut membuatnya lebih tertarik menatap ujung sepatu atau garis-garis di lantai.

Ketegangan dan rasa takut membuatnya tidak sadar bahwa CEO baru itu sedang berjalan ke arah dirinya yang sedang berdiri di meja paling ujung.

"I saw you coming late and sneaking around ketika saya sedang berada di ruangan lain." Kalimat itu terdengar datar, tapi terlalu dingin sampai-sampai membuat tubuh Lyra merinding.

Aldrich mengingat wajah gadis yang menunduk di hadapannya ini.

Lyra yang sibuk berdoa agar tidak ketahuan tersentak kaget karena malah didatangi. Kepalanya refleks menunduk semakin dalam untuk menyembunyikan wajahnya yang semakin pucat saja.

"Asisten manajer perencanaan dan evaluasi?" Suara berat itu membaca tag nama yang berada di atas meja. "Bukankah seharusnya kamu datang jauh lebih cepat dibandingkan saya atau karywan yang dibawah pantauanmu, benar kan? Atau justru kedatangan saya yang terlalu cepat dan mengganggu jam tidur kamu?" Rentetan kalimat yang atasannya ucapkan cukup menakutkan hingga membuat keringat dingin semakin bercucuran.

Asisten manajer, ya memang benar, tapi Lyra baru menjabatnya selama satu tahun. Tahun sebelumnya ia karyawa biasa di divisi perencanaan tersebut dan diangkat setelah asisten sebelumnya mengundurkan diri untuk menikah. Total baru dua tahun Lyra bekerja di perusahaan Prima Wicaksana, perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur.

"Apa saya perlu mengubah jam masuk kerja?"

Lyra menggeleng, "Maafkan saya, Pak. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi, saya akan datang tepat waktu untuk besok dan seterusnya. Tolong, maafkan saya." Sesalnya dengan sungguh-sungguh.

Dari posisinya, Lyra bisa melihat sepasang sepatu hitam mengkilap itu mundur.

"Semuanya, saya, Aldrich Tama Wicaksana." Ujar pria tersebut.

Yang lain langsung ber-oh-ria dan paham kenapa pria dengan ketampanan paripurna serta usia terbilang muda bisa menjadi seorang pemimpin perusahaan, ternyata dia adalah putra pemilik bisnis itu sendiri.

Lyra masih tertunduk, dia terlalu takut untu mengangkat kepala.

"Memang benar, saya jauh lebih muda dari pimpinan sebelumnya, tapi percayalah saya bisa menjalankan tanggung jawab besar ini sebaik mungkin." Ucap Aldrich. "Saya bertujuan ingin memajukan perusahaan ini, tapi melihat kedisiplinan yang terjadi membuat saya ragu bisa mencapai hal itu. Untuk kedepannya, saya akan menindaktegas keterlambatan atau kelalayan lainnya, hal sepele akan jadi besar kalau menjadi sebuah kebiasaan." Aldrich menatap ke arah Lyra yang semakin tertunduk karena merasa tersindir.

Aldrich masih mengingat Lyra dengan jelas. Baru 2 hari yang lalu ia menolong gadis itu dan sekarang memarahinya, hidup memang tidak bisa diprediksi.

"Baiklah, itu saja." Ucap Al. "Dan kamu, Lyra, temui saya di ruangan." Ujarnya yang kemudian berlalu.

Lyra mengangkat wajahnya tepat ketika Aldrich berbalik, ia hanya bisa menelan semua pembelaan diri dan menatap punggung tegap itu berlalu.

Seseorang menepuk bahunya pelan, dia, Kehlani, teman yang paling dekat. Dan kebetulan mereka tinggal di lingkungan yang sama, apartemen yang mereka sewa berada di satu gedung. Bedanya adalah Kehlani tinggal bersama suami sedangkan Lyra sendirian. Ya, sebagian besar rekan kerjanya sudah berumah tangga dan paling tidak sudah memiliki kekasih.

Lyra tidak begitu peduli, dirinya hanya fokus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang sebatangkara. Ia benar-benar sendirian setelah Tante yang menjadi pengganti orangtuanya meninggal dunia saat Lyra baru memasuk perguruan tinggi. Lyra mulai merasa kesepian hingga asal memilih kekasih, seperti Blake. Pria yang sudah berkali-kali menghancurkan hatinya hingga membuat Lyra takut untuk memercayakan lagi hatinya pada seseorang.

Lutut Lyra terasa lemas, ia pun duduk sambil menelungkup di atas meja.

"Ra, tenang ... Gak usah takut. Sana, temuin dulu pak Al. Dia ganteng loh, itung-itung cuci mata. Dimarahin bentarmah gak pa-pa."

Ucapan Kehlani membuat Lyra tertawa sendiri. Menertawakan nasib buruk dan mengubah tragedi menjadi komedi sudah menjadi kebiasaan bagi Lyra karena itu membuat semuanya terasa jauh lebih mudah untuk dilalui.

Lyra berdiri sambil menarik nafas, "By the way, Lan, pak Manajer kok gak keliatan? Pak Darmawan-mah kebiasan deh, di waktu-waktu kayak gini suka gak masuk." Ia kesal sendiri karena kalau Manajernya tidak masuk, maka Lyra lah yang bertanggung jawab secara penuh.

"Udah, jangan dulu mikirin yang lain. Sekarang, lo temuin pak Aldrich, takutnya dia makin marah kalo nunggu lama." Kata Kehlani mengingatkan.

Lyra mengangguk, kemudian berlalu dari ruang divisinya dengan diiringin kalimat-kalimat semangat dari rekan-rekan lainnya.

"Semangaaat Ra!"

"Siap!" Sahut Lyra dengan senyumannya yang seperti biasa.

Lelah? Tentu saja. Ingin berhenti? Sudah terpikirkan berkali-kali. Tapi demi gaji, Lyra bisa bertahan jauh lebih lama lagi. Apalagi mengingat kalau mencari pekerjaan itu sangatlah sulit, alasannya untuk tetap bertahan pun semakin kuat saja.

Sedangkan di sisi lain, Aldrich mulai mengamati beberapa berkas yang sebelumnya ia minta dari sekretaris perusahaan. Seperti yang Ayahnya beritahukan, perusahaan sedang mengalami penurunan, maka Al ingin mencari tahu apa penyebab dan jalan keluar seperti apa yang harus dirinya ambi melalui beberapa laporan dari data sampai evaluasi karyawan.

Dan, satu-satunya orang yang dirinya kenal hanyalah Lyra, ia bisa meminta bantuan gadis itu untuk mencari tahu beberapa atau melaporkan hal yang mencurigakan dari rekan-rekan kerjanya.

Aldrich mengalihkan perhatiannya dari kertas-kertas di depan meja ketika ada yang mengetuk pintu ruang kerjanya.

Ia pun beranjak dari kursi untuk membuka pintu yang sengaja dirinya kunci dari dalam.

Ceklek.

Pintu terbuka, menampilkan wajah Lyra yang tampak kaget dengan mulut terbuka.

"Anda ... Tu--tuan yang memban--"

"Masuklah."

Dengan masih tak percaya Lyra pun masuk ke dalam ruang kerja khusus atasannya yang untungnya berada di lantai yang sama jadi ia tidak perlu berlelah-lelah naik-turun lift.

"Lyra," panggil Al.

Lyra yang sedang sibuk dengan pikirannya terjengit kecil yang kemudian berdiri di hadapan Al, hanya terpisah oleh meja saja.

"Silakan duduk," ucap Al.

"Terima kasih." Lyra pun duduk, ia masih merasa bingung dan tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi.

Dang.

Tidak! Jika orang yang menolong dirinya adalah Bosnya sendiri, berarti ... malam itu Lyra telah memuntahi pimpinan perusahaan, orang terpenting di tempatnya bekerja.

Lyra menunduk malu, "Pantas saja aku sampai dipanggil padahal hanya terlambat seben--memang salah sih walaupun itu keterlambatan pertamaku. Aaaaah!!" Hatinya sedang meratapi kemalangannya sendiri.

"Lyra--"

"Pak!"

Aldrich terkejut karena Lyra tiba-tiba memotong kalimatnya dengan sedikit sentakan yang agak bergetar, suara gadis itu terdengar takut.

Lalu, Lyra tiba-tiba berdiri di atas kedua lututnya, tangannya mengatup dengan wajah yang memelas. Aldrich hanya menatapnya, bingung. Terlalu tiba-tiba untuk mengetahui maksud Lyra bertindak seperti itu.

"Pak, tolong maafkan saya atas kejadian malam itu ... Jangan pecat saya, itu--itu tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan. Saya terlalu mabuk dan--ah ya Tuhan ... Pak, saya mohon."

Malam itu? Ya, Al ingat. Al tersenyum sambil beranjak dari kursi, menghampiri Lyra yang masih berlutut, meminta Aldrich untuk memaafkan kesalahannya di malam tahun baru.

Aldrich mengulurkan tangan kanannya, membuat Lyra diam dengan ekspresi kebingungan. Setelah beberapa saat saling memandang, Lyra pun menerima uluran tangan Al untuk membantu dirinya berdiri.

"Apa Bapak akan melupakan semua--"

"Tidak, untuk pertama kalinya seseorang berani memuntahiku." Kata Al seraya menarik tangannya kembali setelah Lyra berdiri.

Lyra menghela nafas lesu, merutuki kebodohannya sendiri. "Saya memang ceroboh ...." Lirihannya terdengar pasrah. "Bapak boleh menghukum saya, apapun itu, asal jangan dipecat ...." Mohonnya.

Menghukum? Aldrich tidak pernah memiliki niatan itu, dia memanggil Lyra karena untuk meminta kerja samanya. Pantas saja gadis itu terlihat terkejut dan takut ketika beradu pandang di depan pintu.

Ditatapnya Lyra yang masih menunduk begitu dalam. Ingatan Aldrich tentang kejadian di malam tahun baru mengenai gadis itu tergambar dengan jelas. Satu hal yang Al tutupi, yaitu tangisan Lyra saat mengigau di samping dirinya. Tangisan gadis itu begitu lirih, terdengar menyakitkan, membuat Al tidak tega dan memberikan pelukannya secara percuma, itu berhasil membuat Lyra tenang dalam tidurnya hingga pagi menjelang.

Sudah, cukup. Al harus berhenti mengingat dan mulai fokus pada tugasnya saat ini.

"I need your help, maka aku akan memaafkanmu." Ucap Al.

Lyra menatapnya tak percaya.

"Kenapa? Tidak ingin?"

Lyra menggeleng, kemudian mengangguk cepat. "Saya ingin, kenapa Bapak tidak sabaran sekali. Baiklah, apa yang harus saya lakukan?"

"Ada hal yang aneh dengan data input keungan, outputnya juga. Ada beberapa jumlah yang tidak masuk akal." Ujar Aldrich sembari menunjuk beberapa berkas yang menumpuk di atas meja kerjanya, terlalu banyak untuk hari pertama bekerja.

Lyra masih tidak paham. "Jadi, saya harus--"

"Ya, cari tahu apakah ada yang sengaja menggelapkan dana diantara rekan-rekan kerja kamu." Ucap Al.

"Ha?! Maaf Pak, apa saya harus mencurigai rekan-rekan kerja saya sendiri? Saya tidak tahu bisa melakukan itu atau tidak, saya tidak pandai mencari tahu rahasia." Lyra menggeleng pelan.

Aldrich mengangguk. "Apa saya harus mencurigai kamu?" Wajah tampan itu mendekat dengan begitu tiba-tiba membuat Lyra refleks menarik diri.

"Tidak! Baiklah, akan saya terima. Ta--tapi bagaimana caranya ...?" Lyra tidak memiliki pilihan, Aldrich bukan CEO biasa, dia putra pemilik perusahaan yang akan mudah memecat pegawai jika dirinya mau.

"You-- kamu merupakan karyawan, akan lebih mudah untuk melakukan pendekatan. Terutama Darmawan, Manager perencanaan, karena kamu asistennya." Ucap Al dengan tangan kanan yang dimasukan ke dalam saku celana.

Ternyata, Al sudah menaruh curiga pada beberapa orang di perusahaan. Seharusnya tugas Lyra tidak akan terlalu sulit kalau tahu siapa saja targetnya. Memikirkan itu, Lyra mengangguk paham.

"Jadi, Pak CEO sudah mencurigai beberapa orang ya. Kenapa tidak langsung Bapak panggil saja mereka?" Tanya Lyra.

Aldrich berjalan ke arah jendela, lalu tersenyum hambar. "Manajer di divisi kamu, Om Darmawan masih memiliki hubungan kerabat denganku. Ayahku, Herdinan Tama Wicaksana tidak akan suka kalau aku menyerang saudaranya tanpa bukti." Ucapnya. Aldrich juga tidak ingin menambah beban pikiran sang Ayah yang sedang tidak sehat karena penyakit jantungnya.

Sekarang Lyra mengerti. Lalu, tersenyum karena jika sang manager terbukti bersalah maka ia akan berhenti melihat pria tua yang mesum itu. Ya, sejak awal menjadi asisten manajer Darmawan sudah sangat menekan Lyra. Pria paruh baya itu suka mengelus lengan atau punggung bahkan bagian belakang tubuh Lyra dengan dalih tak sengaja. Yang lebih parahnya lagi, Manajer Darmawan selalu menimpahkan hampir seluruh tugasnya untuk Lyra kerjakan dan pria itu bersenang-senang di luar.

Al menyadari senyuman tipis yang langsung Lyra tepis dari wajahnya.

"Saya rasa, kamu akan menjalankan misi rahasia ini." Ucap Al.

"Misi rahasia? Woah ... Tentu saja! Tapi, bagaimana jika saya ketahuan sebelum memdapatkan bukti apapun? Pak Darmawan, dia pasti akan sangat marah. Dia mungkin akan--"

Al berjalan menghampiri Lyra yang terlihat khawatir. "I'm with you. So, are you with me too? Demi kebaikan perusahaan."

Lyra menatap uluran tangan Aldrich yang menunggu balasan dan resmi bekerja sama. Ia mengangkat kepala, ditatapnya kedua mata Al dengan seksama, memastikan tidak ada kebohongan di dalamnya.

Namun, bukan kebohongan yang terlihat, Lyra justru terpana dengan keindahan mata CEO perusahaannya itu. Kelopak matanya terpahat indah dengan manik mata coklat keemasan, tampak berkilau. Bulu matanya! Bulu mata yang sangat Lyra idam-idamkan, sangat lentik dan tebal.

"Are you in?"

Pertanyaan itu menyadarkan Lyra dari rasa kagum, ludahnya mendadak sulit untuk ditelan, seakan sudah tertangkap basah.

Lyra mengatur kegugupannya, kemudian menjabat uluran tangan Aldrich sambil tersenyum. "I'm in." Ucapnya pasti.

Al menarik tangannya kembali. "Bagus. Kau boleh pergi dan pastikan jangan datang terlambat lagi. Saya tidak akan mentolerirnya di lain hari."

Lyra mengangguk paham. "Terima kasih, Pak. Saya permisi, karena pak Manajer Darmawan sedang tidak masuk, saya akan coba mengecek di ruangannya. Siapa tahu saya menemukan sesuatu yang berguna di sana."

"Semoga berhasil." Al mengangkat tangannya dan mempersilakan Lyra untuk pergi.

Lyra pergi dengan perasaan yang campur aduk, ada senang karena tidak dimarahi, namun juga takut karena harus menjalankan misi rahasia. Sulit sekali untuk menolak, CEO barunya terlihat sangat disiplin, Lyra takut dipecat. Sudah bertahan cukup baik bekerja dibawah arahan pria mesum yang selalu menggoda dirinya, masa iya harus dipecat juga pada akhirnya. Itu terlalu menyakitkan.

Bab terkait

  • CEO di Tempat Tidurku   4. Ceroboh!

    Matahari yang tersembunyi dibalik awan mendung menampilkan cahaya remang, sangat indah seperti kilauan berlian. Waktu setelah hujan selalu membawa suasana yang berbeda, terasa aneh tapi Lyra menyukai perasaan seperti itu. Sambil terkantuk-kantuk, Lyra berusaha untuk menyelesaikan pekerjaannya sebelum pukul 5 sore. Tapi apa boleh buat, sepertinya target itu tidak akan terpenuhi. Suasana setelah hujan di sore hari memang lebih cocok untuk tidur atau bersantai sambil memakan mie instan dan tontonan yang seru. Apa boleh buat, budak korporat seperti Lyra malah berkutat di depan komputer dengan beberapa berkas penting yang harus ia berikan pada CEO barunya, paling lambat besok."Ra, gue balik duluan ya, bye!" Kehali menepuk bahu Lyra pelan sebelum berpamitan.Lyra hanya bisa mengangguk pasrah. Kehlani sudah mengirimkan laporan yang diminta kepada dirinya, kini Lyra harus melakukan pengecekan ulang sebelum menyatukan semua data dari para karyawan divisi perencanaan yang sudah ketua tim merek

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-05
  • CEO di Tempat Tidurku   5. Debaran Aneh

    Tidak biasanya Lyra lebih banyak diam saat duduk diboncengan, Adnan melirik temannya itu dari spion motornya dan mendapati Lyra sedang melamun. Gadis itu kadang mengerutkan keningnya lalu menghela nafas berat. Sepertinya bukan sedang memikirkan hal kecil, temannya itu sudah melewati banyak kesulitan, masalah kecil tidak pernah benar-benar menjadi masalah bagi dia. Seharusnya sih seperti itu.Adnan mengarahkan spionnya pada Lyra agar bisa melihat temannya itu dengan lebih jelas.Lyra menyadari itu langsung memukul bahu Adnan. "Apaan sih, jangan liatin gue!""Ada apa? Kenapa ngelamun?" Tanya Adnan ingin tahu. "Kita ini temen deket, gue udah denger banyak cerita dari lo, sekarang harusnya bisa juga." Tambahnya.Benar. Lyra pun tahu itu, tapi kali ini berbeda. Hal yang memenuhi pikirannya kali ini adalah tugas rahasia yang diminta oleh Aldrich, Boss baru mereka di kantor. Rasanya terlalu berat, tapi Lyra takut dipecat. Dan kalau memang pak Manajer Darmawan melakukan penggelapan dana maka

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-05
  • CEO di Tempat Tidurku   6. Pasangan Dadakan

    Hari demi hari berlalu, semua orang sudah terbiasa dengan CEO baru beserta aturan-aturan yang belum lama ini diperbaharui. Aturan kali ini jauh lebih rinci dan berlaku pada semua karyawan apapun jabatannya.Kecuali Manajer Darmawan yang sesekali masih suka bolos dan menimpakan pekerjaannya pada Lyra secara penuh. Menyebalkan tapi disisi lain juga melegakan karena dengan begitu Lyra bisa mengotak-atik komputer ataupun berkas di ruangan atasannya itu.Seperti saat ini, Lyra tampak sibuk mengecek satu persatu file mencurigakan pada komputer perusahaan di ruangan Manajer Darmawan sambil celingak-celinguk karena takut pria paruh baya itu tiba-tiba muncul."Berkas apa ini?" Lyra bergumam. "Fck, dikunci." umpatnya.Ia pun mengeluarkan flashdisk dan menyalin berkas tersebut agar ia bisa meminta seseorang untuk meretasnya nanti. Bagaimanapun Lyra ingin segera menyelesaikan pekerjaan rahasianya dan bekerja dengan tenang seperti hari-hari sebelumnya.Setelah berhasil menyalin berkas tersebut Lyr

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-15
  • CEO di Tempat Tidurku   7. Kiss Me!

    Kecanggungan yang terjadi di restoran tadi masih dapat Lyra rasakan, apalagi saat ini ia hanya berdua di dalam mobil dengan Aldrich yang fokus menyetir. Tanpa Lyra pungkiri bahwa saat ini Aldrich terlihat berkali-kali lipat jauh lebih tampan, rahang tegasnya terpampang nyata di depan mata. Sungguh indah, gumam Lyra terhanyut.Jarak antara restoran dan kantor yang dekat membuat Lyra tidak bisa berlama-lama di dalam mobil berdua bersama Bosnya yang tampan serta harum, ya, Aldrich memiliki aroma yang berbeda entah itu dari parfum atau apapun, yang pasti Lyra sangat menyukai wanginya."Kita sudah sampai." Ucapan Aldrich menyadarkan Lyra dari lamunannya.Lyra mengangguk, "Terima kasih, Pak." Ucapnya sembari melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobil.Barulah Aldrich menyusul keluar, ditatapnya punggung Lyra yang perlahan semakin jauh dari pandangan. Tatapan pria itu masih setia dengan ketajaman, tapi tersirat kehangatan di dalam sana. Mungkin tidak akan ada orang yang menyadari hal itu da

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-24
  • CEO di Tempat Tidurku   8. Friend Always Got Your Back

    Lyra duduk termenung dan sibuk mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana tidak, kejadian kemarin masih memenuhi kepalanya. Kelakuan bodoh yang bisa saja membuat Aldrich menjaga jarak bahkan mungkin menghindar. Apalagi pria itu mengatakan bahwa tugas Lyra mengenai korupsi di perusahaan telah selesai tinggal Aldrich yang mengerjakan sisanya.Untuk itu Lyra mendapatkan bonus yang cukup besar, bahkan ada kemungkinan akan naik jabatan. Tapi, Lyra ragu kalau Aldrich akan melakukan itu setelah apa yang terjadi kemarin sore. Bodoh. Lyra benar-benar menyesal karena sudah gagal mengontrol diri.Lagi-lagi Lyra hanya bisa menghela nafas frustrasi disaat karyawan lain sedang sibuk bergosip tentang pemanggilan beberapa atasan mereka, termasuk Manajer Perencanaan dan Evaluasi, Darmawan.Kehlani berjalan menghampiri cubicle Lyra, satu-satunya meja yang berlawanan arah dengan milik karyawan di bawah awasannya."Katanya ada salah satu karyawan yang jadi mata-mata, dia bantuin Pak Aldrich buat nyari bukti-bukt

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-26
  • CEO di Tempat Tidurku   9. Jangan Sentuh Dia!

    Langit mendung membuat suasana kantor yang sudah kisruh karena kasus penggelapan dana perusahaan bertambah mencekam. Tapi tidak bagi Lyra yang hatinya sedang berbunga-bunga karena Aldrich ingin bertemu dengan dirinya. Ya, seperti pesan yang karyawan sebelumnya sampaikan bahwa CEO mereka ingin Lyra datang ke ruangannya. Senangnya.Lyra berjalan menuju ruangan Aldrich dengan suasana hati yang berbunga-bunga. Rasa takut yang memenuhi kepalanya tentang dijauhi oleh Aldrich perlahan-lahan menghilang dan berganti rasa lega.Jika Aldrich tidak menghindar, maka Lyra bisa melancarkan rencana-rencana pendekatan lain kedepannya. Entah apa alasannya, tapi Lyra yakin bahwa CEO tampan itu memiliki sedikit perasaan terhadap dirinya, Lyra hanya perlu membuat pria itu sadar.Ya, Lyra tampak semakin semangat saat memikirkan hal itu.Tangan kanannya menenteng sebuah kopi Americano sebagai permintaan maaf mengenai kejadian kemarin sore. Itu hanya formalitas saja, karena siapapun tahu bahwa Lyra merasa se

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-23
  • CEO di Tempat Tidurku   10. Tinggal Bersama

    Rasa khawatir membuat Aldrich tidak bisa mengatakan apa-apa, ia hanya duduk sambil menatap Lyra yang sedang beristirahat setelah meminum obat di atas ranjang rumah sakit. Aldrich masih mengingat dengan sangat jelas ekspresi ketakutan yang gadis itu tunjukan saat dirinya selamatkan.Arrgh!!!Aldrich menggeram tertahan ketika sebuah kilasan mengenai kejadian di masa lalu terputar dengan tiba-tiba. Jantungnya terasa diremas kuat saat bayangan seorang wanita yang begitu putus asa sedang memanggil-manggil namanya dan berharap diirnya datang. Aldrich mengusap keringat di kedua pelipisnya, dadanya mulai terasa sesak."Pak, apa anda baik-baik saja?"Pertanyaan Farrel menyadarkan Aldrich dari lamunan. "Y--Yeah, i'm fine.""Apa Bapak--""Beritahu keluarganya atau siapapun, aku akan segera kembali." Ujar Aldrich yang kemudian beranjak dari kursi dan berlalu pergi.Farrel menatap kepergian sang atasan yang terlihat tertekan, lalu dilihatnya sosok Lyra sekilas. "Apa dia seberpengaruh itu ke Pak Al

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-16
  • CEO di Tempat Tidurku   11. Gagal Malam Pertama

    Lyra meyakini bahwa perasaan yang dimilikinya untuk Aldrich bukan hanya rasa kagum semata seperti perkataan Adnan kala itu. Lyra merasakan sesuatu yang lebih dalam dari kekaguman, tapi ia juga tidak berani untuk menamai rasa itu cinta. Lyra tidak ingin salah menyimpulkan rasa dan membuat semua halnya menjadi kacau. Untuk saat ini, ia cukup puas hanya dengan bisa menatap pria bertubuh tegap yang saat ini sedang sibuk membaca buku, dia, Aldrich.Malam ini adalah malam pertama ia tinggal satu atap bersama Aldrich, Lyra juga tidak lupa bahwa tujuan CEO perusahaannya mengajak tinggal bersama semata-mata hanya untuk memberikan perlindungan, tidak lebih. Aldrich pun sudah menegaskan itu.Tok... Tok...Aldrich yang sedang membaca di sofa sudut kamarnya langsung mengalihkan pandangan. Dilihatnya ke arah pintu dan mendapati Lyra sedang berdiri sambil tersenyum gugup."Ada apa?" Tanya Aldrich.Lyra sendiri pun sebenarnya tidak tahu kenapa dia sampai mendatangi kamar CEO Aldrich dan mengganggu wak

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-22

Bab terbaru

  • CEO di Tempat Tidurku   19| Malam yang Mendebarkan (Kembali bersama)

    Aldrich berdiri diambang pintu apartemen, berhadapan dengan Lyra yang terlihat berantakan, air matanya tak mau berhenti mengalir walau sudah ia tahan sebisa mungkin. Lyra bahkan tak mampu memalingkan wajahnya dari Aldrich, dia kesal tapi juga rindu dalam waktu yang bersamaan."Kamu... Kamu bakalan berdiri terus disitu?" Lyra bertanya dengan suara bergetar."Will you be my girlfriend?" Aldrich mengungkapkan niat utamanya."Hah?"Lyra tampak kebingungan. Aldrich tersenyum samar seraya melangkah masuk apartemen, membuat Lyra refleks mundur."Maksudnya ap--apa?""Kamu udah mutusin aku dan ebelumnya kamu yang confess lebih dulu, you always bring that up tiap kali berantem. So now, giliranku. Will you be my girlfriend?" Aldrich menarik pinggang ramping Lyra hingga tubuh mereka saling bersentuhan.Hati Lyra berdebar jauh lebih cepat, mulutnya pun tak mampu untuk mengeluarkan kata-kata. Jadilah ia hanya memberi anggukan kecil sebagai jawaban.Tapi Aldrich tidak menerima jawaban seperti itu."

  • CEO di Tempat Tidurku   18. Kesempatan Mendapat Restu

    Aldrich berdiri di hadapan sang Ayah, Tuan besar Herdiano Wicaksana. Hubungan anak dan Ayah itu memang kurang baik, Aldrich yang ikut tinggal bersama sang Ibu setelah perceraian membuat mereka jadi jarang berhubungan. Meskipun begitu, Herdiano kerap kali pergi ke London untuk perjalanan bisnis dan mampir menemui Aldrich selagi ada di sana. Ya, jika dilihat dari jadwal kunjungannya yang sangat jarang dan selalu bertepatan dengan adanya pekerjaan, Aldrich yakin bahwa Ayahnya tidak sengaja pergi untuk bertemu dengannya.Kerajaan bisnis milik Wicaksana sangatlah besar dan butuh dedikasi tinggi agar bisa demikian. Herdiano seperti hidup hanya untuk bekerja, dia tidak peduli istrinya merasa kesepian atau tidak. Itulah yang membuat Adisti, sang istri memilih bercerai lalu menikahi pria asing dari negeri seberang. Aldrich tidak bisa menyalahkan Ibunya, dia berhak mendapatkan kebahagiaan, sama seperti Lyra."Dad, aku gak mau. Stella gadis yang baik, tapi aku gak bisa menghabiskan sisa umurku d

  • CEO di Tempat Tidurku   17. Kita Putus

    Hari bahkan minggu telah berlalu, selama itu pula kehidupan Lyra mengalami banyak perubahan. Kehadiran Aldrich sebagai kekasih terkesan banyak mengatur, dan Lyra yang memang bucin sering kali tidak bisa menolak. Tapi sejauh ini, hubungan mereka lancar-lancar saja. Keduanya tampak menikmati waktu bersama dengan sangat baik.Meskipun begitu, sampai saat ini setelah 4 bulan menjalin hubungan, Lyra masih belum diperkenalkan pada keluarga ataupun kerabat dekat Aldrich. Tidak masalah, Lyra mengerti. Toh, hubungan mereka juga belum seberapa lama.Hari ini, pekerjaan Lyra di kantor tidak terlalu banyak, berbeda dengan Aldrich yang sibuk rapat kesana-kemari. Hal itu menyebabkan keduanya belum sempat berbicara dari pagi. Lyra merindukannya. Tidak melihat wajah Aldrich sehari saja rasanya sungguh menyiksa."I miss you." Lyra membaca ulang pesannya sebelum benar-benar dikirim pada Aldrich.Kepada: Aldrich💜|I miss you...|/Read/"Ha? Kok cuma dibaca?!" Lyra mendengus kesal, "Ngeselin banget, ck.

  • CEO di Tempat Tidurku   16. Bayang-Bayang Masa Lalu

    Lyra mulai membuka mata dengan perlahan. Cahaya matahari yang menerobos jendela begitu terang-terangan mengekspos dirinya dengan kondisi masih acak-acakan, rambut panjangnya terlihat seperti singa sehabis melakukan perburuan.Tunggu, Lyra tidak merasakan kehadiran Aldrich di sampingnya. Ia pun membuka mata secara penuh dan menengok ke arah jam yang ternyata sudah menunjukan pukul 7 pagi.Darn."Dia kemana?" Gumamnya setengah sadar.Lyra duduk bersila sembari mengumpulkan kesadaran sebelum beranjak dan mulai beraktifitas. Toh hari ini dia tidak akan pergi bekerja, begitupun dengan Aldrich yang sudah berjanji akan membantu dirinya berbenah di apartemen baru.Ya, tebakan kalian benar, Aldrich yang menyewakan apartemen itu. Dengan sedikit paksaan dan berbagai macam alasan yang sangat masuk di akal, yaitu tentang keamanan, Aldrich takut jika pihak Darmawan tidak terima jika keponakan jauhnya sendirilah yang telah melaporkan pria jahat itu. Dan, akhirnya Lyra mau menerima sarannya untuk pin

  • CEO di Tempat Tidurku   15. Hug Me, All Night

    Rasanya aneh, seperti baru kemarin Lyra diselamatkan Aldrich dari serangan sang mantan kekasih. Tapi sekarang, pria penyelamat itu sedang berbaring berbantalkan pangkuan Lyra yang juga asik mengelus rambut lembutnya.Entah sudah berapa lama Aldrich menceritakan hal yang menurutnya harus Lyra ketahui, dan gadis itu tampak sabar mendengarkan tanpa memotong apalagi menghakimi."Jujur saja, aku takut untuk mencintai seseorang lagi sejak sepeninggalnya Marissa. Dia seorang kasir minimarket dan semua orang menganggap kami tidak cocok bersama dengan alasan status sosial yang berbeda." Ucap Aldrich. "Rissa mendapatkan banyak tekanan, hingga akhirnya dia menyerah, menyerahkan kehidupannya." Lanjut Al.Lyra menunduk pelan, lalu dikecupnya kening Aldrich yang mulai menunjukan kesedihan. Bagaimanapun Aldrich merasa bersalah atas apa yang menimpa sang mantan kekasih, gadis malang itu tidak akan tersiksa dan menderita jika saja Aldrich tak pernah menyukainya."Aku takut, aku takut gagal menjagamu..

  • CEO di Tempat Tidurku   14. Resmi Pacaran

    Sejak kejadian di mall hari itu, Lyra menjadi semakin yakin jika sebenarnya Aldrich pun memiliki perasaan yang sama terhadap dirinya, hanya tinggal menunggu pria itu sadar saja. Karena, kalau tidak ada perasaan apa-apa mana mungkin Aldrich rela pasang badan dan memperkenalkan diri sebagai kekasihnya, pikir Lyra. Diluar itu semua Lyra benar-benar bersyukur karena untuk kesekian kalinya Aldrich hadir sebagai penyelamat.Sudah satu minggu berlalu semenjak kejadian penyerangan Darmawan terhadap Lyra, maka sudah selama itu pula dia tinggal bersama Aldrich. Tidak terlalu banyak kemajuan diantara keduanya karena Aldrich terlalu sibuk bekerja hingga Lyra pun tidak tahu kapan pria itu pulang. Hanya sarapan yang selalu mereka lakukan bersama."Al..." Panggil Lyra yang saat ini baru melangkah keluar dari ruang pengadilan untuk putusan hukum untuk Darmawan.Aldrich pun menghentikan langkahnya dan berbalik, "Hm?"Lyra memasang senyum terbaiknya, "Terima kasih karena udah menambahkan laporan tenta

  • CEO di Tempat Tidurku   13. That's Not Your Fault

    Rasanya seperti mimpi bagi Lyra saat terbangun dalam dekapan hangat seorang pria, bahkan bukan pria biasa, melainkan CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Nikmat mana lagi yang gadis itu dustakan. Ia bahkan masih tidak percaya kalau Aldrich benar-benar menemani tidur dan memeluknya sepanjang malam, Lyra kira pria itu akan pergi setelah dirinya terlelap, ternyata dugaannya salah.Lyra kembali memejamkan mata, enggan untuk menyudahi kenyamanan yang sedang dirasakan."Lihatlah, gimana bisa aku tidak menyukai pria ini," gumam hatinya.Lalu, tiba-tiba saja sebuah usapan lembut mendarat di kepalanya. Lyra yang pura-pura masih tidur hanya bisa menahan lonjakan detak jantungnya dan berusaha tenang di tengah gempuran yang menggoyahkan iman."Ra... Wake up," bisik Aldrich tepat di telinga Lyra.Sontak saja Lyra membuka mata dan menengadahkan wajahnya untuk melihat wajah tampan Aldrich yang tidak manusiawi. Keduanya terdiam dan hanyut dalam tatapan satu sama lain."Gimana tidurnya?" Tanya Aldrich

  • CEO di Tempat Tidurku   12. Temani Aku (Mimpi Buruk)

    Gemuruh hujan angin dengan kilatan petir seakan menambah kecemasan Lyra di dalam tidurnya. Mata gadis itu terpejam erat, nafasnya memburu sambil bergerak gelisah. Entah mimpi buruk apa yang sedang dialami sampai-sampai membuat tidurnya tidak tenang sampai keringat bercucuran."Ah... Ti-- tidak! Lepaskan aku... Jangan, aku mohon..." Gumamnya dengan masih terpejam.Tok...Tok...Tok..."Lyra? Ada apa?"Di luar kamarnya terlihat Aldrich sedang berusaha memastikan keadaan tamunya yang terdengar berteriak beberapa saat lalu.Ya, Aldrich yang sedang membaca berkas pekerjaan tiba-tiba saja merasa haus dan saat pergi menuju dapur, ia pun mendengar Lyra memekik tertahan dari dalam kamarnya. Tentu saja itu membuat Aldrich khawatir dan mengurungkan niatnya pergi minum ke dapur, ia memilih untuk memastikan keadaan Lyra di dalam kamar sana."Lyra? Answer me!" Ujarnya.Shit. Karena tak kunjung mendapatkan jawaban, Aldrich pun memutuskan untuk mengabaikan etika dan memilih masuk tanpa izin orangnya.

  • CEO di Tempat Tidurku   11. Gagal Malam Pertama

    Lyra meyakini bahwa perasaan yang dimilikinya untuk Aldrich bukan hanya rasa kagum semata seperti perkataan Adnan kala itu. Lyra merasakan sesuatu yang lebih dalam dari kekaguman, tapi ia juga tidak berani untuk menamai rasa itu cinta. Lyra tidak ingin salah menyimpulkan rasa dan membuat semua halnya menjadi kacau. Untuk saat ini, ia cukup puas hanya dengan bisa menatap pria bertubuh tegap yang saat ini sedang sibuk membaca buku, dia, Aldrich.Malam ini adalah malam pertama ia tinggal satu atap bersama Aldrich, Lyra juga tidak lupa bahwa tujuan CEO perusahaannya mengajak tinggal bersama semata-mata hanya untuk memberikan perlindungan, tidak lebih. Aldrich pun sudah menegaskan itu.Tok... Tok...Aldrich yang sedang membaca di sofa sudut kamarnya langsung mengalihkan pandangan. Dilihatnya ke arah pintu dan mendapati Lyra sedang berdiri sambil tersenyum gugup."Ada apa?" Tanya Aldrich.Lyra sendiri pun sebenarnya tidak tahu kenapa dia sampai mendatangi kamar CEO Aldrich dan mengganggu wak

DMCA.com Protection Status