Share

7. Kiss Me!

Author: Dijeonie
last update Last Updated: 2022-08-24 17:25:02

Kecanggungan yang terjadi di restoran tadi masih dapat Lyra rasakan, apalagi saat ini ia hanya berdua di dalam mobil dengan Aldrich yang fokus menyetir. Tanpa Lyra pungkiri bahwa saat ini Aldrich terlihat berkali-kali lipat jauh lebih tampan, rahang tegasnya terpampang nyata di depan mata. Sungguh indah, gumam Lyra terhanyut.

Jarak antara restoran dan kantor yang dekat membuat Lyra tidak bisa berlama-lama di dalam mobil berdua bersama Bosnya yang tampan serta harum, ya, Aldrich memiliki aroma yang berbeda entah itu dari parfum atau apapun, yang pasti Lyra sangat menyukai wanginya.

"Kita sudah sampai." Ucapan Aldrich menyadarkan Lyra dari lamunannya.

Lyra mengangguk, "Terima kasih, Pak." Ucapnya sembari melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobil.

Barulah Aldrich menyusul keluar, ditatapnya punggung Lyra yang perlahan semakin jauh dari pandangan. Tatapan pria itu masih setia dengan ketajaman, tapi tersirat kehangatan di dalam sana. Mungkin tidak akan ada orang yang menyadari hal itu dan memang jauh lebih baik bagi tetap seperti itu.

Aldrich menghela nafas berat sebelum akhirnya melangkahkan kakinya kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaan. Jujur saja, Al benci waktu kosong, karena pada saat-saat itulah pikiran-pikiran yang tidak ingin dirinya ingat datang mengepung hingga tubuhnya terasa lumpuh, tidak bisa lari ataupun menyuruh pikiran itu pergi.

Bekerja adalah jalan terbaik untuk mengalihkan pikiran. Aldrich merasa bahwa hanya pekerjaanlah yang paling pandai ia lakukan, sisanya nol besar.

Tatapan Al tetap lurus ke depan, ia bahkan tidak menanggapi sapaan-sapaan dari beberapa karyawan yang berpapasan dengan dirinya.

Nafasnya tiba-tiba terasa berat, pandangannya mengabur tapi Al tetap berusaha melangkahkan kakinya menuju lift yang terdapat Lyra di dalamnya. Lyra tidak tahu kalau atasannya akan kembali ke kantor, jadilah ia menyesal karena tidak masuk bersamaan.

Lyra tersenyum. Senyuman itu tidak bertahan lama saat ia menyadari wajah pucat serta sorot mata sayu atasannya yang sebelumnya tidak pernah terlihat seperti itu. Seketika kepanikan memenuhi kepala Lyra, ia berlari keluar lift dan dihampirinya Aldrich yang berjalan meskipun terhuyung-huyung.

"Pak CEO!" Pekiknya panik saat tubuh Aldrich ambruk menimpa dirinya yang gagal menahan bobot pria itu. Tubuh Aldrich terlalu besar untuk bisa Lyra tahan. Setidaknya Aldrich tidak menyentuh lantai berkat tubuh Lyra yang dengan senang hati ia korbankan sebagai bantalan.

"Pak, Pak bangun ...." Lyra tampak berusaha menyadarkan Al sedangkan yang lain langsung memanggil sopir serta asisten pribadi CEO mereka agar bisa segera membawanya ke rumah sakit terdekat.

Perlahan-lahan mata Aldrich kembali terbuka.

"Pak, syukurlah ... Bertahanlah, sebentar lagi ke rumah sakit." Kata Lyra sembari mengusap keringat yang membasahi wajah atasannya itu.

Aldrich menggeleng. "Ta-- take me home,"

"Nggak, Pak. Bapak harus--"

"No, minta saja Farrel untuk mengantarku pulang." Ucap Aldrich sembari berusaha beranjak dari dekapan Lyra yang terlihat jelas sekali sedang merasa khawatir.

Lyra tidak memiliki pilihan lain pun akhirnya mengangguk. Hingga datanglah Farrel, sang asisten pribadi Aldrich yang segera mengambil alih tubuh Al dari dekapan Lyra dengan bantuan yang lainnya.

Lyra terdiam untuk beberapa saat sambil menatap kedua tangannya yang masih bergetar karena rasa takut. Degub jantungnya masih berdetak dua kali lebih cepat. Tadi itu terlalu tiba-tiba, lututnya terasa sangat lemas saat ini.

"Lyra! Hey, lo kenapa?" Syukurlah Adnan datang, ia langsung mendekap kedua sisi lengan Lyra dan membawanya berdiri.

Lyra mengerjap-erjapkan matanya. "Pak CEO, dia tiba-tiba pingsan."

Adnan mengangguk paham.

"Kamu baru kembali dari makan siang bersama di luar, gi-- gimana kalau Pak CEO keracunan makanan? Haa? Masalahnya itu gue yang pilih menunya." Ujar Lyra tak tenang, ia takut disalahkan atas kejadian ini.

"Kalau keracunan, lo juga harusnya udah di rumah sakit, bukan di sini." Kata Adnan.

Lyra menggeleng, "Gimana kalau dia ternyata ada alergi sama makanan yang tadi kami makan? Anand, gimana dong ini? ...."

Adnan langsung saja menarik tangan Lyra pergi dari sana, temannya itu butuh minum dan duduk tenang agar pikirannya bisa kembali normal.

"Pak Al mungkin cuma kecapean, tenang." Ucap Adnan sembari mendudukan Lyra di kursi. "Gue ambilin dulu minum," lanjutnya kemudian berlalu.

Lyra tidak menjawab, dia sibuk mengatur nafas dan berdoa agar CEO favoritnya itu tidak kenapa-napa atau selamanya ia akan merasa bersalah.

Kemudian Lyra menyadari bahwa beberapa karyawati sedang memandangi dirinya dengan tatapan yang bermacam-macam, dari sinis sampai merasa kasihan dia dapatkan. Tapi, terserahlah, Lyra juga tidak bisa melarang mereka satu persatu, tenaganya tidak akan cukup untuk hal semacam itu.

***

Aldrich melirik jam di dinding kamarnya yang ternyata sudah menunjukan pukul 5 sore, seharusnya para karyawan sudah pulang, kecuali mereka yang memiliki lemburan.

Memalukan, Al tidak menyangka jika dirinya akan ambruk di depan karyawannya sendiri. Untung saja keadaannya tidak begitu buruk, Dokter hanya meminta ia untuk istirahat dan tidur yang cukup serta makan dengan teratur. Dan semua anjuran itu memang tepat, Aldrich sering melewatkan jam makan serta memangkas jam tidur habis-habisan dan alhasil tubuhnya terlalu lemah untuk dikendalikan oleh otak yang berusaha tetap terjaga.

Aldrich benci memimpikan hal yang sama, dia benci harus hilang kontrol diri setiap kali mengingat kejadian buruk yang bahkan sudah hampir 5 tahun berlalu.

Alasannya meninggalkan London pun untuk hal yang sama, Al ingin memulai awal baru dengan nuansa yang berbeda. Tapi, kehadiran Lyra, kemiripan gadis itu tidak membiarkannya lupa. Hanya saja, ingatan kali ini tidak terlalu menakutkan, gadis itu justru mengingatkan Aldrich mengenai beberapa kenangan indah nan baik.

Raut wajah panik yang Lyra pancarkan tiba-tiba melintas.

"Haruskan aku menghubunginya?" Gumamnya bertanya pada diri sendiri. Entah untuk apa, tapi Aldrich hanya ingin meyakinkan Lyra bahwa dirinya baik-baik saja.

Namun, selang beberapa saat kemudian seseorang menekan bel apartemennya. Satu, dua kali Aldrich masih membiarkannya, hingga yang ketiga kali belnya tidak berbunyi lagi dan giliran ponselnya yang berdering.

Aldrich meraih ponsel yang ia simpan di atas nakas samping tempat tidur.

"Lyra ..." Gumamnya membaca nama kontak pemanggil.

Klik.

"Hal--"

"Pak! Tolong biarkan saya masuk, saya takut. Di lorong ini sepi." Aldrich tersenyum lucu mendengar suara Lyra yang terdengar panik sendiri.

Ternyata gadis itu yang mengetuk pintu apartemennya, baguslah. Seperti tahu bahwa Aldrich baru saja berpikir untuk menghubungi dirinya, sekarang Lyra benar-benar datang.

Aldrich pun beringsut turun dari atas tempat tidur dan pergi keluar.

"Halo, Pak? Pak? Bapak kok diem aja? Ada yang ingin saya sampaikan." Lyra semakin mengeratkan pelukannya pada sebuah map coklat sembari melirik kanan dan kiri.

Lyra hendak menekan bel kembali dan bersamaan dengan itu pintu terbuka.

Ceklek.

Mata Lyra membola saat mendapati Aldrich sendiri yang membukakan pintu. Melihat Bos tampan favoritnya ada di depan mata tentu saja Lyra langsung tersenyum sambil menyudahi panggilan dan menyimpan ponselnya ke dalam tas.

Aldrich melebarkan pintunya, "Silakan,"

Dengan senang hati Lyra melenggang masuk ke dalam.

"P--Pak, kenapa anda sendiri yang membukakan saya pintu?" Tanya Lyra sembari mengedarkan pandangannya kesetiap sudut ruangan.

Lyra takjub dengan apartemen mewah milik Aldrich, sangat berbeda dari apartemen sewaannya yang mungkin hanya seluas ruang tamu unit ini.

"Duduklah, aku akan membawakanmu minum--"

"Jangan!" Lyra langsung menghadang langkah Aldrich yang hendak pergi. "Gak usah, Pak. Bapak masih kurang sehat, muka Bapak masih terlihat pucat. Lebih baik kita duduk saja, jadi saya bisa segera pergi." Katanya.

Aldrich mengangguk, "Baik, duduklah."

Merekapun duduk. Lyra menyodorkan sebuah map di atas meja.

"Apa ini?" Diraihnya map tersebut oleh Aldrich kemudian ia baca dengan mata elangnya yang indah.

"Itu catatan-catatan asli pengeluarkan kita untuk biaya produksi dari tahun lalu dan beberapa bulan belakang, Pak. Saya membandingkan dengan catatan yang Pak Darmawan berikan pada saya dan jumlahnya memang berbeda." Jawab Lyra menjelaskan. "Saya mengintip Pak Darmawan waktu dia lagi ngobrol sama Manajer keuangan. Setelah mereka pergi, saya langsung masuk dan mendapati berkas di laci Pak Darmawan. Karena takut dia kembali, saya langsung saja membawanya dan pergi kemari."

Lyra tampak gugup, saat ini ia hanya bisa memainkan kedua tangan sambil menanti tanggapan Aldrich yang masih fokus membaca berkas tersebut tepat di samping kirinya.

Aldrich meletakan berkas tersebut di atas meja, lalu tiba-tiba saja ia menggenggam kedua tangan Lyra dengan eskpresi bahagia.

"Terima kasih." Ucapnya. "Terima kasih banyak, bukti ini bisa memperkuat bukti temuan kita sebelumnya. Dengan ini, dengan ini Kakek tidak akan bisa menghentikanku untuk memecat kerabat jauhnya yang korup itu."

Lyra terbawa rasa bahagia, untuk pertama kalinya ia melihat Aldrich tersenyum lebar hingga gigi rapihnya terlihat.

~chup ...

Aldrich mengecup punggung tangan Lyra hingga membuat gadis itu terpaku, diam mematung dengan mulut sedikit terbuka. Rahangnya hampir terlepas saking terkejutnya.

Sedangkan Aldrich tidak menyadari apapun, rasa lega sedang memenuhi dirinya. Lain dengan Lyra yang sibuk mengatur detak jantung, ciuman Aldrich pada punggung tangannya terasa seperti sengatan listrik yang menjalari seluruh tubuh.

"Pak CEO ..." Panggilnya pelan.

Aldrich langsung menengok. "Ya?"

Lyra terlihat menelan ludah dengan susah payah.

"Ada apa?"

~chup ...

Kini giliran Lyra yang mencium pipi Aldrich secepat kilat. Setelah itu ia tidak berani mengangkat kepala dan sebisa mungkin menghindar dari tatapan mata pria yang entah sejak kapan dirinya sukai. Apakah sejak malam tahun baru? Atau justru semenjak mereka sering berinteraksi saat mencari bukti korupsi? Entahlah, Lyra selalu berusaha untuk mengabaikan perasaan anehnya, tapi kali ini tidak. Lyra sudah tidak bisa menahannya lagi.

Tentang patah hati. Lyra sudah mengalami hal buruk sebelumnya, tidak ada alasan untuk merasa takut.

"Sa-- saya menyukai anda, Pak. Maaf karena sudah lancang, saya hanya ingin mengungkapkannya saja. Rasanya terlalu sesak untuk ditahan lebih lama lagi." Kata Lyra dengan masih tertunduk.

Aldrich masih berusaha untuk mencerna yang sedang terjadi.

"Tolong jangan pecat saya." Mohon ia setelahnya.

"Ya, tentu saja." Ucap Aldrich.

Lyra memberanikan diri untuk menatap wajah tampan atasannya itu. "Lalu, bagaimana dengan perasaan saya? Apa anda--"

"Terima kasih, tapi maaf karena aku tidak bisa membalasnya." Potong Aldrich tanpa pikir panjang.

Hati Lyra terasa diremas dengan kuat, dadanya seaakan ditikam benda berat hingga membuat nafasnya tercekat. Untuk pertama kalinya ia membuat langkah lebih dulu, dan ternyata dia telah keliru.

"Tapi Pak ... anda sudah bersikap sangat baik terhadap saya."

"Maaf karena sudah membuatmu salah paham." Kata Aldrich yang kembali memperjelas bahwa dia telah menolak ungkapan cinta dari karyawatinya sendiri.

Mata Lyra memanas, kedua telinganya pasti sudah mulai memerah karena menahan tangis.

"Apa anda tidak mau mempertimbanya terlebih dulu?" Tanya Lyra memastikan. Ia masih tidak terima dengan penolakan pria tersebut.

Aldrich menggeleng. "Sebaiknya kamu yang berpikir ulang. Semuanya terlalu cepat, bisa saja kamu salah mengartikan perasaan."

"Ya Tuhan ... aku bodoh sekali. Bisa-bisanya menyukai Bos sendiri, pimpinan perusahaan yang sudah pasti tidak akan tertarik pada karyawati biasa sepertiku ini." Lyra tampak menyesali kecerobohannya. Dan sekarang, Aldrich pasti membenci dirinya.

Aldrich pun sama bingungnya. Ia tampak menyugar rambut sambil mendesah lemah. "Bukan itu alasannya, ini hanya tidak masuk akal. Aku tidak bisa menyukaimu hanya dalam beberapa bulan."

Lihatlah, pria itu pasti sedang berpikiran bahwa Lyra adalah gadis yang mudah sekali jatuh cinta pada seorang pria. Aish, sial.

Lyra menggeleng. "It's almost 5 month since we talked."

"Obrolan serta pertemuan kita selalu formal, bagaimana mungkin kamu berpikir kalau aku menyukaimu dalam hal romantis." Kata Aldrich.

Lyra mengangguk paham. "Ya, maafkan saya ... lupakan saja, saya tidak ingin hubungan kita menjadi canggung."

"Tentu."

Selama ini Lyra mengira bahwa perlakuan Aldrich terhadap dirinya memiliki makna lain. Ternyata pria itu hanya berusaha bersikap baik saja.

"Kalau begitu, apa saya boleh meminta sesuatu?" Tanya Lyra.

Aldrich mengangguk. "Katakanlah, akan kuberikan. Apapun itu."

Lyra menegakan punggungnya. "Kiss me."

Darn.

Mata Aldrich membola, ia tidak menyangka bahwa Lyra akan meminta hal itu. Aldrich sudah berjanji akan mengabulkan keinginannya, sudah tidak ada jalan keluar lagi.

"Dimana tepat yang ingin kucium?" Aldrich bertanya.

"Bibir."

Aldrich mengangguk. Ia mulai bergeser lebih dekat, tangan kanannya bergerak, meraih tengkuk Lyra dan dengan perlahan tapi pasti hal itupun terjadi.

Lyra terpejam ketika sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya, bergerak pelan dan semakin dalam, semakin memabukan. Refleks kedua tangannya mengalung pada leher Aldrich berharap kejadian itu tidak cepat berakhir.

Begitupun dengan Aldrich, tangan besar pria itu menekan pinggang ramping Lyra sambil memperdalam ciumannya. Rasanya sangat nyaman dan melegakan. Entah apa yang terjadi tapi Aldrich pun terlihat tidak ingin cepat-cepat mengakhiri.

Related chapters

  • CEO di Tempat Tidurku   8. Friend Always Got Your Back

    Lyra duduk termenung dan sibuk mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana tidak, kejadian kemarin masih memenuhi kepalanya. Kelakuan bodoh yang bisa saja membuat Aldrich menjaga jarak bahkan mungkin menghindar. Apalagi pria itu mengatakan bahwa tugas Lyra mengenai korupsi di perusahaan telah selesai tinggal Aldrich yang mengerjakan sisanya.Untuk itu Lyra mendapatkan bonus yang cukup besar, bahkan ada kemungkinan akan naik jabatan. Tapi, Lyra ragu kalau Aldrich akan melakukan itu setelah apa yang terjadi kemarin sore. Bodoh. Lyra benar-benar menyesal karena sudah gagal mengontrol diri.Lagi-lagi Lyra hanya bisa menghela nafas frustrasi disaat karyawan lain sedang sibuk bergosip tentang pemanggilan beberapa atasan mereka, termasuk Manajer Perencanaan dan Evaluasi, Darmawan.Kehlani berjalan menghampiri cubicle Lyra, satu-satunya meja yang berlawanan arah dengan milik karyawan di bawah awasannya."Katanya ada salah satu karyawan yang jadi mata-mata, dia bantuin Pak Aldrich buat nyari bukti-bukt

    Last Updated : 2022-08-26
  • CEO di Tempat Tidurku   9. Jangan Sentuh Dia!

    Langit mendung membuat suasana kantor yang sudah kisruh karena kasus penggelapan dana perusahaan bertambah mencekam. Tapi tidak bagi Lyra yang hatinya sedang berbunga-bunga karena Aldrich ingin bertemu dengan dirinya. Ya, seperti pesan yang karyawan sebelumnya sampaikan bahwa CEO mereka ingin Lyra datang ke ruangannya. Senangnya.Lyra berjalan menuju ruangan Aldrich dengan suasana hati yang berbunga-bunga. Rasa takut yang memenuhi kepalanya tentang dijauhi oleh Aldrich perlahan-lahan menghilang dan berganti rasa lega.Jika Aldrich tidak menghindar, maka Lyra bisa melancarkan rencana-rencana pendekatan lain kedepannya. Entah apa alasannya, tapi Lyra yakin bahwa CEO tampan itu memiliki sedikit perasaan terhadap dirinya, Lyra hanya perlu membuat pria itu sadar.Ya, Lyra tampak semakin semangat saat memikirkan hal itu.Tangan kanannya menenteng sebuah kopi Americano sebagai permintaan maaf mengenai kejadian kemarin sore. Itu hanya formalitas saja, karena siapapun tahu bahwa Lyra merasa se

    Last Updated : 2022-09-23
  • CEO di Tempat Tidurku   10. Tinggal Bersama

    Rasa khawatir membuat Aldrich tidak bisa mengatakan apa-apa, ia hanya duduk sambil menatap Lyra yang sedang beristirahat setelah meminum obat di atas ranjang rumah sakit. Aldrich masih mengingat dengan sangat jelas ekspresi ketakutan yang gadis itu tunjukan saat dirinya selamatkan.Arrgh!!!Aldrich menggeram tertahan ketika sebuah kilasan mengenai kejadian di masa lalu terputar dengan tiba-tiba. Jantungnya terasa diremas kuat saat bayangan seorang wanita yang begitu putus asa sedang memanggil-manggil namanya dan berharap diirnya datang. Aldrich mengusap keringat di kedua pelipisnya, dadanya mulai terasa sesak."Pak, apa anda baik-baik saja?"Pertanyaan Farrel menyadarkan Aldrich dari lamunan. "Y--Yeah, i'm fine.""Apa Bapak--""Beritahu keluarganya atau siapapun, aku akan segera kembali." Ujar Aldrich yang kemudian beranjak dari kursi dan berlalu pergi.Farrel menatap kepergian sang atasan yang terlihat tertekan, lalu dilihatnya sosok Lyra sekilas. "Apa dia seberpengaruh itu ke Pak Al

    Last Updated : 2022-10-16
  • CEO di Tempat Tidurku   11. Gagal Malam Pertama

    Lyra meyakini bahwa perasaan yang dimilikinya untuk Aldrich bukan hanya rasa kagum semata seperti perkataan Adnan kala itu. Lyra merasakan sesuatu yang lebih dalam dari kekaguman, tapi ia juga tidak berani untuk menamai rasa itu cinta. Lyra tidak ingin salah menyimpulkan rasa dan membuat semua halnya menjadi kacau. Untuk saat ini, ia cukup puas hanya dengan bisa menatap pria bertubuh tegap yang saat ini sedang sibuk membaca buku, dia, Aldrich.Malam ini adalah malam pertama ia tinggal satu atap bersama Aldrich, Lyra juga tidak lupa bahwa tujuan CEO perusahaannya mengajak tinggal bersama semata-mata hanya untuk memberikan perlindungan, tidak lebih. Aldrich pun sudah menegaskan itu.Tok... Tok...Aldrich yang sedang membaca di sofa sudut kamarnya langsung mengalihkan pandangan. Dilihatnya ke arah pintu dan mendapati Lyra sedang berdiri sambil tersenyum gugup."Ada apa?" Tanya Aldrich.Lyra sendiri pun sebenarnya tidak tahu kenapa dia sampai mendatangi kamar CEO Aldrich dan mengganggu wak

    Last Updated : 2022-10-22
  • CEO di Tempat Tidurku   12. Temani Aku (Mimpi Buruk)

    Gemuruh hujan angin dengan kilatan petir seakan menambah kecemasan Lyra di dalam tidurnya. Mata gadis itu terpejam erat, nafasnya memburu sambil bergerak gelisah. Entah mimpi buruk apa yang sedang dialami sampai-sampai membuat tidurnya tidak tenang sampai keringat bercucuran."Ah... Ti-- tidak! Lepaskan aku... Jangan, aku mohon..." Gumamnya dengan masih terpejam.Tok...Tok...Tok..."Lyra? Ada apa?"Di luar kamarnya terlihat Aldrich sedang berusaha memastikan keadaan tamunya yang terdengar berteriak beberapa saat lalu.Ya, Aldrich yang sedang membaca berkas pekerjaan tiba-tiba saja merasa haus dan saat pergi menuju dapur, ia pun mendengar Lyra memekik tertahan dari dalam kamarnya. Tentu saja itu membuat Aldrich khawatir dan mengurungkan niatnya pergi minum ke dapur, ia memilih untuk memastikan keadaan Lyra di dalam kamar sana."Lyra? Answer me!" Ujarnya.Shit. Karena tak kunjung mendapatkan jawaban, Aldrich pun memutuskan untuk mengabaikan etika dan memilih masuk tanpa izin orangnya.

    Last Updated : 2022-10-29
  • CEO di Tempat Tidurku   13. That's Not Your Fault

    Rasanya seperti mimpi bagi Lyra saat terbangun dalam dekapan hangat seorang pria, bahkan bukan pria biasa, melainkan CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Nikmat mana lagi yang gadis itu dustakan. Ia bahkan masih tidak percaya kalau Aldrich benar-benar menemani tidur dan memeluknya sepanjang malam, Lyra kira pria itu akan pergi setelah dirinya terlelap, ternyata dugaannya salah.Lyra kembali memejamkan mata, enggan untuk menyudahi kenyamanan yang sedang dirasakan."Lihatlah, gimana bisa aku tidak menyukai pria ini," gumam hatinya.Lalu, tiba-tiba saja sebuah usapan lembut mendarat di kepalanya. Lyra yang pura-pura masih tidur hanya bisa menahan lonjakan detak jantungnya dan berusaha tenang di tengah gempuran yang menggoyahkan iman."Ra... Wake up," bisik Aldrich tepat di telinga Lyra.Sontak saja Lyra membuka mata dan menengadahkan wajahnya untuk melihat wajah tampan Aldrich yang tidak manusiawi. Keduanya terdiam dan hanyut dalam tatapan satu sama lain."Gimana tidurnya?" Tanya Aldrich

    Last Updated : 2022-11-04
  • CEO di Tempat Tidurku   14. Resmi Pacaran

    Sejak kejadian di mall hari itu, Lyra menjadi semakin yakin jika sebenarnya Aldrich pun memiliki perasaan yang sama terhadap dirinya, hanya tinggal menunggu pria itu sadar saja. Karena, kalau tidak ada perasaan apa-apa mana mungkin Aldrich rela pasang badan dan memperkenalkan diri sebagai kekasihnya, pikir Lyra. Diluar itu semua Lyra benar-benar bersyukur karena untuk kesekian kalinya Aldrich hadir sebagai penyelamat.Sudah satu minggu berlalu semenjak kejadian penyerangan Darmawan terhadap Lyra, maka sudah selama itu pula dia tinggal bersama Aldrich. Tidak terlalu banyak kemajuan diantara keduanya karena Aldrich terlalu sibuk bekerja hingga Lyra pun tidak tahu kapan pria itu pulang. Hanya sarapan yang selalu mereka lakukan bersama."Al..." Panggil Lyra yang saat ini baru melangkah keluar dari ruang pengadilan untuk putusan hukum untuk Darmawan.Aldrich pun menghentikan langkahnya dan berbalik, "Hm?"Lyra memasang senyum terbaiknya, "Terima kasih karena udah menambahkan laporan tenta

    Last Updated : 2022-12-15
  • CEO di Tempat Tidurku   15. Hug Me, All Night

    Rasanya aneh, seperti baru kemarin Lyra diselamatkan Aldrich dari serangan sang mantan kekasih. Tapi sekarang, pria penyelamat itu sedang berbaring berbantalkan pangkuan Lyra yang juga asik mengelus rambut lembutnya.Entah sudah berapa lama Aldrich menceritakan hal yang menurutnya harus Lyra ketahui, dan gadis itu tampak sabar mendengarkan tanpa memotong apalagi menghakimi."Jujur saja, aku takut untuk mencintai seseorang lagi sejak sepeninggalnya Marissa. Dia seorang kasir minimarket dan semua orang menganggap kami tidak cocok bersama dengan alasan status sosial yang berbeda." Ucap Aldrich. "Rissa mendapatkan banyak tekanan, hingga akhirnya dia menyerah, menyerahkan kehidupannya." Lanjut Al.Lyra menunduk pelan, lalu dikecupnya kening Aldrich yang mulai menunjukan kesedihan. Bagaimanapun Aldrich merasa bersalah atas apa yang menimpa sang mantan kekasih, gadis malang itu tidak akan tersiksa dan menderita jika saja Aldrich tak pernah menyukainya."Aku takut, aku takut gagal menjagamu..

    Last Updated : 2023-01-15

Latest chapter

  • CEO di Tempat Tidurku   19| Malam yang Mendebarkan (Kembali bersama)

    Aldrich berdiri diambang pintu apartemen, berhadapan dengan Lyra yang terlihat berantakan, air matanya tak mau berhenti mengalir walau sudah ia tahan sebisa mungkin. Lyra bahkan tak mampu memalingkan wajahnya dari Aldrich, dia kesal tapi juga rindu dalam waktu yang bersamaan."Kamu... Kamu bakalan berdiri terus disitu?" Lyra bertanya dengan suara bergetar."Will you be my girlfriend?" Aldrich mengungkapkan niat utamanya."Hah?"Lyra tampak kebingungan. Aldrich tersenyum samar seraya melangkah masuk apartemen, membuat Lyra refleks mundur."Maksudnya ap--apa?""Kamu udah mutusin aku dan ebelumnya kamu yang confess lebih dulu, you always bring that up tiap kali berantem. So now, giliranku. Will you be my girlfriend?" Aldrich menarik pinggang ramping Lyra hingga tubuh mereka saling bersentuhan.Hati Lyra berdebar jauh lebih cepat, mulutnya pun tak mampu untuk mengeluarkan kata-kata. Jadilah ia hanya memberi anggukan kecil sebagai jawaban.Tapi Aldrich tidak menerima jawaban seperti itu."

  • CEO di Tempat Tidurku   18. Kesempatan Mendapat Restu

    Aldrich berdiri di hadapan sang Ayah, Tuan besar Herdiano Wicaksana. Hubungan anak dan Ayah itu memang kurang baik, Aldrich yang ikut tinggal bersama sang Ibu setelah perceraian membuat mereka jadi jarang berhubungan. Meskipun begitu, Herdiano kerap kali pergi ke London untuk perjalanan bisnis dan mampir menemui Aldrich selagi ada di sana. Ya, jika dilihat dari jadwal kunjungannya yang sangat jarang dan selalu bertepatan dengan adanya pekerjaan, Aldrich yakin bahwa Ayahnya tidak sengaja pergi untuk bertemu dengannya.Kerajaan bisnis milik Wicaksana sangatlah besar dan butuh dedikasi tinggi agar bisa demikian. Herdiano seperti hidup hanya untuk bekerja, dia tidak peduli istrinya merasa kesepian atau tidak. Itulah yang membuat Adisti, sang istri memilih bercerai lalu menikahi pria asing dari negeri seberang. Aldrich tidak bisa menyalahkan Ibunya, dia berhak mendapatkan kebahagiaan, sama seperti Lyra."Dad, aku gak mau. Stella gadis yang baik, tapi aku gak bisa menghabiskan sisa umurku d

  • CEO di Tempat Tidurku   17. Kita Putus

    Hari bahkan minggu telah berlalu, selama itu pula kehidupan Lyra mengalami banyak perubahan. Kehadiran Aldrich sebagai kekasih terkesan banyak mengatur, dan Lyra yang memang bucin sering kali tidak bisa menolak. Tapi sejauh ini, hubungan mereka lancar-lancar saja. Keduanya tampak menikmati waktu bersama dengan sangat baik.Meskipun begitu, sampai saat ini setelah 4 bulan menjalin hubungan, Lyra masih belum diperkenalkan pada keluarga ataupun kerabat dekat Aldrich. Tidak masalah, Lyra mengerti. Toh, hubungan mereka juga belum seberapa lama.Hari ini, pekerjaan Lyra di kantor tidak terlalu banyak, berbeda dengan Aldrich yang sibuk rapat kesana-kemari. Hal itu menyebabkan keduanya belum sempat berbicara dari pagi. Lyra merindukannya. Tidak melihat wajah Aldrich sehari saja rasanya sungguh menyiksa."I miss you." Lyra membaca ulang pesannya sebelum benar-benar dikirim pada Aldrich.Kepada: Aldrich💜|I miss you...|/Read/"Ha? Kok cuma dibaca?!" Lyra mendengus kesal, "Ngeselin banget, ck.

  • CEO di Tempat Tidurku   16. Bayang-Bayang Masa Lalu

    Lyra mulai membuka mata dengan perlahan. Cahaya matahari yang menerobos jendela begitu terang-terangan mengekspos dirinya dengan kondisi masih acak-acakan, rambut panjangnya terlihat seperti singa sehabis melakukan perburuan.Tunggu, Lyra tidak merasakan kehadiran Aldrich di sampingnya. Ia pun membuka mata secara penuh dan menengok ke arah jam yang ternyata sudah menunjukan pukul 7 pagi.Darn."Dia kemana?" Gumamnya setengah sadar.Lyra duduk bersila sembari mengumpulkan kesadaran sebelum beranjak dan mulai beraktifitas. Toh hari ini dia tidak akan pergi bekerja, begitupun dengan Aldrich yang sudah berjanji akan membantu dirinya berbenah di apartemen baru.Ya, tebakan kalian benar, Aldrich yang menyewakan apartemen itu. Dengan sedikit paksaan dan berbagai macam alasan yang sangat masuk di akal, yaitu tentang keamanan, Aldrich takut jika pihak Darmawan tidak terima jika keponakan jauhnya sendirilah yang telah melaporkan pria jahat itu. Dan, akhirnya Lyra mau menerima sarannya untuk pin

  • CEO di Tempat Tidurku   15. Hug Me, All Night

    Rasanya aneh, seperti baru kemarin Lyra diselamatkan Aldrich dari serangan sang mantan kekasih. Tapi sekarang, pria penyelamat itu sedang berbaring berbantalkan pangkuan Lyra yang juga asik mengelus rambut lembutnya.Entah sudah berapa lama Aldrich menceritakan hal yang menurutnya harus Lyra ketahui, dan gadis itu tampak sabar mendengarkan tanpa memotong apalagi menghakimi."Jujur saja, aku takut untuk mencintai seseorang lagi sejak sepeninggalnya Marissa. Dia seorang kasir minimarket dan semua orang menganggap kami tidak cocok bersama dengan alasan status sosial yang berbeda." Ucap Aldrich. "Rissa mendapatkan banyak tekanan, hingga akhirnya dia menyerah, menyerahkan kehidupannya." Lanjut Al.Lyra menunduk pelan, lalu dikecupnya kening Aldrich yang mulai menunjukan kesedihan. Bagaimanapun Aldrich merasa bersalah atas apa yang menimpa sang mantan kekasih, gadis malang itu tidak akan tersiksa dan menderita jika saja Aldrich tak pernah menyukainya."Aku takut, aku takut gagal menjagamu..

  • CEO di Tempat Tidurku   14. Resmi Pacaran

    Sejak kejadian di mall hari itu, Lyra menjadi semakin yakin jika sebenarnya Aldrich pun memiliki perasaan yang sama terhadap dirinya, hanya tinggal menunggu pria itu sadar saja. Karena, kalau tidak ada perasaan apa-apa mana mungkin Aldrich rela pasang badan dan memperkenalkan diri sebagai kekasihnya, pikir Lyra. Diluar itu semua Lyra benar-benar bersyukur karena untuk kesekian kalinya Aldrich hadir sebagai penyelamat.Sudah satu minggu berlalu semenjak kejadian penyerangan Darmawan terhadap Lyra, maka sudah selama itu pula dia tinggal bersama Aldrich. Tidak terlalu banyak kemajuan diantara keduanya karena Aldrich terlalu sibuk bekerja hingga Lyra pun tidak tahu kapan pria itu pulang. Hanya sarapan yang selalu mereka lakukan bersama."Al..." Panggil Lyra yang saat ini baru melangkah keluar dari ruang pengadilan untuk putusan hukum untuk Darmawan.Aldrich pun menghentikan langkahnya dan berbalik, "Hm?"Lyra memasang senyum terbaiknya, "Terima kasih karena udah menambahkan laporan tenta

  • CEO di Tempat Tidurku   13. That's Not Your Fault

    Rasanya seperti mimpi bagi Lyra saat terbangun dalam dekapan hangat seorang pria, bahkan bukan pria biasa, melainkan CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Nikmat mana lagi yang gadis itu dustakan. Ia bahkan masih tidak percaya kalau Aldrich benar-benar menemani tidur dan memeluknya sepanjang malam, Lyra kira pria itu akan pergi setelah dirinya terlelap, ternyata dugaannya salah.Lyra kembali memejamkan mata, enggan untuk menyudahi kenyamanan yang sedang dirasakan."Lihatlah, gimana bisa aku tidak menyukai pria ini," gumam hatinya.Lalu, tiba-tiba saja sebuah usapan lembut mendarat di kepalanya. Lyra yang pura-pura masih tidur hanya bisa menahan lonjakan detak jantungnya dan berusaha tenang di tengah gempuran yang menggoyahkan iman."Ra... Wake up," bisik Aldrich tepat di telinga Lyra.Sontak saja Lyra membuka mata dan menengadahkan wajahnya untuk melihat wajah tampan Aldrich yang tidak manusiawi. Keduanya terdiam dan hanyut dalam tatapan satu sama lain."Gimana tidurnya?" Tanya Aldrich

  • CEO di Tempat Tidurku   12. Temani Aku (Mimpi Buruk)

    Gemuruh hujan angin dengan kilatan petir seakan menambah kecemasan Lyra di dalam tidurnya. Mata gadis itu terpejam erat, nafasnya memburu sambil bergerak gelisah. Entah mimpi buruk apa yang sedang dialami sampai-sampai membuat tidurnya tidak tenang sampai keringat bercucuran."Ah... Ti-- tidak! Lepaskan aku... Jangan, aku mohon..." Gumamnya dengan masih terpejam.Tok...Tok...Tok..."Lyra? Ada apa?"Di luar kamarnya terlihat Aldrich sedang berusaha memastikan keadaan tamunya yang terdengar berteriak beberapa saat lalu.Ya, Aldrich yang sedang membaca berkas pekerjaan tiba-tiba saja merasa haus dan saat pergi menuju dapur, ia pun mendengar Lyra memekik tertahan dari dalam kamarnya. Tentu saja itu membuat Aldrich khawatir dan mengurungkan niatnya pergi minum ke dapur, ia memilih untuk memastikan keadaan Lyra di dalam kamar sana."Lyra? Answer me!" Ujarnya.Shit. Karena tak kunjung mendapatkan jawaban, Aldrich pun memutuskan untuk mengabaikan etika dan memilih masuk tanpa izin orangnya.

  • CEO di Tempat Tidurku   11. Gagal Malam Pertama

    Lyra meyakini bahwa perasaan yang dimilikinya untuk Aldrich bukan hanya rasa kagum semata seperti perkataan Adnan kala itu. Lyra merasakan sesuatu yang lebih dalam dari kekaguman, tapi ia juga tidak berani untuk menamai rasa itu cinta. Lyra tidak ingin salah menyimpulkan rasa dan membuat semua halnya menjadi kacau. Untuk saat ini, ia cukup puas hanya dengan bisa menatap pria bertubuh tegap yang saat ini sedang sibuk membaca buku, dia, Aldrich.Malam ini adalah malam pertama ia tinggal satu atap bersama Aldrich, Lyra juga tidak lupa bahwa tujuan CEO perusahaannya mengajak tinggal bersama semata-mata hanya untuk memberikan perlindungan, tidak lebih. Aldrich pun sudah menegaskan itu.Tok... Tok...Aldrich yang sedang membaca di sofa sudut kamarnya langsung mengalihkan pandangan. Dilihatnya ke arah pintu dan mendapati Lyra sedang berdiri sambil tersenyum gugup."Ada apa?" Tanya Aldrich.Lyra sendiri pun sebenarnya tidak tahu kenapa dia sampai mendatangi kamar CEO Aldrich dan mengganggu wak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status