“Yas, kau di sana?” Ilham membuka lebar pintu itu. Dia melihat sesosok wanita ada di tangga paling atas, dan meringkuk. Tubuhnya terlihat gemetar dan menggigil. Gemeretuk giginya saling beradu menandakan wanita itu menahan sekuat tenaga rasa dingin bercampur takut. Ilham membelalakkan mata sipitnya, melihat bahwa wanita itu adalah yang dicari.
“Yas, apa yang terjadi? Kau tidak meneleponku kalau mau kemari sebelumnya?” Lelaki itu mendekat dan memeluk Tias yang ada di pojokan. Wanita itu sudah menggigil kedinginan karena pakaiannya basah kuyup. Wanita itu terlihat lemah dan lemas di tangga darurat itu. Lelaki itu menebarkan sedikit kehangatan kepada Tias, sehingga Tias sedikit tenang dan tidak lagi menggigil.
“Badanmu sangat panas, Sudah berapa lama?” Ilham terus saja nerocos.Tapi Tias tidak bisa menjawab bibirnya kelu untuk mengatakannya. Pikirannya masih sadar untuk mendengar semua perkataan dari lelaki it
Berulang kali dia membuka tutup gawainya, kira-kira siapa yang akan dihubunginya? Tidak mungkin dia mengganti pakaian wanita itu sendiri. Bisa-bisa, bablas menghabisinya. Satu-satunya bantuan, adalah David. Tepatnya istrinya, namun dalam keadaan hujan besar begini, siapa yang mau ke ruamahnya? Aditia? Dia sama-sam laki-laki. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya dia memberanikan diri mengganti pakain Tias sendiri.“Mau tidak mau, harus gue sendiri yang menggantikan. Duh, siksaan banget kalau begini. Dilihatin, dosa. Kagak dilihat, sudah melihat. Ck, paling benci berada di persimpangan seperti ini,” keluh lelaki bertubuh atletis itu. Dia merem-melek melihat tubuh molek Tias yang terbaring lemas.“Kalau gue biarin, bisa-bisa dia tambah sakit,” bimbang Ilham. Dia mondar-mandir di ruangan itu. Tidak tahu, harus melakukan apa. Setelah sedikit lelah, dia duduk dan memikirkan cara terbaik untuk menggantikan bajunya.
“Bismilah. Ya Allah, kali ini lebih ekstream.” Dia akan melihat tubuh indah Tias bagian bawah. Siksaan itu makin gencar membayangi batinnya. Dia akan melihat lembah hijau milik Tias. Lembah yang ditumbuhi rumput liar bahkan padi yang lebat. Bisa dibayangkan, bagaimana susahnya dia menahan diri. Terlihat di sudat bibirnya air liur akan menetes di bibirnya. Berkali-kali dia menahan nafasnya sangat berat di tenggorokan. Dia belum bisa membuka bagian bawahnya. Berulang-kali dia urungkan niatnya itu. “Sepertinya, aku tidak sanggup. Akan tetapi, ini demi kebaikan Tias. Bagaimana ini?” Lagi-lagi dia berjalan mondar-mandir di ruangan itu. Dia akan melakukannya, apapun yang terjadi nanti. “Ah, bodoh ....” Dia kemudian mulai melucuti pakaian Tias dengan cepat. Namun, tentu tetap melihat lembah itu dengan jelas. Ah, rupanya dia wanita yang pandai membersihkan diri. Di sana terlihat bersih tanpa rumput liar sedikit pun. Dia tersenyum.
Dia tergagap kemudian teringat akan misinya ingin menyadarkan wanita itu. Diambil selembar kapas, kemudian diteteskan minyak kayu putih dan diarahkan ke hidung Tias. Sekali, tidak ada reaksi. Dia tambahkan lagi lebih banyak minyak kayu putih agar rangsangan bau ke otaknya semakin cepat pula. Namun Tias tidak terbangun juga. Muncul sifat usilnya. Dia melumat habis bibir kekasihnya itu hingga wanita itu melenguh merasakan sensasi hangat yang mendera pada bibirnya. Ilham merasakan tubuhnya menuntut lebih. Hingga tangannya bergerak di dada Tias.Tias mulai mengerutkan keningnya. Kemudian, berlahan-lahan membuka matanya, disertai dengan bersin-bersin. Rasa dalam dada Ilham melega sekaligus kecewa bersamaan karena dengan Tias bangun maka berakhir pula aksinya mencumbu sang kekasih. Akhirnya, Tias dapat membuka mata. Tias menutup-buka mata berkali-kali untuk menyesuikan cahaya yang masuk dalam pupil matanya. Wanita itu belum menyadari bahwa dia bukan berada di ru
Dia coba membangun kembali gairah dalam diri Tias. Akan tetapi, bel lebih gencar mengalun, hingga dia mengalah dan keluar untuk membukakan pintu sambil ngedumel.“Nggak punya otak! Ngak tahu apa, kalau aku sedang berusaha. Kurang ajar!” sambil jalan kedepan, lelaki itu terus saja ngedumel tak karuan. Mulutnya komat-kamit tak karuan. Lelaki itu membuka anak kunci, kemudian menarik pintu depan. Dia mengerutkan keningnya, melihat sesosok yang datang.“Kamu? Mau ngapain kemari?” tanya Galih. Galih mendorong tubuh seorang wanita yang bertamu itu ke pojokan.“Ngapain? Kamu itu yang apa-apan. Kamu menghilang setelah menikmati semuanya.” Wanita itu mengarahkan tangannya ke wajah Galih. Kilatan kemarahan membuncah di mata wanita itu. Wanita itu rasanya seperti ingin menerkam dirinya.“Dengar ya, Milea! Aku sama kamu hanya kenikmatan sesaat. Tidak ada apa-apa. Lagian,
“Aku tidak bohong! Pulanglah! Dan jangan kemari lagi! Atau Tias tahu, berarti kita berakhir.” pinta Galih. Sambil memegang lengan samping Milea. Wanita itu tidak terima dengan perlakuan Galih. Dia menyunggingkan senyuman, karena melihat istrinya Galih.Terlambat Galih, Tias sudah mengetahuinya. Saat mereka bicara, Tias berada di balik dinding dan mendengarkan semuanya. Sekuat tenaga, Tias menahan untuk tidak menangis. Tias melihat wanita itu akan pergi. Ini kesempatannya untuk membuka semua, dan menanyakan apa yang terjadi.“Eh, ada tamu rupanya. Kenapa nggak masuk, Mbak. Masuk, yuk!” ajak Tias. Mereka berdua gagap. Akan tetapi, Galih dengan otak buayanya berkilah. Dia harus menghentikan Tias dan Milea, kalau tidak mau semua jadi berantakan.“Kami sudah selesai bicara dan Milea akan pulang. Dia buru-buru katanya, Sayang. Iya ‘kan Milea?” kode Galih. Tias tersenyum kecut. Dia sang
Tias dengan pelan-pelan membuka surat itu. Dengan seksama dia baca larikan demi larikan kalimat yang ada pada surat itu. Dadanya bergetar, setelah membaca kesimpulan terakhir. Akan tetapi, mungkin dia salah baca. Diulang lagi membaca dari atas. Ternyata dia tidak salah. Kaki Tias kelu. Walau belum mengatkannya, Tias tahu yang akan dikatakan wanita itu apa keperluannya berada di sini sekarang. Darahnya bagai berhenti mengalir. Rasanya membeku dan tak bisa melakukan apapun.Tartulis jelas di sana bahwa seorang bernama Milea Carmelia Ningrum usia dua puluh dua tahun dinyatakan positif hamil lima minggu. Tias terduduk lemas di kursi. Dia tunjukan pada Galih apa yang dibacanya. Dunia terasa sangat gelap dan hitam.“Milea, jangan mengada-ada! Ini jelas bukan anakku ‘kan?” tegas Galih.“Dasar pengecut! Setelah mendapatkan seluruh kenikmatan, sekarang kamu mau mengelak? Aku tuntut kamu sampai ke lubang ne
“Hargai keputusanku, Mas. Kau mencapai tujuanmu bersama orang lain. Tolong lepaskan aku!” Pinta Tias.“Tidak! Aku tidak akan melepaskanmu dan membiarkan pernikahan kita poranda. Kita mulai dari awal.” Galih masih saja bertahan dengan pelukkannya.“Jangan memaksaku berbuat kasar denganmu. Tolong!” Akan tetapi, Galih tidak peduli dengan ucapan Tias. Dia menarik tubuh Tias, dan membawa ke ranjang untuk berhubungan suami istri. Tias memberontak. Tubuhnya yang lemas digunakan untuk melawan keganasan Galih yang ingin mengajaknya berhubungan badan. Galih mulai menggila dengan membuka baju Tias.“Lepaskan aku! Kau memang bajingan, Mas!” Teriak Tias. Galih tidak peduli. Dia terus saja membuka pakian Tias.Tak berhasil membuka, dia merobek pakaian Tias dengan sangat kasar. Rupanya, emosinya sudah mulai memuncak.“Dia
Tias berhenti, kemudian menoleh ke arah lelaki itu. Dia menajamkan matanya, kemudian berlalu pergi. Suaminya masih memunggunginya saat Tias menoleh. Sementara Tias melenggang, masih terdengar ditelinga Tias Galih frustasi. Dia memukul kaca depan yang menjadi hiasan jendelanya. Tias berusaha tidak peduli dengan keadaan Galih. Mungkin lelaki itu sedang terluka sekarang. Akan tetapi, dia terlanjur sakit. Kali ini, tidak akan dia menengok ke belakang. Secara tid langsung, Galih sudah mengusirnya dengan kata-kata sarkasnya.Dia berjalan tak tentu arah. Dia memeluk tubuhnya sendiri yang terasa meriang. Rasanya hari ini begitu membuatnya emosi. Gerimis yang tadinya hanya menelisik kecil, kini berubah menjadi semakin besar. Dia membiarkan tubuhnya tertimpa hujan deras. Senja mulai menyeruak, namun gelayut awan hitam membayangi, sehingga warnanya tiada menjingga. Tias duduk di halte bus untuk menunggu bus datang. Dia tidak perdulikan tubuhnya yang kuyup
“Sepertinya, sudah waktunya.”“Oh, Galih maaf, aku harus membawanya.” Ilham menggendong sang istri untuk keluar dari pesta itu dia sangat panik. Sedangkan orang-orang juga memandang ke arah kepergian mereka. Ada bisik-bisik doa dari mereka, semoga baik-baik saja.***Meyyis_GN***Ilham langsung memasukkan tubuh sang istri ke dalam mobilnya. Keringatnya bercucuran, karena merasa tegang. “Huff … aduhhh ….”“Tahan, Sayang. Kamu kesakitan begitu. Ya Allah, semoga ….”“Mas, konsen nyetir … hufff ….” Tias menarik napas dan mengembuskan dengan berlahan lewat muluah.“Ahh … sabar, Sayang. Papa sedang berusaha, kita ke rumah sakit, ya?” Tias mengelus perutnya dan menahan rasa sakit yang teramat hebat. Dia menggigit bibir bawahnya. Ahirnya, lelaki itu
“Kamu tidak perlu mengajariku, kamu tahu … Mas Galih tidak akan pernah menyukai gaya itu lagi. Aku akan selalu membuatnya puas, sehingga tidak akan ada waktu lagi untuk memikirkan hal lain selain diriku. Apalagi, memikirkan masa lalu yang menjijikkan.” Mira sepertinya bukan lawan yang sangat tanggung bagi Milea. Dia tersenyum dan mulai berbalik turun. Kepala Milea sudah panas dan berasap. Ingin dia meledak sekarang, tapi tunggu nanti, hingga seluruh orang fokus pada makanannya, itu akan lebih mudah.Milea turun. Dia mengambil gelas dan sendok dan menabuhnya. Mereka semua melihat ke arah Milea. “Mohon perhatiannya, permisi!” Galih sudah tidak tahan lagi, tapi Mira mencegahnya.“Jangan, Mas. Biarkan dia berbuat semaunya. Nanti dia sendiri yang akan malu.” Galih mengangguk.“Kalian tahu, kedua mempelai? Mereka adalah pembatu dan suamiku, ups aku lupa … tepatnya mantan.
“Sudahlah, aku siap mendengarmu kapan saja. Tapi tidak sekarang, pengantin priamu sudah menunggu.” Mira bangkit dibantu oleh Tias. Mereka keluar menuju pelaminan. Karpet merah yang membentang menambah suasana dramatis, bagai ratu sejagad. Tias membantu memegang gaunnya, dengan anggun Mira melewati sejegkal demi sejengkal karpet merah itu. Kelopak mawar ditabur dari kanan dan kiri. Di ujung sebelum mencapai puncak Galih sudah siap menyambut pengantinnya dengan stelan jas tuxedo.***Meyyis_GN***Jangan lupa musik pengiring yang membuat suasana semakin sakral. Seluruh pasang mata berpusat ke arah kedatangan pengantin. Bisik-bisik terdengar, sehingga membuat suasana hati Milea semakin panas.“Kalian nora, pengantin ya cantik, tapi tidak alami.” Yang ada di sebelah Milea tersenyum sinis.“Kau iri? Makanya jangan berulah.” Milea yang sedang marah rasanya ingin meledak da
“Tidak ada, hanya sedikit merasa menekan perut.” Ilham menggangguk.“Mau makan apa? Biar aku ambilkan, sebelum pengantin wanita keluar dan kita akan sibuk memandangnya.” Tias mencubit pinggang suaminya.***Meyyis_GN***“Sepertinya aku mau sate saja. Tapi tolong lepaskan dari tusuknya, ya? Kata mama tidak boleh orang hamil makan langsung dari tusuknya.” Ilham tersenyum. Dia meninggalkan sang istri duduk sendiri dan mengambilkan makanannya yang sudah dipesan istrinya. Lelaki itu dengan elegan menuju ke tempat prasmanan.“Oh, mantan istrinya Mas Galih diundang semua ternyata?” Milea mendekati Tias. Tias tersenyum.“Sebagai mantan istri, tentu masih berkewajiban menjaga tali silaturahmi ‘kan? Bagaimana pun, pernah tidur satu ranjang, jadi tidak ada salahnya kalau berbaik hati mengucapkan selamat pada wanita yang menggantikan menemaninya t
“Satu minggu terasa sangat lama. Sabar ya, Sayang. Kamu akan puas setelah ijab-kabul.” Galih menunjuk miliknya dan tersenyum setelah tatanan rambut selesai. Siang ini, dia akan bermanja-manja dengan Mira. Dia memiliki energi baru untuk memulai sebuah kehidupan. Senyumnya merekah membuai siang yang terasa terik, namun baginya berbalut dengan kesejukan. Dia sduah merindukan sentuhan wanita, menyata kulitnya yang begitu sensitif dengan rangsangan.Galih mempersiapkan pernikahan ini dengan sangat baik. Dia menyewa jasa wedding organizer terbaik untuk mempersiapkan pernikahan ini. Di gedung hotel ternama, sudah disusun acara dengan sangat baik. Galih mengenakan stelan jan warna hitam, karena memang konsepnya internasional. Dia mengenakan tuxedo itu dan memandang penampilannya sendiri di depan cermin. “Ini untuk yang ke tiga kalinya aku mengucapkan ijab kabul. Semoga ini yang terakhir.” Galih berdoa salam hati. Dia membetulkan dasi kupu-k
“Aku ingin lihat! Pertontonkan saja!” Galih mengatakannya tanpa menoleh, dia melenggang pergi. Milea terasa meledak. Dia mengumpat sejadi-jadinya dan membuang benda apa saja ke arah kepergian Galih. Galih merasa lega setelah ancaman kepada Milea tersebut terlaksana. Dia menjadi geli sendiri, pernah tergila-gila pada wanita sejenis itu. Galih menyetir mobilnya dengan cepat menuju ke rumah, harus memastikan kekasihnya baik-baik saja.Galih langsung berlari menuju ke dalam rumah. Dia melihat kekasihnya sedang menggendong putranya, membuat dirinya lega. “Ada apa? Ada yang tertinggal?” Galih menggeleng. Dia memeluk sang istri dari belakang.“Aku mengkhawatirkanmu.” Mira mengerutkan keningya.“Mengkhawatirkanku? Kenapa?” Karena Gibran sudah tenang, maka dia menurunkan anak itu ke lantai yang dilapisi karpet tebal.“Milea tadi datang ‘kan?” M
Mira luruh ke kursi. Dia menyadari, bahwa serangan dari Milea itu normal. Namun dia berpikir lagi, apakah yang dikatakan oleh Milea itu benar? Bahwa dirinya merebut Galih dari tangan Milea? Mira mengingat kembali, kapan mulai saling jatuh cinta dan menyesap indahnya ciuman nikmat.Milea pergi dari rumah Galih dengan tersenyum smirk. Dia yakin pasti Mira merasa tertekan. Dia mengenal Mira selama beberapa tahun, wanita itu berhati baik. Dia pasti akan merasa bersalah dengan tekanan yang diberikan oleh Mira.Sementara itu, Galih menyaksikan aksi manatan istrinya lewat CCTV yang memang sengaja dia pasang. Galih pernah menjadi manusia paling brengsek di muka bumi ini, jadi dia sangat hafal dengan trik brengsek yang dimainkan oleh Milea. Dia menarik napas untuk menenangkan syarafnya. Galih menyuruh ajudannya untuk menyiapkan mobil pribadinya. Dia akan mencari MIlea untuk memberinya pelajaran yang akan wanita itu sesali seumur hidupnya.
“Aku mencintaimu, apa pun yang kau inginkan akan aku lakukan. Apalagi hanya menemani tidur,” bisik Ilham. Lelaki itu tidak berapa lama kemudian terlelap ke alam mimpi menyusul sang istri. Terkadang memang bumil akan sedikit manja.***Meyyis_GN***Milea tidak terima dengan penolakan dari Galih. Dia mencari tahu penyebabnya, bahkan menyelidiki. Dia menemukan Mira sebagai pengasuh dari putranya yang dicintai Galih. Dia menunggu Galih pergi kerja. Pagi itu, terlihat Galih sedang berpamitan dengan Mira. Lelaki itu mencium kening Mira. Semakin terbakar hati Milea.“Kamu lihat nanti! Kalian terlalu enak menikmati masa pacaran, hingga lupa dengan aku yang sakit hati.” Milea menggenggam tanggannya dengan erat, hingga kukunya menancap ke telapak tangannya.“Sayang, jangan lupa kunci rumah. Jangan biarkan siapa pun masuk. Kecuali aku meneleponmu dan memperbolehkan dia masuk.
“Kan bisa mengingatkan baik-baik, kenapa harus teriak, sih?” protes Tias.“Aku nggak teriak, Sayang. Maaf, ih jangan nangis, dong!” Tias sudah hampir nangis karena ucapan Ilham yang agak bernada tinggi. Dasar bumil!Ilham meraih tubuh sang istri yang hampir bergoyang karena menangis. “Ah, seperti inikah orang hamil? Kenapa selalu saja sensitif,” batin Ilham.“Aku akan menggendongmu,” ucap Ilham. Lelaki itu memang sangat memanjakan sang istri. Walau Tias begitu sedikit ceroboh dan jorok, namun lelaki itu tidak masalah untuk membereskn kekacauan yang dibuat oleh istrinya. Terkadang, memang kekurangan pasangan kita yang menjadi dasar pemicu pertengkaran. Tapi tidak dengan Ilham. Dia menjadikan kekurang sang istri sebagai semangat. Terkadang, sepulang kerja dia harus rela membereskan beberapa kekacauan istrinya.Sebenarnya, kadang Tias sudah h