Mungkin hampir tamat novel ini Readers ... komen dong
Galih tersenyum penuh arti melihat wanita itu itu berlalu meninggalkannya dan masuk dapur. Dia menggigit bibir bawahnya, seolah mengisyaratkan sesuatu yang berdesir dalam hatinya. Mungkin saja akan terulang pengkhiantannya kepada pernikahannya sendiri. Tapi akan lebih hati-hati, dia menginginkan seorang Mira, tapi juga menginginkan Gibran tetap disisinya.
“Kita lihat saja nanti?” Dia menyorot tajam ke arah punggung Mira yang terlihat, karena dia sedang mencuci piring di dapur. Sepertinya memang Galih mudahs ekali jatuh cinta, tepatnya kelelakianya membutuhkan pelampiasan, setelah hampir lima bulan tanpa sentuhan dari Milea. Apakah malam ini dia akan memakan Mira? Sepertinya tidak! Karena dia ingin Mira selamanya, bukan hanya pemuasnya malam ini. Dia jatuh cinta pada pengasuh anaknya itu.
“Apakah aku ma
“Aku seperti merasakan hidup kembali. Nggak usah pulang, Milea. Tiga bulan saja, maka jatuh talakku.” Galih menyeringai.Galih bangun tidur agak siang karena semalaman tidak bisa tidur. Perkaranya apa lagi kalau bukan pengasuh dari putranya, Mira selalu menari di pelupuk mata.“Bisa pakaikan ini?” dia memberikan dari garis merah hitam pada Mira. Terlihat Mira ragu masuk ke kamarnya. Karena memang dari semalam Gibran tidur di kamarnya, maka Mira mau tidak mau harus ke kamar majikannya tersebut. Walau dada tidak bisa mengelak. Dentumannya sangat keras saat dekat dengan majikannya tersebut.“Bapak sudah mau berangkat?” Mira sedikit gugup.“Iya, bisa minta tolong inkatkan aku dasi?” ulang Galih.“Tapi Pak?” Mira terlihat bingung. Bagaimana bisa dia mengikatkan dasi untuk majikannya. Apalag
“Kamu itu keterlaluan ya, Mas. Aku telepon nggak diangkat, WA juga nggak dibales maunya apa sih, ih?” kesal Milea.Galih tidak menggubris ucapan Milea. tetapi Demi Tuhan dia jadi tidak selera makan. Dia Letakkan kembali roti gandum tersebut. Kemudian minum susu coklat buatan Mira.“Hah, kamu minum susu coklat? Lagian Sejak kapan kamu pagi-pagi minum susu?” Milea langsung pasang tampang sangar merasa miliknya telah dipecundangi oleh Mira. Ya, pasti Mira yang mengurus Galih.“MIra!” Dengan arogansinya Milea berteriak memanggil Mira.“Iya, Bu.” Mira membopong Gibran yang masih diselimuti oleh handuk karena memang baru selesai mandi.“Kamu mau buat anakku sakit? Kok cuma diselimuti handuk? Nggak dipakein baju.” Suara Milea yang cempreng sudah laksana kaleng ditabuh.“M
“Aku akan kembali lagi Mas. Dia anakku. Lihat saja apa yang akan dilakukan. Para netizen akan aku pengaruhi untuk menghancurkan perusahaanmu!”“Silakan saja! Aku punya sejuta jurus untuk membuatmu menyesal melakukan itu.” Galih memandang punggung lemas sang istri yang pergi meninggalkannya.Galih berbalik bermaksud untuk mengambil tasnya yang masih ketinggalan. Tapi bertemu dengan Mira yang kini sudah memegang kereta Gibran.“Mas, Mas kamu tega sekali, sih sama istrimu. Kasihan ‘kan Mbak Milea.” Mira akan berlari menyusul Milea tapi Galih menariknya dan pada akhirnya jatuh ke pelukan. Sedangkan Gibran ada di kereta anteng dan hampir tidur.“Dia yang mulai Mira, jadi biarkan dia pergi.” Galih memandang bibir ranum milik Mira. Sepertinya Galih tidak lagi bisa menahan bibir itu untuk dia sentuh. Lelaki itu menyentuh dengan ujung jemarinya
“Sepertinya aku akan segera mempersiapkan surat cerai untuk Milea. Tunggu Mira, aku akan melamarmu ke orang tuamu.” Senyumnya merekah bagai bunga dahlia di musim panca roba, mekar dan cantik pada sore hari.Dia merasa kesusahan Ketika istrinya meminta hal yang menurutnya sangat aneh. Dia meminta cilok yang langsung dari Bandung. Padahal di seluruh sudut Jakarta makanan itu sudah tidak asing lagi. Kali ini dia pura-pura saja beli di Bandung. Sehingga dia membawa cilok yang sudah dibeli tersebut untuk diberikan kepada sang istri. Aneh bin ajaib walaupun tidak mengetahui dan tidak melihatnya, istrinya bisa tahu bahwa suaminya tersebut telah berbohong. Bukan cilok yang dibeli langsung dari Bandung, melainkan beli di Jakarta.“Kamu membohongiku,” Tias mencium cilok itu.“Bukan, bukan cilok ini dari Bandung.” Tias mencibir.“Ini cilok paling di po
Mereka menyusuri jalanan untuk sampai ke tempat tujuan. Harus melewati tol antar kota cukup dua jam mereka sudah sampai di Bandung. Maka lelaki itu turun setelah menemukan tukang cilok yang diinginkan oleh sang istri.“Ini aku sudah sampai di Bandung. Beneran ini?” Ilham vidio call sama istrinya.“Bukan,” tukas Tias.“Bukan cintaku, bukan yang ada di restoran. Aku maunya cilok yang ada di Jalan Pasteur.” Ilham membelalakan matanya.“Masya Allah, baiklah.”“Ah, gini amat ya ngurusin wanita hamil. Ngidamnya aneh-aneh saja.” Ilham sedikit menggerutu dalam hati.“Jangan menggerutu kalau menggerutu saya tambah nanti ngidamnya.” Ilham masih terhubung dengan“Iya, iya oke. Aku cari dulu ya, kita udahan dulu teleponnya.”
“Yah, aku laper. Kita dari Jakarta Bos. Sudah melewati makan siang belum makan siang.”“Iya, iya bawel. Kita makan siang dulu.”“Eh takutnya habis, kita beli cilok dulu.”Ilham kembali ke Jakarta bahkan sudah agak larut. Senyumnya merekah, ketika memandang sang pujaan hati meringkuk di kursi panjang depan TV.“Kasihan kamu, nungguin. Hah, aku bahagia walau agak susah karena harus memenuhi permintaanmu yang kadang nyebelin.” Ilham meraba pipi mulus sang istri. Lelaki itu tersenyum saat wanitanya tersebut membalikkan tubuhnya dan sudut bibirnya keluar sedikit air liur.“Bahkan ilermu juga terasa menambah kecantikanmu.”(Hahaha ada-ada saja Ilham ini)Dia membersihkan sudut bibir sang istri dengan tisu. Setelah itu mengangkat tubuhnya dibawa masuk ke kamar da
Galih dan Mira masuk ke mal untuk belanja bulanan. Tadinya, Mira hanya akan titip Gibran untuk dijaga oleh ayahnya. Namun ternyata, lelaki itu memintanya untuk pergi bersama saja.“Kamu pilih kebutuhanmu juga, jangan selalu mengutamakan anakku tapi milikmu lupa.” Galih memainkan ipad nya, mungkin saja ada yang mau dia kerjakan. Memang akhir-akhir ini dia sibuk. Bahkan perceraiannya juga dia pasrahkan sepenuhnya kepada kuasa hukumnya.“Mas, tolong sebentar saja, tinggalkan tab-mu. Putramu tidak menyukainya,” cakap Mira.“Iya, maaf. Sudah selesai. Biar Gibran bersamaku main ke permainan. Kamu lanjutkan belanja. Aku titip celana dalam saja, sepertinya stok menipis.” Mira mengangguk. Galih mengangkat tubuh sang putra kemudian menuju ke arena bermain. Dia nampak gembira, sesekali mengecup pipi tembem sang putra. Walau lelaki kecil itu bukan darah dagingnya, namun baginya dia adalah seperti
***Meyyis_GN***Mira datang membawa belanjaan yang bisa dia bawa. Sedang yang lainnya, seperti intruksi dari galih untuk di paketkan saja. Jasa online paling membayar tidak seberapa.“Kok di bawa ke sini? ‘kan sudah saya bilang untuk di paketkan?” Tias dan Ilham saling pandang. Sepertinya keduanya mengerti, mimik wajah galih, bahwa yang dia maksud dengan gairah baru adalah wanita itu.“Ehem, sepertinya sudah ada detak asmara, nih.” Ilham meledek Galih. Tapi lelaki itu hanya tersenyum saja. Sedangkan Mira sudah bersemu mereah.“Iya kenalkan, ini adalah Mira,” ucap Galih.“Oh, saya Tias.” Mira menjadi sedikit berbeda wajahnya, setelah Tias mengulurkan tangan. Mungkin Mira teringat sesuatu.“Kenapa Mbak? Tenang saja, aku hanya mantan. Sekarang kita punya masing-masing kehidupan. Lihatlah, perutku juga s
“Sepertinya, sudah waktunya.”“Oh, Galih maaf, aku harus membawanya.” Ilham menggendong sang istri untuk keluar dari pesta itu dia sangat panik. Sedangkan orang-orang juga memandang ke arah kepergian mereka. Ada bisik-bisik doa dari mereka, semoga baik-baik saja.***Meyyis_GN***Ilham langsung memasukkan tubuh sang istri ke dalam mobilnya. Keringatnya bercucuran, karena merasa tegang. “Huff … aduhhh ….”“Tahan, Sayang. Kamu kesakitan begitu. Ya Allah, semoga ….”“Mas, konsen nyetir … hufff ….” Tias menarik napas dan mengembuskan dengan berlahan lewat muluah.“Ahh … sabar, Sayang. Papa sedang berusaha, kita ke rumah sakit, ya?” Tias mengelus perutnya dan menahan rasa sakit yang teramat hebat. Dia menggigit bibir bawahnya. Ahirnya, lelaki itu
“Kamu tidak perlu mengajariku, kamu tahu … Mas Galih tidak akan pernah menyukai gaya itu lagi. Aku akan selalu membuatnya puas, sehingga tidak akan ada waktu lagi untuk memikirkan hal lain selain diriku. Apalagi, memikirkan masa lalu yang menjijikkan.” Mira sepertinya bukan lawan yang sangat tanggung bagi Milea. Dia tersenyum dan mulai berbalik turun. Kepala Milea sudah panas dan berasap. Ingin dia meledak sekarang, tapi tunggu nanti, hingga seluruh orang fokus pada makanannya, itu akan lebih mudah.Milea turun. Dia mengambil gelas dan sendok dan menabuhnya. Mereka semua melihat ke arah Milea. “Mohon perhatiannya, permisi!” Galih sudah tidak tahan lagi, tapi Mira mencegahnya.“Jangan, Mas. Biarkan dia berbuat semaunya. Nanti dia sendiri yang akan malu.” Galih mengangguk.“Kalian tahu, kedua mempelai? Mereka adalah pembatu dan suamiku, ups aku lupa … tepatnya mantan.
“Sudahlah, aku siap mendengarmu kapan saja. Tapi tidak sekarang, pengantin priamu sudah menunggu.” Mira bangkit dibantu oleh Tias. Mereka keluar menuju pelaminan. Karpet merah yang membentang menambah suasana dramatis, bagai ratu sejagad. Tias membantu memegang gaunnya, dengan anggun Mira melewati sejegkal demi sejengkal karpet merah itu. Kelopak mawar ditabur dari kanan dan kiri. Di ujung sebelum mencapai puncak Galih sudah siap menyambut pengantinnya dengan stelan jas tuxedo.***Meyyis_GN***Jangan lupa musik pengiring yang membuat suasana semakin sakral. Seluruh pasang mata berpusat ke arah kedatangan pengantin. Bisik-bisik terdengar, sehingga membuat suasana hati Milea semakin panas.“Kalian nora, pengantin ya cantik, tapi tidak alami.” Yang ada di sebelah Milea tersenyum sinis.“Kau iri? Makanya jangan berulah.” Milea yang sedang marah rasanya ingin meledak da
“Tidak ada, hanya sedikit merasa menekan perut.” Ilham menggangguk.“Mau makan apa? Biar aku ambilkan, sebelum pengantin wanita keluar dan kita akan sibuk memandangnya.” Tias mencubit pinggang suaminya.***Meyyis_GN***“Sepertinya aku mau sate saja. Tapi tolong lepaskan dari tusuknya, ya? Kata mama tidak boleh orang hamil makan langsung dari tusuknya.” Ilham tersenyum. Dia meninggalkan sang istri duduk sendiri dan mengambilkan makanannya yang sudah dipesan istrinya. Lelaki itu dengan elegan menuju ke tempat prasmanan.“Oh, mantan istrinya Mas Galih diundang semua ternyata?” Milea mendekati Tias. Tias tersenyum.“Sebagai mantan istri, tentu masih berkewajiban menjaga tali silaturahmi ‘kan? Bagaimana pun, pernah tidur satu ranjang, jadi tidak ada salahnya kalau berbaik hati mengucapkan selamat pada wanita yang menggantikan menemaninya t
“Satu minggu terasa sangat lama. Sabar ya, Sayang. Kamu akan puas setelah ijab-kabul.” Galih menunjuk miliknya dan tersenyum setelah tatanan rambut selesai. Siang ini, dia akan bermanja-manja dengan Mira. Dia memiliki energi baru untuk memulai sebuah kehidupan. Senyumnya merekah membuai siang yang terasa terik, namun baginya berbalut dengan kesejukan. Dia sduah merindukan sentuhan wanita, menyata kulitnya yang begitu sensitif dengan rangsangan.Galih mempersiapkan pernikahan ini dengan sangat baik. Dia menyewa jasa wedding organizer terbaik untuk mempersiapkan pernikahan ini. Di gedung hotel ternama, sudah disusun acara dengan sangat baik. Galih mengenakan stelan jan warna hitam, karena memang konsepnya internasional. Dia mengenakan tuxedo itu dan memandang penampilannya sendiri di depan cermin. “Ini untuk yang ke tiga kalinya aku mengucapkan ijab kabul. Semoga ini yang terakhir.” Galih berdoa salam hati. Dia membetulkan dasi kupu-k
“Aku ingin lihat! Pertontonkan saja!” Galih mengatakannya tanpa menoleh, dia melenggang pergi. Milea terasa meledak. Dia mengumpat sejadi-jadinya dan membuang benda apa saja ke arah kepergian Galih. Galih merasa lega setelah ancaman kepada Milea tersebut terlaksana. Dia menjadi geli sendiri, pernah tergila-gila pada wanita sejenis itu. Galih menyetir mobilnya dengan cepat menuju ke rumah, harus memastikan kekasihnya baik-baik saja.Galih langsung berlari menuju ke dalam rumah. Dia melihat kekasihnya sedang menggendong putranya, membuat dirinya lega. “Ada apa? Ada yang tertinggal?” Galih menggeleng. Dia memeluk sang istri dari belakang.“Aku mengkhawatirkanmu.” Mira mengerutkan keningya.“Mengkhawatirkanku? Kenapa?” Karena Gibran sudah tenang, maka dia menurunkan anak itu ke lantai yang dilapisi karpet tebal.“Milea tadi datang ‘kan?” M
Mira luruh ke kursi. Dia menyadari, bahwa serangan dari Milea itu normal. Namun dia berpikir lagi, apakah yang dikatakan oleh Milea itu benar? Bahwa dirinya merebut Galih dari tangan Milea? Mira mengingat kembali, kapan mulai saling jatuh cinta dan menyesap indahnya ciuman nikmat.Milea pergi dari rumah Galih dengan tersenyum smirk. Dia yakin pasti Mira merasa tertekan. Dia mengenal Mira selama beberapa tahun, wanita itu berhati baik. Dia pasti akan merasa bersalah dengan tekanan yang diberikan oleh Mira.Sementara itu, Galih menyaksikan aksi manatan istrinya lewat CCTV yang memang sengaja dia pasang. Galih pernah menjadi manusia paling brengsek di muka bumi ini, jadi dia sangat hafal dengan trik brengsek yang dimainkan oleh Milea. Dia menarik napas untuk menenangkan syarafnya. Galih menyuruh ajudannya untuk menyiapkan mobil pribadinya. Dia akan mencari MIlea untuk memberinya pelajaran yang akan wanita itu sesali seumur hidupnya.
“Aku mencintaimu, apa pun yang kau inginkan akan aku lakukan. Apalagi hanya menemani tidur,” bisik Ilham. Lelaki itu tidak berapa lama kemudian terlelap ke alam mimpi menyusul sang istri. Terkadang memang bumil akan sedikit manja.***Meyyis_GN***Milea tidak terima dengan penolakan dari Galih. Dia mencari tahu penyebabnya, bahkan menyelidiki. Dia menemukan Mira sebagai pengasuh dari putranya yang dicintai Galih. Dia menunggu Galih pergi kerja. Pagi itu, terlihat Galih sedang berpamitan dengan Mira. Lelaki itu mencium kening Mira. Semakin terbakar hati Milea.“Kamu lihat nanti! Kalian terlalu enak menikmati masa pacaran, hingga lupa dengan aku yang sakit hati.” Milea menggenggam tanggannya dengan erat, hingga kukunya menancap ke telapak tangannya.“Sayang, jangan lupa kunci rumah. Jangan biarkan siapa pun masuk. Kecuali aku meneleponmu dan memperbolehkan dia masuk.
“Kan bisa mengingatkan baik-baik, kenapa harus teriak, sih?” protes Tias.“Aku nggak teriak, Sayang. Maaf, ih jangan nangis, dong!” Tias sudah hampir nangis karena ucapan Ilham yang agak bernada tinggi. Dasar bumil!Ilham meraih tubuh sang istri yang hampir bergoyang karena menangis. “Ah, seperti inikah orang hamil? Kenapa selalu saja sensitif,” batin Ilham.“Aku akan menggendongmu,” ucap Ilham. Lelaki itu memang sangat memanjakan sang istri. Walau Tias begitu sedikit ceroboh dan jorok, namun lelaki itu tidak masalah untuk membereskn kekacauan yang dibuat oleh istrinya. Terkadang, memang kekurangan pasangan kita yang menjadi dasar pemicu pertengkaran. Tapi tidak dengan Ilham. Dia menjadikan kekurang sang istri sebagai semangat. Terkadang, sepulang kerja dia harus rela membereskan beberapa kekacauan istrinya.Sebenarnya, kadang Tias sudah h