Galih dan Mira masuk ke mal untuk belanja bulanan. Tadinya, Mira hanya akan titip Gibran untuk dijaga oleh ayahnya. Namun ternyata, lelaki itu memintanya untuk pergi bersama saja.
“Kamu pilih kebutuhanmu juga, jangan selalu mengutamakan anakku tapi milikmu lupa.” Galih memainkan ipad nya, mungkin saja ada yang mau dia kerjakan. Memang akhir-akhir ini dia sibuk. Bahkan perceraiannya juga dia pasrahkan sepenuhnya kepada kuasa hukumnya.
“Mas, tolong sebentar saja, tinggalkan tab-mu. Putramu tidak menyukainya,” cakap Mira.
“Iya, maaf. Sudah selesai. Biar Gibran bersamaku main ke permainan. Kamu lanjutkan belanja. Aku titip celana dalam saja, sepertinya stok menipis.” Mira mengangguk. Galih mengangkat tubuh sang putra kemudian menuju ke arena bermain. Dia nampak gembira, sesekali mengecup pipi tembem sang putra. Walau lelaki kecil itu bukan darah dagingnya, namun baginya dia adalah seperti
***Meyyis_GN***Mira datang membawa belanjaan yang bisa dia bawa. Sedang yang lainnya, seperti intruksi dari galih untuk di paketkan saja. Jasa online paling membayar tidak seberapa.“Kok di bawa ke sini? ‘kan sudah saya bilang untuk di paketkan?” Tias dan Ilham saling pandang. Sepertinya keduanya mengerti, mimik wajah galih, bahwa yang dia maksud dengan gairah baru adalah wanita itu.“Ehem, sepertinya sudah ada detak asmara, nih.” Ilham meledek Galih. Tapi lelaki itu hanya tersenyum saja. Sedangkan Mira sudah bersemu mereah.“Iya kenalkan, ini adalah Mira,” ucap Galih.“Oh, saya Tias.” Mira menjadi sedikit berbeda wajahnya, setelah Tias mengulurkan tangan. Mungkin Mira teringat sesuatu.“Kenapa Mbak? Tenang saja, aku hanya mantan. Sekarang kita punya masing-masing kehidupan. Lihatlah, perutku juga s
“Ah, apakah ini tidak terlalu banyak? Kita hanya berempat.” Mira berpendapat.“Aku sengaja, biar kita lama di sini. Aku pingin tanya banyak sama kamu, seputar mengasuh bayi.” Mira terkekeh.“Tidak masalah, namun tidak perlu menyogokku dengan makanan sebanyak ini.” Tias hanya nyengir kuda. Dia memang kalau bertindak masih suka ceroboh. Untung saja, Ilham sangat sayang padanya.“Sepertinya, ada panggilan alam,” tukas GalihGalih pamit untuk pergi ke toilet. Mendengar suara desahan, maka dia berhenti dan mencari arah sumber suara. Dia membelalakan matanya melihat adegan yang sungguh tidak pantas. Galih ketemu dengan Milea yang juga menggandeng seorang laki-laki. Sangat menjijikkan mereka berdua melakukan kissing di pojokan toilet. Bukan hanya kissing yang biasa, tapi panas dan menggairahkan. Galih menggelengkan kepalanya. Sebenarnya, wanita macam apa, yang
“Tunggu! Kalian sudah menikah?” Tias memandang nyalang ke arah Galih. Bukan karena cemburu, tapi dia marah tidak diundang. “Belum, akan segera.” Mereka saling memadang. “Jangan lupakan kami kalau begitu.” Tias dan Ilham saling pandang kemudian tertawa kecil. Mereka terlihat sangat akrab. Sementara itu, di sudut lain terlihat Milea kesal, bahwa kelakuannya mudah terbaca oleh Galih. Dia menyesal, karena berulah. Semua pria yang dia dekati tidak seloyal Galih. Mereka hanya menginginkan ranjang saja, tanpa peduli dengan perasaan. Saat sduah selesai, membayar, setelah bosan dicampakkan. Milea mulai menyadari itu. Tapi sepertinya semua sudah terlambat. Galih sudah menemukan orang lain yang sepertinya dia cintai. Sudah berbagai cara dia lakukan, termasuk merendahkan dirinya. Kemarin lusa, dia kekantor dan merayunya dengan membuka bajunya. Namun Galih malah mengusirnya. Alhasil, dia pergi dengan rasa dongkol yang tidak dap
“Apa, Mas? Aku tidak dengar kamu ngomong apa?” Milea meminta Galih mengulang.“Sudah lupakan,” pupus Galih. Sejujurnya, tadi dia sudah mengumpulkan sejuta keberanian.Mila pulang ke rumah ketika tahu usahanya sia-sia. Belum juga dia menghempaskan tubuh ke kursi, sudah ada ketukan pintu. Dia membukakan pintu untuk tamu yang datang. Menyadari siapa yang datang, dia akan menutupnya kembali.“Hei jangan menutupnya atau kau akan menyesal.” Yang datang adalah Ariyo lelaki yang dia sewa untuk memanas-manasi Galih.“Mau apa lagi? Kamu sudah aku bayar sesuai dengan kesepakatan. Walau tidak berhasil.” Lelaki itu menyeringai.“Maka dari itu, aku akan menawarkan kebaikan.” Ariyo duduk di sofa dan menangkat kakinya.“Ck, kebaikan yang bagaimana? Aku tidak mau mengenalmu lagi.” Milea memutar bola
“Aku sudah bilang, hanya aku yang bisa mengimbangimu. Tidak percaya.” Sentuhan akhir saling memberikan tanda terima dengan sebuah kecupan bernada merah di leher.Galih dan Mira sampai di rumah. Dia menurunkan barang belanjaan, sedangkan Mira seperti biasanya menggendong Gibran yang sekarang lagi tidur.“Apa kamu tidak lapar?” Galih mendekati Mira setelah meletakkan belanjaan di meja. Untuk membereskan, biasanya Mira sendiri, sebab dia akan mengomel jika Galih salah meletakkannya.“Hus, jangan berisik nanti dia kebangun,” bisik Mira. Galih hanya mengangguk dan tersenyum. lelaki bermata coklat itu memandang lekat ke arah Mira.“Kenapa memandangku seperti itu?” Mira menyadari pandangan Galih lekat terhadapnya, ketika menoleh setelah meletakkan tubuh Gibran.“Mari kita menikah!” Galih mengajaknya meni
“Ada apa ini? Aku merasa … ah, padahal bukan yang pertama Mas Galih menciumku. Tapi masih saja darahku ….” Mira menutup matanya dengan telapak tangan.***Meyyis_GN***“Sayang, sudah. Biarkan Bibi saja yang masak. Perut kamu sudah semakin besar. Aku suka makan masakan kamu, tapi aku nggak mau menyusahkan. Jangan bikin aku kuatir, oke?” Tias mengangguk dan meninggalkan dapur. Ilham membimbingnya untuk duduk di meja makan. Sedangkan asisten rumah tangga, sedang menyelesaikan tugasnya.“Silakan, Nyonya dan Tuan, semua sudah siap.” Bibi membungkuk kemudian meninggalkan meja makan.“Terima kasih, Bi,” ucap Tias. Mereka makan sambil mengobrol.“Mau tambah udangnya?” Ilham menyumpit udang, kemudian mengarahkan ke mulut sang istri.“Mas, ini aneh. Padahal aku ‘kan alergi udang. Kenap
“Kan bisa mengingatkan baik-baik, kenapa harus teriak, sih?” protes Tias.“Aku nggak teriak, Sayang. Maaf, ih jangan nangis, dong!” Tias sudah hampir nangis karena ucapan Ilham yang agak bernada tinggi. Dasar bumil!Ilham meraih tubuh sang istri yang hampir bergoyang karena menangis. “Ah, seperti inikah orang hamil? Kenapa selalu saja sensitif,” batin Ilham.“Aku akan menggendongmu,” ucap Ilham. Lelaki itu memang sangat memanjakan sang istri. Walau Tias begitu sedikit ceroboh dan jorok, namun lelaki itu tidak masalah untuk membereskn kekacauan yang dibuat oleh istrinya. Terkadang, memang kekurangan pasangan kita yang menjadi dasar pemicu pertengkaran. Tapi tidak dengan Ilham. Dia menjadikan kekurang sang istri sebagai semangat. Terkadang, sepulang kerja dia harus rela membereskan beberapa kekacauan istrinya.Sebenarnya, kadang Tias sudah h
“Aku mencintaimu, apa pun yang kau inginkan akan aku lakukan. Apalagi hanya menemani tidur,” bisik Ilham. Lelaki itu tidak berapa lama kemudian terlelap ke alam mimpi menyusul sang istri. Terkadang memang bumil akan sedikit manja.***Meyyis_GN***Milea tidak terima dengan penolakan dari Galih. Dia mencari tahu penyebabnya, bahkan menyelidiki. Dia menemukan Mira sebagai pengasuh dari putranya yang dicintai Galih. Dia menunggu Galih pergi kerja. Pagi itu, terlihat Galih sedang berpamitan dengan Mira. Lelaki itu mencium kening Mira. Semakin terbakar hati Milea.“Kamu lihat nanti! Kalian terlalu enak menikmati masa pacaran, hingga lupa dengan aku yang sakit hati.” Milea menggenggam tanggannya dengan erat, hingga kukunya menancap ke telapak tangannya.“Sayang, jangan lupa kunci rumah. Jangan biarkan siapa pun masuk. Kecuali aku meneleponmu dan memperbolehkan dia masuk.