Saat ini Ilham dan istrinya sudah rapi karena akan mengunjungi Galih. Ilham menggandeng sang istri untuk masuk kedalam mobil tersebut. Dia menutup mobil setelahnya kemudian setengah berlari mengitari mobilnya untuk masuk ke ruang kemudi. Setelah duduk dengan rapi dan mengencangkan sabuk pengamannya lelaki berambut lurus itu mulai menyalakan mesin mobil dan menjalankan mobil tersebut. Lalu lintas malam ini ramai lancar dengan kecepatan maksimal 60 sampai 70 KM/jam
Sebenarnya tidak butuh waktu lama untuk sampai ke rumah sakit angkatan darat dari rumah Ilham. Lelaki itu sesekali mengajak istrinya mengobrol untuk menghilangkan kejenuhan. Mereka sudah sampai di rumah sakit tersebut. Para penjaga yang notabennya dari pihak kepolisian tentu sudah sangat hafal dengan wajah dari Ilham yang memang anaknya Jenderal pada masa dulu.
Setelah sedikit negoisasi, maka Tias dan Ilham diperbolehkan untuk menjenguk Galih. Lelaki itu terlihat m
“Tias aku yang salah. Memang bukan kamu yang mandul tetapi, aku yang mandul aku terlalu dibutakan oleh kemolekan tubuh dari Milea dan ternyata anak dalam kandungannya itu , bukan anakku. Aku menyesal, Tias.” Tias melepaskan cekalan tangan Galih.“Bagaimana pun kau sudah tidur dengannya, Bang. Terima dia, bukankah kau ingin anak? dan kau mendapatkan paket komplit istri dan anak dari dia.” Tias menatap tajam ke arah Galih.“Aku tidak yakin milea masih mau denganku, dengan keadaan aku yang cacat seperti ini.” Ada rasa iba menyusup ke relung hati Tias.“Berjuanglah aku pernah berjuang dan gagal maka berjuanglah. Kau akan mengerti artinya perjuangan. Lupakan aku dan kita hidup masing-masing. Sudah ada istri yang ada di dekatmu. Cintai dia jangan pernah sia-siakan dia. Aku permisi. Galih berteriak memanggil nama Tias, namun wanita itu bergeming dan pergi. Galih
Malam ini kebahagiaan menjadi milik mereka berdua. Setelah nyanyian itu selesai, maka Ilham mengangkat tubuh istrinya ala pengantin baru. Sekalian dia pesan hotel yang ada di restoran tersebut. Rupanya dia sudah merencanakan untuk malam ini, agar mereka menginap di hotel. Itung-itung nostalgia saat bulan madu. Ilham meminta istrinya menempelkan kartu tersebut ke pintu kamar hotel sehingga terdengar cicitan yang menandakan kunci dari pintu tersebut telah terbuka. Tias menekan handle pintu dan Galih menendangnya dengan kaki kanannya untuk membuka. Maka terbukalah pintu tersebut sehingga mereka dapat masuk.Ilham meletakkan tubuh sang istri di atas tempat tidur tersebut. Setelah membelai wajahnya sekejap, mencium bibirnya dengan sangat mesra, kemudian setelah itu meninggalkannya untuk masuk ke kamar mandi. Muingkin akan lebih percaya diri bercinta jika dirinya sudah bersih dan wangi. Oleh sebab itu, saat itu Ilham melakukan ritual mandinya. Ilham
Satu lenguhan panjang menandakan mereka akhirnya pelepasan pertama. Walau tentu saja kurang mencapai klimaks karena Ilham mengenakan helm pengaman. Satu kecupan mesra sebagai tanda terima kasih diberikan kepada Tias.Ilham tahu bahwa istrinya itu kurang puas. Terlihat dari wajahnya.“Maafkan aku, Sayang. Nanti setelah kata dokter kamu aman untuk hamil lagi. Kita akan melakukannya tanpa pengaman.” Ilham memeluk sang istri yang masih polos.“Iya tidak apa-apa.” Bibir Tias boleh bilang tidak apa-apa, tapi tanpa sunggingan senyuman, Ilham tahu bahwa wanitanya itu kecewa.“Senyum, dong. Nah, begitu. Senyummu selalu membuatku melayang. Jadi pengen lagi, deh.” Tias mencubit pinggang sang suami sehingga suaminya tersebut mengaduh. Sebenarnya hanya karena manja saja.“I love you, Sayang.” Ilham mengu
Tias dan Ilham berada di balkon hotel tersebut menikmati secangkir kopi dan teh lemon kesukaan. Tias serta beberapa cemilan saat sore hari ini, menatap lembayung senja yang mulai menjingga. seakan menjadikan sore itu karunia yang tidak dapat dielakan. Burung-burung mulai terbang pulang ke sarangnya. Terlihat senja itu sangat indah.“Sayang, sudah sehari semalam, kita di sini. mau pulang atau masih betah di sini?” ucap Ilham masih betah memeluk tubuh sang istri.“Aku pengen pulang, Mas sebenarnya. Kamu sendiri?” Tias menyenderkan kepalanya di dada sang suami.“Aku, sih. Di manapun berada, kalau sama kamu, nggak masalah.” Ilham terkekeh dan mengedipkan satu matanya Ketika berpapasn dengan mata sang istri. Tias bangkit dan melepaskan pelukansuaminya kemudian berjalan menuju ke arah teralis. Kedua tangannya memegang pagar pembatas. Matahari sudah tenggel
Pihak kepolisian melakukan identifikasi, dari mana lelaki berjas putih yang pura-pura jadi dokter itu bisa masuk ke area terlarang. Larikan yang pria itu masuki adalah bagian dari rumah sakit bagi tahanan.Galih menyeringai melihat kepanikan dari orang-orang berseragam coklat tersebut. Dia pura-pura memejamkan matanya pura,-pura tidak mengetahui apa yang terjadi.“Bangun!” Polisi itu mengguncang tubuh Galih. Galih pura-pura bodoh untuk menutupi perbuatannya. “Apa kau mengetahui, siapa yang tadi baru masuk ke kamarmu?” tanya polisi tersebut.“Tidak ada orang lai, kecuali dokter dan para perawat.” Galih hanya memasang wajah bodohnya.“Jangan bohong!” Lelaki itu bersikap kasar.“Kau mau membunuhku juga, aku tetap bilang apa yang ku ketahui.” Galih memandang nyalang kea rah lelaki berseragam itu.“Sudahlah, sepertinya dia juga tidak tahu.”
Saat ini Tias sedang berada di balkon karena Ilham tidak memperbolehkan dia keluar sedangkan Ilham sendiri sedang bekerja. Matahari sednag terik dengan tanda, fatamorgana berkerlip di depan sana. Tias memicingkan mata, melihat sekelebat orang yang entah dari mana datangnya.“Siapa itu?” Tias mengerutkan keningnya tapi tidak ada jawaban apa pun. Tias ambil stik golf yang ada di pojokan. Sepertinya, harus siap tempur jika seorang tersebut memang bermaksud jahat dengannya. Dia berjalan keluar dari ruangannya, maksudnya dari dalam kamarnya.“Siapa itu?” Masih juga belum ada tanda-tanda orang Bang yang iya berjalan mengendap-endap keluar dari kamarnya.“Mas, tadi lihat orang masuk kamarku, nggak?” Tias ketemu dengan bodyguardnya.“Tidak Nyonya Bos. Saya berjaga di Sini dari tadi tidak ada.” Tias mengangguk sete
“Kau begitu percaya diri, Nona. Baiklah, kita mulai saja.” Lelaki itu terlihat mulai mengangkat tangannya. Dias ama sekali tidak mengetahui, jika Tias adalah seseorang yang pandai melakukan trik kamuflase dalam pertaruangan.“Baik, kalian menantangku?” Tyas tidak hanya melawan satu orang melainkan dua orang yang ada di depan sekarang.“Sebaiknya Anda menyerah saja aku tidak akan mungkin tega memukul wanita.” Tias menyeringai.“Oh ya, kau pikir aku tidak bisa melumpuhkanmu?” Tias mulai salto dan mendarat di dinding untuk melakukan tolakan. Pertarungan sengit pun terjadi. Tias selalu memiliki trik untuk mengalahkan mereka. Hal itu karena dia tahu bagian-bagian yang sangat sensitive dan pandai membaca Gerakan.“Hap ….!” Brak … Suara kaca pecah karena tertimpa tubuh salah satu lelaki itu terdengar. Setelahnya, lelaki ya
Galih mendapat laporan dari anak buahnya bahwa dia gagal menculik Tias. Bahkan anak buah andalannya dipecundangi oleh wanita itu. Tentu saja, dia meradang. Coba kalau di rumah, sudah pasti aka nada gelas melayang ke wajah anak buahnya. Dia berusaha mati-matian untuk bisa keluar dari tempat itu, untuk menculik sendiri Tias. Setidaknya, membujuknya, tentu tidak akan gagal.Apakah dengan dia lumpuh seperti itu dia akan menjadi bertobat? Anggapan Ilham yang seperti itu salah besar. Big No. Dia justru semakin menjadi-jadi. Tidak ada dalam kamusnya, kasus pertobatan. Lelaki itu itu akan tetap menjadi dirinya yang menjengkelkan untuk alasan tertentu. Dia bahkan akan menjadikan bringas untuk mendapatkan Tias.“Satu pesan dari saat kami kalah berkelahi adalah bahwa dia akan semakin menjauh dan membenci, jika Tuan … Hem, jika Tuan terus saja mengusiknya.”Galih terkekeh, dia tidak sadar j