Pihak kepolisian melakukan identifikasi, dari mana lelaki berjas putih yang pura-pura jadi dokter itu bisa masuk ke area terlarang. Larikan yang pria itu masuki adalah bagian dari rumah sakit bagi tahanan.
Galih menyeringai melihat kepanikan dari orang-orang berseragam coklat tersebut. Dia pura-pura memejamkan matanya pura,-pura tidak mengetahui apa yang terjadi.
“Bangun!” Polisi itu mengguncang tubuh Galih. Galih pura-pura bodoh untuk menutupi perbuatannya. “Apa kau mengetahui, siapa yang tadi baru masuk ke kamarmu?” tanya polisi tersebut.
“Tidak ada orang lai, kecuali dokter dan para perawat.” Galih hanya memasang wajah bodohnya.
“Jangan bohong!” Lelaki itu bersikap kasar.
“Kau mau membunuhku juga, aku tetap bilang apa yang ku ketahui.” Galih memandang nyalang kea rah lelaki berseragam itu.
“Sudahlah, sepertinya dia juga tidak tahu.”
Saat ini Tias sedang berada di balkon karena Ilham tidak memperbolehkan dia keluar sedangkan Ilham sendiri sedang bekerja. Matahari sednag terik dengan tanda, fatamorgana berkerlip di depan sana. Tias memicingkan mata, melihat sekelebat orang yang entah dari mana datangnya.“Siapa itu?” Tias mengerutkan keningnya tapi tidak ada jawaban apa pun. Tias ambil stik golf yang ada di pojokan. Sepertinya, harus siap tempur jika seorang tersebut memang bermaksud jahat dengannya. Dia berjalan keluar dari ruangannya, maksudnya dari dalam kamarnya.“Siapa itu?” Masih juga belum ada tanda-tanda orang Bang yang iya berjalan mengendap-endap keluar dari kamarnya.“Mas, tadi lihat orang masuk kamarku, nggak?” Tias ketemu dengan bodyguardnya.“Tidak Nyonya Bos. Saya berjaga di Sini dari tadi tidak ada.” Tias mengangguk sete
“Kau begitu percaya diri, Nona. Baiklah, kita mulai saja.” Lelaki itu terlihat mulai mengangkat tangannya. Dias ama sekali tidak mengetahui, jika Tias adalah seseorang yang pandai melakukan trik kamuflase dalam pertaruangan.“Baik, kalian menantangku?” Tyas tidak hanya melawan satu orang melainkan dua orang yang ada di depan sekarang.“Sebaiknya Anda menyerah saja aku tidak akan mungkin tega memukul wanita.” Tias menyeringai.“Oh ya, kau pikir aku tidak bisa melumpuhkanmu?” Tias mulai salto dan mendarat di dinding untuk melakukan tolakan. Pertarungan sengit pun terjadi. Tias selalu memiliki trik untuk mengalahkan mereka. Hal itu karena dia tahu bagian-bagian yang sangat sensitive dan pandai membaca Gerakan.“Hap ….!” Brak … Suara kaca pecah karena tertimpa tubuh salah satu lelaki itu terdengar. Setelahnya, lelaki ya
Galih mendapat laporan dari anak buahnya bahwa dia gagal menculik Tias. Bahkan anak buah andalannya dipecundangi oleh wanita itu. Tentu saja, dia meradang. Coba kalau di rumah, sudah pasti aka nada gelas melayang ke wajah anak buahnya. Dia berusaha mati-matian untuk bisa keluar dari tempat itu, untuk menculik sendiri Tias. Setidaknya, membujuknya, tentu tidak akan gagal.Apakah dengan dia lumpuh seperti itu dia akan menjadi bertobat? Anggapan Ilham yang seperti itu salah besar. Big No. Dia justru semakin menjadi-jadi. Tidak ada dalam kamusnya, kasus pertobatan. Lelaki itu itu akan tetap menjadi dirinya yang menjengkelkan untuk alasan tertentu. Dia bahkan akan menjadikan bringas untuk mendapatkan Tias.“Satu pesan dari saat kami kalah berkelahi adalah bahwa dia akan semakin menjauh dan membenci, jika Tuan … Hem, jika Tuan terus saja mengusiknya.”Galih terkekeh, dia tidak sadar j
Anak buah Galih mulai Berencana untuk menyuap petugas. Awalnya memang seperti itu rencananya tetapi ternyata mereka tidak mau dan pantang untuk disuap maka dari itu mereka menggunakan rencana kedua yaitu rencana dengan kekerasan. Anak buah Galih membekap petugas dan mengikat mereka. Setelahnya, dimasukkan ke dalam peti jenazah. Sebelumnya CCTV semua sudah dinonaktifkan, sehingga tidak ada yang dapat melacak perbuatan mereka. Setidaknya, sampai lelaki yang dibekap mereka ditemukan. Selanjutnya, mereka dengan pakaian petugas kamar jenazah tersebut, masuk ke ruangan Galih. Polisi yang jaga di depan agak curiga dengan mereka.“Kalian ke sini?” tanya polisi tersebut.“Ya pak mohon maaf kami akan mengambil mayat pada ruang 202.” Dua lelaki itu kompak.“Ruang 202 apa dia meninggal?” Polisi tersebut sanksi dengan ucapan petugas kamar jenazah itu.&nbs
Kabar kaburnya Galih sudah sampai ke telinga Ilham dia mengeratkan rahangnya karena merasa sangat marah.“Kok bisa? Padahal kalian berjaga 24 jam.” Ilham yang baru saja membaca ebrkas penting jadi tertunda karena hal itu.“Maafkanlah, kami juga kehilangan jejak. Kami juga sudah adakan pemeriksaan semua CCTV. Tapi ternyata juga semua CCTV pada hari itu mati.” Polisi yang menelepon Ilham juga terlihat panik.“Ke mana teknisi?” Ilham tidak menyangka akan terjadi konspirasi yang sangat ciamik.“Kami menemukan seluruh teknisi berada di peti jenazah. Begitupun juga dengan penjaga peti jenazah.” Ilham terlihat geram.“Selalu saja dia bisa lari. Ini tidak bisa dibiarkan. Dia itu setengah gila, dia nanti akan berbahaya di luaran sana. Dia terobsesi sama istriku.” Ilham sudah mondar-mandir karena merasa san
Ilham ingin pulang segera tapi tidak bisa proyek di Jambi memerlukan perhatiannya. Kendati tidak dapat konsentrasi tapi dia harus professional. Dia menyelesaikan segala Urusannya di kantor sedangkan di rumah, Tias sudah dijaga oleh beberapa bodyguard. Sampai Tias merasa sesak napas karena banyak orang di rumah itu. Tyas memutuskan untuk menelpon suaminya.“Iya, Sayang?” Ilham masih ada di luar kota. Dia meninjau proyek di sana. Bahkan dia baru saja masuk ke hotel.“Ada apa, Mas. Kok banyak banget, sih orang di sini? Aku jadi nggak bisa ngapa-ngapain, ih. Aku mau mau tidur aja jadinya malah nggak enak. Aku ‘kan ingin tidur di depan TV.” Tias terlihat merajuk di depan layer ponsel itu. Ilham melepas dasinya yang terasa mencekik lehernya.“Kan ada kamar, Sayang. Tidur di kamar.” Ilham melepas kancing kemejanya dan membuangnya begitu saja di ranjangnya.
“Masak enggak? Nggak usah ngambek. Paling sekitar beberapa jam lagi aku pulang .” Tias merasa bahagia mendengarnya.Memang Selama dua bulan ini Ilham dibuat resah Galih memang tidak pernah mengintip ataupun menyerang tetapi hal itu Justru membuat Ilham semakin penasaran. Sebab tidak mungkin seorang Galih Itu menyerah begitu saja. Selama dua bulan ini juga dia belum terlacak keberadaannya.Galih nekat datang ke rumah Ilham, saat dia sedang berada di luar kota dan anehnya sangat sopan dia mengetuk pintu terlebih dahulu. Galih mengenakan baju sopan, kemeja warna biru dengan dasi bergaris-garis. Celana bahan berwarna biru dongker, membuat dia mirip dengan pegawai bank yang akan menagih tunggakan.“Tolong buka masker Anda.” Galih membuka masker tapi karena dia menggunakan make-up maka penjaga tidak mengenali. Penata rias itu memang sanggup menyamarkan wajah Galih menjadi orang lain maka pen
“Jangan salah paham dulu, Tias. Aku hanya ingin berteman sama kamu. Aku memang tidak bisa melupakanmu. Tapi setidaknya, aku juga tidak ingin bermusuhan denganmu.” Galih terlihat sungguh-sungguh, namun hati Tias ternyata terlanjur memiliki kesan buruk dengan mantan suaminya itu.“Berteman? Untuk apa? ….” Tias menjeda perkataannya. Dia merasa sangat muak dengan lelaki di depannya itu yang penuh kamuflase. “Untuk apa? Saya rasa pertemuan laki-laki dan perempuan akan menimbulkan fitnah nantinya.” Tias mencoba menekan segala rasa bencinya dan emosinya agar dadanya tidak meledak.“Tias, apakah tidak ada sedikit pun yang tersisa untuk kita perbaiki? Setidaknya sebagai sesama manusia.” Terlihat mata Galih penuh permohonan. Tapi tidak bagi Tias terpancing Kembali dengan semua kebohongan dia. Baginya, sekali berbohong maka akan bersambung kebohongan yang lain. Dia pernah memberikan kes
“Sepertinya, sudah waktunya.”“Oh, Galih maaf, aku harus membawanya.” Ilham menggendong sang istri untuk keluar dari pesta itu dia sangat panik. Sedangkan orang-orang juga memandang ke arah kepergian mereka. Ada bisik-bisik doa dari mereka, semoga baik-baik saja.***Meyyis_GN***Ilham langsung memasukkan tubuh sang istri ke dalam mobilnya. Keringatnya bercucuran, karena merasa tegang. “Huff … aduhhh ….”“Tahan, Sayang. Kamu kesakitan begitu. Ya Allah, semoga ….”“Mas, konsen nyetir … hufff ….” Tias menarik napas dan mengembuskan dengan berlahan lewat muluah.“Ahh … sabar, Sayang. Papa sedang berusaha, kita ke rumah sakit, ya?” Tias mengelus perutnya dan menahan rasa sakit yang teramat hebat. Dia menggigit bibir bawahnya. Ahirnya, lelaki itu
“Kamu tidak perlu mengajariku, kamu tahu … Mas Galih tidak akan pernah menyukai gaya itu lagi. Aku akan selalu membuatnya puas, sehingga tidak akan ada waktu lagi untuk memikirkan hal lain selain diriku. Apalagi, memikirkan masa lalu yang menjijikkan.” Mira sepertinya bukan lawan yang sangat tanggung bagi Milea. Dia tersenyum dan mulai berbalik turun. Kepala Milea sudah panas dan berasap. Ingin dia meledak sekarang, tapi tunggu nanti, hingga seluruh orang fokus pada makanannya, itu akan lebih mudah.Milea turun. Dia mengambil gelas dan sendok dan menabuhnya. Mereka semua melihat ke arah Milea. “Mohon perhatiannya, permisi!” Galih sudah tidak tahan lagi, tapi Mira mencegahnya.“Jangan, Mas. Biarkan dia berbuat semaunya. Nanti dia sendiri yang akan malu.” Galih mengangguk.“Kalian tahu, kedua mempelai? Mereka adalah pembatu dan suamiku, ups aku lupa … tepatnya mantan.
“Sudahlah, aku siap mendengarmu kapan saja. Tapi tidak sekarang, pengantin priamu sudah menunggu.” Mira bangkit dibantu oleh Tias. Mereka keluar menuju pelaminan. Karpet merah yang membentang menambah suasana dramatis, bagai ratu sejagad. Tias membantu memegang gaunnya, dengan anggun Mira melewati sejegkal demi sejengkal karpet merah itu. Kelopak mawar ditabur dari kanan dan kiri. Di ujung sebelum mencapai puncak Galih sudah siap menyambut pengantinnya dengan stelan jas tuxedo.***Meyyis_GN***Jangan lupa musik pengiring yang membuat suasana semakin sakral. Seluruh pasang mata berpusat ke arah kedatangan pengantin. Bisik-bisik terdengar, sehingga membuat suasana hati Milea semakin panas.“Kalian nora, pengantin ya cantik, tapi tidak alami.” Yang ada di sebelah Milea tersenyum sinis.“Kau iri? Makanya jangan berulah.” Milea yang sedang marah rasanya ingin meledak da
“Tidak ada, hanya sedikit merasa menekan perut.” Ilham menggangguk.“Mau makan apa? Biar aku ambilkan, sebelum pengantin wanita keluar dan kita akan sibuk memandangnya.” Tias mencubit pinggang suaminya.***Meyyis_GN***“Sepertinya aku mau sate saja. Tapi tolong lepaskan dari tusuknya, ya? Kata mama tidak boleh orang hamil makan langsung dari tusuknya.” Ilham tersenyum. Dia meninggalkan sang istri duduk sendiri dan mengambilkan makanannya yang sudah dipesan istrinya. Lelaki itu dengan elegan menuju ke tempat prasmanan.“Oh, mantan istrinya Mas Galih diundang semua ternyata?” Milea mendekati Tias. Tias tersenyum.“Sebagai mantan istri, tentu masih berkewajiban menjaga tali silaturahmi ‘kan? Bagaimana pun, pernah tidur satu ranjang, jadi tidak ada salahnya kalau berbaik hati mengucapkan selamat pada wanita yang menggantikan menemaninya t
“Satu minggu terasa sangat lama. Sabar ya, Sayang. Kamu akan puas setelah ijab-kabul.” Galih menunjuk miliknya dan tersenyum setelah tatanan rambut selesai. Siang ini, dia akan bermanja-manja dengan Mira. Dia memiliki energi baru untuk memulai sebuah kehidupan. Senyumnya merekah membuai siang yang terasa terik, namun baginya berbalut dengan kesejukan. Dia sduah merindukan sentuhan wanita, menyata kulitnya yang begitu sensitif dengan rangsangan.Galih mempersiapkan pernikahan ini dengan sangat baik. Dia menyewa jasa wedding organizer terbaik untuk mempersiapkan pernikahan ini. Di gedung hotel ternama, sudah disusun acara dengan sangat baik. Galih mengenakan stelan jan warna hitam, karena memang konsepnya internasional. Dia mengenakan tuxedo itu dan memandang penampilannya sendiri di depan cermin. “Ini untuk yang ke tiga kalinya aku mengucapkan ijab kabul. Semoga ini yang terakhir.” Galih berdoa salam hati. Dia membetulkan dasi kupu-k
“Aku ingin lihat! Pertontonkan saja!” Galih mengatakannya tanpa menoleh, dia melenggang pergi. Milea terasa meledak. Dia mengumpat sejadi-jadinya dan membuang benda apa saja ke arah kepergian Galih. Galih merasa lega setelah ancaman kepada Milea tersebut terlaksana. Dia menjadi geli sendiri, pernah tergila-gila pada wanita sejenis itu. Galih menyetir mobilnya dengan cepat menuju ke rumah, harus memastikan kekasihnya baik-baik saja.Galih langsung berlari menuju ke dalam rumah. Dia melihat kekasihnya sedang menggendong putranya, membuat dirinya lega. “Ada apa? Ada yang tertinggal?” Galih menggeleng. Dia memeluk sang istri dari belakang.“Aku mengkhawatirkanmu.” Mira mengerutkan keningya.“Mengkhawatirkanku? Kenapa?” Karena Gibran sudah tenang, maka dia menurunkan anak itu ke lantai yang dilapisi karpet tebal.“Milea tadi datang ‘kan?” M
Mira luruh ke kursi. Dia menyadari, bahwa serangan dari Milea itu normal. Namun dia berpikir lagi, apakah yang dikatakan oleh Milea itu benar? Bahwa dirinya merebut Galih dari tangan Milea? Mira mengingat kembali, kapan mulai saling jatuh cinta dan menyesap indahnya ciuman nikmat.Milea pergi dari rumah Galih dengan tersenyum smirk. Dia yakin pasti Mira merasa tertekan. Dia mengenal Mira selama beberapa tahun, wanita itu berhati baik. Dia pasti akan merasa bersalah dengan tekanan yang diberikan oleh Mira.Sementara itu, Galih menyaksikan aksi manatan istrinya lewat CCTV yang memang sengaja dia pasang. Galih pernah menjadi manusia paling brengsek di muka bumi ini, jadi dia sangat hafal dengan trik brengsek yang dimainkan oleh Milea. Dia menarik napas untuk menenangkan syarafnya. Galih menyuruh ajudannya untuk menyiapkan mobil pribadinya. Dia akan mencari MIlea untuk memberinya pelajaran yang akan wanita itu sesali seumur hidupnya.
“Aku mencintaimu, apa pun yang kau inginkan akan aku lakukan. Apalagi hanya menemani tidur,” bisik Ilham. Lelaki itu tidak berapa lama kemudian terlelap ke alam mimpi menyusul sang istri. Terkadang memang bumil akan sedikit manja.***Meyyis_GN***Milea tidak terima dengan penolakan dari Galih. Dia mencari tahu penyebabnya, bahkan menyelidiki. Dia menemukan Mira sebagai pengasuh dari putranya yang dicintai Galih. Dia menunggu Galih pergi kerja. Pagi itu, terlihat Galih sedang berpamitan dengan Mira. Lelaki itu mencium kening Mira. Semakin terbakar hati Milea.“Kamu lihat nanti! Kalian terlalu enak menikmati masa pacaran, hingga lupa dengan aku yang sakit hati.” Milea menggenggam tanggannya dengan erat, hingga kukunya menancap ke telapak tangannya.“Sayang, jangan lupa kunci rumah. Jangan biarkan siapa pun masuk. Kecuali aku meneleponmu dan memperbolehkan dia masuk.
“Kan bisa mengingatkan baik-baik, kenapa harus teriak, sih?” protes Tias.“Aku nggak teriak, Sayang. Maaf, ih jangan nangis, dong!” Tias sudah hampir nangis karena ucapan Ilham yang agak bernada tinggi. Dasar bumil!Ilham meraih tubuh sang istri yang hampir bergoyang karena menangis. “Ah, seperti inikah orang hamil? Kenapa selalu saja sensitif,” batin Ilham.“Aku akan menggendongmu,” ucap Ilham. Lelaki itu memang sangat memanjakan sang istri. Walau Tias begitu sedikit ceroboh dan jorok, namun lelaki itu tidak masalah untuk membereskn kekacauan yang dibuat oleh istrinya. Terkadang, memang kekurangan pasangan kita yang menjadi dasar pemicu pertengkaran. Tapi tidak dengan Ilham. Dia menjadikan kekurang sang istri sebagai semangat. Terkadang, sepulang kerja dia harus rela membereskan beberapa kekacauan istrinya.Sebenarnya, kadang Tias sudah h