“Siapa bilang? Cowok lo tuh yang nggak ngebolehin. Untung saja, bukan Galih. Kalau Galih yang menyuruhku, sudah ku omelin tujuh oktaf tuh bocah. Sayangnya yang nggak ngebolehin adalah atasan kita jadi, ya sudah. Kamu sudah sembuh? Kapan pulang dari rumah sakit? Aku sudah kangen tau?” cibik Lita. Wanita itu memang selalu heboh sendiri.
“Aku sudah pulang. Tapi, mas Ilham tidak mengijinkan pulang ke rumah. Aku ada di rumahnya di daerah Cihanpelas. Kamu main kemari, deh.” Tias memberi tahu alamatnya. Selain Lita, tidak ada lagi yang dia beri tahu. Ini rahasia, agar Lita juga menjaganya. Atau Galih akan mengetahuinya dan menyeretnya untuk pulang. Lelaki itu sudah menjelma menjadi monster sekarang ini.
“Ih, keren emang. Lo sudah mengajukan gugatan? Kenapa sih, Yas masih bertahan? Hempaskan saj
“It’s ok, Baby. Hentikan air matamu. Aku bersamamu. Aku akan usahakan secepatnya kamu lepas dari si keparat itu. Kamu akan menjadi milikku segera,” ucap Ilham. Lelaki itu memeluk tubuh Tias, sehingga getaran tangis Tias dapat di redam oleh dada Ilham. Tias belum menutup ponselnya, sehingga Lita dengan jelas mendengar pembicaraan Ilham. Lita tersenyum sangat manis mendengar hal itu. Lita memeluk gawainya dalam dadanya. Dia bahkan membayangkan tubuh Tias yang di peluk oleh Ilham dengan gagah. Sehingga mesam-mesem sendiri.“Eh, ngapain hayo senyam-senyum sendiri?” Lita tergagap mendengar suara itu. Ternyata suaminya sudah memeluknya dari belakang.“Eh, ini Tias.” Lita memperlihatkan ponselnya.“Kenapa lagi dia?” tanya suami Lita.“Dia mau move on. Ini lagi bermesraan dengan pak Ilham. Dia sudah mengajukan gugatan tinggal sidang saja. Tadi sudah
“Pakai helmnya. Kita makan nasi goreng? Atau kau punya rencana untuk makan apa?” tanya Rendra. Lelaki itu telah siap dengan motor yang sudah di starter. Lita membonceng di belakang. Karena lama ditunggu tidak juga memeluknya, Rendra meraih tangan Lita agar memeluknya. Lita menepuk punggung suaminya tersebut karena merasa malu.“Kita ke nasi goreng bang Doel seperti biasa?” tanya Rendra.“Iya, dong.” Lita semakin posesif memeluk suaminya. Bagi Rendra, saat seperti ini yang selalu dia tunggu. Lelaki itu menyetir sambil tersenyum. Tentu saja, orang lain tidak melihatnya karena mulutnya tertutup masker.Demikian juga dengan Lita. Mereka menutup rapat wajahnya dengan masker. Masa gawat seperti sekarang tentu saja jangan lengah. Mereka sudah sampai di tenda biru penjual nasi goreng. Rendra memesan dua nasi goreng untuk dia dan istrinya makan. Sedangkan minumnya, STMJ dan segelas
“Istrimu lama di toilet. Coba di susul. Siapa tahu kesulitan,” tukas bang Doel. Rendra menurut yang di katakan bang Doel. Dia menyusul Lita. Namun, dia mengerutkan keningnya melihat mobil warna hitam. Dalam mobil itu, seperti ada orang yang di bekap. Tapi, kemudian dia tidak menggubrisnya. Dia terus melenggang lurus menuju Toilet.“Yang, masih lamakah?” Hening, tidak ada suara sahutan. Dia menghetuk pintu itu, ternyata tidak terkunci. Dia membelalakkan matanya, karena ternyata wanita yang berusaha meminta tolong itu istrinya. Itu terlihat dari tas yang isinya bercecer di lantai. Dia memunguti barang-barang istrinya yang ada dilantai toilet, kemudian berlari keluar.“Mas Rendra, apa yang terjadi?” Bang Doel sang pemilik warung bertanya.“Sepertinya, ada yang menculik Lita, Bang. Aku tidak tahu. Aku harus mengejarnya,” tukas Renda sambil mengangkat tas kecilnya yang ada di me
“Terima kasih.” Tias menegakkan wajahnya. Ilham tersenyum sangat manis, sehingga membuat tubuh Tias menghangat. Lelaki itu bangkit kemudian mengambil ponselnya yang berada di meja kerjanya. Satu nomor dia hubungi. Siapa lagi kalau bukan Mario. Ilham duduk di samping Tias. Dengan nakal dia mencuri cium di pipi Tias. Tias hanya kaget menerima serangan fajar itu. Tias tidak akan memekik, Ilham tahu itu sebab posisi mereka sedang menelpon Mario.“Ada apa, Bro?” Suara khas daris eberang sana yang terdengar di gawai Ilham.“Ada tugas baru buat kalian. Melacak keberadaan Lita sahabat cewek gue. Dia di culik. Bagaimana kronologinya, aku sendiri belum tahu. Sebaiknya lo kemari!” titah Ilham. Lelaki itu memutuskan sambungannya.“Sudah ‘kan? Jangan kahawatir. Kamu mau ke kamar lagi? Aku antar. Aku akan menemani sampai kamu tidur. Urusan ini, biar aku yang tangani. Oke?” Tias men
“Masuk, Rio. Ini yang akan menceritakan kejadian penculikan itu.” Ilham menunjuk dengan mengangkat tangannya kedua orang sebagai saksi penculikan. Mario mengangguk kemudian duduk di depan Ilham. Mereka mulai mengidentifikasi dengan mulai cerita dari suami Lita awal kejadiannya. Mario merekam setiap kejadian yang menimpa Lita. Lelaki itu mulai memutar otak kira-kira siapa yang menculik. Ini akan menjadi PR yang harus di kerjakan dengan sangat hati-hati, menghingat target operasi adalah seorang perempuan.Mereka saling bersalaman dan mengenalkan diri. Gaya salaman juga sudah berubah. Dengan jalan mengepalkan tangan dan beradu kepal. Suami Lita sudah terlihat gusar. Dia menceritakan kejadian penculikan istrinya dengan seksama, tanpa ada satu pun yang terlewatkan.“Kira-kira, ada
Mario mengambil bedilnya yang berada di pinggangnya, kemudian mengarahkan ke langit. Tidak, lelaki itu tidak menyerah dia tetap berlari.Doggy ikut berlari bersama pawangnya. Ilham memegang tali doggy itu. Karena doggy ada dua, jadi satu di pegang Ilham, satu lagi pawangnya yang memegang. Mereka berlari menyusuri semak-semak itu. Beberapa kali Ilham tergores tumbuhan liar yang berduri, karena memang dia mengenakan celana pendek saja.Salah satu doggy yang di bawa Ilham berhenti di sebuah parit. Berarti wanita itu di bawa melintasi parit. Diggy berhenti karena kehilangan jejak, di akibatkan mereka membawa Lita melintasi air. Reseptor doggy akan kehilangan jejak saat terkena air. Tapi, pawang doggy tersebut mengarahkan mereka melintasi parit. Barulah doggy kembali beraksi. Mereka berlari mengikuti arah kemana doggy pergi. Sedangkan Mario, masih mengejar lelaki itu yang tadi berlari, dengan arah yang berlawanan.Doggy berhe
Mario masih susah payah menyeret lelaki itu ke tepian. Setelah sampai tepian, dia meletakkan tubuh lelaki itu di rerumputan. Kemudian, dia berhenti sejenak untuk mengambil nafas.Mario menyapu wajahnya yang penuh dengan air. Matanya terasa sedikit perih karena kemasukan air.“Hufff ... luar biasa. Kau kira nyawamu sembilan lembar. Mau bunuh diri nggak bisa renang terjun ke sungai,” keluh Mario. Dia melakukan PCR dengan menekan dada lelaki itu. Sekali sampai beberapa kali lelaki itu belum juga dapat bernafas.“Ayolah!” Mario menekan terus dada lelaki itu, hingga akhirnya dia terbatuk-batuk dan memuntahkan air yang di minumnya. Lelaki itu akan kabur, namun Mario cekatan dia langsung memborgol lelaki itu.“Jangan lakukan lagi. Kau tidak ingat anak istrimu di rumah?&rd
“Sok tahu! Kau mau tahu masa kecilku? Aku juga sama sepertimu di jalanan mengemis sana-sini. Tapi, aku bisa memilih mana yang baik dan tidak merugikan negara. Aku tidak hanya memikirkan perutku sendiri.” Mario menajamkan matanya. Lelaki itu sangat membenci tawanan yang ada di depannya. Sebenarnya, mereka sama. Dari lembah hina yang selalu di sebut sampah masyarakat. Namun, saat itu tekad Mario bulat. Saat jualan di depan kantor polisi, sesekali dia mewawancarai seorang polisi. Dulu, seringkali lelaki itu berhayal kepingin jadi polisi.Saat usianya sudah menginjak delapan belas tahun dan dia lulus kejar paket C, maka mencoba peruntungannya dengan mendaftar sebagai taruna. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Gayung bersambut, lelaki dengan rambut setengah ikal itu diterima. Bahkan karena usahanya yang gigih, dia berprestasi. Itulah sepenggal kisah masa kecil Mario. Tidak ada yang tahu. Lelaki yang baru menikah belum genap satu tahun itu memiliki kisah t