Berkat keegoisan Daniel, kini Ayana terkurung di ruang bawah tanah. Benar kata gadis itu, suaminya itu memang benar-benar tidak waras. Bagaimana bisa ia dengan tega membiarkan istrinya terus menangis? Bahkan Ayana tidak pernah tidur karena dilanda ketakutan hebat. Sekitar matanya menghitam, wajahnya pucat, ditambah gadis itu terlihat kurus dan tidak terawat.
Ayana sudah mencoba untuk kabur dari ruangan itu, tapi pintunya tidak bisa terbuka, seperti terkunci otomatis dan lagi Daniel terus mengawasinya melalui CCTV.
Ayana sudah sangat lelah, tubuhnya lemas dan suaranya hampir habis karena terus berteriak.
"Daniel, tolong keluarkan aku," lirih Ayana.
Gadis itu tertunduk dengan kedua kaki terlipat. Ia haus dan lapar. Namun, Ayana juga tidak ingin menyentuh makanan yang diberikan oleh Daniel.
Memakan makanan yang diberikan suaminya itu hanya akan membuat Ayana seperti gadis yang menerima perlakuan s
Waktu berlalu dengan cepat, sudah lima hari Ayana menjalani kehidupannya tanpa Daniel. Semenjak Hamilton membawanya pergi, tepatnya di salah satu vila milik mertuanya yang ada di daerah Bandung. Gadis itu sama sekali tidak pernah berkomunikasi dengan sang suami.Kemarin Hamilton sudah membawakan surat perceraian untuk ia tanda tangani, namun ia tidak serta merta membubuhkan tanda tangannya. Ayana meminta pada Hamilton agar ia memberikan waktu untuk berpikir terlebih dahulu sebelum memutuskan semuanya.Perceraian, pernah terbesit di pikiran Ayana. Pernikahannya dengan Daniel hanya sebuah perjanjian, Ayana tetap di sisi lelaki itu dengan syarat ia bisa melanjutkan lagi pendidikannya. Namun, ternyata kesepakatan itu membuat hancur hidupnya, juga hidup Daniel.Ia juga tidak menyangka bahwa pernikahannya akan kandas secepat ini. Ayana ingin jujur, jauh di lubuk hatinya, dulu ia hanya menganggap Daniel sebatas majikannya. Ia punya
Biar aku sentuhmuBerikan 'ku rasa ituPelukmu yang duluPernah buatku'Ku tak bisa paksamu'Tuk tinggal di sisikuWalau kau yang selaluSakiti aku dengan perbuatanmuNamun sudah kau pergilahJangan kau sesaliKarena 'ku sanggup walau 'ku tak mauBerdiri sendiri tanpamuKumau kau tak usah raguTinggalkan akuHo-o ... kalau memang harus begituTak yakin 'ku 'kan mampuHapus rasa sakitku'Ku selalu perjuangkan cinta kitaNamun apa salahkuHingga 'ku tak layak dapatkan Kesungguhanmu
"Ay, apa tidak sebaiknya—“Ucapan Larissa menggantung saat Ayana menggebrak meja makan. Saking kerasnya, ibunya itu sampai membulatkan mata. Kedua adiknya yang sedang menikmati sarapan pagi bahkan berhenti menyendokkan makanan karena terkejut.Ayana memandang kesal pada Larissa, sudah berapa kali ia memberitahukan pada sang ibu untuk berhenti membahas mantan suaminya itu. Ia jengah, sudah seminggu Larissa terus membujuknya untuk berbaikan saja dengan Daniel.Mata Ayana memerah, napasnya tersengal-sengal. Ia benar-benar benci jika ada orang yang membahas Daniel. Seolah-olah ia adalah pihak bersalah karena telah bercerai dengan lelaki itu. Haruskah Ayana membeberkan semua perlakuan buruk mantan suaminya itu pada sang ibu? Ayana sudah selesai dengan Daniel, ia tidak perlu lagi mengingat lelaki itu. Biarkan ia hidup tenang dan memulai kehidupannya yang baru tanpa Daniel. Untuk apa juga ia terus terjebak dengan ingatan tentang
Larissa kaget, pasalnya baru sejam Ayana meninggalkan rumah dan sekarang anaknya itu sudah kembali. Biasanya gadis itu pulang ketika menjelang sore. Apa tidak terlalu cepat jika ia sudah berada di rumah ketika jam masih menunjukkan pukul 9?Ayana nampak melepas sepatunya, lalu menghempaskan tubuhnya di sofa. Ia mengembuskan napas kasar, matanya terpejam. Ia memijit pelipisnya. Larissa lantas saja menghampiri Ayana dan duduk di samping putrinya itu.“Ada apa? Kok jam segini sudah pulang, Nak?” tanya Larissa.Ayana membuka mata, ia lalu memperbaiki posisinya. Gadis itu menatap sendu sang ibu. “Bu, aku tuh nggak ngerti maunya Daniel tuh apa?” ceritanya to the point.Larissa tidak paham maksud Ayana. Ia lalu mengusap punggung tangan anaknya itu. “Memangnya ada apa? Daniel merusuhi kamu lagi?”Ayana menggeleng. “Dia jadi mahasiswa baru di kampus Ayana. Keterlaluan sekali, buka
Udara pagi kota Jakarta hari ini cukup bersahabat, matahari masih malu-malu memperlihatkan kegagahannya pada bumi. Mungkin karena masih pukul delapan, biasanya sekitar jam sembilan panas menyengat—membakar kalori.Sosok tampan keluar dari bugatti veyron mansory vivere, mobil sport dari Ettero Bugatti yang dibanderol seharga 3,4 juta US dollar atau sekitar 47 miliar menyapa mata para manusia yang tengah berkeliaran di sekitar parkiran.Beberapa mahasiswi yang bergerombol tampak menghentikan gibahannya dan memilih mengagumi keindahan yang begitu memanjakan mata.Dimulai dari ujung kaki sampai ujung kepala bertemakan warna hitam. T-shirt polos dibalut dengan jaket kulit membuat tubuhnya terlihat atletis. Celana jeans press kaki berpadu dengan sepatu kulit di atas mata kaki. Rambutnya tidak diwarnai banyak, hitam masih mendominasi. Warna light golden brown
Matahari sudah di atas kepala, panasnya sangat menyengat kulit. Suara riuh terdengar dimana-mana, ada yang bergosip,mengerjakan tugas, duduk di koridor sambil tertawa haha, hihi dan ada pula yang mengambil kesempatan berpacaran di taman kampus.Jam istirahat sudah berlangsung sekitar sepuluh menit. Setelah Pak Taufik keluar, tanpa basa-basi, Ayana langsung minggat dari kelas. Namun sebelumnya, ia sudah memberikan sepucuk kertas pada Daniel yang berisi tentang tempat dimana mantannya itu harus datang menemuinya.Berdiri dengan gusar, sesekali matanya mondar-mandir melihat dari kejauhan. Keringat mulai bercucuran di pelipisnya, tenggorokannya terasa kering. Dan cacing di perutnya mulai meronta meminta makan.Ayana kesal sekali, ia membanting tasnya kasar di sebuah kursi panjang yang terbuat dari besi dan dicat manis selaras dengan tanaman di sekitarnya."Sial! Apa dia berusaha kabur dariku?" Kepalanya tera
Seperti biasa, Ayana pulang saat langit sudah mulai gelap. Memasuki rumah minimalis bercat hijau, gadis itu langsung menuju dapur. Disimpannya terlebih dulu tas ranselnya di atas meja makan lalu kakinya mengayun ke lemari pendingin.Hawa sejuk dari kulkas menerpa kulitnya, cukup lama ia membiarkan suhu dingin menjalar ke seluruh tubuhnya hingga ia memutuskan untuk mengambil sebotol air mineral dan menutup lemari es itu.Ayana membuka penutup botol mineralnya seraya ia duduk setelah menarik kursi. Diteguknya air itu hingga tandas. Bunyi air beradu dengan kerongkongannya seakan menyatakan gadis itu sangat haus. Ia lega setelah meminum airnya.Bersandar di jok kursi, suara langkah kaki membuat ia menoleh. Larissa baru saja masuk dengan tangan yang terlihat kewalahan menenteng keranjang. Cepat-cepat Ayana bangkit dan mengambil alih keranjang itu."Ibu dari pasar?" tanya Ayana. Ia membawa keranjang itu dan menempat
"Bersama hanya akan melukai kita berdua, Daniel."Baru saja Ayana ingin beranjak dari hadapan Daniel, lelaki itu langsung menarik tubuh istrinya itu hingga terjatuh di kasur.Posisi Daniel yang berada di atasnya membuat Ayana harus menahan napas. Intim, gadis itu bahkan dapat merasakan deru napas sang suami yang menerpa wajahnya.Perlahan tangan Daniel terulur menyentuh pipi Ayana, ia mengelusnya pelan lalu beralih menyingkirkan anak rambut yang menjuntai di wajah istrinya itu ke belakang kupingnya.Ayana tidak dapat bergerak sama sekali, tubuhnya terkunci. Daniel menindihnya dengan tatapan tak terbaca."Daniel," lirih Ayana saat lelaki itu sama sekali tidak ingin beranjak dari atasnya."Mmm...." Hanya itu yang diucapkan Daniel.Ayana semakin gelisah, mata Daniel terlihat memerah. Seperti ia sedang menahan sesuatu. Merasa akan terjadi sesuatu yang tidak di