Seharusnya Thasia tidak mengharapkan apa-apa, dia ingin hubungan mereka kembali ke titik semula.Inilah yang harus Thasia lakukan.Jeremy merasa ada yang tidak beres, tapi kalau dipikir-pikir lagi sepertinya juga tidak. Melihat wajah Thasia yang pucat, dia tidak tega bertanya terlalu banyak padanya, tapi dia tetap berkata, "Lain kali jangan keluar sendirian, seenggaknya bawa ponselmu atau bawa orang bersamamu, jadi aku bisa menemukanmu sesegera mungkin."Thasia tersenyum pahit. Untuk apa pria ini berpura-pura.Apakah Jeremy berpura-pura peduli padanya untuk menebus kesalahannya?Haruskah dirinya juga berpura-pura dan mengikuti alurnya?"Aku mengerti, aku akan menuruti kata-katamu," jawab Thasia dengan patuh.Jeremy mengambil kursi dan duduk di hadapannya. Matanya yang gelap memantau tubuh Thasia untuk memastikan wanita itu baik-baik saja.Pria itu pun bertanya lagi, "Thasia, apakah kamu masih ingat kejadian malam itu?"Thasia bertanya dengan bingung, "Malam kapan?""Malam saat aku mene
"Thasia." Jeremy memanggil namanya.Thasia pun mengangkat kepalanya. "Hah?""Wanita malam itu kamu, ‘kan?"Tubuh Thasia menegang sesaat, dia tidak bisa bereaksi secara normal, tapi dia langsung tertawa. "Pak Jeremy, kamu pasti bercanda. Aku baru saja tiba di hotel keesokan harinya, aku juga yang menyuruh Rina mengantarkan pakaian untukmu. Kalau wanita itu aku, Pak Jeremy pasti sudah tahu dari awal. Aku juga berharap begitu, jadi kita bisa punya anak sekarang."Jawabannya begitu santai sehingga Jeremy sedikit tidak yakin.Namun, Thasia sepertinya tidak keberatan. Jeremy jelas-jelas suaminya, wanita itu malah tidak keberatan dirinya tidur dengan wanita lain.Nada Jeremy menjadi dingin. "Kalau begitu cepat cari tahu!"Setelahnya, Jeremy berjalan keluar dari bangsal.Senyuman lembutnya Thasia menghilang setelah pria itu pergi.Digantikan dengan keraguan.Sebelum dia sempat berpikir lebih lanjut lagi, dokter berjalan masuk. Melihat hanya Thasia yang ada di dalam, dia pun berkata, "Di mana a
Thasia ingat Lisa berlari keluar sambil menangis hari itu.Hari ini Lisa bisa tersenyum padanya lagi.Jika Lisa bisa datang ke perusahaan dan keluar sambil tersenyum, pasti ada hal yang membahagiakan.Thasia tidak tahu apa itu dan tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri, jadi dia mengabaikan Lisa.Lisa tersenyum. Ketika Thasia hendak memasuki lift, wanita itu berkata, "Thasia, aku tahu sebentar lagi posisimu akan berubah. Nikmati saja waktumu yang tersisa ini, pada akhirnya Jeremy akan membuangmu."Ketika pintu lift tertutup, Thasia melihat Lisa tersenyum dengan bangga, seolah-olah dia sudah tahu bahwa Thasia pada akhirnya hanyalah korban dalam pernikahan ini.Wajah Thasia pun menjadi tidak senang, dia mengepal tangannya erat-erat.Thasia tanpa sadar melihat ke arah perutnya, begitu memikirkan anak di dalam perutnya, dirinya merasa masih memiliki harapan.Saat dia berjalan ke kantor, semua orang sedang bekerja. Alih-alih pergi ke mejanya, dia langsung pergi ke kantor Jeremy.Jeremy s
Tindakannya membuat Jeremy mengerutkan kening, dia pun menarik tangannya kembali, lalu bertanya dengan nada dingin, "Memangnya aku seseram itu?"Thasia hanya menatapnya, tidak berkata apa-apa.Thasia yang menolak sentuhannya membuat Jeremy merasa kesal. Dengan ekspresi yang sangat dingin Jeremy mengusirnya. "Kalau sudah nggak ada urusan lain, sana keluar."Thasia menenangkan dirinya cukup lama, hingga dia keluar dari bayang-bayang yang menakutkan itu.Setelah memiliki anak, keadaannya sudah berbeda. Thasia tidak akan mengizinkan pria itu menyakitinya dan anak ini.Thasia segera berdiri, dia mundur beberapa langkah, lalu berkata dengan hormat kepada Jeremy. "Aku akan menjalankan perintah Pak Jeremy, jangan khawatir!"Setelah itu dia meninggalkan kantor Jeremy tanpa menoleh ke belakang.Kalimat Thasia membuat wajah Jeremy terlihat tidak senang. Semakin dia memikirkannya, semakin dia merasa kesal.Setelah beberapa saat, Tony berjalan masuk dan mengingatkan, "Pak Jeremy, rapat masih berlan
"Ella."Gadis bernama Ella ini memiliki rambut panjang, dia terlihat lemah, kurus dan pemalu.Perawakannya mirip dengan Thasia, tapi wajahnya juga terlihat sangat mirip dengan Lisa. Dia terlihat cantik dan polos, tipe yang tidak bisa ditolak oleh pria mana pun.Bos tadi memperkenalkannya, "Gadis ini anak baru. Dia cantik, masih dalam pelatihan, dia belum pernah bekerja, berasal dari daerah pedesaan. Ibunya sakit di kampung dan sangat membutuhkan uang. Latar belakangnya sangat bersih."Thasia merasa gadis ini sangat cocok.Masih muda, cantik dan mampu membuat pria ingin melindunginya.Seharusnya Jeremy suka yang tipe seperti ini."Dia saja," kata Thasia.Ella tidak tahu apa tujuan mereka datang ke sini, dia merasa takut dan sedikit panik. Ella pun berkata dengan ragu-ragu, "Apa yang ingin kalian lakukan? Aku baru saja datang ke sini, aku hanya pelayan di bar, aku nggak menjual tubuhku."Thasia merasa maklum jika gadis itu ketakutan, dia juga tidak akan memaksanya. Jadi Thasia berkata de
"Gadis itu masih muda dan cantik, pria mana pun tidak akan bisa menahan godaannya."Sabrina merasa sedikit khawatir. Tidak ada pria di dunia ini yang tidak bejat. Saat melihat gadis muda seperti itu, tidak peduli seberapa disiplinnya pria itu, dia tetap akan tergoda.Dalam situasi saat ini, Thasia tidak punya pilihan lain."Aku nggak punya pilihan." Thasia berusaha untuk tersenyum. "Meski begitu, aku tetap harus melakukan hal ini, kalau nggak nanti aku pasti akan menyesal nggak membuat keputusan hari ini."Dia tidak mau mencelakai anaknya.Sabrina tidak begitu yakin apa tujuan Thasia, tapi karena Thasia sudah memutuskannya, maka seharusnya ada sesuatu yang tidak dapat diungkapkannya.Sabrina tidak bertanya.Jika Thasia ingin mengatakannya, dia akan memberitahunya sendiri.Baru beberapa hari Sabrina melihat mereka berdamai, jika dilihat keadaan saat ini seharusnya terjadi masalah yang cukup serius.Sabrina merasa kasihan pada Thasia.Jika tidak ada Jeremy, Thasia pasti sudah bahagia.Sa
Keduanya tertawa.Sabrina ada rapat nanti, jadi keduanya pun berpisah setelah mengobrol sebentar.Thasia tidak langsung pulang, pikirannya masih kosong, entah apa yang dia pikirkan. Tanpa sadar dia berjalan ke sekolah SMP-nya dulu.Dia sudah lulus SMP belasan tahun yang lalu.Seiring dengan perkembangan zaman, sekolah SMP itu telah banyak berubah. Ada bagian yang direnovasi, areanya juga menjadi lebih besar, beberapa gedung baru telah dibangun.Namun, batu di pintu tetap tidak berubah setelah bertahun-tahun, ukiran nama "SMP Cahaya Kebenaran" tetap terlihat jelas di atasnya.Sekolah ini adalah tempat dirinya pertama kali bertemu dengan Jeremy.Thasia masih ingat saat itu tanggal 13 Agustus, dirinya hampir saja meninggal.Tepat di gerbang sekolah, sepulang sekolah pada siang hari, dia berjalan keluar bersama sebagian besar teman sekelasnya. Beberapa penculik yang memakai penutup wajah membawa tas besar di pundak dan memegang pistol.Lingkungan pada masa itu sangat kacau, pistol adalah s
Thasia bertekad untuk menemukan pemuda yang menyelamatkannya, dia juga tidak ingin terjebak dalam bayang-bayang kejadian mengerikan itu.Dia izin dari sekolah selama setengah tahun, lalu masuk kembali ke sekolah dan mencari tahu tentang pemuda itu.Pada akhirnya Thasia mengetahui bahwa pemuda itu bersekolah di SMA terbaik di kotanya, dia bernama Jeremy.Namanya tidak ada hubungannya sama sekali dengan Leo, tapi dia dipanggil Leo waktu itu.Terasa sangat aneh.Namun, Thasia berpikir itu mungkin nama panggilannya.Thasia pun berusaha untuk masuk ke sekolah tempat Jeremy bersekolah.Namun, Thasia hanya diam-diam memperhatikannya dari jauh dan tidak pernah mengganggunya.Pria itu bisa bermain basket.Prestasi akademiknya sangat baik.Keluarganya sangat kaya.Karena Jeremy begitu luar biasa, Thasia pun merasa dirinya tidak layak untuk pria itu, jadi dia hanya diam-diam menyukainya saja.Bahkan jika mereka berpapasan, Thasia tidak akan berani meliriknya, pria itu juga sudah melupakan gadis y
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak