Jeremy memeluk Thasia erat-erat, berharap bisa memasukkan tubuh wanita itu ke dalam tubuhnya, sehingga Thasia tidak akan terluka lagi.Dia meletakkan dagunya di atas kepala Thasia, menjawabnya dengan nada bersalah, "Aku ada di sini, Thasia, nggak apa-apa, sudah nggak apa-apa!"Thasia menguburkan dirinya di dada Jeremy, tubuhnya masih gemetar, dia berkata dengan histeris, "Kenapa kamu baru datang? Hampir, hampir saja ... Aku nggak akan bisa melihatmu lagi!"Jeremy memeluk Thasia yang terlihat pucat. Pria itu mengepalkan tangannya erat-erat, sorot matanya terlihat mengerikan, tapi dia dengan sabar mencoba menenangkan Thasia, sehingga wanita itu bisa merasa aman dan menghilangkan semua rasa takutnya. "Maaf aku terlambat, jangan takut, aku nggak akan pernah meninggalkanmu lagi!"Dia tadi mengkhawatirkan Thasia, jadi dia memutuskan untuk datang, tapi dirinya malah terlambat!Tangisan Thasia seketika pecah, semua kegelisahannya, ketakutannya dan keluhannya dia lampiaskan semua pada Jeremy.T
Ketika mereka berjalan keluar, di dalam ruangan terdengar suara jeritan kesakitan.Thasia bermimpi sangat panjang, dia bermimpi dikejar-kejar oleh setan.Dia ingin berlari, tapi tidak bisa. Ketakutan menyelimuti dirinya, mencekiknya sehingga dia merasa sesak, seakan-akan dirinya akan mati.Saat tidur pun Thasia terisak, air matanya terus mengalir.Jeremy melihatnya, dia pun menyeka air mata wanita itu dengan lembut.Thasia demam, suhu tubuhnya sangat tinggi.Rina yang berada di samping terus menangis. Dia tadi ingin memanggil bala bantuan, tapi malah bertemu Jeremy di depan pintu. Untungnya, pria itu tiba tepat waktu, jika tidak, mungkin nasib Thasia akan berakhir dengan tragis.Rina menangis dan berkata, "Pak Jeremy, ini semua salahku, aku nggak menjaga Kak Thasia dengan baik. Kak Thasia saat ini demam, sebaiknya kita bawa dia ke rumah sakit."Wajah Jeremy saat ini terlihat dingin dan sangat mengerikan. Dia hanya berkata, "Nggak perlu. Tony, bawa Rina pulang!"Setelah itu, Jeremy masu
Ketika Jeremy membuka pintu kamar mandi, dia melihat Thasia duduk di bak mandi. Wanita itu menggosok tubuhnya dengan kuat bahkan tanpa mengeluarkan suara, karena takut dirinya akan mendengar."Thasia, jangan!"Jeremy segera berjalan mendekat dan meraih tangan Thasia.Mata Thasia memerah, setelah tangannya ditangkap, dia segera menghindar dan berusaha melawan. "Jangan sentuh aku, tubuhku kotor ....""Kamu nggak kotor," bisik Jeremy. Pria itu memegangi tubuh Thasia dengan kedua tangan untuk menghalanginya melukai tubuh sendiri. "Kamu nggak kotor."Thasia mengingat kembali saat tubuhnya ditekan di atas meja, dia merasa tubuhnya menjijikkan dan kotor, bahkan saat disentuh oleh Jeremy sekalipun. Wanita itu menggelengkan kepalanya. "Jangan bohong. Aku tahu tubuhku kotor. Aku sendiri saja merasa diriku menjijikkan!"Thasia terus menggosok tubuhnya hingga memerah."Thasia."Walau Jeremy sudah berteriak, Thasia tetap tidak mau dengar.Wanita itu menggosok setiap bagian tubuhnya sambil terus ber
Thasia melingkarkan tangannya di leher Jeremy. "Aku ingin kamu menemaniku.""Aku nggak akan ke mana-mana." Jeremy membelai pipinya. "Saat tidur nanti jangan bergerak-gerak, jadi lukamu nggak kena, ngerti nggak?"Thasia memandangnya, lalu akhirnya dia mengerti bagaimana rasanya Lisa bersikap sok lemah di depan pria ini.Hanya anak-anak yang menangis baru bisa mendapat permen.Dia baru menunjukkan sedikit sisi lemahnya, Jeremy pun menjadi sangat lembut padanya."Oke." Thasia melepaskan genggamannya dengan enggan.Jeremy menutupi tubuh Thasia dengan selimut, dia duduk di samping ranjang. "Dingin nggak?"Thasia menggelengkan kepalanya. "Nggak.""Kamu sedikit demam." Jeremy berkata dengan khawatir, "Aku akan mengompresmu dengan handuk."Thasia memandangnya dan berkata dengan tulus, "Oke, kamu baik sekali."Jeremy tersenyum. Dia mencubit hidungnya, Thasia tidak mengelak, malah menatap pria itu dengan saksama.Dia ingin mengingat kebaikan pria ini di dalam hatinya.Jeremy berkata, "Dasar, jan
Rina berkata, "Nggak. Aku nggak sempat memanggil bala bantuan, saat aku keluar pas sekali aku bertemu Pak Jeremy yang sedang terburu-buru masuk. Kak Thasia, Pak Jeremy sepertinya sudah tahu akan terjadi masalah, aku lihat dia sangat mengkhawatirkanmu."Begitu membahas hal ini, Rina masih merasa penasaran dan berkata, "Kak Thasia, kamu nggak lihat kemarin, Pak Jeremy seram sekali saat dia tiba di tempat kejadian, dia seakan-akan berubah menjadi orang yang berbeda. Pak Jeremy memukul Pak Hendra dan yang lainnya dengan marah, lalu membawa Kak Thasia pergi, seakan-akan dia nggak membiarkan siapa pun menyentuh kamu."Kata-kata Rina membuat Thasia terdiam, dia pun mengambil gelas di sampingnya dan meminum air."Kak Thasia, memangnya Pak Jeremy begitu peduli pada bawahannya, ya? Seperti dulu aku nggak melihatnya seperti itu. Kalau aku yang terluka waktu itu, apakah dia juga akan begitu peduli?" Rina masih tidak mengerti, seolah-olah dia teringat sesuatu dan berbicara pada dirinya sendiri. "Me
"Kalian nggak tahu, Thasia ingin mendapatkan pria kaya, dia menjadi sekretaris Pak Jeremy, tapi nggak bisa menjadi istri Pak Jeremy. Setelah bertahun-tahun, dia pun berpikir untuk mencari cara lain, dengan kecantikannya, dia ingin menjadi kekasih Pak Hendra. Mungkin Pak Hendra menolaknya, dia pun dengan sengaja menuduh Pak Hendra memerkosanya, sehingga Pak Hendra sekarang sengsara, bahkan harus masuk penjara!""Aku lihat Thasia sepertinya wanita baik-baik, nggak disangka dia bisa menggunakan cara seperti itu untuk mencelakai Pak Hendra. Pantas saja dia bisa menjadi sekretaris Pak Jeremy begitu lama, ternyata dia menggunakan cara yang licik!""Huh, kalian baru tahu kalau Thasia itu bukan wanita baik-baik? Aku sekali melihat saja sudah tahu. Kalian nggak lihat, di kantor masih banyak karyawan senior yang lebih hebat dari Thasia. Misalkan Kak Cindy, dia lebih hebat dan lebih berpengalaman daripada Thasia! Tapi kekuasaan Thasia malah lebih besar darinya, semua karena wanita itu memanfaatka
Devi tidak sempat melawan, wajahnya memerah karena ditampar, dia pun berteriak kesakitan.Dia belum pernah ditampar seperti ini sebelumnya, jadi dia merasa sangat marah!Thasia berkata dengan nada dingin, "Kalau aku nggak menamparmu, entah apa lagi yang akan kamu lakukan di PT Okson!""Thasia, beraninya kamu memukul anak buahku!"Mereka cukup menarik perhatian, sehingga semua orang pun datang untuk menyaksikannya.Ketika Cindy mengetahui hal ini, dia bergegas kemari, lalu dia melihat anak buahnya dipukuli oleh Thasia. Mata Cindy pun terbuka lebar, dia segera melerai mereka.Anak buahnya dipukuli oleh Thasia, maka sama saja dengan Thasia tidak menghormati dirinya.Ketika Devi melihat bala bantuannya tiba, dia menangis dengan keras, "Kak Cindy!"Dia menutupi wajahnya, berlari ke arah Cindy. "Dia memukulku, sungguh keterlaluan!"Cindy menarik Devi ke belakangnya, dia terlihat sangat marah. "Kamu sudah gila, ya? Kurang ajar sekali kamu sekarang. Kamu pikir ini perusahaan keluargamu, jadi k
Semua orang yang menyaksikan kejadian ini merasa kasihan pada Thasia.Thasia hanya seorang sekretaris, tentu saja kedudukannya tidak sebanding dengan wakil CEO, sudah pasti wanita itu akan berakhir dengan menyedihkan!Beberapa menit kemudian, Wakil CEO Gilang Apdianto berjalan kemari sambil membawa Devi. Dia sangat sayang pada keponakannya ini, jadi dia datang untuk membelanya. "Siapa yang memukul Devi!"Devi menunjuk ke arah Thasia yang berada di ruangan membuat teh. "Dia orangnya, dia yang memukulku. Paman, padahal dari kecil aku nggak pernah dipukul!"Cindy yang melihat ini pun berpura-pura bersikap baik dan menyedihkan. "Pak Gilang, maafkan aku karena nggak bisa menjaga Devi dengan baik, soalnya aku nggak berhak berbicara di sini."Kata-katanya jelas ingin memberi tahu Wakil CEO Gilang bahwa walau dirinya dan Thasia berada di posisi yang sama, tapi kekuasaan Cindy tetap ditekan oleh Thasia.Thasia selalu bersikap semena-mena di kantor.Wakil CEO Gilang juga sudah mendengar gosip te