"Nggak perlu," kata Thasia. "Aku bawa mobil, kamu urusi saja pekerjaanmu, lain kali aku akan mencarimu lagi untuk meminta maaf."Mark berkata, "Nggak perlu, aku juga nggak dipukul dengan sia-sia, aku percaya dengan kemampuanmu, kamu akan memberikanku banyak keuntungan!"Selesai mengurusi lukanya, Mark berbicara sebentar dengan Thasia, lalu dia pergi duluan.Hanya saja saat Mark di mobil, dia mengirimi Jason pesan. "Apakah kamu tahu Thasia hamil?"Jason sedang berada di rumah.Rambutnya sangat berantakan, bajunya juga terlihat santai, saat menerima pesan itu, tangannya sedikit bergetar."Nggak tahu."Mark merasa terkejut mendapat jawaban ini. "Kalau begitu rencanamu akan sulit ke depannya, Thasia memiliki anak dengan orang lain, sepertinya dia menyukai pria lain, bagaimana bisa kamu menikahinya?"Ekspresi Jason sedikit berubah, pada akhirnya dia hanya bisa merelakannya. "Kalau dia merasa bahagia, aku akan mendoakannya ...."Jason menambahkan lagi. "Selama dia bahagia, maka aku baru bisa
Esther sampai mengangkat mangkuknya, mengarahkan sendok ke mulut Jason.Melihat ini Jason ingin menjaga jarak dengannya, dia berkata, "Baiklah, aku akan makan sendiri.""Makan dengan perlahan, mungkin masih sedikit panas." Esther tidak memaksa ingin menyuapinya, dia terus memperhatikan Jason dari samping.Jason mengambil sendoknya, lalu memakan bubur itu."Bagaimana rasanya?" tanya Esther dengan penasaran.Jason menatapnya, lalu tersenyum dengan sopan. "Lumayan."Esther dengan senang berkata, "Kamu masih belum mencicipi masakanku. Makanan buatanku sangat enak, semua orang yang mencobanya selalu bilang enak. Aku memang paling pandai memasak, lain kali aku akan memasaknya untukmu, aku sudah bertanya pada orang tuamu, aku tahu kamu suka makan apa, bagaimana kalau lain kali aku datang ke sini dan memasaknya untukmu?""Nggak perlu!" Jason menolaknya. "Aku sibuk bekerja jadi jarang di rumah.""Nanti saja kalau sedang luang."Jason melihat Esther yang begitu ramah, lalu dia memikirkan sebuah
Thasia menoleh.Thasia melihat Diana berjalan mendekat dengan emosi, tanpa berkata apa pun dia hendak menatap Thasia.Untungnya Thasia bereaksi dengan cepat, dia tahu apa yang ingin wanita itu lakukan, dia segera menangkap tangannya.Diana ingin melawan, dia berkata dengan marah, "Dasar wanita sialan, kamu menjebakku! Saat aku sedang lengah, kamu mencari seorang pendukung. Kamu nggak hanya mencari penyumbang, bahkan membuat tugasmu itu menarik perhatian Bu Dhita. Atas dasar apa kamu mengambil semua kesuksesan itu?"Kalau saat ini Diana masih mencelakai panti asuhan itu, maka dirinya sendiri yang akan repot.Kalau orang-orang di kantor tahu, maka dirinya akan dipecat.Sedangkan Thasia juga memiliki seorang pelindung, kalau Diana membuat orang itu marah, maka kariernya tidak akan bisa bertahan.Jadi saat ini dia tidak bisa memberi Thasia pelajaran lagi.Diana merasa kesal, sedangkan Thasia hanya melihatnya dengan dingin, lalu menepis tangannya. "Memangnya hanya kamu yang boleh menjebakku
Thasia menunduk, dia baru sadar di celananya ada darah.Ekspresinya pun berubah.Kemarin perutnya memang sudah terasa tidak nyaman, tapi karena sedang sibuk dia pun tidak terlalu memikirkannya, dia juga tidak berpengalaman. Karena hanya merasa sedikit tidak nyaman, dia langsung mengabaikannya.Saat ini perutnya terasa sangat sakit.Tanpa sadar Thasia menutupi perutnya, dia membungkukkan badan, wajahnya sangat pucat, keringat dingin terus keluar.Saat Jeremy melihatnya pendarahan, ekspresinya langsung berubah, dia segera menarik tubuh Thasia. "Thasia!"Thasia merasa sangat sakit sehingga rasanya ingin pingsan, reaksi ini baru dia rasakan setelahnya, rasa sakitnya sepertinya meningkat berkali-kali lipat, dia memegangi tangan Jeremy. "Anaknya ...."Jeremy langsung menggendong Thasia. "Nggak apa-apa, aku akan membawamu ke rumah sakit!""Tony, cepat nyalakan mobilnya!"Tony merasa sangat terkejut, dia baru pertama kali mengalami kejadian seperti ini, dia segera menyalakan mobilnya.Jeremy m
Jeremy ikut sampai ke depan ruang operasi, dia melihat Thasia dibawa ke dalam, dia hanya bisa berdiri di depan pintu dengan sangat cemas, seakan-akan dunianya runtuh saat ini. Tiba-tiba Jeremy teringat sesuatu, dia berkata, "Kamu harus menyelamatkannya, juga anak yang ada di perutnya!"Thasia sudah dibawa masuk ke dalam.Pintu tertutup, seketika dunia Jeremy pun terasa gelap.Dia berdiri di depan ruang operasi, napasnya terengah-engah, wajahnya penuh dengan keringat, dadanya bergerak naik turun cukup lama.Dia merasa di dadanya seperti ada banyak jarum yang menusuk, membuatnya tidak bisa bernapas dengan baik.Jeremy merasa takut.Dia takut Thasia sampai kenapa-napa.Juga takut kalau sampai anak Thasia kenapa-napa, maka setelah siuman wanita itu akan membencinya.Saat ini Jeremy berpikir, meski dia tidak suka pada anak itu, dia lebih takut lagi kehilangan Thasia.Jeremy tetap terdiam, dia tidak mengatakan apa-apa lagi, hanya duduk di bangku samping sambil menundukkan kepala, wajahnya te
Melihat ini mata Lisa menegang, bola matanya bergetar, dia langsung membanting ponselnya!Asisten yang baru kembali kebetulan melihat kejadian ini, dia bertanya, "Kak Lisa, ada apa? Kenapa kamu marah-marah."Ponselnya berdering lagi, tapi Lisa masih terlalu kaget dengan berita Thasia hamil.Thasia hamil anak siapa?Kenapa bisa hamil?Bukankah mereka tidak pernah tidur bersama?Kalau begitu kenapa Thasia bisa hamil?Tangan Lisa terkepal erat, buku-buku jarinya memutih, saat asisten itu mendekat, Lisa menepis tangannya. "Jangan sentuh aku!"Asisten itu merasa terkejut.Lisa menatap Siti, ekspresi mengerikannya menghilang, air matanya mengalir, dia terlihat sangat menyedihkan dan tertekan.Siti segera menenangkannya. "Kak Lisa, jangan sedih."Lisa menangis sambil memeluk Siti. "Setelah aku berkorban begitu banyak, kenapa pria itu masih belum puas, apakah dia melupakan utangnya padaku?"Melihatnya menangis seperti ini, Siti juga merasa sedih, bagaimana mungkin dia tega berkomentar.--Saat
Thasia bangun saat tengah malam.Saat jarinya bergerak, dia menyadari ada orang yang menimpanya.Thasia membuka matanya, dia melihat ke samping, di sana ada Jeremy yang tertidur sambil memegang tangannya.Rambut pria itu berantakan, wajahnya terlihat kelelahan.Sepertinya tidur Jeremy tidak nyenyak.Jeremy yang selalu berpenampilan dengan rapi, saat ini kumisnya sudah sedikit tumbuh.Melihat ini Thasia sedikit tertegun.Seketika ada perasaan campur aduk di dalam hatinya.Setelah beberapa saat, Tony berjalan masuk sambil membawa barang."Nyonya kamu sudah sadar," bisik Tony.Thasia mengangguk.Tony melihat ke arah Jeremy yang tertidur dan berkata, "Pak Jeremy terus menjagamu, aku menyuruhnya tidur, tapi dia bersikeras mau menjagamu, saat subuh dia baru ketiduran."Thasia membuka mulutnya, tenggorokannya terasa sangat serak. "Anakku ...."Tony berkata, "Dia aman, hampir saja keguguran, tapi untung masih tertolong, kalau nggak hubungan kalian pasti akan hancur. Saat kamu didorong ke ruang
"Jere ...."Sebelum kalimat Thasia selesai diucapkan, pintu tiba-tiba didorong terbuka.Mereka melihat Karen berjalan masuk, dia menatap Thasia, wajahnya terlihat senang dan dia berkata, "Aduh, sayangku, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau kamu sedang hamil? Aku baru tahu sekarang, kalau dari awal sudah tahu, aku nggak akan pergi jalan-jalan. Katakan, bukan aku orang terakhir yang tahu, bukan?"Karen masih memegang kopernya, memakai syal dan kacamata hitam, sepertinya wanita itu baru saja turun dari pesawat.Kulit Karen terlihat sedikit hitam karena berjemur.Dia juga membawa banyak barang.Kalimat Thasia tadi pun terpotong karena kedatangan Karen.Thasia segera terduduk dan berkata, "Bibi!"Thasia cukup senang saat melihat Karen, seakan-akan rasa resah di hatinya menghilang.Karen meletakkan kopernya, berjalan mendekat sambil mendorong Jeremy ke samping, lalu memeluk Thasia. "Thasiaku, terima kasih. Terima kasih sudah mengandung keturunan Keluarga Okson."Thasia tertegun dipeluk ole