Setelah mengetahui keadaannya, Thasia berjalan keluar, dia melihat seorang anak perempuan yang berusia tiga sampai empat tahun duduk di bawah pohon bambu, tangannya sedang memegang permen dari Thasia tadi, dia terus melihat permen itu tanpa memakannya.Melihat ini Thasia segera berjalan mendekatinya, lalu duduk di sebelahnya."Kak Thasia," sapa anak itu sambil menatap Thasia dengan mata bulatnya.Thasia bertanya padanya, "Kenapa nggak dimakan?"Anak itu menunduk, masih memegang permennya sambil menggelengkan kepala. "Nggak tega makannya.""Kenapa?"Anak itu berkata, "Aku tadi mendengar mereka bilang permen ini sangat enak, permen ini bahkan permen paling enak yang pernah mereka makan! Setelah aku memakannya, maka permennya akan habis, jadi aku ingin menyimpannya. Kalau aku menjilatnya sedikit demi sedikit, maka aku bisa menyimpannya sampai sangat lama."Anak itu dengan hati-hati menjilatnya.Mendengar perkataannya ini membuat Thasia merasa sangat sedih.Baginya permen ini adalah makana
Meski berkata seperti itu, tetap perilakunya sangat aneh. PT Okson memang sempat melakukan kegiatan amal, tapi Jeremy tidak perlu datang sendiri seperti sekarang ini. Thasia berkata lagi, "Bukan begitu, hanya saja begitu aku ke sini, kamu juga ke sini, bahkan memberikan banyak barang, hal ini kebetulan sekali jadi aku merasa curiga. Kalau bukan, maka aku nggak akan bertanya lagi."Thasia masih banyak kerjaan, dia tidak bisa terus berdebat dengan Jeremy.Apalagi pria itu sepertinya tidak suka melihat dirinya.Alis Jeremy sedikit berkerut saat melihat Thasia tidak peduli. Thasia sudah melakukan banyak hal yang membuatnya kecewa, sekarang bahkan bersikap cuek padanya."Paman, Paman!"Seketika Thasia melihat beberapa anak berlari ke sini.Mereka berlari dengan sangat cepat, sepertinya tidak takut akan jatuh.Thasia tahu yang mereka panggil adalah Jeremy.Thasia pun menoleh.Dia melihat anak-anak memeluk depan mobil, sorot mata mereka terlihat penasaran dan penuh rasa syukur, lalu mereka be
Melihat ini, ekspresi Jeremy pun berubah, dia tidak mengerti apa yang telah dirinya lakukan.Thasia segera memeluk dan menenangkan mereka. "Sudah, sudah. Paman itu bukan serigala, dia orang baik, bukannya tadi dia memberi kalian barang? Jangan takut, anak yang menangis sama sekali nggak keren."Mereka menghapus air mata mereka, berusaha menahan tangisnya. "Jangan menangis, kita ini anak pemberani, jadi nggak boleh menangis!"Namun, saat melihat Jeremy mereka malah ingin menangis lagi, mungkin karena ketakutan.Jeremy menatap Thasia, sikap wanita itu sangat lembut terhadap anak-anak.Jeremy terbatuk sebentar, lalu berjalan ke arah anak-anak.Mereka merasa ketakutan, jadi mereka segera bersembunyi di belakang Thasia.Wajah Jeremy terlihat tidak senang, dia tidak menyangka anak-anak akan begitu penakut, melihatnya seperti melihat hantu saja."Kalian cepatlah masuk, kalau masih di luar, nanti akan ada serigala yang masuk!"Begitu mendengar ini mereka segera berlari masuk.Thasia berjalan d
"Kalau begitu kami pamit dulu," kata Thasia."Baiklah, aku harap lain kali kita bisa bertemu lagi," kata Gita.Jeremy melihat ke arah anak-anak, sebelum pergi dia tidak lupa bertanya, "Ingat nggak panggil kami apa?""Kakak!" jawab anak-anak dengan serempak.Mereka sangat sopan.Jeremy berkata lagi, "Kalau nggak mau memanggil kakak, harus memanggil apa?""Paman dan bibi!" Anak-anak terlihat sangat pintar.Dia mengajarkan mereka panggilan ini sudah lebih dari sepuluh kali.Jadi mereka mengingatnya.Thasia menatap Jeremy, perkataan anak-anak itu sepertinya sangat memengaruhi suasana hatinya, wajah pria itu bahkan terlihat tersenyum."Paman, Bibi, kalian harus bahagia, ya!" kata anak-anak dengan serempak lagi.Thasia merasa terkejut, lalu menatap mereka. "Maksud kalian?""Tadi Paman itu bilang kalau kalian sudah menikah, jadi nama panggilannya harus sesuai. Kalau nggak mau memanggil kakak, maka harus memanggil paman dan bibi, nggak boleh satu paman yang satunya kakak," jelas anak-anak pada
Jeremy bersandar pada jendela, matanya terus menatap keluar sambil menjelaskan, "Area ini cukup terpencil, kalau kamu turun, kamu harus berjalan beberapa kilo baru sampai di kota. Jangan bertindak mengikuti emosi, kamu nggak cocok bertindak seperti itu!"Thasia melihat ke arah jalan, di sini memang cukup terpencil, mungkin dia harus berjalan selama beberapa jam jika turun di sini.Sekarang sudah hampir tengah malam.Mungkin saja ada binatang buas yang muncul nanti.Demi keselamatannya, dia pun tidak jadi turun.Terkadang kita harus bertindak sesuai dengan situasi.Mobil berhenti di pintu stasiun TV, Jeremy melihat plang nama di sana, lalu berkata, "Baru-baru ini stasiun TV kalian ingin mewawancaraiku.""Benarkah?" jawab Thasia.Sorot mata gelap Jeremy menatap Thasia. "Kenapa bukan kamu yang mewawancaraiku?"Thasia tidak bilang dirinya menolak tugas itu. "Tugas mewawancaraimu nggak mungkin diberikan padaku, aku baru saja kerja di sana nggak sampai sepuluh hari, kerjaanku hanya mengetik
Jason seketika tidak tahu harus menjawab apa.Thasia dengan terkejut menatap Jeremy.Kenapa pria itu membawa buku nikah ke mana-mana?Jeremy sungguh aneh!Jeremy menerima paket itu lalu membukanya, terlihat buku berwarna merah di sana.Jeremy ingin menunjukkannya pada Jason, dia mengangkatnya dan berkata, "Ini buku nikahku dan Thasia. Pak Jason, sudah lihat, bukan?"Jason terdiam, sorot matanya menjadi lebih gelap.Sorot mata Jeremy terlihat senang dan bangga.Seakan-akan dia sangat senang bahwa buku nikahnya dengan Thasia masih ada.Namun, kalau mereka menikah secara diam-diam, bukankah mereka seharusnya ingin cepat-cepat bercerai?Awalnya Jason mengira Jeremy bertindak seperti ini hanya karena gengsinya sebagai pria saja, dia selalu ingin menang, apalagi selama bertahun-tahun mereka menikah, Jeremy tidak pernah mengakui Thasia sebagai istrinya.Sekarang dia juga merasa Jeremy kekanak-kanakan.Siapa yang akan membungkus buku nikah dengan begitu rapat, bahkan memamerkannya di depan ora
Jason mengambil minuman di samping.Dia selalu bertindak dengan akal sehat.Selalu berada di belakang Thasia dan selalu menjaga jarak sebagai temannya dengan akal sehat.Bahkan saat menyatakan rasa sukanya pada Thasia, Jason sempat minum bir dulu, baru dia berani memberi tahu wanita itu isi hatinya.Namun, Jason sudah tidak bisa melangkah maju lagi.Dia tahu Thasia menyukai Jeremy.Jason tidak ingin membuat Thasia terbebani, juga ingin menghargai semua keputusan wanita itu.Dia tidak bisa bertindak begitu memaksa seperti Jeremy.Mungkin orang yang dicintai memang merasa tidak takut, dia sangat iri pada Jeremy bisa memiliki cintanya Thasia.Jason tersenyum pahit, menuangkan bir untuknya, lalu meminumnya dalam sekali tegukan.Ponsel yang berada di tangan kirinya terus bergetar.Jason meliriknya, setelahnya menoleh lagi, dia tidak terlihat ingin mengangkat panggilan itu, dia hanya terus meminum birnya.Setelah keluar dari restoran Thasia hendak memanggil taksi untuk pulang.Namun, di deka
Jeremy melihat ke sekeliling sebentar, ukuran ruangan itu tidak sebesar kamar mereka. Saat dia berjalan masuk, di dalamnya hanya ada barang Thasia.Thasia memang orang yang rapi, jadi rumah ini cukup rapi dan bersih.Melihat di dekat pintu ada sandal rumah yang bergambar kelinci dan sangat lucu, Jeremy merasa sangat terkejut.Dia melirik lagi ke arah Thasia.Thasia merasa tidak enak, dia pun menyimpan sandalnya. "Sudah selesai melihatnya?"Jeremy melihat ke arah sofa yang hanya bisa diduduki oleh dua orang. "Kamu betah tinggal di sini?""Kurang lebih.""Apartemen ini kecil sekali, peralatan rumahnya juga nggak lengkap, lebih baik di rumah kita, di sana juga ada mbak, aku rasa kamu nggak betah tinggal di sini." Jeremy memikirkannya. "Apalagi kita nggak jadi cerai, menurutku sebaiknya kamu pulang saja.""Sebenarnya kamu tahu nggak kalau aku ini ingin bercerai denganmu? Aku bukannya bertengkar denganmu dan kabur dari rumah!" Thasia berharap pria itu bisa mengerti, bukannya berpikir setela