Shella iri pada Thasia karena memiliki keluarga yang begitu hangat.Shella tahu, karena dirinya adalah teman Thasia, baru mereka bisa begitu ramah padanya."Jangan menangis, air mata seorang gadis itu sangat berharga." Santo tidak tega melihatnya menangis.Shella malah tidak bisa menghentikan air matanya.Thasia juga orang yang mudah terbawa suasana.Dia tahu Shella saat ini sudah kehilangan kasih sayang orang tuanya, hanya Victor saja keluarganya, jadi dia merasa kasihan pada gadis ini, sehingga berpikir membawanya bertemu orang tuanya."Jangan nangis, memangnya hari ini kamu masih nggak cukup nangisnya?" Thasia tidak membiarkannya menangis.Shella menahan air matanya, lalu menarik ingusnya. Dia memeluk susu teh yang diberikan Bianca. "Terima kasih. Bibi, Paman, aku lain kali pasti akan datang lagi."Bianca dan Santo mengantar kepergian mereka di depan pintu.Saat berjalan turun Shella tidak tahan untuk tidak menangis.Thasia memberinya tisu.Jeremy masih bersikap dingin, dia hanya be
Sisilia menyerahkan tasnya Shella.Shella malah berkata padanya sambil berpikir, "Kemarin bukannya kamu berada di sebelahku dan sedang menelepon seseorang? Saat aku berbalik kamu sudah hilang, kamu yakin aku yang hilang?"Sisilia tidak berkata jujur.Dia memang sempat melihat Shella dikerumuni sekelompok berandalan, tapi dia tidak pergi menolongnya.Sisilia juga seorang perempuan, saat itu dia tidak membawa pengawal, jika dia pergi menolongnya, dirinya juga yang akan kena masalah.Jadi Sisilia hanya bisa berpura-pura tidak melihatnya dan kabur selagi orang-orang itu tidak sadar.Sisilia tidak akan membiarkan Shella mengetahui hal ini, jelas-jelas dia tahu gadis ini berada dalam bahaya, tapi malah berpura-pura tidak melihatnya.Sisilia tertawa sambil berkata, "Ya, ada pembicaraan penting, jadi aku berbicara di telepon cukup lama, setelah selesai kamu sudah hilang. Aku kira kamu pulang duluan karena menungguku terlalu lama, tapi tasmu ada padaku, jadi aku mengantarkannya padamu.""Shella
Perkataan Shella membuat wajah Sisilia membeku, seketika dia tidak tahu harus menjawab apa.Berdasarkan pengertiannya terhadap Shella, gadis ini sangat polos, selama dia bersikap baik padanya, maka Shella akan bersikap baik padanya berkali-kali lipat.Sekarang Shella malah bertanya seperti ini.Namun, perkataannya cukup masuk akal.Saat mereka berada di luar negeri, Sisilia tidak tahu kalau Shella adalah cucunya Victor.Shella waktu itu masih sangat kecil, juga baru pertama kali tinggal di luar, dia masih tidak terbiasa dengan kebiasaan hidup di sana.Shella tidak betah, juga tidak ada teman, biasanya dia selalu sendiri dan tidak suka berhubungan dengan orang lain.Sisilia dengar dari orang lain bahwa Shella dari kecil sudah ditinggal orang tuanya.Shella kelihatannya sangat kecil dan kasihan, dia terlihat lebih menyedihkan dari yang lainnya.Sedangkan Sisilia berbeda, sejak kecil keluarganya sudah kaya, kehidupannya juga sangat mewah.Kehidupannya di luar negeri cukup menyenangkan.Sh
Dia dulu merasa Shella sangat penurut.Setelah kembali ke Kediaman Keluarga Normani, gadis itu berubah.Sorot mata Sisilia menjadi dingin, setelah mengatai Shella, dia mulai membenci Thasia.Jika bukan karena Thasia, Shella akan tetap patuh padanya, gadis itu akan mengikuti setiap perintahnya.Sekarang Thasia malah menghancurkan semua itu!...Selagi Jeremy berada di ruang kerja dan tidak berada di sisi Thasia, wanita itu segera membeli barang secara online.Dia membeli beberapa buku tentang pertumbuhan anak.Thasia menyentuh perutnya, meski masih belum terlihat, tetap saja dia tahu dirinya hamil, dia seakan-akan bisa merasakan perutnya sangat berat.Selama ada anak ini, dia merasa sangat tenang.Buku yang dia beli tidak dikirim ke alamat ini, dia mengirimnya ke rumah Sabrina.Nanti dia akan menyuruh temannya untuk menerima paket itu dulu, saat dia ada waktu, baru dia pergi membaca buku itu di tempat Sabrina.Dia mengirimi Sabrina pesan untuk memberitahunya hal ini.Sabrina membalas, "
Semakin Jeremy merasa curiga, Thasia semakin merasa panik, tanpa sadar dia mengepal tangannya, lalu menjelaskan, "Orang tuaku tahu aku suka makan itu, jadi setiap kali aku pulang mereka selalu memasakkan makanan itu, jadi aku bosan. Hari ini aku nggak ingin memakannya, kenapa kamu jadi peduli pada selera makanku?"Jeremy menatap Thasia, lalu mengelus rambut Thasia dengan lembut. "Nggak apa-apa, aku hanya merasa akhir-akhir ini kamu sangat berubah. Kalau kamu baik-baik saja, maka nggak masalah.""Tapi ... Thasia, jangan menyembunyikan sesuatu dariku."Melihat pria itu mengulurkan tangan dengan begitu perhatian, bahkan bertindak cukup intim dan sekarang bertanya dengan curiga, seketika Thasia merasa panik.Thasia menatap mata Jeremy yang terlihat gelap tidak berdasar, seakan-akan pria itu sudah tahu dirinya menyembunyikan sesuatu.Tidak mungkin.Kalau dia tahu, reaksinya tidak akan seperti ini.Biasanya Jeremy juga tidak akan terlalu memedulikannya.Tidak mungkin Jeremy curiga.Thasia be
Thasia mengembalikan kuncinya lagi. "Beri tahu dia nggak perlu."Tony terlihat sedikit tertekan, lalu memberikan kuncinya lagi kepada Thasia. "Kamu bawa saja, Pak Jeremy sudah mengatasnamakan mobil ini dengan namamu, kalau kamu nggak terima, aku juga yang repot nanti."Jeremy sudah bilang tidak peduli bagaimanapun Thasia harus membawa mobil ini nanti.Jika Thasia menolak, Tony yang akan disalahkan karena kerja tidak becus.Thasia menutup bibirnya, memegang kuncinya, lalu berpikir sambil melihat mobil baru itu.Apa maksudnya Jeremy?Jika Thasia membawa mobil bagus ke kantor, mungkinkah Jeremy ingin orang-orang berpikir Thasia memiliki seorang pendukung?Tony, yang melihat Thasia berpikir dengan keras pun berkata, "Sudah hampir jam kerja, biar aku saja yang bawa mobilnya, sekalian aku antar kamu ke kantor."Tony segera mengambil kuncinya dan duduk di kursi kemudi sambil menunggu Thasia.Thasia tidak mengerti apa yang dipikirkan Jeremy, tiba-tiba menyuruhnya membawa mobil yang begitu mewa
Mendengar nada bicaranya yang panik, Thasia segera menoleh.Lirikan mata Rina seakan-akan memberinya isyarat untuk pergi ke kantor Jeremy.Jika dulu, masalah yang ada di dalam kantor Jeremy, Thasia tidak akan menyuruh RIna mengurusnya.Kecuali masalah gosip yang beredar di rekan kerja mereka, maka Rina akan bersikap serius.Ternyata memang terjadi sesuatu di kantor.Terkadang jika dia bisa lebih peka saja, mungkin dia tidak akan berpikir dengan sembarangan, membuat dirinya jatuh ke dalam keadaan yang menyedihkan.Thasia tidak bergerak, jari-jarinya masih mengetik di depan layar komputer, lalu berkata dengan datar, "Untuk apa ke sana? Memangnya aku bisa mengurusi masalah Pak Jeremy?"Sebenarnya Thasia ingin memberi tahu Rina bahwa dia tidak peduli pada gosip-gosip itu.Rina melihat Thasia masih fokus ke layar dan kelihatannya tidak terganggu, dia pun berkata, "Lisa pagi-pagi sudah datang ke sini, Pak Jeremy menyuruhnya masuk ke ruang kantor, sampai sekarang masih belum ada yang keluar,
Karena sempat difoto oleh wartawan, maka akan sulit untuk menjelaskannya.Thasia hanya diam saja setelah melihat video itu, dia tidak berkomentar dan merasa tidak penting Lisa ada hubungan apa dengan aktor itu.Namun, Jeremy kelihatannya peduli sekali, bahkan sampai marah, apakah dia cemburu?Thasia tidak peduli apa yang mereka lakukan di dalam sana, untuk apa dia mengurusi Jeremy yang sedang marah-marah, bukankah itu sama saja dengan cari masalah sendiri?Jadi dia berusaha menenangkan diri, menyuruh dirinya untuk tidak berpikir yang tidak-tidak.Sedangkan Rina dan Maurin mulai membicarakannya, Jeremy dan Lisa telah melakukan banyak hal, sebenarnya mereka ada hubungan apa?Pintu ruang kantor itu terbuka lagi, kali ini Lisa yang membuka pintu.Rina dan Maurin pun terdiam."Jeremy, aku nggak ada hubungan apa-apa dengannya, mereka hanya sembarangan memotretnya saja. Hal seperti ini nggak akan terjadi lagi, jangan marah, ya?" kata Lisa sambil merayu Jeremy.Rina merapatkan bibirnya, wanita
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak