Pria itu langsung menanyakan beberapa pertanyaan, Thasia merasa bingung harus menjawab yang mana dulu."Aku hanya terluka sedikit, bukan masalah besar." Karena ada Rina di sini, apalagi Jeremy sepertinya tidak peduli pada tatapan orang lain, Thasia merasa sedikit cemas, dia pun segera keluar dari pelukannya."Kenapa nggak angkat telepon?" Jeremy mengerutkan keningnya, dia kelihatannya sangat peduli sehingga bertanya lagi, "Apa yang terjadi?"Pria itu melirik Shella, dia baru sadar gadis itu juga ada di sini.Shella merasa tidak enak, dia memanggilnya, "Kak Jeremy ...."Shella berkata dengan ragu, "Kak Thasia terluka demi menolongku ... aku sudah merasa sangat bersalah, aku harap kamu nggak menyalahkanku."Shella sendiri juga tidak menyangka Thasia akan menolongnya.Para pria tadi sungguh berbahaya, apalagi dirinya juga sempat mengganggu Thasia. Shella merasa meski yang menolongnya orang lain, Thasia juga hanya akan meliriknya dengan dingin saja.Shella merasa tidak enak karena Thasia m
Kalau tahu bahaya kenapa masih turun tangan?""Aku ...."Jeremy segera memotong kalimatnya, "Kalau sampai polisi nggak datang tepat waktu bagaimana?"Thasia tidak menjawab, dia merasa hanya bisa mencari cara lain saat itu, tapi karena tidak ingin Jeremy khawatir, dia pun menjawab, "Aku sudah memperkirakan waktunya, nggak akan ada masalah ....""Thasia, memangnya dari dulu sampai sekarang kamu belum pernah terluka?"Ekspresi Jeremy terlihat sangat tegas, alisnya berkerut. Setiap perkataan Thasia seperti tusukan pisau di hatinya.Kalau sampai terjadi sesuatu pada Thasia, maka akan sangat gawat.Thasia tertegun sejenak, dia tidak tahu harus menjawabnya apa.Thasia memikirkan perkataan Jeremy dengan serius.Thasia dari dulu kecil sampai dewasa selalu menjalankan kehidupan yang aman.Selain yang masalah diculik itu.Namun, waktu itu dia juga tidak terluka, malah Jeremy yang terluka parah.Thasia berkata, "Seharusnya aku nggak pernah mengalami luka yang parah, hanya luka lecet saja.""Kalau
Jeremy menoleh. "Hmm. Kalau rusak ganti saja dengan yang baru, jadi kamu nggak repot.""Oke."Mobil di rumah cukup banyak.Thasia ingin menggantinya dengan mobil biasa agar lebih enak, seperti mobil yang dipakai pembantu untuk pergi membeli sayur, mobil itu sangat cocok untuknya.Setelah mengobati lukanya Thasia berjalan keluar dari kantor Jeremy.Dia siap-siap pulang kerja.Shella masih menunggunya di luar, begitu melihat Thasia, dia segera berteriak, "Kakak Ipar."Panggilannya itu menarik perhatian semua orang.Orang-orang di kantor masih ada di sana, setelah mendengar panggilan Shella, mereka menoleh menatap Thasia dengan bingung.Begitu banyak orang yang memperhatikannya, seketika Thasia merasa resah, tubuhnya tanpa sadar membeku.Saat Shella ingin memanggilnya kakak ipar lagi, Thasia sudah menutup mulutnya."Uhm ...." Shella merasa bingung kenapa Thasia menutup mulutnya."Jangan panggil aku dengan panggilan seperti itu lagi." Thasia berkata dengan suara kecil, "Kita sedang di kant
Di dalam mobil terdapat Shella dan Thasia, Jeremy sedang duduk di kursi kemudi, wajahnya terlihat tidak senang, dia sesekali akan melirik tangan kedua wanita di belakang yang saling bergandengan.Sejak kapan hubungan mereka menjadi seperti ini?Jeremy tidak ingin Shella ikut dengan mereka."Kak Jeremy maaf merepotkanmu, aku ingin makan bersama Kak Thasia." Shella masih belum sadar Jeremy terlihat tidak senang, dia bahkan menyuruh pria itu untuk cepat menjalankan mobilnya.Shella sudah sangat lapar.Jeremy menjawab dengan dingin, "Memangnya aku bilang akan membawamu pulang? Mana sopirmu? Suruh dia datang menjemputmu."Jeremy tidak ingin dijadikan sopir.Shella masih saja menggandeng Thasia tanpa mau melepaskannya. "Aku sudah bilang mau makan bersama Kak Thasia, kamu nggak bisa mengusirku."Thasia berkata, "Kita ke rumah orang tuaku, aku sudah bilang akan membawa teman.""Hah? Mau ke rumah orang tuamu, kalau begitu aku harus membawa hadiah." Shella takut keluarganya Thasia malah tidak su
Bianca menoleh pada Jeremy, dia sudah tidak seramah dulu lagi pada Jeremy, jadi dia berkata dengan dingin, "Nggak perlu, kamu ini tamu, kamu duduk saja."Dulu Bianca cukup menyukai Jeremy.Karena anaknya suka jadi dia juga suka.Setelah tahu semua ini hanya kebohongan, dia pun merasa menyesal, tapi dia tidak ingin menyalahkan mereka.Pernikahan adalah masalah mereka.Karena mereka akan bercerai, maka Bianca sudah tidak perlu bersikap seperti dulu lagi.Sekarang Jeremy datang ke rumah mereka, anggap saja dia sebagai tamu.Jangan sampai pria itu membantunya lagi.Jeremy tahu keadaan akan menjadi seperti ini, kesannya di hati orang tuanya Thasia sudah berubah.Jeremy ingin mendapatkan kembali hati kedua orang tuanya Thasia."Aku nggak ada kerjaan, aku masih bisa membantu." Jeremy tidak peduli Bianca berusaha menjaga jarak dengannya, dia tetap pergi membantu.Bianca ingin menolak, tapi Jeremy sudah berjalan masuk ke dapur. Sama seperti dulu, Jeremy selalu membantunya karena merasa Bianca s
Bianca berkata pada Jeremy dengan baik-baik.Meski dulu Bianca suka pada menantunya ini, saat tahu pernikahan mereka hanya sebuah transaksi, dia merasa semuanya tidak penting lagi.Bianca mau putrinya bahagia, bukannya malah terjebak dalam pernikahan tanpa cinta ini.Jeremy menghentikan gerakannya, dia sudah menebak Bianca akan berkata seperti ini, dia pun berkata dengan suara berat, "Ibu, aku akan mengurus masalah ini."Bianca berkata, "Thasia juga perlu bahagia, aku mohon jangan terlalu lama."Maksud perkataan Bianca sangat jelas, setelah bercerai, berdasarkan kondisi Thasia, putrinya pasti bisa menemukan pria yang mencintainya.Umur Bianca dan suaminya juga sudah tua, mereka tidak bisa menemani Thasia terus.Jika Thasia bisa mendapat pasangan yang cocok, menikah dan punya anak, Bianca harap tidak ada yang menghalangi hal itu.Saat makan suasana cukup menyenangkan.Shella sebenarnya lumayan sering makan bersama orang lain, saat kakeknya ulang tahun, saat merayakan hari besar, akan ad
Shella iri pada Thasia karena memiliki keluarga yang begitu hangat.Shella tahu, karena dirinya adalah teman Thasia, baru mereka bisa begitu ramah padanya."Jangan menangis, air mata seorang gadis itu sangat berharga." Santo tidak tega melihatnya menangis.Shella malah tidak bisa menghentikan air matanya.Thasia juga orang yang mudah terbawa suasana.Dia tahu Shella saat ini sudah kehilangan kasih sayang orang tuanya, hanya Victor saja keluarganya, jadi dia merasa kasihan pada gadis ini, sehingga berpikir membawanya bertemu orang tuanya."Jangan nangis, memangnya hari ini kamu masih nggak cukup nangisnya?" Thasia tidak membiarkannya menangis.Shella menahan air matanya, lalu menarik ingusnya. Dia memeluk susu teh yang diberikan Bianca. "Terima kasih. Bibi, Paman, aku lain kali pasti akan datang lagi."Bianca dan Santo mengantar kepergian mereka di depan pintu.Saat berjalan turun Shella tidak tahan untuk tidak menangis.Thasia memberinya tisu.Jeremy masih bersikap dingin, dia hanya be
Sisilia menyerahkan tasnya Shella.Shella malah berkata padanya sambil berpikir, "Kemarin bukannya kamu berada di sebelahku dan sedang menelepon seseorang? Saat aku berbalik kamu sudah hilang, kamu yakin aku yang hilang?"Sisilia tidak berkata jujur.Dia memang sempat melihat Shella dikerumuni sekelompok berandalan, tapi dia tidak pergi menolongnya.Sisilia juga seorang perempuan, saat itu dia tidak membawa pengawal, jika dia pergi menolongnya, dirinya juga yang akan kena masalah.Jadi Sisilia hanya bisa berpura-pura tidak melihatnya dan kabur selagi orang-orang itu tidak sadar.Sisilia tidak akan membiarkan Shella mengetahui hal ini, jelas-jelas dia tahu gadis ini berada dalam bahaya, tapi malah berpura-pura tidak melihatnya.Sisilia tertawa sambil berkata, "Ya, ada pembicaraan penting, jadi aku berbicara di telepon cukup lama, setelah selesai kamu sudah hilang. Aku kira kamu pulang duluan karena menungguku terlalu lama, tapi tasmu ada padaku, jadi aku mengantarkannya padamu.""Shella
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak