Setelah Jeremy berpikir sebentar, dia memutuskan untuk pergi dengan Sisilia. "Ayo pergi."Thasia pun ditinggal sendirian.Dia tidak menyangka dirinya akan ditinggalkan di ruang VIP bersama asistennya Sisilia.Terutama dia teringat perayaan sebulanan anaknya Elcent dimajukan jadi hari ini, Sabrina pasti ke sana. Dia segera menghubungi Sabrina sambil berjalan ke depan.Namun, Sabrina tidak mengangkat teleponnya. Saat itu ada orang melihat Thasia. "Loh, bukannya itu Thasia teman sekelas kita? Sekarang dia sudah jadi sekretaris Pak Jeremy, tapi gayanya selangit!""Betul! Dia mengirim 10 juta untuk teman kita, bilangnya dia ada urusan jadi nggak bisa datang, ternyata dia malah muncul di sini.""Kamu nggak lihat tadi dia keluar dari ruang VIP itu?""Cih! Nggak mau kumpul sama teman-teman, malah melayani bosnya terus!"...Thasia awalnya tidak mau memedulikan mereka, tapi semakin mereka berbicara, malah semakin keterlaluan.Mereka padahal teman kuliahnya Thasia, tapi mereka bisa mengatakan ha
Meski tidak bisa memasukkan mereka ke penjara, setidaknya mereka harus diberi pelajaran."Thasia, dasar wanita jahat yang licik!""Aku lihat yang jahat itu kalian! Kalau aku nggak ke sini, kalian pasti sudah memukulinya!" kata Jason dengan marah pada para wanita itu.Dia tidak menyangka, ternyata wanita bisa bertindak sejahat ini."Memangnya kami nggak boleh membela diri?"Wanita berambut pendek itu masih bersikap sombong.Jason masih ingin mengatakan sesuatu, tapi Thasia menariknya. "Mereka bukan manusia, kita nggak akan bisa menang berdebat dengannya."Hati Jason sedikit bergetar.Thasia sedang menarik tangannya!Meski tindakan ini tidak memiliki arti lain, tapi bagi Jason, Thasia adalah wanita yang dia cintai, bahkan pujaan hati yang tidak bisa dia dapatkan.Tindakan Thasia ini tidak diragukan membuat hati Jason berdetak kencang.Pemandangan ini telah dilihat dengan jelas oleh Jeremy yang kebetulan sudah kembali.Tatapan Jeremy pun menjadi dingin, tubuhnya mengeluarkan aura yang men
Thasia menjawab, "Sudahlah, nggak perlu."Terkadang Thasia merasa tidak mengerti akan sosok Jeremy.Bertemu teman sekolah saja bisa membuat Jeremy marah.Jika Jeremy mau mendengar penjelasan, pria itu tidak akan pergi begitu saja tadi."Jason, terima kasih sudah membantuku."Tidak peduli bagaimanapun, kemunculan Jason telah membantunya.Jason tersenyum dengan lembut. "Hanya bantuan kecil saja."Saat Jason ingin berbicara lagi, Thasia berkata duluan, "Aku kembali dulu ke ruang VIP. Lain kali kalau ada waktu, aku akan mentraktirmu makan.""Besok sore aku ada waktu."Jason tahu Thasia hanya basa-basi, tapi dia tidak peduli.Thasia tertegun sebentar, tapi pada akhirnya tetap mengangguk. "Kalau begitu besok aku akan kirimkan alamatnya.""Baiklah."Jason menatap Thasia berjalan pergi....Meski Jeremy berjalan pergi bersama dengan Sisilia tadi.Pria itu tidak menonton kembang api bersamanya.Langkah kaki Jeremy berhenti, sehingga menimbulkan sebuah jarak dengan Sisilia. "Nona Sisilia, aku ng
Saat dia melamar pekerjaan ini, Tony sudah menceritakan hubungan antara Thasia dan Jeremy.Begitu masuk ke dalam mobil Jeremy sudah merokok.Terlihat jelas bahwa mereka sedang bertengkar.Bahkan Jeremy juga menyuruh bawahannya mengikuti Thasia, termasuk gerakan pria itu ingin membuka pintu mobil tadi, sopir melihatnya dengan jelas.Jeremy menyipitkan matanya.Dia melirik sopir baru itu.Tubuh sopirnya cukup tinggi dan kurus, kulitnya sedikit hitam.Jeremy tersenyum sinis. "Tony nggak kasih tahu peraturan kerja padamu?"Sopir itu menjawab dengan sikap rendah diri, "Pak Tony sudah bilang. Pak Jeremy, aku tahu nggak sepatutnya aku berkata seperti ini, tapi aku pernah mengalami penyesalan dalam hal ini. Dulu aku dan istriku juga begini, kami sering bertengkar, aku salah paham padanya, aku nggak pernah mengalah padanya, dia juga nggak mau menjelaskan padaku. Kemudian aku pergi dari rumah untuk mencari uang, sedangkan dia malah memiliki anak dengan pria lain, setelahnya kami pun berpisah."J
Thasia masih terlihat tenang, dia menjawab, "Yang aku katakan itu kenyataan.""Kamu ...."Yasmin merasa sangat kesal, lalu mereka mendengar suara dari luar, seketika terlihat Jeremy berjalan masuk."Jeremy, kebetulan kamu sudah pulang, lihat ini istrimu berani melawanku, benar-benar nggak berpendidikan!" keluh Yasmin sambil berjalan ke arah Jeremy.Jeremy melangkah masuk dengan lebar, dia menatap Thasia, lalu menatap Yasmin. "Kalau kamu nggak mengganggunya, mana mungkin dia melawanmu. Selama Thasia berada di sisiku, dia selalu penurut."Jeremy segera tiba di depan Thasia.Tubuh pria itu yang besar dan tinggi membuat Thasia merasakan sebuah tekanan, yang paling penting, ada bau tembakau di tubuhnya.Thasia pun melihat ke arah Jeremy.Yasmin yang melihat mereka berdiri bersama hampir saja terjatuh, dia berkata dengan kesal, "Kamu, kamu lebih membela dia daripada aku?""Tunggu aku di atas," perintah Jeremy pada Thasia.Thasia baru tersadar, dia menurut dan langsung ke atas.Di ruang tamu
Jeremy menyuruhnya seperti ini, sedangkan pria itu sendiri bagaimana?Jeremy mengerutkan keningnya. "Aku kenapa?"Thasia menatap pria itu, seketika dia merasa bingung harus bertanya atau tidak.Namun, dia terlalu takut untuk menghadapi kenyataannya.Thasia mengepal tangannya, lalu menoleh ke tempat lain. "Nggak ada apa-apa."Jeremy melihat ada yang salah pada ekspresi Thasia, sepertinya wanita itu sedang memikirkan sesuatu, tapi tidak ingin mengatakannya.Saat Jeremy ingin bertanya, terdengar suara ketukan di pintu."Pak, Bu!" kata pembantu di rumah.Jeremy pun membuka pintu.Pembantu menyerahkan sebuah undangan pada Jeremy. "Pak, ini ada undangan dari Keluarga Normani."Di atasnya tertulis kata ulang tahun."Oke."Jeremy membuka undangan itu, ternyata undangan untuk ke pesta ulang tahun Victor yang ke-70.Jeremy sudah kenal Victor cukup lama, dia jarang pergi ke pesta ulang tahunnya.Mereka masing-masing sadar diri, jadi tidak ingin mengganggu satu sama lain.Jika Victor sampai mengir
Thasia berjalan mendekat, lalu dia mengeluarkan gaun dari dalam kantong itu.Isinya berupa sebuah gaun berwarna hijau tua, bagian bawahnya cukup lebar, bagian dadanya terlihat pas, sepertinya cukup nyaman dipakai. Akhir-akhir ini Thasia sempat melihat majalah fashion, merk ini milik desainer yang terkenal.Dia lupa namanya, tapi dia tahu harga bajunya di atas miliaran.Seketika Thasia teringat gaun Lisa, Jeremy membeli gaun itu seharga 2 miliar.Thasia menoleh pada Jeremy sambil bertanya, "Berapa harganya?"Uang bagi Jeremy tidak ada artinya, yang dia mau adalah Thasia merasa senang. "Saat melihatnya aku merasa cocok denganmu.""Kalau begitu gaun yang kamu belikan untuk Lisa, kamu juga merasa itu cocok untuknya?" tanya Thasia tanpa berpikir panjang.Setelah mengatakannya dia merasa menyesal.Kenapa dirinya bisa tiba-tiba mengingat hal ini, bukankah dia akan membuat Jeremy kesal?Thasia merapatkan bibirnya, dia kira Jeremy akan memarahinya karena terlalu ikut campur, menyalahkannya suka
Namun, Thasia menyadari ada yang aneh, saat Jeremy menjelaskan hal ini, nadanya terdengar dingin dan sedikit tidak berdaya.Mungkin dirinya yang berlebihan.Thasia tidak bisa mengubah kebiasaannya, dia selalu menganalisis suasana hati Jeremy.Peduli apakah pria itu sedang merasa senang, sedih atau marah.Thasia tidak seharusnya memikirkan semua itu.Saat berjalan masuk ke Kediaman Keluarga Normani, sudah ada banyak orang di sana.Kira-kira ada belasan orang.Ada yang memakai jas.Ada yang memakai baju tentara, semuanya kelihatannya bukan orang biasa.Victor menggunakan baju formal, tidak terlihat baru, kelihatannya baju yang sudah lama.Seperti perkataan Jeremy barusan, Victor memang orang yang hemat.Pria tua itu sedang mengobrol dengan seru bersama yang lainnya, saat melihat mereka datang, senyuman pria itu terlihat lebih lebar lagi. "Oh, Jeremy datang, bahkan membawa Thasia."Victor memegang tongkat, lalu segera bangkit untuk menyambut mereka.Thasia tanpa sadar ingin berjalan lebih