Namun, Thasia menyadari ada yang aneh, saat Jeremy menjelaskan hal ini, nadanya terdengar dingin dan sedikit tidak berdaya.Mungkin dirinya yang berlebihan.Thasia tidak bisa mengubah kebiasaannya, dia selalu menganalisis suasana hati Jeremy.Peduli apakah pria itu sedang merasa senang, sedih atau marah.Thasia tidak seharusnya memikirkan semua itu.Saat berjalan masuk ke Kediaman Keluarga Normani, sudah ada banyak orang di sana.Kira-kira ada belasan orang.Ada yang memakai jas.Ada yang memakai baju tentara, semuanya kelihatannya bukan orang biasa.Victor menggunakan baju formal, tidak terlihat baru, kelihatannya baju yang sudah lama.Seperti perkataan Jeremy barusan, Victor memang orang yang hemat.Pria tua itu sedang mengobrol dengan seru bersama yang lainnya, saat melihat mereka datang, senyuman pria itu terlihat lebih lebar lagi. "Oh, Jeremy datang, bahkan membawa Thasia."Victor memegang tongkat, lalu segera bangkit untuk menyambut mereka.Thasia tanpa sadar ingin berjalan lebih
Kenapa Jeremy tidak pernah membahas hal ini sebelumnya?Mungkin hubungan mereka memang hanya sebatas kontrak saja, jadi mereka tidak berhak mencampuri kehidupan satu sama lain.Jeremy juga tidak bisa mengungkapkan identitasnya dengan begitu saja.Thasia segera mengalihkan tatapannya.Tiba-tiba seseorang yang mewakili semua orang di sini berkata, "Pak Victor, kami mengerti maksud Anda, kami juga nggak berkata dengan sembarang, kami hanya mengatakan kenyataan saja. Pak Albert juga memikirkan Anda, bagaimanapun Anda ini sudah seperti orang tuanya, tapi aku rasa Anda juga baru tahu akhir-akhir ini, bukan? Aku lihat sepertinya Jeremy nggak menghargaimu."Thasia merasa orang-orang ini sepertinya tidak ingin melepaskan Jeremy dengan mudah.Thasia menoleh lagi pada Jeremy, dia melihat pria itu hanya diam saja.Berdasarkan sifat Jeremy, seharusnya dia tidak akan membiarkan orang-orang ini membicarakannya.Mungkin karena orang-orang ini memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Victor, jadi Jere
"Aku meminum bir ini untuk menghormati kalian."Di saat bersamaan, Albert juga memberikan segelas bir pada Thasia.Satu tangan Jeremy memeluk pundak Thasia, satu tangannya lagi menerima gelas dari Albert. "Dia alergi bir, biar aku yang menggantikannya minum."Gerakan Jeremy cukup cepat, dia segera meminum isi gelas itu sampai habis.Semua orang bersorak. "Cih! Lihat Jeremy sekarang, dulu saat di kamp militer, dia pria yang berani menghadapi kesulitan apa pun, berani untuk melangkah maju, tipikal pria perkasa. Sekarang demi istrinya, dia malah bersikap lembut seperti ini!""Benar sekali.""Jeremy, karena kamu sudah memperkenalkannya pada kami, kapan kamu akan mengadakan pesta pernikahan. Kalian pasti belum pesta, bukan? Nanti kami akan memberimu hadiah besar, lalu menghadiri pesta kalian!"Thasia melihat semua orang sedang tertawa.Bisa dilihat meski mereka tadi terlihat tidak senang pada Jeremy, karena perkataan Victor tadi, sikap mereka pun berubah.Beberapa orang memiliki sifat yang
Tatapan Shella terus tertuju pada Jeremy. "Saat di pesta Bibi, aku hanya mengobrol sebentar denganmu, kali ini kamu akan bermain di sini selama beberapa hari, bukan?"Gadis itu merangkul tangan Jeremy, membuat tubuh Thasia terdorong ke belakang.Saat di pesta dia tidak bertindak seperti ini, karena waktu itu dia tidak tahu siapa Thasia sebenarnya.Apalagi saat itu dia sudah menyetujui permintaan Karen untuk menguji Jeremy. Selama bertahun-tahun ini, dia selalu menganggap Jeremy seperti kakak kandungnya sendiri, tentu saja dia bersedia membantu.Jeremy sudah punya istri, maka wanita itu akan menjadi kakak iparnya, seharusnya dia memperlakukan kakak iparnya dengan baik.Namun, dia merasa tidak suka pada Thasia.Dia sempat mendengar gosip tentang Thasia dari teman-temannya.Thasia sering menggunakan kekuasaannya untuk menekan orang di kantor, bahkan mendapatkan perlakukan spesial dari Jeremy!Dia dengar ibunya Jeremy juga tidak suka pada Thasia.Shella awalnya tidak tahu Jeremy sudah meni
Shella segera masuk ke dalam pelukan Victor untuk meminta pertolongan.Victor memegang wajah cucunya, lalu memeriksanya sebentar. Memang ada sedikit goresan, tapi tidak parah. "Hanya luka kecil, nggak apa-apa Shella. Ada banyak orang di sini, jangan nangis.""Kakek." Shella berusaha menahan tangisnya. "Kamu harus membelaku."Sebelum Victor berbicara, Albert sudah berkata duluan, "Shella terluka. Dia dari dulu kecil nggak pernah dibiarkan menderita oleh Pak Victor, siapa pun yang berani mengganggunya, aku nggak akan membiarkan orang itu begitu saja!"Thasia menatap Albert, tubuhnya kekar sekali, jika pria itu ingin memberinya pelajaran, maka dirinya sudah akan berakhir dengan menyedihkan.Seketika Thasia merasa takut. Jeremy memegang tangan Thasia, dia melihat ke arah Albert dan berkata dengan dingin, "Kamu kira nggak ada orang yang membela Thasia?"Thasia melihat ke arah Jeremy, dia merasa sedikit terkejut.Tidak peduli bagaimana orang-orang ini mengatai Jeremy, pria itu hanya diam saj
Thasia tidak berbicara lagi, perkataan Victor memang benar, mencelakai orang memang mudah, tapi orang itu harus diberi pelajaran juga."Maaf, Kak Thasia," kata Shella."Sudahlah, aku memaafkanmu!" kata Thasia dengan lugas.Victor yang melihat ini merasa senang, setidaknya masalah ini tidak menjadi besar, dia pun berkata, "Baguslah kalau sudah tahu salah, aku takutnya kamu nggak tahu salahnya di mana. Begini baru benar, ke depannya jangan mengulangi hal ini lagi."Shella berkata dengan nurut, "Baiklah, aku pasti akan berhubungan baik dengan Kak Thasia."Setelahnya dia segera menggandeng tangan Thasia.Jika Victor melihat dirinya berbaikan dengan Thasia, maka kakeknya pasti tidak akan berpikir dirinya melakukan hal yang tidak-tidak.Melihat ini Victor pun tersenyum. "Bagus, bagus. Kalian harus berteman."Thasia merasa sedikit tidak nyaman.Gadis itu tiba-tiba menjadi ramah padanya, mungkin Shella sedang menjebaknya. Untungnya setelah itu Shella tidak bertingkah lagi.Gadis itu hanya berp
Jeremy berjalan mendekat, mengikuti Thasia menikmati angin segar, lalu dia berkata, "Sudah biasa, aku nggak ingin mengubahnya. Lagi pula, pada akhirnya juga akan sama."Akan sama?Apanya yang sama?Thasia kira selama ini dirinya sudah memahami pria itu, tapi dia baru sadar ada banyak rahasia pada diri Jeremy, dia menatap wajah sampingnya. "Mereka dulu melakukan apa padamu? Kamu dikucilkan?"Kenapa?Jelas orang-orang tadi lebih tua dari Jeremy.Mereka juga kelihatannya sangat sayang pada Shella, kenapa mereka malah jahat pada Jeremy?Saat Jeremy menjadi tentara, seharusnya umur pria ini masih kecil.Jeremy menjawab, "Ke depannya kita juga jarang bertemu dengan mereka, kamu nggak perlu khawatir.""Kamu nggak pernah bilang sempat ikut wajib militer."Jeremy menatap Thasia. "Aku hanya pernah menjadi tentara saja, belum sempat ikut wajib militer. Saat itu nggak ada yang mengurusku, hanya Pak Victor yang mau menerimaku."Thasia merasa sedikit terkejut. "Kenapa? Orang rumah nggak mengurusmu?"
"Shella, terima kasih. Nggak kusangka kamu begitu baik padaku," jawab pihak lawan. "Maaf membuatmu dimarahi."Shella berkata, "Nggak perlu berterima kasih, orang yang telah mengganggumu, sama saja dengan menggangguku, tentu saja aku harus membantu temanku, jangan sampai orang jahat itu dibiarkan begitu saja.""Aku hanya iseng saja menceritakan masalah ini padamu, tapi kamu malah mengingatnya, aku merasa bersyukur kamu memperlakukanku seperti ini, memiliki teman sepertimu sungguh beruntung," kata pihak lawan dengan rasa syukur.Shella memang selalu bersikap seperti ini.Dia selalu memperlakukan temannya dengan tulus.Dari dulu kecil hingga sekarang, Shella selalu dimanjakan, dia tidak pernah hidup susah.Jadi dia tidak bisa merasakan kesusahan orang lain.Mendengar temannya diganggu, tentu saja dia akan menjadi orang pertama yang membantu temannya ini.Meski pada akhirnya dirinya yang kena masalah.Namun, dia tidak menyesal.Lain kali dia tetap akan memberi Thasia pelajaran.Pihak lawan
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak