Sekarang dia masih harus mengorbankan 20% keuntungannya, tentu saja dia rugi, terutama dirinya harus dimarahi.Jeremy sekarang bertanya seperti ini, hal itu sama saja dengan membunuhnya.Sedangkan dirinya saat ini tidak bisa membantah.Dia hanya bisa tetap tersenyum. "Pak Jeremy, kami lebih mementingkan masa depan yang masih jauh di depan sana. Merelakan 20% berarti keuntunganku akan berkurang, tapi aku bisa memenangkan klien besar seperti Pak Jeremy. Pak Jeremy, aku hanya bisa merelakan 20% saja, nggak bisa lebih banyak lagi.""Oke."Jeremy menyetujuinya dengan cepat.Namun!Sudah ada bibit kebencian di hati Sisilia. "Pak Jeremy, karena kita sudah sepakat, nanti malam aku akan mengadakan pesta di Vila Rosa, semoga Pak Jeremy bisa hadir.""Hmm."Karena sudah begini Jeremy tidak bisa menolaknya, dia pun menerima undangan itu.Sisilia mengangguk pada Jeremy. "Kalau begitu aku pamit dulu.""Thasia, antarkan tamu."Jeremy memanggil Thasia.Meski Sisilia tidak terlalu suka diantar oleh Thas
Thasia bertanya padanya, "Bisa nggak perjalanan ke Negara Firlanda dipercepat?"Jeremy tidak menjawab, tapi tatapan matanya menjadi lebih dingin.Di balik asap rokok itu Thasia juga menyadari perubahan pada sorot mata pria itu.Jeremy merasa bingung.Jelas-jelas Thasia berhubungan baik dengan Jason, kenapa sekarang dia malah bertanya perjalan mereka ke Negara Firlanda bisa dipercepat atau tidak?"Kalau mau dibatalkan juga nggak masalah. Pak Jeremy, apakah ada perintah lain?" Melihat Jeremy hanya diam saja, Thasia juga tidak memaksanya untuk menjawab.Jeremy menghentikan lamunannya, malah berkata, "Buatkan aku teh.""Oke."Thasia mengiakannya.Tidak sampai dua menit, Thasia sudah membuatkan seteko teh untuk Jeremy.Teh yang disajikan untuk tamu berbeda dengan yang disajikan untuk Jeremy.Jeremy suka teh oolong."Untuk masalah PT Sintrom masih kamu yang urus, besok malam ikut aku ke Vila Rosa."Mendengar perintah Jeremy, Thasia tidak berkomentar.Namun, setelah keluar dari kantornya, ada
Setelah mengatakannya Lisa menundukkan kepalanya dengan bersalah.Jeremy berdiri di sisi Lisa, pria itu menghadap ke kamera, lalu berkata dengan tegas, "Tujuan konferensi pers kali ini untuk menunjukkan bahwa di makanan itu nggak ada racun, nggak ada orang yang mencelakai Lisa. Hanya netizen saja yang membesar-besarkan masalah, hal ini selesai sampai sini."Wajah Jeremy terlihat dingin, seluruh tubuhnya mengeluarkan aura yang mengerikan.Tubuh Jeremy yang setinggi 188 cm memberikan kesan menekan di depan kamera.Thasia yang melihat ini pun tertegun.Jeremy bisa membela Lisa tanpa memedulikan apa pun, memberi Lisa perasaan aman, sedangkan terhadap dirinya? Jeremy selalu bersikap dingin dan cuek.Hanya Lisa yang bisa membuat Jeremy berbuat seperti ini.Saat Thasia ingin menoleh, di layar muncul beberapa kata lagi.Kali ini kamera diarahkan pada Jeremy, wajah pria itu diperbesar di sana. "Pak Jeremy, hari ini kamu membela Lisa apakah karena alasan umum atau pribadi?""Kedua-duanya."Bibir
Di sebuah kamar hotel yang berantakan.Saat Thasia terbangun seluruh badannya terasa nyeri.Dia mengucek matanya. Saat dia hendak bangun, dia melihat seseorang sedang berbaring di sebelahnya.Seorang pria dengan wajah yang tampan dan menawan.Pria itu masih belum bangun, juga tidak terlihat akan bangun.Thasia segera terduduk. Selimut di tubuhnya merosot ke bawah, memperlihatkan pundaknya yang putih penuh dengan tanda semalam.Dia pun segera turun dari ranjang. Di atas ranjang terlihat jelas noda darah yang mencolok.Setelah melihat jam, ternyata sudah hampir jam masuk kerja, dia pun segera mengambil baju kerjanya yang berantakan dan memakainya.Stoking yang dia pakai semalam sudah dirobek oleh pria itu.Dia pun meremasnya menjadi sebuah bola, melemparnya ke dalam tong sampah, lalu memakai sepatu hak tingginya.Saat itu ada orang yang mengetuk pintu.Thasia sudah berpakaian rapi, kembali ke penampilannya sebagai seorang sekretaris. Dia segera mengambil tasnya dan berjalan keluar.Orang
Mendengar ini Thasia hampir terjatuh karena terkejut.Tubuhnya pun bersandar pada pria itu.Saat Jeremy merasa Thasia hampir terjatuh, tangannya langsung melingkar di pinggangnya.Kehangatan tubuh pria itu seketika mengingatkannya pada pergulatan mereka semalam.Thasia segera menenangkan dirinya. Dia mendongak, menatap sepasang mata gelap pria itu.Tatapan pria itu begitu serius, ada kebingungan dan keraguan, seakan-akan bisa membaca isi pikiran Thasia.Jantung Thasia berdetak kencang.Dia segera menghindari tatapan pria itu dengan menundukkan kepalanya.Barusan saat Jeremy berpikir pasangannya semalam adalah wanita panggilannya tadi, pria itu sudah mengamuk, kalau Thasia mengakuinya, bukannya dirinya akan berakhir dengan mengerikan.Dia tidak terima.Namun, kalau Jeremy tahu bahwa wanita semalam adalah dirinya, apakah pernikahan mereka masih bisa dipertahankan?Thasia tidak berani menatap matanya. "Kenapa bertanya seperti itu?"Hanya Thasia yang tahu bahwa dirinya sangat penasaran pad
Saat menoleh, dia melihat Lisa sedang memakai celemek, di tangannya terdapat sendok sup.Saat wanita itu melihat Thasia, senyumannya seketika membeku, tapi detik berikutnya dia berkata dengan ramah, "Tamu Bibi, ya? Kebetulan aku membuat supnya cukup banyak, ayo masuk."Sikapnya sangat lugas seakan-akan dia adalah tuan rumah ini.Sedangkan Thasia adalah tamu yang datang berkunjung.Kalau dipikir-pikir, benar juga, gadis itu sebentar lagi akan menjadi tuan rumah di sini.Thasia mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit tidak senang.Pernikahannya dan Jeremy disiarkan di seluruh kota, Lisa bahkan sempat mengirimkan kartu ucapan selamat, tidak mungkin gadis ini tidak tahu dirinya adalah istri Jeremy.Saat Lisa melihat Thasia tidak bergerak, dia segera menarik tangannya. "Jangan sungkan, cepatlah masuk."Saat Lisa mendekat Thasia bisa mencium aroma bunga melati. Dia ingat tahun lalu saat dia berulang tahun, Jeremy pernah memberikannya parfum dengan aroma yang sama persis dengan aroma ini.S
"Suasana hati Kak Thasia hari ini sedang nggak baik, dia nggak mau mengantarkan dokumennya, jadi aku yang mengantarkannya." Lalu Lisa sengaja menunjukkan bekas luka di tangannya. "Jeremy, kamu jangan menyalahkan Kak Thasia, aku rasa dia nggak bermaksud begitu, dokumennya nggak terlambat, 'kan?Baru kali ini Thasia berani memberikan dokumen kantor kepada orang lain.Jeremy merasa sangat kesal, tapi karena ada Lisa di sini dia pun menahannya, dia hanya melonggarkan ikatan dasinya, lalu berkata, "Nggak apa-apa."Dia pun mengalihkan topik pembicaraan. "Karena sudah datang, maka duduklah sebentar."Mendengar ini seketika Lisa merasa senang. Setidaknya pria itu tidak membencinya dan masih menerimanya."Bukannya kamu ada rapat? Apakah aku mengganggumu?"Jeremy pun menelepon seseorang. "Undur rapatnya selama setengah jam."Lisa pun tersenyum. Tadi dia sempat khawatir Jeremy akan marah karena waktu itu dia pergi tanpa pamitan, ternyata dirinya yang berlebihan.Waktu yang sudah dia lewatkan masi
Langkah Thasia seketika berhenti, lalu dia berkata dengan nada hormat, bukan nada seorang istri, "Pak Jeremy ada urusan apa lagi?"Jeremy menoleh, dengan bingung menatap ekspresi asing di wajah Thasia. Dia berkata dengan nada memerintah, "Duduk."Thasia seketika merasa bingung apa yang ingin pria itu lakukan.Jeremy berjalan mendekat.Saat Thasia melihatnya mendekat, dia bisa merasakan sesuatu yang berbeda, seakan-akan udara di sekitarnya menipis.Merasa gugup juga bingung.Thasia tidak bergerak. Jeremy segera menarik tangannya.Saat tangan hangat pria itu menyentuhnya, Thasia merasa seakan-akan terkena sesuatu yang panas, dia ingin menarik tangannya kembali, tapi genggaman Jeremy cukup kuat, sehingga Thasia tidak bisa menarik tangannya. Jeremy langsung menariknya ke samping, berkata sambil mengerutkan kening, "Kamu nggak sadar tanganmu terluka?"Perhatiannya membuat Thasia terkejut. "Aku ... nggak apa-apa.""Sudah kapalan." Jeremy bertanya, "Kenapa nggak bilang?"Thasia menunduk, meli