Beberapa menit kemudian Jeremy baru berkata, "Pesankan tiket penerbangan tiga hari lagi ke Negara Firlanda untukku dan Thasia.""Baik."Setelah Tony mengiakannya, dia mendengar Jeremy turun dari mobil.Pria itu berjalan ke arah Vila Anggrek.Thasia sedang sibuk di dapur, saat pria itu berjalan masuk, Thasia kebetulan sedang mengeluarkan sup ayam dari dalam dapur."Sudah pulang ya, kebetulan masakannya sudah jadi semua."Thasia hanya melirik Jeremy sekilas, lalu mengalihkan tatapannya lagi.Thasia terlihat sangat tenang.Jeremy mengerutkan keningnya.Setelah beberapa detik dia berjalan ke arah Thasia.Thasia melihat noda jus dan darah di baju pria itu."Mbak Tati, keluarkan sayur lainnya ke meja makan." Setelah itu Thasia baru menatap Jeremy. "Kamu mandi dulu, nanti aku akan menyiapkan bajumu."Thasia berbicara demikian sambil membuka celemeknya.Wanita itu bahkan tidak bertanya dari mana asalnya noda di baju Jeremy.Sorot mata wanita itu juga terlihat datar."Thasia, menurutmu apakah k
Jeremy melirik Thasia sekilas, lalu berkata dengan dingin, "Suruh dia masuk."Thasia hanya diam saja. Lisa berjalan masuk dari luar menggunakan sepatu hak tingginya.Thasia tidak melirik Lisa.Namun, suara Lisa terdengar di telinganya, "Jeremy, aku membawakan baju untukmu."Lisa berjalan ke depan Jeremy.Lisa saat ini sudah berganti pakaian, dia memakai gaun berwarna hijau, ditambah rambutnya yang ikal, saat ini gadis itu terlihat sangat cantik dan memukau."Kamu nggak perlu datang untuk mengantarkanya."Thasia melirik Jeremy sedikit.Sorot mata Jeremy cukup dingin, tidak ada perubahan yang terlalu terlihat.Namun, perkataannya ....Lisa berkata dengan lembut, "Kalau aku nggak datang, aku nggak akan tenang. Ternyata kalian sedang masak, apakah Bu Thasia yang memasak?""Hmm."Jeremy menjawab dengan datar.Lisa menatap Thasia dengan penuh harap. "Bu Thasia, apakah aku boleh mencoba masakanmu? Aku hari ini kebetulan ada waktu, bolehlah kamu mengajariku memasak?"Thasia menolak. "Aku bisa
Setiap perkataan Thasia ini berhasil menusuk hati Lisa.Wajah Lisa terlihat sangat marah sampai memerah.Namun, akal sehatnya mengatakan bahwa dirinya harus tenang."Jangan senang dulu, Jeremy juga nggak pernah mengakui identitasmu di depan orang-orang, apalagi dia lebih peduli padaku daripada pada dirimu." Lisa mengambil pisau buah.Dia menyerahkannya pada Thasia. "Bu Thasia, tolong ajari aku cara memotong sayur."Thasia mengerutkan keningnya, dia melirik Lisa, tapi tidak menerima pisau itu.Kemudian Thasia memanggil Tati. "Nona Lisa, aku bukan orang yang sabaran. Mbak Tati, kamu lebih sabar, tolong ajari Nona Lisa."Wajah Lisa seketika terlihat dingin.Thasia tidak mau menerima barang yang dia berikan, juga tidak mau mengajarinya.Karena rencananya gagal, seketika suasana hatinya menjadi buruk, Lisa melempar pisau ke atas talenan. "Sudahlah, aku tiba-tiba teringat ada urusan, lain kali aku baru ke sini buat belajar lagi."Tati tercengang.Tadi bilang mau belajar, sekarang bilang tida
Perkataan ini memengaruhi Thasia dan Lisa.Bagi Thasia ....Dirinya sudah mengikuti Jeremy selama tujuh tahun, dia tahu seperti apa sifat pria itu. Thasia tepat berada di depannya, karena dia adalah sekretaris pria itu, sudah seharusnya Jeremy menyuruh dirinya yang menopang Lisa.Namun, Jeremy tidak menyuruhnya seperti itu.Terlihat jelas pria itu tidak memihak Lisa.Sedangkan Thasia juga tidak peduli lagi.Dia dari tadi hanya memainkan ponselnya tanpa berusaha membela diri.Kalau nanti video CCTV diperiksa, mereka juga akan tahu Lisa yang membuat drama sendiri.Sedangkan Lisa ....Jeremy tidak memedulikannya.Terutama Jeremy tadi berbicara dengan dingin, jelas bahwa pria itu tidak memercayainya.Lisa juga tadi bertaruh.Sekitar dua menit kemudian, satpam sudah mendapatkan videonya.Di video itu terlihat.Saat Lisa melewati Thasia, gambarnya terhalangi, dalam seketika tubuh Lisa terjatuh ke belakang.Dengan begitu Lisa terlihat seakan-akan didorong.Jeremy menatap Thasia. "Minta maaf."
Lihatlah.Thasia menyadari hal ini, tapi dia tidak mengatakannya. Lisa kira Jeremy akan memberi pelajaran pada Thasia, jadi dia sudah pergi dengan senang."Kenapa kamu tadi nggak bilang?" Jeremy mengerutkan alisnya.Perkataan Thasia juga membuatnya sadar.Thasia tersenyum dengan menyindir. "Kamu sudah berpikir seperti itu, mungkinkah perkataanmu bisa mengubah pemikiranmu?"Setelah itu Thasia langsung menepis tangan Jeremy.Kemudian dia pergi meninggalkan Jeremy.Jeremy tidak mengejarnya, juga tidak menyuruhnya berhenti.Namun, sepasang mata hitamnya tetap memandang punggung Thasia....Jeremy menyalakan sebatang rokok. Lisa saat ini meneleponnya.Jeremy menekan fitur speaker.Suara Lisa yang serak terdengar dari ponselnya. "Jeremy, jangan bertengkar dengan Bu Thasia. Aku tahu aku yang salah, ke depannya aku nggak akan sering-sering mencarimu lagi.""Lebih bagus begitu."Perkataan Jeremy terdengar dingin. Lisa yang mendengarnya pun tercengang.Jeremy tidak percaya Thasia yang mendorongn
Jeremy menyerahkan makanannya kepada Thasia. "Kamu ingin aku suapi?"Perkataan Jeremy terdengar datar.Thasia tidak percaya pria itu akan menyuapinya.Thasia berkata dengan dingin, "Aku nggak ingin makan, memangnya aku nggak boleh memutuskan aku mau makan atau nggak?"Jeremy terdiam.Namun, detik berikutnya dia menyodorkan sendok berisi nasi ke mulut Thasia.Saat ini Jeremy menatap Thasia dengan lekat.Tatapannya sudah tidak dingin dan tajam seperti sebelumnya.Thasia tertegun.Jeremy dengan perlahan berkata, "Kamu harus makan."Perkataannya sangat lembut.Thasia merasa terkejut karena diperlakukan dengan lembut, dia pun segera mengambil sendok dari tangan Jeremy. "Biar aku sendiri saja."Karena takut Jeremy akan bertindak seperti itu lagi, Thasia segera memakannya beberapa suap.Jeremy dengan penuh perhatian mengambilkan air untuknya. "Pelan-pelan, jangan sampai tersedak."Thasia tidak menjawab, tapi dia merasa terkejut melihat tindakan Jeremy.Sebelum dia berbicara, Jeremy sudah buka
Masalah ini dulu tidak pernah dibahas, jika sekarang dibahas, Thasia merasa sedikit tidak senang. "Aku ini sekretarismu, di garasimu ada banyak mobil, untuk apa aku punya mobil?"Namun, tindakan Jeremy ini seperti ingin membuat Thasia tetap berada di sisinya."Kamu nggak bisa pakai mobilku terus atau panggil taksi."Jeremy duduk di belakang, karena Thasia sedang mengemudi, jadi tatapannya terus ke depan, Jeremy tidak bisa melihat ekspresinya.Namun, dari nada Thasia, Jeremy bisa merasakan bahwa Thasia memang tidak tertarik pada hal ini.Thasia berkata dengan datar, "Aku mengemudi mobilmu karena urusan kantor. Kalau ... aku sampai mempunyai mobil seharga puluhan juta, orang-orang akan berpikir aku yang sebagai sekretarismu malah membeli mobil murahan. Maka bukannya nanti kamu yang akan malu?"Perkataan Thasia terdengar jelas.Jeremy menutup bibir tipisnya.Namun, sebelum dia berbicara, Thasia sudah berkata lagi, "Kalau aku membeli mobil mewah, maka nggak sesuai dengan statusku, nanti ak
Setelah Jeremy berpikir sebentar, dia memutuskan untuk pergi dengan Sisilia. "Ayo pergi."Thasia pun ditinggal sendirian.Dia tidak menyangka dirinya akan ditinggalkan di ruang VIP bersama asistennya Sisilia.Terutama dia teringat perayaan sebulanan anaknya Elcent dimajukan jadi hari ini, Sabrina pasti ke sana. Dia segera menghubungi Sabrina sambil berjalan ke depan.Namun, Sabrina tidak mengangkat teleponnya. Saat itu ada orang melihat Thasia. "Loh, bukannya itu Thasia teman sekelas kita? Sekarang dia sudah jadi sekretaris Pak Jeremy, tapi gayanya selangit!""Betul! Dia mengirim 10 juta untuk teman kita, bilangnya dia ada urusan jadi nggak bisa datang, ternyata dia malah muncul di sini.""Kamu nggak lihat tadi dia keluar dari ruang VIP itu?""Cih! Nggak mau kumpul sama teman-teman, malah melayani bosnya terus!"...Thasia awalnya tidak mau memedulikan mereka, tapi semakin mereka berbicara, malah semakin keterlaluan.Mereka padahal teman kuliahnya Thasia, tapi mereka bisa mengatakan ha