Pelaku yang membunuh pamannya sudah meninggal.Sekarang dia sudah tidak perlu memeriksanya dan mencari bukti lagi.Kasus pun segera ditutup."Nona Lisa, semua perkataanmu sudah kami catat, kamu sebaiknya segera mengurusi lukamu," saran polisi.Siti berkata, "Kak Lisa, kamu ini terlalu baik, dirimu saja terluka, bukannya pergi ke rumah sakit dulu, malah datang ke sini untuk membuat laporan dulu."Mata Lisa masih memerah, wajahnya juga terlihat lesu. "Nggak apa-apa, semuanya sudah beres, ayo kita ke rumah sakit."Siti segera menopang tubuh Lisa, dia terlihat sangat lemah dan berusaha untuk bertahan.Kebetulan mereka berjalan melewati Thasia.Lisa melihat ke arah Thasia, lalu berkata, "Kebetulan sekali, di kantor polisi saja masih bisa bertemu denganmu."Thasia menatap luka di tangan Lisa, baju pihak lawan penuh dengan darah. "Sudah terlalu sering terjadi kebetulan, kali ini saja kebetulan ada orang yang mati di tempatmu."Lisa tertegun sejenak, dia pun sengaja bertanya, "Maksudmu wanita
"Tony, bawa dia ke rumah sakit!""Baik, Pak Jeremy." Mendengar ini Tony langsung mengiakannya.Lisa menatap Jeremy. "Kamu nggak ikut?"Jeremy berkata, "Aku masih ada urusan di sini, setelahnya baru aku menyusul."Mendengar nanti Jeremy akan pergi menyusul, Lisa pun baru merasa tenang. "Baiklah, aku akan menunggumu, aku ke rumah sakit dulu."Setelah itu dia menatap ke arah Thasia lagi.Thasia hanya diam saja. Dia sudah sering melihat Jeremy begitu perhatian pada Lisa.Kali ini Lisa terluka dengan begitu parah, aneh jika pria itu tidak khawatir.Jadi Thasia hanya bisa melihatnya dalam diam."Kamu nggak kenapa-napa, 'kan?" tanya Jeremy dengan tiba-tiba pada Thasia.Thasia memasukkan kedua tangannya ke saku, dia berkata dengan datar, "Saat aku ke sana Ella sudah meninggal. Kata polisi kalau nggak ada tersangka lain lagi, maka kasus pamanku akan ditutup.""Jadi benar itu perbuatan Ella?"Thasia mengangguk. "Ya, tapi orangnya sudah mati, jadi sudah nggak bisa melakukan apa-apa lagi."Amarahn
"Di kantor masih ada kerjaan. Setelah mengurus masalah pamanmu, sebaiknya jangan menunda urusan pekerjaan terlalu lama."Perkataannya terdengar tegas.Thasia masih memiliki status lain, yaitu sekretarisnya Jeremy.Setelah menyelesaikan masalah kehidupan, dia masih harus bekerja.Bagi Thasia, dia juga tidak akan bekerja lama lagi, hari ini mungkin hari terakhirnya bekerja.Dia harus menyelesaikan pekerjaannya bulan ini dengan baik, bagaimanapun dia butuh uang.Jika dia tidak pergi bekerja, gajinya juga akan dipotong.Setelah pulang kampung selama beberapa hari, jatah cutinya pun sudah terpakai habis.Nanti setelah berhenti kerja dari PT Okson, dia akan memulai kehidupan baru di tempat kerja yang baru, dia harus membuat perencanaan dengan matang.Setelah ragu-ragu sejenak, Thasia pun mengiakannya."Baik, Pak Jeremy."Mendengar jawaban seperti yang diinginkannya, Jeremy pun menoleh ke depan.Thasia mengikutinya dari belakang.Hubungan mereka masih sama seperti dulu, terlepas dari hubungan
Jeremy mengerutkan keningnya, dia bertanya lagi dengan nada dingin, "Bukankah kalian sempat dorong-mendorong selama belasan menit, memangnya selama itu nggak ada orang yang masuk? Kenapa Ella bisa nggak sengaja jatuh ke bawah?"Siti mengingat kembali kejadian waktu itu, dia berkata dengan suara kecil, karena takut disalahkan oleh Jeremy, "Di ruangan itu hanya sisa mereka berdua, aku pikir mereka hanya mengobrol saja, seharusnya nggak akan ada masalah. Mengenai para satpam, kebetulan Kak Lisa menyuruh mereka pergi."Sebagai asistennya Lisa, di saat genting seperti ini dirinya malah tidak ada."Siapa yang lapor polisi?" tanya Jeremy. "Bagaimana bisa polisi datang dengan begitu cepat."Berdasarkan kecepatan polisi bertindak, seharus polisi bukan baru dipanggil saat tahu terjadi sesuatu pada Lisa.Pasti sebelumnya sudah ada yang lapor polisi.Asisten itu merasa bingung, dia pun terdiam.Dirinya juga tidak tahu siapa yang lapor polisi, polisi tiba-tiba datang sendiri.Siti saja baru tahu te
Jeremy pun berkata, "Thasia bertanya juga demi kebaikan Lisa. Karena masalah ini terjadi pada Lisa, maka masalah ini sudah bukan masalah kecil lagi. Di dunia maya berita ini sudah tersebar ke mana-mana, mungkin pertanyaan dari netizen lebih lagi parah lagi dari pertanyaan Thasia, kita harus memikirkan cara untuk mengatasinya!"Lisa ini tokoh masyarakat, jika dia sampai diserang oleh orang lain, sudah pasti masalah ini bukan masalah biasa.Walaupun orang biasa, tetap saja kasus seperti ini akan masuk berita.Sekarang korbannya adalah Lisa, maka sudah pasti akan menimbulkan sensasi yang luar biasa di masyarakat.Lisa tahu masalah ini pasti akan menjadi heboh, dirinya pasti akan menjadi bahan pembicaraan.Namun, jika tidak begini wanita itu akan melahirkan anak Jeremy.Dia tidak akan membiarkan wanita lain melahirkan anak Jeremy.Selain dirinya, tidak ada yang layak mengandung anak pria itu.Jika anak dalam perut Ella sudah hilang, dia yakin Jeremy tidak akan suka pada wanita itu, palinga
Setidaknya menurut Tony, Jeremy dan Lisa tidak ada hubungan apa-apa.Setiap kali mereka selalu menjaga batas, walau dunia luar sedang heboh bahwa mereka memiliki hubungan.Namun, Tony tidak merasa begitu.Mungkin ada beberapa hal yang tidak Tony ketahui, tapi hubungan antara dua orang itu sudah pasti bukan hubungan antar kekasih.Thasia tersenyum. "Pak Tony, untuk apa kamu mengatakan hal itu padaku, bukankah kamu sudah tahu hubungan kami? Waktu itu kamu juga berada di tempat, aku dan Jeremy cepat atau lambat juga akan cerai."Penjelasan ini sudah tidak ada artinya bagi Thasia.Jeremy membuka perusahaan di dunia hiburan demi Lisa, hal ini sudah menunjukkan bahwa siapa pun tidak bisa menandingi posisi Lisa di hati Jeremy.Tony tahu hal itu, tapi dia merasa pernikahan mereka tidak serentan itu. "Aku ingin menanyakan hal yang lebih privasi, mohon jangan marah. Apakah kamu mau bercerai dengan Pak Jeremy?"Thasia merasa ragu saat ditanyakan seperti ini.Jika dulu mungkin dia tidak ingin berc
Mendengar keputusannya ini Tony merasa terkejut.Selama Thasia bekerja di PT Okson, Tony yang melihatnya berkembang sedikit demi sedikit.Setelah bekerja bersama selama bertahun-tahun, tiba-tiba rekan kerjanya pergi, Tony pun merasa sedikit sedih.Namun, Thasia sendiri yang membuat keputusan.Tony bertanya, "Kamu yakin?"Thasia tersenyum, tatapan matanya terlihat tenang, juga tidak bilang bahwa dia sudah memikirkannya dengan matang.Hanya saja ada beberapa hal yang memang harus dilepaskan, maka dia harus rela melepaskannya.Dia harus memilihnya dengan akal sehat.Manusia memang lebih mencintai dirinya sendiri.Thasia berkata, "Yakin."Thasia menatap ke arah langit, ada beberapa burung yang sedang terbang di atas, dia juga ingin bebas seperti mereka."Aku nggak bisa terus berada di PT Okson, aku juga harus mencari pengalaman di tempat lain."Tony menghormati pilihan Thasia. "Kalau begitu aku berdoa semoga ke depannya hidupmu menjadi lebih bahagia."Thasia menatap Tony, berkata sambil te
Sepertinya pria itu sengaja mencari kesalahannya, tapi tidak terlalu parah.Mungkin Thasia yang berlebihan.Thasia ikut masuk ke dalam mobil.Saat mobilnya melaju, Jeremy sedang memegang tabletnya, dari tadi suasana cukup hening.Thasia juga merasa, setelah kembali dari kampungnya, hubungan mereka menjadi menjauh dan dingin.Jeremy seakan-akan sengaja menjauh darinya.Mungkin pihak lawan bertindak seperti ini demi Lisa.Wajah Jeremy terlihat datar, pria itu hanya fokus melihat ke arah tablet, jarinya panjangnya terus bergerak-gerak di sana, lalu dia berkata, "Sudah malam, sebaiknya aku mengantarmu pulang saja."Saat mereka keluar dari rumah sakit memang sudah malam.Thasia tidak ingin merepotkan Jeremy.Nanti jika Lisa salah sangka pada Jeremy, dirinya juga yang salah.Sebaiknya dia menghindar."Nggak perlu. Mobilku masih di kantor polisi, kamu antar aku ke sana saja, nanti aku akan pulang sendiri ke rumah," tolak Thasia.Bibir tipis Jeremy membentuk satu garis, tatapan matanya juga me
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak