"Apa?" Wajah Ella seketika terlihat tegang, dia tidak memercayainya. "Nggak mungkin. Mami, waktunya sama dengan saat Pak Jeremy di hotel itu, aku juga masih punya gambaran. Bagaimana mungkin bukan Pak Jeremy? Mungkin kamu yang salah.""Semua itu hanya kebetulan!" Orang di telepon berkata, "Ketika aku tahu mereka sedang mencari orang, aku pikir kamu sungguh beruntung bisa mendapat pria seperti itu. Tapi ternyata nomor kamarnya salah, pria itu bukanlah Pak Jeremy, tapi seorang pria berusia empat atau lima puluhan."Sekarang wajah Ella menjadi pucat, dia melihat perutnya lagi dan menjadi panik. "Bagaimana bisa aku hamil anak seorang pria berusia empat atau lima puluhan!"Kenyataannya berbeda sekali.Ternyata selama ini dia terlalu cepat merasa senang.Jika dia tidak diberi harapan sebesar itu, dia tidak akan begitu berharap.Ketika Ella tahu pria malam itu adalah Jeremy, dia merasa keputusannya malam itu sudah benar.Dalam satu malam dia bisa mendapatkan pria tampan yang kaya.Namun, keny
Kata-kata Jeremy membuat Tony tertegun sejenak.Bukankah Ella sedang hamil. Ella adalah wanita malam itu, jadi anak itu sudah pasti miliknya."Ayo pergi," kata Jeremy dengan tiba-tiba."Oke." Tony hendak menyalakan mobil.Jeremy mengerutkan kening. "Aku bilang turun dari mobil!""Pak Jeremy, kamu ada janji, mereka sudah menunggu. Lagi pula, di sini terlalu ramai!" Tony melihat begitu banyak orang di sini, pasti mereka akan desak-desakan.Tidak masalah jika Thasia ke tempat seperti ini, tapi bagaimana bisa Jeremy juga mau turun, apalagi tidak ada satpam. Menurut kebiasaan hidup Jeremy, pria itu tidak akan suka berjalan di tempat seperti ini.Jeremy menatap Tony dan berkata dengan tenang, "Bukannya kamu suka tempat seperti ini?""Hah?" Tony merasa bingung. Sejak kapan dirinya suka ke tempat seperti ini.Namun, melihat tatapan tajam Jeremy, dia pun hanya bisa mengangguk. "Benar, aku suka tempat seperti ini.""Hmm, turun dari mobil!" Jeremy mengalihkan pandangannya dan melihat ke luar.Jer
Untungnya bos kios sudah siap-siap menghindar duluan sebelum kena tembakan."Tony, apakah kena?" tanya Jeremy dengan tidak fokus."..." Tony menatap wajah bos yang pucat itu. "Hampir!"Jason, yang dipeluk oleh Thasia merasa baru pertama kalinya dia melihat wanita ini begitu senang. Pria itu tertegun sejenak, sedikit tersenyum, lalu berkata dengan lembut, "Sekarang sudah nggak cemas?""Sudah nggak, aku sangat senang." Thasia tersenyum.Bos kios juga menghela napas lega dan berkata sambil tersenyum, "Nak, kamu hebat juga. Barisan terakhir itu sulit untuk didapatkan!"Dia segera mengambil boneka Doraemon dan menyerahkannya kepada Thasia.Thasia segera menggendongnya, dia merasa lega, seolah-olah dia akhirnya mendapatkan sesuatu miliknya."Bulatanku masih banyak, jadi bagaimana?" kata Jason.Thasia berkata, "Lempar saja, kali ini terserah mau dapat apa.""Oke." Jason menurutinya. Pria itu masih melemparnya dengan akurat ke beberapa barang, kali ini dia bermain hanya untuk bersenang-senang
Tony berkeringat dingin. Jeremy itu sumber penghasilannya, bagaimana mungkin dia mengabaikannya.Melihat ekspresi Jeremy yang tidak terlalu senang, dia menambahkan, "Pak Jeremy, jangan marah. Bu Thasia masih ingin bermain. Bagaimana kalau kita bermain bersama?"Jeremy berkata dengan tidak senang, "Siapa yang mau bersamanya?"Ketika Thasia mendengar ini, dia juga tidak memaksanya dan berkata kepada Jason, "Ada banyak permainan di depan sana, ayo kita lihat.""Oke." Jason memandang Jeremy lagi. "Pak Jeremy, kami pergi dulu."Keduanya terus berjalan ke depan.Jeremy melihat punggung mereka dengan wajah muram, lalu berkata dengan tidak senang, "Tony, kamu mau bersama mereka?""Mau, mau!"Tony segera berteriak, "Bu Thasia, aku ingin pergi bersama kalian."Setelah itu Jeremy juga mengikuti mereka.Jeremy memandang boneka Doraemon yang sedang digendong Thasia. "Mainan saja sudah bisa membuatnya senang."Thasia tampak sangat bersemangat sekarang, seolah-olah telah mendapatkan harta karun di du
"Apakah ini cukup?" Jeremy bertanya, "Lebih bagus bukan dari yang ada di tanganmu itu?""..."Thasia melihat beruang itu lebih tinggi darinya, dia tidak bisa membawanya. Thasia segera menggelengkan kepalanya. "Aku nggak mau, terlalu besar, aku juga nggak suka."Wajah Jeremy seketika terlihat tidak senang, dia berkata lagi. "Bukannya ini lebih bagus daripada yang ada di tanganmu? Ambil!"Pria itu melemparkan bonekanya dengan satu tangan.Thasia melihat ke boneka yang dipegangnya, kemudian seekor beruang dilemparkan ke arahnya. Tubuhnya tidak mampu menanggung beban ini, dia hampir kehabisan napas.Thasia tidak ingin para boneka ini jatuh ke tanah, jadi dia berusaha mengeluarkan kepalanya dan berkata, "Jeremy, kamu menyebalkan sekali!"Jeremy tidak mengatakan apa-apa, dia hanya memasang wajah dingin. Dia merasa tidak mengerti, Thasia tidak suka boneka besar?Yang Jeremy berikan lebih besar daripada yang ada di tangannya, jadi kenapa Thasia tidak suka.Kenapa dia tidak bisa menyukainya?Ap
Thasia membersihkan tangan Jeremy dengan disinfektan, lalu membalut lukanya.Setelah beberapa saat, Tony mengemudikan mobilnya ke pinggir jalan.Thasia membantu Jeremy masuk ke mobil, lalu dia melirik Jason.Jeremy juga memperhatikan hal ini, Thasia sepertinya sangat peduli pada Jason.Jason berbicara lebih dulu, "Kalian pulang dulu saja. Pak Jeremy terluka dan membutuhkan seseorang untuk merawatnya."Jason memberi Thasia jalan keluar dan tahu apa yang perlu dia lakukan. Jeremy adalah bos Thasia, wanita itu harus mengurus kebutuhannya.Thasia melambaikan tangan padanya dan berkata, "Kalau begitu aku pulang dulu. Terima kasih telah mengajakku bermain hari ini.""Sama-sama," jawab Jason.Pintu mobil tertutup.Tony awalnya ingin masuk ke dalam mobil, tapi dia teringat satu hal. Dia berjalan ke arah Jason sambil tersenyum. "Pak Jason, maaf merepotkan Anda."Pria itu dengan sopan mengambil boneka Lotso darinya.Pak Jeremy yang memenangkan boneka ini untuk Thasia, jadi rasanya tidak baik mem
Tepat ketika Jeremy kembali dari luar, dia mendengarkan laporan mereka dengan ekspresi dingin."Pak Jeremy, jam satu siang, kami sudah mengatur orang untuk mengirimkannya tepat waktu."Jeremy memandang Thasia yang sedang sibuk tidak jauh dari situ, lalu dia memanggil dengan nada dingin, "Bu Thasia."Thasia mendekat dengan cepat. "Pak Jeremy.""Kalau kamu nggak ada kerjaan siang ini, kamu juga ikut bantu mereka."Kalimat ini membuat semua orang yang hadir terkejut.Pekerjaan seperti ini cukup berat dan melelahkan, tidak ada wanita yang mau melakukannya.Semuanya diserahkan kepada para pria.Thasia adalah satu-satunya wanita di ruangan itu.Matahari terik di luar, rok serta sepatu hak tinggi yang dikenakan Thasia membuatnya sulit untuk jongkok atau berjalan, jadi dia tidak cocok untuk melakukan pekerjaan seperti itu.Namun, tidak ada yang berani membantah perintah Jeremy.Thasia harus mematuhi perintahnya dan berkata, "Baiklah, Pak Jeremy.""Hmm."Jeremy tidak meliriknya lagi dan berjala
Melihat pria itu tidak mengatakan apa-apa, Eric segera berdiri, ikut berdiri di sampingnya dan berkata, "Kakekmu memilihkan wanita ini untukmu. Dia memang cukup baik, berperilaku bijaksana, nggak peduli berapa banyak wanita yang kamu miliki di luar sana. Bukankah kalau begini jadinya bagus, kenapa kamu malah kelihatannya nggak senang?"Jeremy terdiam beberapa saat. "Berperilaku baik, bijaksana dan patuh memang merupakan pilihan yang baik untuk dijadikan seorang istri.""Tapi aku melihat perhatianmu tertuju padanya sekarang, jangan-jangan kamu suka padanya?" Eric merasa ada yang tidak beres dengan Jeremy. Bahkan jika dia sengaja menyulitkan wanita itu, seharusnya pihak lawan merasa senang.Namun, saat Eric melihat ke bawah, Thasia sepertinya mudah bergaul dengan rekan kerja pria lainnya, dia pun tersenyum dan berkata, "Menurutku istrimu ini sangat populer, dia bisa rukun dengan semua orang. Bukankah kamu bilang akan bercerai dengannya? Aku rasa akan ada banyak pria yang mengejarnya sete