Share

6. I'm Committed

Author: Indy Shinta
last update Last Updated: 2024-11-29 03:20:49

Bara menatap Cheryl lebih dalam, seolah menelusuri emosi yang tersembunyi di balik wajahnya yang cantik tapi keras.

“Aku sudah mengikat janji. Dan aku akan bertanggung jawab pada janji itu, terlepas dari perasaanku terhadapmu atau orang lain. Aku nggak main-main dengan janji ini, Cheryl. I'm committed.”

Cheryl tersenyum sinis. “Menikahiku… berarti kamu selingkuh dari pacarmu, loh! Tapi dengan pedenya kamu bilang… I’m committed? Bullshit!”

Ada hinaan dalam suara dan tatapan Cheryl pada Bara.

“Kenapa kamu masih memaksakan pernikahan ini, sih?” Cheryl memulai lagi dengan suara tajam. “Bukankah lebih baik kamu fokus menyelamatkan hubunganmu dengan si “Baby” yang sudah lama kamu kenal, daripada mengikat diri dengan wanita asing seperti aku?”

“Oke Cheryl, cukup,” ucap Bara dengan nada rendah, namun tegas. “Aku nggak peduli berapa lama kita saling mengenal. Satu hal yang pasti, aku nggak akan mengkhianati janjiku pada bapakmu untuk menjagamu. Itu alasan kenapa aku ingin tetap mempertahankan pernikahan ini.”

“Hanya karena... janji?” seru Cheryl dengan sorot kesal yang menyala-nyala di matanya.

"Janjiku ke bapakmu." Bara menyahut datar. "Bapakmu, Cheryl...," lanjutnya kali ini penuh penekanan. Ia menghela napas panjang, berusaha tetap tenang meski Cheryl memandangnya dengan penuh kemarahan. Ia melipat tangannya, kemudian berbicara dengan suara rendah yang sarat akan ketegasan.

“Cheryl, aku tahu ini sulit untuk kamu terima. Tapi… janji adalah janji.” Bara menatap Cheryl dengan sorot mata serius, seolah-olah pernyataan itu adalah satu-satunya hal yang terpenting.

“Aku sudah berjanji pada bapakmu untuk menikahimu."

"Kurasa Bapak nggak kepikiran kalau kamu bakal punya pacar di tengah pernikahan kita. So... please! Stop pakai alasan telanjur janji ke Bapak."

“Cheryl. Bagaimanapun ini tanggung jawab yang sudah aku ambil sejak awal.” Bara menarik napas panjang, seolah sedang mengumpulkan kesabarannya. “Oke, aku tahu ini nggak mudah buat kamu. Tapi ada hal yang lebih besar dari sekadar perasaan pribadi kita."

Cheryl berdecak sebal. “Oh, jadi menurutmu ini hanya soal perasaan pribadiku saja? Kamu pikir aku nggak ngerti apa itu tanggung jawab?” Ia melipat tangannya di depan dada, memandang Bara dengan penuh kekecewaan. 

“Come on..., ini hidupku. Kamu jangan mengacaukan hidupku!”

“Aku nggak pernah bermaksud mengacaukan hidupmu, Cheryl.”

“Tapi itu yang kamu lakukan!” Suara Cheryl meninggi, terdengar bergetar oleh emosi. “Kamu mengikatku dengan pernikahan ini. Sementara kamu sendiri punya hubungan di luar sana. Apa aku harus terus bertahan dalam pernikahan macam ini? Ceraikan aku. Itu satu-satunya hal yang masuk akal sekarang.”

Bara menatap Cheryl dengan lebih tegas. “Pernikahan ini memang tidak masuk akal, tapi begitulah... terkadang hidup disinggahi hal-hal yang nggak masuk akal,” ucapnya pelan, namun penuh keteguhan. 

“Tapi ini sama aja penjara buat aku... juga kamu!” Cheryl menukas penuh amarah. “Kamu mau hidup seperti dipenjara? Aku sih nggak mau!”

Bara balas menatap Cheryl dengan ekspresi keras. “Whatever you said… Aku telanjur terikat janji ke bapakmu buat ngurusin kamu."

Cheryl memejamkan mata sesaat, suaranya mulai lirih dan berbalut kelelahan. “Kamu tuh ya? Sejak tadi bicara tentang janji dan tanggung jawab, tapi bagaimana dengan… si “Baby” itu? Kamu mau menggantung hubungan kalian?”

Bara terdiam sejenak sebelum menjawab, ada kilatan geli di matanya yang sulit ia sembunyikan. “Cheryl… Kamu tahu kan, poligami itu hal yang sah-sah saja? Jadi kalau aku nanti menikahi si “Baby” dan tetap mempertahankan pernikahan kita, bukankah itu bisa jadi solusi?”

“Heh! Jangan gila, ya!” Cheryl mengambil bantal di sampingnya dan melemparnya kuat-kuat kepada Bara.

“Apanya yang gila? Poligami itu kan bisa jadi bentuk tanggung jawabku ke pacarku.... Aku berkomitmen padamu…. juga kepadanya. I’m committed, right?” 

"Dasar brengseeek!" jerit Cheryl sambil meraih guling dan memukuli Bara.

Bara terkekeh sambil menangkis guling yang kini dipukulkan berulang kali oleh Cheryl kepadanya.

“Dasar bajingan gila! Bisa-bisanya Bapak pengen banget aku nikah sama kamu! Sama laki-laki sinting nggak ngotak kayak gini…?”

Sambil terus memukuli Bara dengan guling, Cheryl menangis tersedu-sedu. Hatinya meledak oleh kekesalan teramat sangat. Ditambah mendengar suara tawa Bara yang terasa begitu miskin simpati. 'Dasar nggak punya hati!'

Poligami. Kata itu bagaikan bayangan gelap yang selalu menghantuinya, bahkan sejak ia masih kecil. Ia tumbuh dengan cerita-cerita pilu tentang istri-istri yang dipaksa berbagi kasih, tentang air mata yang tumpah setiap malam di balik pintu-pintu tertutup.

Baginya, poligami bukan sekadar kata, itu adalah simbol pengkhianatan yang menorehkan luka dalam. Itu adalah momok paling menakutkan baginya, tapi... Bara malah dengan terang-terangan dan begitu enteng mengatakannya.

Cheryl merasa seolah-olah ia dipaksa berdiri di tepi jurang, dipaksa menghadapi ketakutannya yang paling mendasar. Bara seperti ancaman bagi Cheryl, ancaman yang bisa menggiringnya ke dalam mimpi buruk yang selama ini ia hindari.

Demi apa, bisa-bisanya dia menikah dengan lelaki macam ini...?!

***


Related chapters

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   7. Terpaksa Melihatmu Dari Dekat

    “Keluar dari kamarku…!” Cheryl berteriak dengan wajah merah padam penuh emosi. “Pergi sana...! Aku nggak sudi lihat kamu lagi. Lagian ngapain sih kamu iseng banget masuk-masuk kamarku?" usirnya sambil menarik lengan Bara yang jatuh terlentang di atas ranjang akibat menghindari pukulan gulingnya yang tanpa ampun. “Oke-oke! Aku pergi… tapi kamu ikut.”“Tidak akan!” bentak Cheryl, ia menarik lengan Bara semakin keras agar lekas menyingkir dari ranjangnya, ia bertekad mengusirnya. Akan tetapi, tubuh Bara yang jauh lebih besar dan kuat justru membuatnya kesulitan, tarikannya seolah tak berarti, yang ada Cheryl malah kehilangan keseimbangan hingga jatuh terjerembab tepat di atas tubuh Bara.Seketika jarak di antara mereka lenyap. Kedekatan itu mengunci mereka berdua dalam sekejap. Cheryl terhenyak ketika merasakan buah dadanya menekan dada Bara yang bidang. Keduanya seketika saling menatap dalam kebisuan, jantungnya berdegup kencang bagai sedang berlomba. “Ka-kamu… baik-baik saja?” sua

    Last Updated : 2024-12-16
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   8. Tunggakan

    “Iya, dua tahun, Neng….” Pak Asep mengangguk tegas. “Waktu itu mendiang Pak Bondan bilang kalau… uangnya sedang terpakai buat bayar kuliahnya Neng Cheryl, jadi saya maklumi. Soalnya saya juga tahu gimana rasanya nyekolahin anak. Memang mpot-mpotan duitnya, Neng….” Pak Asep mencoba mengurai ketegangan yang terlihat dalam diri Cheryl dengan tertawa kecil. “Syukurlah sekarang Neng Cheryl sudah lulus jadi Sarjana. Saya ikut plong, karena saya tahu gimana mendiang Pak Bondan bekerja keras cari duit buat biaya kuliah Neng Cheryl.”Cheryl menggigit bibir, tangannya terkepal di atas pangkuan. Dia tahu…, uang tunggakan sewa rumah ini selama dua tahun yang terpakai buat biaya kuliahnya itu pastilah tidak sedikit. “Sebenarnya, saya nggak pengen buru-buru nagihnya. Tapi, berhubung kondisinya mendesak, jadi… saya terpaksa bilang sekarang ke Neng Cheryl. Maaf… saya benar-benar butuh uangnya, Neng. Buat bayar biaya masuk kuliahnya si bontot yang Alhamdulillah diterima di Fakultas Kedokteran.”Su

    Last Updated : 2024-12-17
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   9. Seperti Membayar Recehan

    Pak Asep terkejut melihat seorang pria tampan tiba-tiba muncul dari dalam kamar Cheryl. Wajahnya seperti tak asing di mata Pak Asep. Ia masih ingat, pria ini… yang selalu berada di sisi Cheryl di hari pemakaman Pak Bondan."Abang keluarganya Neng Cheryl?" tanya Pak Asep, mata pria tua itu menelisik penasaran.Namun, Bara hanya menatap dengan ekspresi datar, seolah tak berminat membahas hal-hal di luar inti masalah. Sikapnya tampak tegas dan efisien, seperti caranya yang sudah terbiasa menyelesaikan setiap urusan bisnis.“Berapa nomor rekeningnya Pak Asep? Saya transfer sekarang,” ucap Bara dengan nada dingin dan tanpa basa-basi.Pak Asep tercekat mendengar ketegasan pria itu, seperti tidak ada ruang untuk berpanjang lebar. Iapun segera menyebutkan nomor rekeningnya, sementara hatinya berdebar, tampaknya tak yakin apakah pria ini benar-benar akan melunasi utang mendiang Pak Bondan saat ini juga. Sambil menunggu, mata Pak Asep meneliti sosok pria tampan di depannya, seolah sedang menca

    Last Updated : 2024-12-18
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   10. Terbang Untuk Jatuh

    “Tolong nanti dibuat surat perjanjian sewanya yang resmi pakai materai ya, Pak.”Pak Asep merespons permintaan Bara dengan anggukan mantap. “Siap, Bang... pasti nanti saya buatkan. Biasanya memang selalu begitu kok, ada hitam di atas putih. Umm… nanti nama pihak penyewanya atas nama Bang Bara atau… Neng Cheryl?”“Pakai nama sayalah, Pak. Saya yang bayar, kan…,” Bara melirik Cheryl sejenak, “… bukan dia.”Cheryl melirik Bara penuh rasa sebal, merasa harga dirinya disentil tanpa ampun. Nada suaranya itu loh… ‘ngajak gelut bener!’Pak Asep mengeluarkan tawa kecil, mencoba mencairkan suasana yang terasa sedikit tegang di antara dua orang di depannya.“Baik… baik…, nanti atas namanya Bang Bara.” Sambil mengulum senyum, Pak Asep memandang Bara dan Cheryl bergantian.Bara hanya mengangguk ringan, sementara Cheryl semakin menunduk karena perasaannya digempur kesal sekaligus malu. Ah. Andai saja Bara tidak melunasi tunggakan sebanyak lima puluh lima juta itu, mungkin… dia akan segera terusir d

    Last Updated : 2024-12-19
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   11. Apa Pun yang Anda Minta

    "Jadi? Mau ikut pulang denganku, ke rumahku? Atau... mau cari rumah sendiri?" Bara mengucapkannya dengan santai, tapi jelas ada sentuhan ejekan yang membuat darah Cheryl langsung mendidih dibuatnya.Cheryl mengepalkan tangan, menahan marah. "Kamu pikir aku nggak bisa cari rumah sendiri?" ketusnya seraya menatap Bara dengan berani, matanya berkilat penuh kemarahan yang sulit disembunyikan.Ada sesuatu dalam nada Bara yang menusuk harga dirinya. Seolah dia hanyalah beban, seseorang yang tak bisa bertahan tanpa bantuan. Darahnya berdesir panas. Kata-kata Bara seperti paku yang menghujam, mengingatkannya pada rasa tidak berdaya yang selama ini berusaha ia lawan."Aku bisa mengurus diriku sendiri.” Suaranya bergetar karena amarah yang menggelegak di dadanya. Bara mengangkat satu alis. "Oh ya?" katanya ringan, sambil bersedekap memandang Cheryl dengan ekspresi santai. “Buktikan saja kalau memang bisa.”Cheryl mengepalkan tangan lebih erat. Dia tahu Bara sengaja memprovokasinya, tapi tak a

    Last Updated : 2024-12-22
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   12. Aku Bisa

    Cheryl mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, menatap satu per satu perabot yang mengisi rumahnya. Sofa empuk di ruang tamu, meja makan kayu jati dengan ukiran sederhana, lemari TV yang sudah menjadi tempatnya menaruh buku-buku dan koleksi kecil. Barang-barang itu bukan hanya harta benda, melainkan saksi bisu banyak kenangan yang pernah ia lalui di sini bersama bapak. Namun, keadaan menuntutnya untuk harus segera melepas semua itu. Tak mungkin semua barang ini bisa ia bawa jika batas kesanggupannya hanyalah menyewa kamar kos kecil. Dengan berat hati, ia memutuskan menjualnya kepada tetangga dengan harapan bisa mendapatkan uang tambahan. Lima belas tahun hidup berdampingan sebagai tetangga, membuat simpati mereka untuk Cheryl cukup kuat. Akhirnya, satu demi satu tetangga bersedia membeli barang-barang itu, meskipun mungkin sebenarnya mereka tak betul-betul sedang membutuhkannya. Sofa ruang tamu dan AC dibeli Pak Budi untuk anaknya yang baru menikah. Meja makan berbahan ka

    Last Updated : 2024-12-23
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   13. Terikat Wasiat

    Di dalam sebuh ruangan yang hening, terdengar bunyi detik jam di dinding. Bara duduk tegak di kursinya, matanya yang tajam memindai layar laptop di depannya. Pintu diketuk pelan, lalu terbuka. Seorang wanita melangkah masuk membawa setumpuk dokumen dan berdiri di depan meja Bara.“Dokumen untuk rapat nanti sore, Pak,” ujar sekretarisnya dengan nada hormat, meletakkan dokumen dengan hati-hati di atas meja.Bara tak segera menoleh. Jari-jarinya masih bergerak mengetik beberapa kalimat terakhir di laptop sebelum akhirnya berhenti. Dia mengambil dokumen pertama dari tumpukan. Tidak ada basa-basi. Dia langsung membaca.Sekretarisnya berdiri diam, menunggu. Sementara itu Bara membalik halaman demi halaman, matanya mengamati setiap detail dengan cermat. Di salah satu halaman, alisnya sedikit terangkat. Dia menunjuk sebuah baris dengan ujung pulpennya.“Apa ini?” tanyanya, nada suaranya datar tapi mengandung tekanan.“Saya pikir itu… data yang relevan, Pak,” jawab si sekretaris dengan nada se

    Last Updated : 2024-12-24
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   14. Suara-Suara Jahanam

    Air hangat menyentuh kulit Cheryl seperti pelukan yang menenangkan, menghilangkan rasa lelah yang menghantui tubuhnya sejak pagi. Seharian tadi, ia memenuhi dua panggilan perusahaan sekaligus untuk tes dan interview. “Ini masih bukan apa-apa… perjuanganku masih panjang,” gumamnya seraya berbaring di bathtub dengan mata terpejam, membiarkan aroma lavender dari gelembung sabun memenuhi indra penciumannya. Pikiran Cheryl melayang, mencoba melepaskan diri dari semua kekhawatiran tentang pekerjaan, uang, dan masa depan yang belum pasti.“Untuk sementara waktu, hanya aku dan ketenangan ini,” gumamnya pelan, nyaris seperti bisikan kepada dirinya sendiri. Ia menarik napas dalam-dalam, menikmati sensasi relaksasi yang perlahan menyelimuti seluruh tubuhnya.Setelah selesai mandi, Cheryl mengenakan piyama longgar yang nyaman dan merapikan rambutnya sebentar sebelum berbaring di tempat tidur. Tubuhnya terasa lebih ringan, dan pikirannya sedikit lebih tenang setelah menikmati waktu relaksasi di

    Last Updated : 2024-12-25

Latest chapter

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   29. Mungkin Pertanda

    Lampu utama di kamar Cheryl tiba-tiba mati, ruangan yang besar itu kini hanya diterangi oleh sinar lampu redup di sudut-sudutnya. Pintu kamar terdengar berderit pelan, seperti ada seseorang yang membukanya. Cheryl menoleh. Di sana, Bara berdiri dengan santai di dekat pintu. Wajahnya tampak tenang seperti biasanya, namun matanya terasa sedikit lebih gelap dari yang Cheryl ingat.Langkahnya pelan, hampir tak bersuara, namun setiap gerakannya membawa aura ancaman yang menggetarkan udara di sekitarnya.“Cheryl.” Suaranya rendah, seperti bisikan angin dingin di malam kelam. “Jangan senang dulu. Semua ini bukan untukmu.”Cheryl bangkit dari ranjang empuk, tubuhnya menegang. “Apa maksudmu, Bara?”“Kamu pikir… dengan menjadi istriku, lalu semua ini otomatis menjadi milikmu?” Bara terkekeh pelan, ada hinaan dalam nada tawanya itu. “Bapakmu licik sekali, atas nama balas budi… dia sengaja menjebakku untuk menikahi putrinya yang miskin dan merepotkan,” ketusnya penuh hinaan. “Heh! Jangan seenak

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   28. Semua Ini Untukku?

    Di kamarnya, Cheryl mengagumi kemegahan yang tak pernah ia bayangkan. Tempat ini terasa seperti surga kecil yang disulap dari dalam mimpinya. Setiap sudut kamar terasa seperti keluar dari halaman majalah desain interior kelas dunia.“Ternyata begini ya rasanya tinggal di kamar yang mewah,” gumamnya pelan, seolah takut kenyataan ini hanya mimpi yang akan lenyap jika terlalu keras ia ungkapkan.Ia menyentuh bingkai meja rias dengan ukiran rumit, dingin dan halus di bawah jemarinya. Di atasnya, botol-botol parfum kristal berjajar rapi, memancarkan aroma mewah yang samar-samar menguar. Sebuah kursi kecil berlapis kain sutra melengkapi sudut itu, membuatnya terasa seperti tempat peraduan seorang putri. Di sudut ruangan, sebuah sofa empuk dengan meja kecil. Di atas meja itu, terletak set teko porselen dan cangkir-cangkir mungil dengan hiasan emas, seolah siap menemaninya jika ingin menikmati waktu santai.Cheryl menghela napas, matanya menyapu ruangan dengan takjub sekaligus perasaan ganji

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   27. Menggoda

    Cheryl tak punya pilihan selain menerima untuk tinggal di sini. Buat apa menggembel di luar sana padahal punya suami tajir yang menawarkan perlindungan yang nyata untuknya di dalam rumah semewah ini? Ia tidak sebodoh itu.“Sudah larut malam, saatnya istirahat. Ayo," ujar Bara tanpa menunggu persetujuan Cheryl. Suaranya tegas namun tetap terdengar lembut di telinga, seolah memerintah tanpa memaksa.Tanpa menunggu, Bara melangkah dengan tenang menyusuri koridor panjang yang dihiasi panel kayu berukir halus dan lukisan-lukisan indah yang memikat mata. Lampu-lampu kecil yang menggantung dengan rapi di sepanjang lorong memancarkan cahaya hangat, menciptakan suasana yang menenangkan, hampir melupakan fakta bahwa ini adalah bagian dari sebuah rumah, bukan galeri seni pribadi.Cheryl, yang berada beberapa langkah di belakangnya, bergerak dengan hati-hati, tubuhnya tampak kaku. Matanya sibuk menelusuri setiap sudut ruangan, mencari hal-hal yang dapat mengalihkan pikirannya yang perlahan dipen

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   26. Tempat yang Nyaman Ini Gratis

    Mercedes-Maybach S-Class berwarna hitam obsidian itu berhenti perlahan di depan sebuah gerbang tinggi yang terbuat dari besi hitam dengan ukiran artistik yang rumit. Lampu-lampu kecil di sepanjang dinding pagar batu memberikan pencahayaan lembut, menciptakan bayangan indah pada malam yang tenang. Cheryl membuka matanya perlahan, dan apa yang dilihatnya membuatnya tercengang.Gerbang besar itu terbuka otomatis, memperlihatkan jalan masuk yang diapit oleh pepohonan rindang dengan daun-daunnya yang bergerak pelan ditiup angin. Lampu-lampu jalan kecil di sisi kanan dan kiri jalan memandu mereka menuju rumah besar di ujung jalur berkerikil putih.Rumah itu berdiri megah dengan arsitektur klasik modern. Pilar-pilar tinggi menopang balkon di lantai atas, sementara jendela-jendela besar dengan bingkai emas memancarkan kilauan hangat dari cahaya lampu dalam rumah. Taman depan yang luas dihiasi dengan bunga-bunga warna-warni dan air mancur berbentuk ikan, mengeluarkan suara gemericik menenang

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   25. Tak Ingin Orang Lain Tahu

    Mercedes Maybach S-Class berwarna hitam obsidian milik Bara meluncur dengan halus di jalanan kota, suasana kabin yang sunyi itu terasa lebih seperti ruang pribadi daripada sebuah kendaraan. Lampu kabin dengan nuansa lembut memberikan kesan kehangatan, memancarkan cahaya redup yang menambah ketenangan dalam ruang mewah itu. Di dalam, segala sesuatu terasa sempurna—bahan jok kulit premium yang lembut, lantai karpet tebal yang menyerap setiap suara, dan suasana yang hampir hening, kecuali suara mesin mobil yang menyala dengan lembut.Cheryl duduk di kursi belakang yang sangat nyaman, seolah tubuhnya tenggelam dalam pelukan kursi yang dirancang untuk kenyamanan maksimal. Jendela samping yang gelap memberikan privasi penuh, sementara layar infotainment yang terpasang di konsol tengah menampilkan gambaran tenang dari mobil yang melaju dengan anggun. “Cheryl.” Bara menegur karena gadis itu terus saja melamun dengan wajahnya yang tampak pucat. “Tenanglah. Aku sudah menangani bajingan itu.”

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   24. Pria yang Mempesona

    Seketika hening menyelimuti, seolah setiap orang terhipnotis oleh kehadiran pria yang tiba-tiba muncul di antara mereka. Posturnya tegap, jas hitam yang membalut tubuhnya tampak sempurna, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang gagah dan menawan. Rambutnya yang rapi dengan sedikit gelombang menambah kesan karismatik.Wajahnya memancarkan ketampanan yang hampir tidak masuk akal—rahang tegas, matanya yang tajam memancarkan ketenangan sekaligus ketegasan.Bibir pria itu terkatup rapat, menambah aura dingin tapi berwibawa.Para gadis yang sebelumnya panik mendadak terdiam, sebagian bahkan menahan napas, tidak mampu mengalihkan pandangan dari sosok pria itu. Seolah-olah, kemunculannya telah menyedot perhatian semua orang. Bahkan beberapa pria yang ada di sana merasa terintimidasi oleh pesona dan kewibawaannya.Tanpa mengatakan apa-apa, pria itu melangkah masuk dengan tenang namun penuh kepastian, kerumunan langsung memberi jalan seperti gelombang yang terbelah oleh batu besar. Pria itu, yang t

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   23. Dunia yang Miskin Empati

    Di kamar kosnya, Cheryl sedang berjuang mempertahankan kehormatannya.“Ayolah, jangan sok sulit,” gumam pria itu, suaranya serak dan mengancam, matanya penuh dengan kilatan nafsu. Tangannya yang besar dan kasar mencengkeram bahu Cheryl, menariknya dengan paksa. Sentuhan itu seperti cengkeraman besi, seolah tubuh Cheryl adalah miliknya yang bisa diperlakukan sesukanya.“Lepaskan aku!” Cheryl berteriak sekuat tenaga, suaranya menggema memecah keheningan malam yang mencekam. “Tolooong!”Tetapi, tak ada yang datang, seolah penghuni kosan ini menutup mata dan telinga mereka, tidak peduli dengan jeritannya.Plak!Pria itu menghentikan teriakan Cheryl dengan tamparan keras di wajahnya, membuat Cheryl pusing seketika. Air mata membanjiri pipinya, meluncur turun bersama ketakutannya. Di bawah himpitan tubuh pria brengsek itu, tangannya yang gemetar berusaha meraba-raba permukaan nakas di samping ranjang. Akhirnya, ia menemukan sesuatu yang dingin dan berat—laptopnya. Dengan jantung berdeba

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   22. Bukan Sosok Ideal

    Kebosanan mulai menyelimuti Bara. Percakapan di meja makan ini mulai kehilangan daya tariknya. Iapun memilih undur diri dengan sopan, meninggalkan pesta yang terasa terlalu panjang untuk hatinya yang sedang gelisah.“Sudah selesai, Pak?” Sofyan bertanya dengan sedikit bingung. Tak pernah-pernahnya Bara meninggalkan acara jamuan dari keluarga Wongso secepat ini. “Aku tak ada agenda lagi, kan?” jawab Bara tanpa menjawab pertanyaan asisten pribadinya.“Tidak ada, Pak.” Sofyan menjawab sambil mengimbangi langkah sang bos.“Oke. Kita langsung pulang.” Besok masih banyak agenda bisnis yang harus ia kerjakan. Ia harus pintar-pintar menggunakan waktu yang ada untuk beristirahat.Bara memasuki sedan mewahnya yang telah menjadi saksi bisu berbagai perjalanan pentingnya. Ia mengendurkan dasi dan membuka dua kancing atas kemejanya, mencoba menghirup napas panjang untuk melepaskan penat yang mulai menyelimuti pikirannya.Sofyan duduk di kursi depan, diam tak ingin mengganggu. Bara mengisyaratkan

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   21. Ironis Tapi Realistis

    Ruang perjamuan hotel berbintang lima itu memancarkan kemewahan di setiap sudutnya. Lampu gantung kristal yang megah tergantung di tengah ruangan, memantulkan cahaya yang hangat di atas meja-meja panjang yang dihias dengan bunga segar dan lilin aromaterapi. Karpet tebal berwarna krem melapisi lantai, tirai satin berwarna emas menghiasi jendela-jendela besar yang menampilkan pemandangan kota malam yang gemerlap.Di salah satu meja utama, orangtua Milena, yaitu Tuan Adiguna Wongso dan Nyonya Dania duduk berdampingan, dikelilingi keluarga dan tamu-tamu terhormat. Malam ini adalah perayaan ulang tahun pernikahan mereka yang ke-30, sebuah momen istimewa yang dirayakan dengan kemegahan.Para pelayan berlalu-lalang, membawa nampan berisi hidangan gourmet yang disajikan dengan artistik. Alunan musik jazz dari band live di sudut ruangan menciptakan suasana hangat dan elegan.Bara duduk di salah satu kursi di meja utama. Di hadapannya, Nyonya Dania tersenyum ramah, mengenakan gaun malam yang

DMCA.com Protection Status