“Kamu boleh membenci Berlian, tetapi Cinta adalah cucu kita. Darah daging Jonathan,” ujar Bu Santi kembali.Keduanya masih berdebat, bahkan api amarah pun semakin berkobar. Tak ada yang ingin mengalah, saling mempertahankan pendapat satu sama lain.Ferdinand mengusap wajahnya gusar. Kepalanya hampir pecah mengurusi perihal Jonathan yang seperti tidak ada akhirnya itu.“Aku ingin jika Cinta dapat tinggal bersama kita,” ujar Bu Santi.Mata Ferdinand terbelalak mendengar permintaan dari istrinya itu. Hal yang mustahil dapat terpenuhi. Ia tidak Sudi melihat anak itu setiap waktu.Bu Santi sudah meminta, memohon hingga menangis. Namun, Ferdinand masih teguh dengan pendiriannya. Ia tak mau menerima Berlian dalam kehidupannya.“Itu hal mustahil,” jawab Ferdinand.Bu Santi menggeleng, itu bukan sesuatu yang mustahil.“Itu tidak mustahil asal kau turunkan egoku sedikit saja, Cinta tidak bersalah dalam hal ini. Apa kamu tidak luluh melihat keluguannya? Apa hatimu tidak tersentuh melihat kelucua
Bu Santi paham apa yang di hadapi sang suami. Mungkin Ferdinan kecewa, sejak tadi dia terus membela sahabat sejatinya. Namun, ternyata semua sia-sia karena Ibnu menunjukkan watak aslinya saat itu juga. Uang 500 juta, apa tidak sedikit pikir Bu Santi. Ia sempat mendengar percekcokan keduanya yang membuat Ferdinand meninggalkan Ibnu begitu saja. Tidak lama Bu Santi mendengar suara mobil yang sering digunakan Jonathan. Ia pun bergegas menyambut sang anak. Jonathan pulang ke rumah hanya ingin mengambil beberapa barang miliknya dan pergi dari rumah itu. Tekadnya sudah bulat ia memang akan segera keluar.“Jo, tadi Pak Ibnu datang,” ujar Bu Santi.“Untuk apa dia datang?” “Dia meminta pertanggungjawaban Papa kamu. Tapi, Papa bicara sesuai kenyataan, ia tak bisa menahan kamu. Eh, malah Ibnu bilang katanya Papa harus ganti rugi.”“Ganti rugi untuk apa?” Bu Santi menceritakan semuanya, Jonathan hanya terkekeh mendengar hal itu. Lalu ia bertanya bagaimana respon sang ayah yang mungkin kecewa
“Ya, aku harus menemui Pak Ferdinand ke kantornya.”Berlian sudah benar-benar bertekad untuk menemui pak Ferdinand. Ada yang harus dibicarakan dengan lelaki itu. Ia ingin menjelaskan sesuatu yang harusnya sudah dikatakan sejak awal. Dirinya ingin semua masalah selesai. Tak ingin bila ada perselisihan di antara Jonathan dan pak Ferdinand. Tanpa pikir panjang, ia mengambil tas dan pamit. Berlian tak mau menunda lagi untuk berbicara dengan Pak Ferdinand terkait Jonathan. Dengan menggunakan ojek, Berlian hanya membutuhkan waktu 45 menit untuk sampai ke kantor itu.Cukup lama ia memandang sebuah gedung pencakar langit yang sempat menjadi tempat mencari rezekinya. Sayangnya, ia tak lama bekerja di sana. Perlahan ia memasuki gedung itu dengan menggunakan masker di wajah. “Maaf, Mbak apakah pak Ferdinand ada di ruangan?” tanya Berlian pada seorang resepsionis kantor.Wanita dengan setelan jas itu, menelepon sekertaris dari sang ketua.“Ada janji?”Berlian terdiam, ia tampak sangat bi
Arnold masih berpikir tentang perubahan sikap sang ayah. Tak mungkin begitu saja Ferdinand berubah sikap dan memberikan kembali aset pada Jonatan jika tidak ada hal yang membuat dirinya yakin."Ya sudahlah, aku masih ada meeting. Welcome back ke rutinitas semula. Kukira kau harus menjadi gelandangan dulu baru kembali," ujar Arnold yang langsung mendapatkan tatapan sengit dari Jonathan.Arnold tertawa, lalu ia segera keluar dari ruangannya. Dirinya kembali ke ruangan meeting. Dia melewati beberapa pekerja di koridor yang sedang membersihkan lantai juga jendela."Tadi Berlian datang."Langkahnya terhenti saat mendengar nama yang tidak asing dirinya dengar itu. Memang nama Berlian tidak hanya satu, maka dari itu dirinya ingin memastikan jika itu orang yang sama."Berlian mantan office girl itu."Arnold semakin yakin jika Berlian yang mereka maksud adalah Berlian yang menjadi pengisi hati dari adiknya itu."Ngapain dia ke sini. Bukankah sudah dipecat?""Dia ke ruangan pak Ferdinand. Eh t
"Jangan bercanda, kamu.""Aku serius, Al."Berlian sudah sedikit tenang. Saat itulah Alva memberikannya botol minum yang tadi ia beli di supermarket."Kamu mau di kota mana?" tanya Alva.Ia merasa aneh mengapa tiba-tiba Berlian ingin pindah dan meninggalkan kota ini? Apa hubungannya dengan kantor?"Kalau mau bekerja juga kamu bisa, ibu memiliki banyak cabang restoran atau butik di kota lain," ungkap Alva.Alva tak ingin melihat Berlian kesulitan. Wanita itu juga pasti menolak jika diberi bantuan langsung. Maka dari itu dirinya memberikan bantuan lewat sebuah pekerjaan."Enggak, perlu Al," ujar Berlian.Ia menolak karena tidak mau menyusahkan Alva lagi. Lagi pula Berlian takut Alva malah mengharapkan cintanya. Dirinya tak bisa menerima Alva yang sangat baik padanya. Takut jika tanpa sadar justru melukai perasaan lelaki itu dan merusak hubungan di antara mereka berdua."Baiklah, tapi kali ini jangan menolak. Biarkan aku mengantarkanmu pulang, ya."Akhirnya Alva menyerah dan mengantar Be
Bu Shafira hampir saja terjatuh saat melihat nenek Lastri. Untung saja Alva menangkap tubuh ibu sambungnya.“Ma,” ujar Alva.Sementara, hal yang sama juga terjadi dengan nenek Lastri yang wajahnya memucat melihat kehadiran Bu Shafira. Mereka berdua saling berpandangan.“Shafira.”Nama itu, Shafira yang ada di pikiran Nenek Lastri. Ternyata apa yang dipikirkan olehnya benar. Shafira, wanita yang pernah ia kenal bahkan pernah menjadi bagian dari hidup anaknya kini berdiri di hadapannya setelah sekian lama menghilang.Berlian menyentuh tangan sang nenek. Ia bingung dengan apa yang terjadi.Alva menenangkan sang ibu, ia memberikan air hangat yang di buat nenek Lastri tadi untuknya. Bu Shafira masih tertegun. Seperti mimpi ia dapat kembali bertemu dengan nenek Lastri. Bak kemarau yang menemukan hujan.Berlian pun sama kebingungan dengan nenek Lastri yang tiba-tiba memucat. Ia mengajak sang nenek untuk duduk bersebrangan dengan Bu Shafira. Ia dan Alva saling berpandangan satu sama la
Sebuah pertanyaan dari ibu sambungnya membuatnya sulit menjawab, apa yang terpikirkan itulah yang dirinya jawab. Ia saja belum hilang rasa kagetnya ketika tahu jika Berlian anak kandung Bu Shafira. Entahlah seperti mimpi mengetahui kenyataan tersebut. “Kamu ini, Al bisa saja,” ujar Bu Shafira. Alva adalah anak yang baik menurutnya. Ia pun mau menerima dengan lapang kehadiran dirinya di rumah. Dirinya juga tak pernah menganggap Alva sebagai anak sambung, justru telah menganggapnya seperti anak sendiri. “Iya, Ma. Aku senang melihat Mama begitu sangat bahagia.” Alva membuka kaca jendela mobilnya. Ia memerlukan angin segar untuk menenangkan diri serta pikirannya. Di balik semua ini akan ada hikmah yang dapat diambil. Ia senang karena Berlian kini tak jadi pergi jauh. Ada alasannya untuk tinggal yaitu Bu Shafira. Dirinya juga yakin ibu sambungnya itu takkan membiarkan Berlian pergi begitu saja. “Nanti aku bantu bicara dengan papa,” ujar Alva. Ia yakin jika ayahnya pasti akan mengizin
“Kamu tahu Om Jo sibuk, lebih baik sama Mama saja ya,” ujar Berlian. “Aku hanya bicara, enggak mau sama Om Jo kok.” Cinta menutupi rasa kangennya, ia tidak mau terlihat oleh sang ibu jika dirinya merindukan pria itu. Ia masih kesal karena Om Jo membentak ibunya.Berlian bisa melihat dari sorot mata sang putri. Ia paham jika Cinta mungkin merindukan Jonathan. Ia tak bisa melakukan apa pun kecuali berdusta tentang Jonathan.Akhirnya Berlian bersama Cinta pergi ke Supermarket dekat rumah. Hanya saja, Cinta merajuk minta ke mall untuk main bola. Terpaksa ia menuruti sang anak pergi ke mall dan sudah sampai di tempat ramai itu.“Ayo Ma, ayo!” Kesedihan anak itu cepat berubah, ia saat ini sudah bisa berlari dan tertawa.Cinta itu jika telah memiliki keinginan harus terpenuhi tidak boleh tidak dituruti.“Iya, sabar Sayang.”Keduanya melangkah beriringan menuju tempat bermain. Cinta begitu senang saat ibunya menuruti apa yang ia mau. Anak seusianya pun senang bermain. Cinta masih sedi
6Hari ini adalah hari ulang tahun Al Bara, ya hari ulang tahunnya adalah hari di mana anak kandung Jonathan lahir. Tak mungkin Jonathan akan membedakan hari ulang tahun tersebut karena bagaimanapun juga anak lelaki itu adalah pengganti anak kandungnya. Pengganti kebahagiaan keluarganya, dan ia juga benar-benar menyayangi Al Bara seperti putranya sendiri.Apalagi juga dirinya benar-benar sangat menyayangi anak tersebut, kecerdasannya, serta kepiawaiannya membuat ia benar-benar merasakan kasih sayangnya. Entahlah mungkin itulah yang menjadi alasan mengapa dirinya saat itu lebih memilih albara untuk menjadi anaknya, padahal di panti asuhan sangat sekali bayi-bayi lain. Namun, ia tetap saja memilih Al Bara untuk menjadi putranyaMereka semua sibuk menata ruangan. Dengan semringah dan gembira. Terlihat Berlian juga, Cinta dan Al yang sedang ikut mendekorasi. Memang wanita itu sengaja ingin mendekorasi ruangan itu bersama-sama dengan keluarga, tanpa menggunakan jasa. Berlian hanya ingin me
Jonathan duduk sembari memangku Al Bara. Anak laki-laki itu tadi berceloteh dan didengarkan sang ayah. Lucu, mulut kecil itu selalu mengatakan akan menjadi seperti papa Jo ketika besar. Apa yang selama ini dirinya niatkan jika lahirnya albara itu untuk membuat bahagia dirinya dan juga keluarganya, tetapi di saat ia tersenyum tiba-tiba senyuman itu lenyap seketika. Dimana dirinya kembali lagi mengingat detik-detik saat putranya hilang. Saat itu kebahagiaannya sudah tidak sempurna lagi. Walaupun ia tertawa karena kamu tetapi kebahagiaan itu bisa lenyap tiba-tiba.Jonathan memejamkan matanya, mengapa rasanya benar-benar begitu sangat sakit. Rasanya jauh lebih sakit saat dirinya dan juga berlian berpisah waktu itu. Pernyataan benar-benar merasa jika ia gagal menjadi seorang ayah karena dirinya tidak bisa menemukan dimana keberadaan putranya itu. Namun, Jonathan pun sudah melakukan berbagai macam cara untuk bisa menemukan di mana putranya berada, tapi semuanya hanya berakhir dengan sia-sia
Kabar baik dari Alva di sambut semringah oleh Berlian juga Jonathan. Berlian, tanpa beban dan tidak tahu jika anaknya bukanlah anaknya bisa tersenyum tanpa memikirkan apa pun. Dirinya merasa bahagia karena sekarang saudaranya itu sudah memiliki anak, pasti lengkap sudah kebahagiaan di keluarga mereka itu.Namun, berbeda dengan Jonathan yang walau tersenyum tapi hatinya tetap getir. Setiap memandang bayi itu, ia teringat sang anak. Bahkan, nama yang sudah dia persiapkan pun tak diberikan pada bayi laki-laki itu. Dirinya benar-benar berharap jika ada suatu keajaiban yang membawa putranya bisa kembali lagi, ia tidak mau kehilangan darah dagingnya. Pasti dirinya akan menyesal seumur hidup dan ia akan hidup dalam penyesalan setiap harinya. Sekarang pun ia terus saja berusaha untuk bisa menemukan di mana keberadaan sang anak tanda siang malam dirinya terus saja memikirkan tentang putranya itu.Lagi, Jonathan kembali berbicara pada bayi mungil itu. "Andai kau tahu, aku sesungguhnya belum bi
Mereka semua berkumpul di ruang tamu, Arnold datang bersama Mischa dan Rara yang sudah hamil besar. Putrinya itu sangat merindukan anak Jonathan, sejak tadi siang terus saja merengek sampai-sampai membuat Rara tidak mampu untuk membujuknya lagi dan akhirnya mereka semua datang ke kediaman Jonathan.Arnold langsung saja duduk di sebelah adiknya, dan sang istri langsung saja menghampiri Berlian yang tengah menggendong bayinya itu."Lian, duh jadi deg degan nunggu lahiran," tukas Rara.Rara tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya, ia juga walaupun ini bukan pengalaman pertamanya melahirkan. Namun, ia merasa begitu sangat takut, karena memang setiap lahiran itu berbeda-beda kontraksinya. Dahulu saja ia benar-benar merasa begitu sangat sakit bahkan Arnold pun menolaknya beberapa kali untuk kembali lagi memiliki momongan."Iya Mbak, kamu sehat-sehat ya." Berlian terus saja memberikan motivasi serta nasehat-nasehat kepada Rara untuk tetap menjaga kesehatannya. Berlian juga merasa jika pen
"Bagaimana, dia pintar kah hari ini?" tanya Jonathan saat pulang dari kantor. Pria itu berusaha bersikap tenang seolah-olah bayi laki-laki itu adalah bayinya. Demi kebahagiaan Berlian, dia tak mau istrinya stres dengan keadaan yang sebenarnya.Walaupun dirinya benar-benar begitu sangat tertekan, ia sangat merindukan anaknya dan juga dirinya belum mengetahui bagaimana nasib dari putranya itu. Apakah putranya semua kebutuhannya terpenuhi, apakah putranya sudah minum susu, apakah putranya bisa tidur dengan nyenyak? "Dia pintar, laki-laki hebat seperti kamu."Berlian benar-benar menjadi Ibu yang terbaik untuk kedua anaknya itu. Ia juga sangat menyayangi putranya tersebut, apalagi anaknya benar-benar tidak menyusahkan, tidak seperti bayi lainnya pada umumnya Rio benar-benar begitu sangat penurut dan jarang sekali menangis. Bahkan malam pun anaknya itu pun menangis hanya meminta susu saja. Berlian benar-benar merasa begitu sangat bahagia karena mendapatkan anak-anak yang sangat pintar sep
Masalah rumah sakit di urus oleh Arnold. Sementara, Jonathan fokus dengan bayi yang sudah berada di tangannya dan hari ini akan pulang bersamanya dan Berlian. Entah, dia jatuh hati dengan bayi tampan yang dia adopsi dari sebuah panti asuhan. Sedikit ada kemiripan, bayi laki-laki itu berkulit putih bersih, bibir tipis juga rambut tebal.Atas bantuan kakaknya, dia bisa menemukan bayi itu dirinya tidak mau membuat keadaan sang istri terpuruk dengan apa yang terjadi kepada bayi mereka biarkan dirinyalah yang bertanggung jawab mencari bayi itu dan ia juga tidak akan pernah melepaskan pihak rumah sakit bagaimana bisa mereka semua berkamuflase menyalahkan rencana alam tentang keteledorannya itu benar-benar tidak bisa memaafkan bagaimanapun juga iya seorang ayah dirinya benar-benar kehilangan bayinya."Satrio Perkasa." Jonathan telah memberi nama bayi yang ia adopsi dari sebuah panti asuhan tentu saja hanya dirinya dan juga sang kakak yang mengetahui hal tersebut ia tidak mau jika banyak ora
"Kami akan bertanggung jawab." Pihak rumah sakit benar-benar tidak menyangka, justru Arnold terlihat lebih berambisius dan berapi-api bahkan sejak tadi lelaki itu terus saja mengomel. Ia menyindir pihak ke rumah sakit yang benar-benar begitu sangat teledor bagaimana bisa keponakannya yang baru saja dilahirkan hilang, padahal rumah sakit ini adalah rumah sakit ternama. Rumah sakit besar, tidak mungkin Jonathan memilih rumah sakit asal-asalan untuk perawatan putra dan juga istrinya. Namun, ternyata rumah sakit yang ternama saja bisa begitu teledor. Sekarang dirinya tidak mengetahui bagaimana kondisi dari keponakannya itu, Arnold benar-benar merasa begitu kasihan dengan adiknya tersebut karena terlihat begitu sangat jelas jika Jonathan begitu emosional dan juga sedih."Tanggung jawab? Kalian pikir, keponakan saya hilang itu bisa di ganti?" Arnold marah. Sejak tadi pihak rumah sakit terus saja mengatakan tentang tanggung jawab tanggung jawab, sedangkan mereka saja tidak bisa bertanggung
"Ada apa kamu memanggilku ke sini, Jo?" tanya Arnold. Arnold memang tadi melihat pemberitaan tentang gempa yang baru saja terjadi di kota mereka itu. Ia juga begitu sangat khawatir apalagi saat mengetahui jika adik iparnya baru saja melahirkan dan berada di rumah sakit, iya saja yang berada di rumah merasa begitu sangat panik saat merasakan gempa bumi itu yang berada di rumah sakit.Akan tetapi, saat dirinya menelpon sang adik untuk menanyakan perihal bagaimana keadaannya serta keluarganya di rumah sakit, tetapi adiknya itu justru memintanya untuk segera datang ke rumah sakit dan terdengar suara dari Jonathan sangatlah panik membuat Arnold langsung saja bergegas ke rumah sakit. Dirinya benar-benar merasa begitu sangat khawatir, takut jika terjadi sesuatu."Bayiku hilang." Wajah Arnold berubah memerah, bukan hanya Jo yang emosi. Sebagai kakak dia pun begitu kesal. Lelaki itu langsung saja menuntut adiknya bercerita bagaimana bisa rumah sakit ini adalah rumah sakit besar dan juga tern
Terjadi kegaduhan di ruang bayi, salah satu bayi hilang karena kejadian gempa bumi. Entah suster mana yang membawanya, mereka semua panik lalu menghubungi pihak rumah sakit.Karena jumlah bayi yang diselamatkan serta jumlah bayi yang ada sebelum kejadian itu pun berbeda. "Bagaimana bisa hilang?" tanya salah satu pemimpin rumah sakit. Keadaan benar-benar begitu sangat gaduh, karena salah seorang bayi tiba-tiba menghilang entah suster mana yang membawanya, karena mereka semua tidak ada yang mau mengaku dan mereka memang memegang bayi satu per orang satu."Kami semua panik, membawa bayi satu orang satu. Bayi yang di inkubator itu entah siapa yang membawa, kami semua membawa sekaligus papan namanya. Tapi, bayi yang satu itu ...."Semua suster sangat ketakutan, karena kejadian gempa bumi tadi benar-benar membuat semua orang panik bahkan mereka semua tidak memperhatikan masing-masing bayi yang ada di inkubator. Mereka menyelamatkan bayi yang belum diselamatkan oleh temannya, membawa bayi