"Jangan bercanda, kamu.""Aku serius, Al."Berlian sudah sedikit tenang. Saat itulah Alva memberikannya botol minum yang tadi ia beli di supermarket."Kamu mau di kota mana?" tanya Alva.Ia merasa aneh mengapa tiba-tiba Berlian ingin pindah dan meninggalkan kota ini? Apa hubungannya dengan kantor?"Kalau mau bekerja juga kamu bisa, ibu memiliki banyak cabang restoran atau butik di kota lain," ungkap Alva.Alva tak ingin melihat Berlian kesulitan. Wanita itu juga pasti menolak jika diberi bantuan langsung. Maka dari itu dirinya memberikan bantuan lewat sebuah pekerjaan."Enggak, perlu Al," ujar Berlian.Ia menolak karena tidak mau menyusahkan Alva lagi. Lagi pula Berlian takut Alva malah mengharapkan cintanya. Dirinya tak bisa menerima Alva yang sangat baik padanya. Takut jika tanpa sadar justru melukai perasaan lelaki itu dan merusak hubungan di antara mereka berdua."Baiklah, tapi kali ini jangan menolak. Biarkan aku mengantarkanmu pulang, ya."Akhirnya Alva menyerah dan mengantar Be
Bu Shafira hampir saja terjatuh saat melihat nenek Lastri. Untung saja Alva menangkap tubuh ibu sambungnya.“Ma,” ujar Alva.Sementara, hal yang sama juga terjadi dengan nenek Lastri yang wajahnya memucat melihat kehadiran Bu Shafira. Mereka berdua saling berpandangan.“Shafira.”Nama itu, Shafira yang ada di pikiran Nenek Lastri. Ternyata apa yang dipikirkan olehnya benar. Shafira, wanita yang pernah ia kenal bahkan pernah menjadi bagian dari hidup anaknya kini berdiri di hadapannya setelah sekian lama menghilang.Berlian menyentuh tangan sang nenek. Ia bingung dengan apa yang terjadi.Alva menenangkan sang ibu, ia memberikan air hangat yang di buat nenek Lastri tadi untuknya. Bu Shafira masih tertegun. Seperti mimpi ia dapat kembali bertemu dengan nenek Lastri. Bak kemarau yang menemukan hujan.Berlian pun sama kebingungan dengan nenek Lastri yang tiba-tiba memucat. Ia mengajak sang nenek untuk duduk bersebrangan dengan Bu Shafira. Ia dan Alva saling berpandangan satu sama la
Sebuah pertanyaan dari ibu sambungnya membuatnya sulit menjawab, apa yang terpikirkan itulah yang dirinya jawab. Ia saja belum hilang rasa kagetnya ketika tahu jika Berlian anak kandung Bu Shafira. Entahlah seperti mimpi mengetahui kenyataan tersebut. “Kamu ini, Al bisa saja,” ujar Bu Shafira. Alva adalah anak yang baik menurutnya. Ia pun mau menerima dengan lapang kehadiran dirinya di rumah. Dirinya juga tak pernah menganggap Alva sebagai anak sambung, justru telah menganggapnya seperti anak sendiri. “Iya, Ma. Aku senang melihat Mama begitu sangat bahagia.” Alva membuka kaca jendela mobilnya. Ia memerlukan angin segar untuk menenangkan diri serta pikirannya. Di balik semua ini akan ada hikmah yang dapat diambil. Ia senang karena Berlian kini tak jadi pergi jauh. Ada alasannya untuk tinggal yaitu Bu Shafira. Dirinya juga yakin ibu sambungnya itu takkan membiarkan Berlian pergi begitu saja. “Nanti aku bantu bicara dengan papa,” ujar Alva. Ia yakin jika ayahnya pasti akan mengizin
“Kamu tahu Om Jo sibuk, lebih baik sama Mama saja ya,” ujar Berlian. “Aku hanya bicara, enggak mau sama Om Jo kok.” Cinta menutupi rasa kangennya, ia tidak mau terlihat oleh sang ibu jika dirinya merindukan pria itu. Ia masih kesal karena Om Jo membentak ibunya.Berlian bisa melihat dari sorot mata sang putri. Ia paham jika Cinta mungkin merindukan Jonathan. Ia tak bisa melakukan apa pun kecuali berdusta tentang Jonathan.Akhirnya Berlian bersama Cinta pergi ke Supermarket dekat rumah. Hanya saja, Cinta merajuk minta ke mall untuk main bola. Terpaksa ia menuruti sang anak pergi ke mall dan sudah sampai di tempat ramai itu.“Ayo Ma, ayo!” Kesedihan anak itu cepat berubah, ia saat ini sudah bisa berlari dan tertawa.Cinta itu jika telah memiliki keinginan harus terpenuhi tidak boleh tidak dituruti.“Iya, sabar Sayang.”Keduanya melangkah beriringan menuju tempat bermain. Cinta begitu senang saat ibunya menuruti apa yang ia mau. Anak seusianya pun senang bermain. Cinta masih sedi
"Dasar perempuan murahan, anak haram dan pelakor!" seru Alea menggebu-gebu.Alea tersenyum saat banyak pasang mata yang menatap ke arahnya, tujuannya tercapai yaitu untuk menarik simpati orang-orang dan berharap mereka akan menghujat Berlian seperti apa yang dirinya inginkan. Bak dunia selebritis jika pelakor takkan mendapatkan dukungan dari siapapun itu.Berlian menggendong Cinta yang mulai merengek, karena takut kepada Alea yang tengah mengeluarkan semua kalimat keji."Cinta, anak Mama yang hebat. Tenang, ya," ujar Berlian. Ia merasakan pegangan yang erat di tangan. Putrinya sangat ketakutan."Kamu ini cuma wanita miskin yang tak tau diuntung. Kamu merebut Jonathan dariku dan menghancurkan acara pertunanganku! Dasar pelakor!"Alea sudah mengangkat tangannya hendak menampar Berlian, tetapi Berlian segera menangkisnya. Ia takut justru Alea dapat menyakiti putrinya."Aku tidak merebut siapa pun Alea!" seru Berlian.Memang ia tidak merebut apa pun dari Alea. Wanita itu terlalu bodoh unt
"He, jangan mengada-ada kalian berdua! Benalu tidak tahu diuntung," ungkap Alea.Ia terus menghina ibu dan anak itu. Jika tak dihentikan Bu Agnia sejak tadi Rani sudah ingin menerkam kakak sambungnya itu."Ngaca siapa yang benalu di sini," ujar Rani.Ibnu datang saat keributan antara Alea dan Agnia terjadi. Alea segera menghampiri sang ayah dan meminta penjelasan dengan apa yang di katakan Agnia. "Pa, benar apa yang dikatakan dia jika Papa memiliki banyak hutang serta rumah ini milik Bu Agnia?" tanya Alea."Coba jelaskan semuanya kepada anakmu itu, Mas. Agar dirinya sadar," ungkap Bu Agnia dengan tatapan sengit.Pak Ibnu tidak ada jalan lain ia menunduk dan menjelaskan semuanya kepada sang putri.Saat menikah dengan pak Ibnu, bu Agnia baru saja menceraikan ayah Berlian yang sakit-sakitan. Lalu, membawa sertifikat rumah dan ia jual dengan memalsukan tanda tangan Baskoro ayah Berlian yang saat itu menjadi suaminya. Suami yang dia rebut dari seorang wanita bernama Shafira.Rani dan bu A
Jonathan sedikit heran dengan apa yang dikatakan Arnold. Hanya saja ia tak mau mengambil pusing. Dirinya sudah tidak mau tahu tentang Berlian. Salah satu sifat jeleknya seperti itu, jika merasa tersakiti, ia pun enggan mau tahu tentang orang itu. Kini hubungannya dan Berlian hanya sebatas Cinta."Ya, aku gak tahu sih kenapa dia ke sini. Itu pun kudengar dari para office girl yang tengah bergosip," ungkap Arnold.Namun, di sisi lain. Ia pun masih memikirkannya Berlian yang bisa-bisanya berbicara kasar dan berubah begitu saja. Entahlah mengapa rasanya begitu janggal akan sikap perubahan wanita itu yang tiba-tiba."Sudahlah jangan ambil pusing," ujar Jonathan disertai tawa entah apa yang dirinya tertawakan hanya saja ingin merubah suasana dan mengalihkan pikiran Arnold."Sepertinya kamu yang memikirkannya, jika aku untuk apa dipikirkan itu masalah kalian bukan masalahku," ujar Arnold menyindir. Jonathan pun sempat berpikir jika mungkin sifat orang pun bisa berubah kapan saja. Apalagi di
"Kamu mencintai Jonathan?"Pertanyaan bu Shafira membuat Berlian terdiam sebuah pertanyaan apa dirinya mencintai Jonathan atau tidak. Ia bungkam, dirinya bingung dengan apa yang tengah dirasakan hatinya. Bimbang dengan semuanya. Ia memang mencintai lelaki itu, tetapi seakan semesta tidak mendukungnya. Ucapan pak Ferdinand begitu tajam menusuk hatinya. Menamparnya pada kenyataan jika dia memang tak selevel dengan putranya.Tanpa menjawab pun sudah bisa bu Shafira ketahui karena saat sang putri bercerita meminta untuk pak Ferdinand mengembalikan posisinya dan ia bersedia menjauh. Terlihat jelas raut kesedihan di wajah sang putri. Bu Shafira merasakan sakit yang teramat karena Berlian harus merasakan hal seperti itu.Berlian menunduk. Mulutnya seakan terkunci. Kini ia juga tengah memikirkan Jonathan. Hatinya ingin selalu bersama, tetapi logika yang menyadarkan pada kenyataan jika Jonathan hanya menjadi angan-angannya saja."Mama tidak usah menunggu jawaban kamu karena sudah jelas kamu me