Share

WAWANCARA

Penulis: Moon_L03
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-04 22:57:26

Telepon berdering saat Seon Woo baru saja menekan tombol enter terakhir di laptopnya.

Ia sempat mengabaikannya. Tapi nada dering itu tak berhenti. Dua kali. Tiga kali. Akhirnya ia menghela napas dan mengangkat tanpa melihat layar.

“Apa?”

“Sopan sedikit, Woo-ya. Kau bicara pada kakekmu,” jawab suara tua itu dari seberang, terdengar setengah tergesa, setengah senang.

“Maaf. Aku sedang kerja.”

“Bagus. Kau bisa sekalian bantu.”

Seon Woo memijat pelipisnya. “Tolong jangan bilang aku harus datang ke kantor, Kek.”

“Kau harus datang ke kantor. Ada dokumen penting yang tertinggal di ruanganku. Dokumen itu berada di atas meja kerjaku. Tolong antarkan ke ruang rapat lantai 15. Sekarang.”

“Kek... bukankah sekretarismu bisa….,” belum sempat Seon Woo menyelesaikan ucapannya, sang kakek lebih dulu menyela.

“Dia sedang menyiapkan materi tambahan. Lagipula, ini hanya lima belas menit dari tempatmu. Anggap saja olahraga ringan."

Seon Woo mendongak ke langit-langit apartemennya, nyaris frustasi. “Kau sengaja menyuruhku datang sendiri, ya?”

“Aku ingin kau tahu lebih banyak soal Cheonghwa. Bukan cuma dari cerita. Datanglah, Woo-ya. Anggap saja mampir.”

Klik.

Telepon ditutup tanpa kesempatan membantah.

Tentu saja itu disengaja.

Sepanjang perjalanan ke kantor Cheonghwa Group, Seon Woo hanya bisa menggeleng. Ia tahu betul gaya sang kakek, berpura-pura butuh bantuan kecil, padahal sedang menyusun rencana besar. Entah ini yang keberapa kalinya.

Ia sampai lima belas menit kemudian, membawa map dokumen dalam tasnya. Sempat disambut resepsionis yang tampak kikuk mengenali wajahnya. Seon Woo menarik napas panjang begitu melangkah keluar dari lift.

Seorang wanita paruh baya dengan setelan navy dan clipboard ditangan berdiri di depan ruang rapat. Rambutnya disanggul rapi, kacamata tipis bertengger di ujung hidungnya. Tatapannya tajam, tapi senyum yang muncul melihat Seon Woo mengandung keakraban.

“Tumben, Tuan Park tanpa drama,” godanya ringan sambil melirik jam tangan.

Seon Woo mengangkat alis, setengah malas, setengah geli. “Tumben juga kau enggak bawa sekeranjang dokumen buat ditandatangani kakek.”

“Sudah saya letakkan tadi pagi. Beliau bilang kau akan datang….jadi kupikir sekalian saja bawa kopi susu favoritmu,” balas Sekretaris Choi, lalu menyodorkan kaleng kopi dingin dari tas kecilnya.

Seon Woo menatapnya curiga. “Apa kau dan kakekku bersekongkol?”

Sekretaris Choi terkekeh. “Bukan bersekongkol, hanya…tahu apa yang terbaik untukmu.”

Ia lalu menerima map dari tangan Seon Woo dan memeriksanya cepat. “Ini sudah lengkap. Tapi Ketua ingin kamu sendiri yang menyerahkan ke dalam. Katanya, ‘Seon Woo harus lihat langsung suasana di medan perang.” Ia menirukan suara tua sang Ketua dengan gaya familiar.

Seon Woo mendesah, tapi menerima kaleng kopi itu juga. “Its so crazy.”

Sekretaris Choi memberi anggukan ke arah pintu. “Mereka lagi bahas keuangan. Kalau mau tahu, sekarang waktu yang tepat.”

Seon Woo melangkah pelan. Tapi suara dari dalam mulai terdengar jelas sebelum ia mengetuk.

“….laporan audit terakhir sangat janggal. Ada indikasi penyelewengan dana.”

“Sistem internal kita lemah. Tak ada transparansi.”

“Kita butuh orang luar system. Pegawai baru yang bersih. Sudah disetujui satu nama, Han Ji An.”

Langkah Seon Woo terhenti. Suhu di koridor seketika turun beberapa derajat.

Han Ji An?

Ia berdiri diam, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Pasti cuma kebetulan. Nama itu umum di luaran sana.

Seon Woo sempat menghela napas sebelum akhirnya mendorong pintu ruang rapat perlahan.

Suasana dalam langsung menyambutnya, datar, serius, dan penuh ketegangan. Para eksekutif mengenakan setelan rapi, duduk melingkar di meja panjang. Kakeknya duduk ditengah, ekspresinya tak bisa dibaca. Di ujung ruangan, layar proyektor menampilkan grafik laporan audit keuangan yang penuh angka merah.

“Ah, Seon Woo,” ujar Ketua Park saat menyadari kehadirannya. Nada suaranya ringan, tapi penuh makna. “Kau datang tepat waktu.”

Semua kepala menoleh. Beberapa tampak terkejut, beberapa hanya sekilas memberi hormat.

“Dokumennya,” kata Seon Woo singkat, menyerahkan map kepada kakeknya.

Ketua Park menerima tanpa komentar, lalu menyelipkannya ke bawah berkas lain.

Sebelum sempat berbalik, Seon Woo mendengar salah satu direktur berkata, “…sudah disiapkan satu nama pegawai baru yang belum terlibat system. Latar belakangnya bersih. Dengan nama Han Ji An.”

Seon Woo menoleh sedikit, pandangannya menangkap wajah-wajah para petinggi itu, beberapa tampak ragu, beberapa mengangguk menyetujui.

“Rekrutan baru itu akan jadi alat uji system. Kalau ada kebocoran lagi, kita bisa lacak dari jalur dia masuk,” ujar yang lain.

Seon Woo berdiri diam di sisi pintu. Dalam hitungan detik, semua potongan kalimat tadi menyatu dalam pikirannya.

Han Ji An.

Pegawai baru.

Jalur pelacak.

Mata sang kakek meliriknya dari sudut ruangan , seolah tahu betul apa yang sedang dipikirkan cucunya.

“Aku keluar dulu,” ujar Seon Woo datar, lalu membalikkan badan dan menutup pintu rapat perlahan.

---

Langit siang itu terik, tapi suasana hatinya terang. Ji An melangkah keluar dari ruang wawancara dengan langkah ringan dan senyum puas di wajahnya. Tidak jauh darinya, Min Ji sudah menunggu di dekat lift, melambai semangat seperti biasa.

“Bagaimana? Kamu berhasil bikin pewawancara itu jatuh cinta?” goda Min Ji sambil menyodorkan lengan untuk digandeng.

“Cinta apanya. Aku cuma jawab pertanyaan, Min Ji-ya.” Ji An tertawa kecil. “Tapi... kayaknya lumayan lancar.”

“Yaaaay! Ku panggil kamu sunbae mulai besok ya!”

Mereka tertawa bersama, lalu memutuskan berhenti sejenak di lobi untuk membeli kopi dari kios kecil dekat dinding kaca.

Sambil menunggu pesanan mereka diproses, Ji An memutar tubuh, pandangan matanya melayang ke sekitar, dan tiba-tiba terhenti.

Langkahnya membeku.

Di ujung ruangan, berdiri seseorang dengan wajah yang sangat ia kenal. Rambut hitamnya sedikit berantakan, wajahnya seperti biasa, dingin dan serius, dengan alis yang sedikit berkerut saat menatap ponsel di tangannya.

Park Seon Woo.

Seketika, tubuh Ji An bereaksi lebih cepat dari pikirannya. Ia meraih lengan Min Ji dan menariknya ke arah pot tanaman besar di sisi kanan ruangan.

“Eh? Eh?! Kenapa kita sembunyi?!” bisik Min Ji cepat, kebingungan.

“Diam, diam dulu,” bisik Ji An panik.

“Siapa sih itu?”

“Enggak tahu... Maksudku... ya tahu sih. Tapi…. ah, aku juga enggak tahu kenapa harus sembunyi!”

“Maksud kamu apa sih?”

Jantung Ji An berdegup cepat. Matanya hanya bisa menatap punggung tegap pria itu dari balik pot. Sudah lama sejak terakhir kali ia melihatnya. Terlalu lama.

Ia tidak melakukan kesalahan. Tapi tetap saja, rasanya tak siap.

Ia ingin berbalik, ingin lari, tapi kakinya menolak bergerak.

Lalu tiba-tiba….

“Aaaaaaaa!”

Min Ji berteriak.

Seekor serangga besar. Entah dari mana datangnya, berkeliaran tepat di depan wajahnya. Min Ji melonjak panik, dan tanpa sadar mendorong tubuh Ji An yang sedang berjongkok.

Dan dengan satu dorongan penuh tenaga...

“Brukk—!”

Ji An terlempar ke depan.

Tepat. Di. Depan. Park Seon Woo.

Waktu berhenti sejenak. Seon Woo menatapnya, dan Ji An mendongak dengan ekspresi yang tak kalah kaget.

“…kau?” gumam Seon Woo.

Sial.

Lebih baik pingsan saja sekalian, pikir Ji An.

---

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Rival yang Tak Terlupakan

    Tubuh Ji An membeku. Detik-detik terasa lambat ketika ia mendarat tepat di depan sepasang sepatu kulit hitam yang berdiri kaku di lantai lobi.Sepatu itu milik seseorang yang tak asing.Seseorang yang tak pernah benar-benar hilang dari kepalanya, meski sudah bertahun-tahun berlalu.Park Seon Woo.Ji An tak langsung mendongak. Ia menatap ujung jas pria itu dengan napas tercekat, berusaha meyakinkan dirinya bahwa dunia tidak sekejam itu untuk mempertemukannya secepat ini. Tapi saat suara dingin dan datar itu terdengar, seluruh tubuhnya ikut bergetar.“Masih suka jatuh di tempat yang tidak tepat, Han Ji An?”Ia akhirnya mendongak. Pandangan mereka bertemu.Dan waktu tiba-tiba menariknya kembali ke hari itu, bertahun-tahun lalu. Ketika masa-masa ia berkuliah dan terlibat dengan Seon-Woo.“Siapa yang ngasih kamu ide absurd soal kebijakan fiskal itu?”Suara Seon Woo memotong diskusi kelas, membuat semua kepala menoleh. Termasuk Ji An yang berdiri dengan spidol di tangan, baru saja menyelesa

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Kesialan di Hari Pertama

    Langkahnya terdengar mantap di atas lantai marmer putih mengilap lobi Cheonghwa Group. Gedung pencakar langit itu menjulang angkuh di tengah kota, tapi pagi ini, Han Ji An merasa ia mampu menyainginya, setidaknya untuk beberapa jam ke depan.Dengan blazer abu muda, kemeja putih bersih, dan sepatu hitam yang sedikit menyakiti tumitnya, Ji An menarik napas dalam. "Mulai hari ini, aku bukan pengangguran lagi," bisiknya pelan pada diri sendiri.Masih ada sepuluh menit sebelum waktu briefing pertamanya.Belum sempat ia mengambil langkah lagi, suara familiar memanggilnya dari samping.“Ji An!”Min Ji datang sambil menggenggam dua cangkir kopi dan sandwich segitiga yang dibungkus rapi. Dengan senyum lebarnya dan poni yang sedikit berantakan karena angin, gadis itu nyaris terlihat seperti sambutan resmi perusahaan.“Akhirnya resmi jadi pegawai Cheonghwa! Gimana perasaanmu?”“Campur aduk,” Ji An tergelak, mencoba meredakan gugup di dadanya. “Excited, gugup, takut nyasar ke toilet direksi.”Min

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Pion dan Raja

    Dari lantai tertinggi Cheonghwa Group, kota Seoul terlihat seperti papan catur raksasa. Jalan-jalan menjadi garis, gedung-gedung jadi bidak. Dan manusia? Mereka pion. Bergerak sesuai aturan, tunduk pada tangan yang mengatur permainan.Seon Woo menyukai ketinggian. Ia bisa melihat semuanya dari atas. Jauh dari kebisingan, jauh dari distraksi. Tapi hari ini, satu pion tertentu menarik perhatiannya.Han Ji An.Nama itu muncul dalam berkas yang ia buka beberapa hari lalu. Awalnya ia mengabaikannya. Nama seperti ribuan lainnya. Tapi begitu melihat wajah di berkas perekrutan, semuanya berubah.Waktu tidak banyak mengubah Ji An. Masih punya tatapan yang sama, keras kepala, menantang, dan menyebalkan. Tapi sekarang… ia terlihat lebih dewasa. Lebih tajam. Lebih... rapuh.Dan hari ini, saat matanya secara tidak sengaja bertemu milik Ji An di antara kerumunan staf, Seon Woo tahu satu hal:Dinding antara masa lalu dan masa kini telah runtuh.Ia meletakkan cangkir kopinya. Berdiri. Jarinya menyent

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Jangan Selidiki Terlalu Dalam!

    Dari balik layar kaca ruangannya, Seon Woo memperhatikan interaksi itu.Lee Seo Jun.Namanya tidak asing. Nama yang ada pada daftar karyawan Divisi Akutansi yang ia pantau malam itu. Lulusan Magna Cumlaude dari Universitas Keuangan, Direkrut langsung oleh Cheonghwa tiga tahun lalu. Pintar, karir yang melonjak sukses, dan yang paling penting adalah…terlalu ramah untuk ukuran orang yang bekerja di dunia yang penuh angka dingin.Seon Woo menyipitkan mata saat melihat Ji An tertawa.Tertawa.Sudah berapa lama sejak ia melihat gadis itu tertawa seperti itu?Terlalu lama.Tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Ia tahu itu tidak penting. Itu bukan urusannya. Tapi tetap saja, ada sesuatu dalam sorot mata Seo Jun yang membuat darahnya naik beberapa derajat.Bukan karena pria itu salah.Tapi karena Ji An tersenyum seperti tak ada apa-apa.Padahal ia sedang berada dalam bahaya.Dan sialnya… satu-satunya orang yang tahu sejauh mana bahaya itu….adalah dirinya.Seon Woo menghela napas, panjang dan be

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-25
  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   AWAL HARAPAN

    Jam dinding berdetak lambat. Di luar, suara mobil yang melintas di jalan utama terdengar sayup melewati jendela kecil kamar Ji An. Di dalam ruangan sempit berukuran tak lebih dari dua belas meter persegi itu, seorang perempuan duduk bersandar di kursi rotan yang mulai reot. Pakaian rumahnya lusuh, rambutnya dicepol asal, dan wajahnya tampak lelah. Namun, matanya penuh tekad saat menatap layar laptop yang mulai memanas di pangkuannya.Nama lengkapnya, Han Ji An! Tertulis rapi di sudut kiri atas dokumen yang sedang ia susun.Lamaran kerja.Tangannya berhenti sejenak di atas keyboard. Ia menarik napas panjang, lalu melirik ke arah kalender tempel di dinding. Tanggal 27. Sudah hampir sebulan sejak dia keluar dari tempat kerja sebelumnya, dan tiga minggu sejak ia memutuskan untuk berhenti menggantungkan harapan pada siapa pun, termasuk orang tuanya.Notifikasi dari ponsel mengalihkan pikirannya. Pesan dari Min Ji.‘Kau lihat pengumuman lowongan di Cheonghwa Group? Divisi keuangan akhirnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04

Bab terbaru

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Jangan Selidiki Terlalu Dalam!

    Dari balik layar kaca ruangannya, Seon Woo memperhatikan interaksi itu.Lee Seo Jun.Namanya tidak asing. Nama yang ada pada daftar karyawan Divisi Akutansi yang ia pantau malam itu. Lulusan Magna Cumlaude dari Universitas Keuangan, Direkrut langsung oleh Cheonghwa tiga tahun lalu. Pintar, karir yang melonjak sukses, dan yang paling penting adalah…terlalu ramah untuk ukuran orang yang bekerja di dunia yang penuh angka dingin.Seon Woo menyipitkan mata saat melihat Ji An tertawa.Tertawa.Sudah berapa lama sejak ia melihat gadis itu tertawa seperti itu?Terlalu lama.Tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Ia tahu itu tidak penting. Itu bukan urusannya. Tapi tetap saja, ada sesuatu dalam sorot mata Seo Jun yang membuat darahnya naik beberapa derajat.Bukan karena pria itu salah.Tapi karena Ji An tersenyum seperti tak ada apa-apa.Padahal ia sedang berada dalam bahaya.Dan sialnya… satu-satunya orang yang tahu sejauh mana bahaya itu….adalah dirinya.Seon Woo menghela napas, panjang dan be

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Pion dan Raja

    Dari lantai tertinggi Cheonghwa Group, kota Seoul terlihat seperti papan catur raksasa. Jalan-jalan menjadi garis, gedung-gedung jadi bidak. Dan manusia? Mereka pion. Bergerak sesuai aturan, tunduk pada tangan yang mengatur permainan.Seon Woo menyukai ketinggian. Ia bisa melihat semuanya dari atas. Jauh dari kebisingan, jauh dari distraksi. Tapi hari ini, satu pion tertentu menarik perhatiannya.Han Ji An.Nama itu muncul dalam berkas yang ia buka beberapa hari lalu. Awalnya ia mengabaikannya. Nama seperti ribuan lainnya. Tapi begitu melihat wajah di berkas perekrutan, semuanya berubah.Waktu tidak banyak mengubah Ji An. Masih punya tatapan yang sama, keras kepala, menantang, dan menyebalkan. Tapi sekarang… ia terlihat lebih dewasa. Lebih tajam. Lebih... rapuh.Dan hari ini, saat matanya secara tidak sengaja bertemu milik Ji An di antara kerumunan staf, Seon Woo tahu satu hal:Dinding antara masa lalu dan masa kini telah runtuh.Ia meletakkan cangkir kopinya. Berdiri. Jarinya menyent

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Kesialan di Hari Pertama

    Langkahnya terdengar mantap di atas lantai marmer putih mengilap lobi Cheonghwa Group. Gedung pencakar langit itu menjulang angkuh di tengah kota, tapi pagi ini, Han Ji An merasa ia mampu menyainginya, setidaknya untuk beberapa jam ke depan.Dengan blazer abu muda, kemeja putih bersih, dan sepatu hitam yang sedikit menyakiti tumitnya, Ji An menarik napas dalam. "Mulai hari ini, aku bukan pengangguran lagi," bisiknya pelan pada diri sendiri.Masih ada sepuluh menit sebelum waktu briefing pertamanya.Belum sempat ia mengambil langkah lagi, suara familiar memanggilnya dari samping.“Ji An!”Min Ji datang sambil menggenggam dua cangkir kopi dan sandwich segitiga yang dibungkus rapi. Dengan senyum lebarnya dan poni yang sedikit berantakan karena angin, gadis itu nyaris terlihat seperti sambutan resmi perusahaan.“Akhirnya resmi jadi pegawai Cheonghwa! Gimana perasaanmu?”“Campur aduk,” Ji An tergelak, mencoba meredakan gugup di dadanya. “Excited, gugup, takut nyasar ke toilet direksi.”Min

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Rival yang Tak Terlupakan

    Tubuh Ji An membeku. Detik-detik terasa lambat ketika ia mendarat tepat di depan sepasang sepatu kulit hitam yang berdiri kaku di lantai lobi.Sepatu itu milik seseorang yang tak asing.Seseorang yang tak pernah benar-benar hilang dari kepalanya, meski sudah bertahun-tahun berlalu.Park Seon Woo.Ji An tak langsung mendongak. Ia menatap ujung jas pria itu dengan napas tercekat, berusaha meyakinkan dirinya bahwa dunia tidak sekejam itu untuk mempertemukannya secepat ini. Tapi saat suara dingin dan datar itu terdengar, seluruh tubuhnya ikut bergetar.“Masih suka jatuh di tempat yang tidak tepat, Han Ji An?”Ia akhirnya mendongak. Pandangan mereka bertemu.Dan waktu tiba-tiba menariknya kembali ke hari itu, bertahun-tahun lalu. Ketika masa-masa ia berkuliah dan terlibat dengan Seon-Woo.“Siapa yang ngasih kamu ide absurd soal kebijakan fiskal itu?”Suara Seon Woo memotong diskusi kelas, membuat semua kepala menoleh. Termasuk Ji An yang berdiri dengan spidol di tangan, baru saja menyelesa

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   WAWANCARA

    Telepon berdering saat Seon Woo baru saja menekan tombol enter terakhir di laptopnya.Ia sempat mengabaikannya. Tapi nada dering itu tak berhenti. Dua kali. Tiga kali. Akhirnya ia menghela napas dan mengangkat tanpa melihat layar.“Apa?”“Sopan sedikit, Woo-ya. Kau bicara pada kakekmu,” jawab suara tua itu dari seberang, terdengar setengah tergesa, setengah senang.“Maaf. Aku sedang kerja.”“Bagus. Kau bisa sekalian bantu.”Seon Woo memijat pelipisnya. “Tolong jangan bilang aku harus datang ke kantor, Kek.”“Kau harus datang ke kantor. Ada dokumen penting yang tertinggal di ruanganku. Dokumen itu berada di atas meja kerjaku. Tolong antarkan ke ruang rapat lantai 15. Sekarang.”“Kek... bukankah sekretarismu bisa….,” belum sempat Seon Woo menyelesaikan ucapannya, sang kakek lebih dulu menyela.“Dia sedang menyiapkan materi tambahan. Lagipula, ini hanya lima belas menit dari tempatmu. Anggap saja olahraga ringan."Seon Woo mendongak ke langit-langit apartemennya, nyaris frustasi. “Kau se

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   AWAL HARAPAN

    Jam dinding berdetak lambat. Di luar, suara mobil yang melintas di jalan utama terdengar sayup melewati jendela kecil kamar Ji An. Di dalam ruangan sempit berukuran tak lebih dari dua belas meter persegi itu, seorang perempuan duduk bersandar di kursi rotan yang mulai reot. Pakaian rumahnya lusuh, rambutnya dicepol asal, dan wajahnya tampak lelah. Namun, matanya penuh tekad saat menatap layar laptop yang mulai memanas di pangkuannya.Nama lengkapnya, Han Ji An! Tertulis rapi di sudut kiri atas dokumen yang sedang ia susun.Lamaran kerja.Tangannya berhenti sejenak di atas keyboard. Ia menarik napas panjang, lalu melirik ke arah kalender tempel di dinding. Tanggal 27. Sudah hampir sebulan sejak dia keluar dari tempat kerja sebelumnya, dan tiga minggu sejak ia memutuskan untuk berhenti menggantungkan harapan pada siapa pun, termasuk orang tuanya.Notifikasi dari ponsel mengalihkan pikirannya. Pesan dari Min Ji.‘Kau lihat pengumuman lowongan di Cheonghwa Group? Divisi keuangan akhirnya

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status