Share

CEO Baru Itu Mantan Rivalku
CEO Baru Itu Mantan Rivalku
Author: Moon_L03

AWAL HARAPAN

Author: Moon_L03
last update Last Updated: 2025-03-04 22:29:59

Jam dinding berdetak lambat. Di luar, suara mobil yang melintas di jalan utama terdengar sayup melewati jendela kecil kamar Ji An. Di dalam ruangan sempit berukuran tak lebih dari dua belas meter persegi itu, seorang perempuan duduk bersandar di kursi rotan yang mulai reot. Pakaian rumahnya lusuh, rambutnya dicepol asal, dan wajahnya tampak lelah. Namun, matanya penuh tekad saat menatap layar laptop yang mulai memanas di pangkuannya.

Nama lengkapnya, Han Ji An! Tertulis rapi di sudut kiri atas dokumen yang sedang ia susun.

Lamaran kerja.

Tangannya berhenti sejenak di atas keyboard. Ia menarik napas panjang, lalu melirik ke arah kalender tempel di dinding. Tanggal 27. Sudah hampir sebulan sejak dia keluar dari tempat kerja sebelumnya, dan tiga minggu sejak ia memutuskan untuk berhenti menggantungkan harapan pada siapa pun, termasuk orang tuanya.

Notifikasi dari ponsel mengalihkan pikirannya. Pesan dari Min Ji.

‘Kau lihat pengumuman lowongan di Cheonghwa Group? Divisi keuangan akhirnya buka rekrutmen. Aku bisa dorong namamu kalau kau mau.’

Cheonghwa Group?

Ji An terdiam sejenak. Perusahaan besar itu sebelumnya terkenal tertutup dalam urusan rekrutmen, terutama untuk divisi keuangan yang belakangan dirumorkan mengalami kekacauan. Ia tahu kabar itu dari forum-forum anonym, gosip tentang kerugian besar, sistem yang tidak tertata, dan audit internal yang gagal menyelesaikan permasalahan.

‘Kau yakin ini nggak mencurigakan? Kenapa tiba-tiba buka rekrutmen setelah sekian lama?’ balas Ji An.

‘Justru karena itu. Mereka butuh wajah baru. Orang-orang lama terlalu banyak tahu dan mungkin terlibat. Ini kesempatan bagus.’

Ji An kembali menatap laptopnya. Sebuah nama besar di resume bisa membuka banyak pintu. Dan ia tak punya waktu untuk ragu.

---

Sementara itu, di kantor pusat Cheonghwa Group – Ruang Rapat 18A, Seoul

Salah satu direktur keuangan melemparkan berkas daftar pelamar ke meja.

"Aku tanya sekali lagi. Siapa yang mendorong pembukaan rekrutmen ini tanpa pembahasan lengkap dalam rapat internal?"

Beberapa orang saling pandang. Ruangan hening, hanya terdengar suara kipas pendingin yang mendengung halus.

"Aku hanya menjalankan perintah langsung dari level atas," ucap Kepala HRD, pelan. "Ada tekanan untuk segera bergerak sebelum situasi memburuk. Audit kemarin menunjukkan penyimpangan besar. Kita butuh orang baru yang bersih."

"Atas nama siapa? Kau tahu divisi ini belum pulih sejak sistem terakhir dibobol. Membuka pintu untuk orang luar tanpa filter ketat bisa jadi bumerang."

"Kalau terus menunda, justru kita tak akan pernah bisa keluar dari lingkaran lama," balas HRD. "Lihat daftar ini, ada beberapa nama yang menjanjikan."

Direktur muda yang tadi bicara mengambil lembar pertama. Matanya menyipit saat membaca satu nama:

Han Ji An.

"Siapa yang menyisipkan nama ini?" gumamnya.

---

Di kamar sempitnya, Ji An menuliskan kalimat terakhir dalam surat lamarannya:

‘Saya bukan yang paling sempurna, tapi saya selalu menyelesaikan apa yang saya mulai. Saya tidak pandai menjilat, tapi saya tahu cara bekerja. Saya tidak bisa dibuat-buat, tapi saya bisa diandalkan.’

Ia menatap layar dengan puas. Surat itu bukan sekadar formalitas. Itu potongan hidupnya. Sebuah pernyataan bahwa ia tidak butuh bantuan siapa pun untuk layak diperhitungkan.

Setelah menekan tombol 'Kirim', ia meraih cangkir kopinya dan menatap ke luar jendela. Malam Seoul menyapa dengan lampu-lampu jalanan dan udara dingin yang perlahan meresap masuk lewat sela jendela tua.

Hari itu terasa berat, tapi Ji An tahu, dia baru saja mengambil langkah yang akan mengubah hidupnya.

---

Dua hari setelah ia mengirimkan surat lamarannya, ia mendapatkan email undangan wawancara.

Dan disinilah gadis itu sekarang berdiri.

Gedung Cheonghwa Group menjulang di depan matanya seperti istana kaca yang terlalu angkuh untuk disentuh. Dinding kacanya memantulkan langit Seoul yang mendung, seolah memberi peringatan bahwa hari ini tak akan mudah.

Ji An berdiri sejenak di depan lobi, mengenakan blazer lama yang sempat ia setrika semalam dengan harapan lipatan bahunya bisa tampak sedikit profesional. Sepatu hitamnya mengilat, meski sudah empat tahun usianya. Ia menatap pantulan dirinya di pintu otomatis yang mengilat, rambut di kuncir rapi, wajah tanpa riasan mencolok, dan ekspresi penuh tekad.

Hari ini hari penting.

Bukan hanya soal pekerjaan. Tapi soal membuktikan bahwa ia bukan perempuan yang mudah diabaikan.

Saat ia masuk ke dalam, aroma parfum mahal dan lantai marmer menyambutnya. Ia sempat mencatat detail kecil, resepsionis yang senyum seperlunya, suara mesin printer dari ruang sebelah, dan orang-orang berdasi yang berjalan cepat sambil bicara di telepon.

“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?” resepsionis menyapanya.

“Han Ji An. Saya dapat jadwal wawancara pukul sepuluh untuk posisi di divisi keuangan.”

Gadis resepsionis mengangguk dan memberinya visitor pass.

“Silakan naik ke lantai 17. Ruang 1703.”

Ji An mengangguk. Jantungnya berdegup lebih cepat saat kakinya menjejak lift. Selama perjalanan ke atas, ia menarik napas dalam-dalam, menenangkan dirinya. Ia pernah melalui banyak hal, rapat proyek dengan tenggat mustahil, rekan kerja toxic, bahkan bos yang gemar mengambil pujian atas kerja timnya. Tapi tetap saja, ruangan wawancara selalu berhasil membuat perutnya mual.

---

Ruang 1703 ternyata tidak seseram bayangannya. Panel kayu hangat, kursi abu-abu empuk, dan dinding kaca dengan tirai separuh tertutup. Di seberang meja duduk tiga orang: dua laki-laki dan satu perempuan. Salah satunya adalah kepala HRD yang Ji An kenali dari foto profil web resmi semalam. Yang lain… tak dikenalnya.

“Silakan duduk, Han Ji An-ssi,” ucap perempuan itu ramah.

Ji An mengangguk, duduk tegak. Pandangannya tidak gemetar.

“Terima kasih sudah datang. Kami sudah membaca CV Anda. Bisa ceritakan alasan Anda melamar ke Cheonghwa Group?”

Pertanyaan standar.

Namun Ji An bukan kandidat biasa.

“Saya ingin tempat yang tidak hanya besar dari luar, tapi juga berani berubah dari dalam. Cheonghwa sedang membangun divisi baru. Itu berarti ada ruang kosong untuk integritas dan sistem yang jujur.”

Para pewawancara saling pandang cepat. Ji An tahu ia menyinggung sesuatu yang sensitif. Tapi ia memang datang bukan untuk berbasa-basi.

“Kami juga lihat Anda keluar dari tempat kerja sebelumnya tanpa surat rekomendasi.”

“Ya,” jawab Ji An pelan, “karena saya menolak memanipulasi laporan akhir tahun seperti yang diminta atasan saya. Saya bukan orang yang tepat untuk tempat yang ingin semuanya terlihat sempurna padahal busuk di dalam.”

Salah satu pewawancara, pria berjas abu tua terbatuk pelan. Mungkin karena terkejut. Atau mungkin karena kagum. Ji An tidak peduli. Ia hanya mengatakan kebenaran.

“Lalu, apa kekurangan Anda?”

“Ada banyak. Saya mudah curiga kalau orang terlalu manis. Saya bukan tipe yang cocok dengan politik kantor. Tapi saya tahu cara bekerja, dan saya tahu bagaimana menyelamatkan sistem keuangan yang rusak.”

Sepi. Ruangan mendadak hening. Ji An tidak mundur. Ia menatap lurus, tetap tenang.

---

Beberapa menit kemudian, wawancara selesai. Ia keluar ruangan dengan kepala tegak.

Saat menekan tombol lift, ponselnya bergetar.

‘Kau sudah wawancara?’

‘Sudah. Entah diterima atau tidak, aku tidak menyesali jawabanku.’

Min Ji membalas cepat.

‘Kudengar yang mengawasi proses rekrutmen ini langsung dari level atas. Katanya ada direksi yang ikut duduk diam di wawancara tadi.’

Ji An mengernyit. Ia langsung teringat pria paruh baya berkacamata yang duduk paling kiri. Dari tadi tidak bicara sepatah kata pun, tapi gerak matanya tajam dan penuh kalkulasi. Saat Ji An berbicara, pria itu mencatat sesuatu di buku kulit hitam kecil.

Jelas bukan staf biasa. Tapi juga bukan wajah yang ia kenali dari daftar direksi yang sempat ia pelajari semalam.

Ia menatap pintu ruang 1703 untuk beberapa detik.

“Aku memang tidak pintar main strategi,” gumamnya pelan, “tapi aku tahu saat seseorang sedang mengincar sesuatu.”

Ia menarik napas, lalu melangkah masuk ke dalam lift.

Satu hal yang belum ia tahu adalah pengamatan hari ini bukan keputusan spontan.

Dan namanya telah masuk dalam radar orang-orang penting di Cheonghwa Group.

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   WAWANCARA

    Telepon berdering saat Seon Woo baru saja menekan tombol enter terakhir di laptopnya.Ia sempat mengabaikannya. Tapi nada dering itu tak berhenti. Dua kali. Tiga kali. Akhirnya ia menghela napas dan mengangkat tanpa melihat layar.“Apa?”“Sopan sedikit, Woo-ya. Kau bicara pada kakekmu,” jawab suara tua itu dari seberang, terdengar setengah tergesa, setengah senang.“Maaf. Aku sedang kerja.”“Bagus. Kau bisa sekalian bantu.”Seon Woo memijat pelipisnya. “Tolong jangan bilang aku harus datang ke kantor, Kek.”“Kau harus datang ke kantor. Ada dokumen penting yang tertinggal di ruanganku. Dokumen itu berada di atas meja kerjaku. Tolong antarkan ke ruang rapat lantai 15. Sekarang.”“Kek... bukankah sekretarismu bisa….,” belum sempat Seon Woo menyelesaikan ucapannya, sang kakek lebih dulu menyela.“Dia sedang menyiapkan materi tambahan. Lagipula, ini hanya lima belas menit dari tempatmu. Anggap saja olahraga ringan."Seon Woo mendongak ke langit-langit apartemennya, nyaris frustasi. “Kau se

    Last Updated : 2025-03-04
  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Rival yang Tak Terlupakan

    Tubuh Ji An membeku. Detik-detik terasa lambat ketika ia mendarat tepat di depan sepasang sepatu kulit hitam yang berdiri kaku di lantai lobi.Sepatu itu milik seseorang yang tak asing.Seseorang yang tak pernah benar-benar hilang dari kepalanya, meski sudah bertahun-tahun berlalu.Park Seon Woo.Ji An tak langsung mendongak. Ia menatap ujung jas pria itu dengan napas tercekat, berusaha meyakinkan dirinya bahwa dunia tidak sekejam itu untuk mempertemukannya secepat ini. Tapi saat suara dingin dan datar itu terdengar, seluruh tubuhnya ikut bergetar.“Masih suka jatuh di tempat yang tidak tepat, Han Ji An?”Ia akhirnya mendongak. Pandangan mereka bertemu.Dan waktu tiba-tiba menariknya kembali ke hari itu, bertahun-tahun lalu. Ketika masa-masa ia berkuliah dan terlibat dengan Seon-Woo.“Siapa yang ngasih kamu ide absurd soal kebijakan fiskal itu?”Suara Seon Woo memotong diskusi kelas, membuat semua kepala menoleh. Termasuk Ji An yang berdiri dengan spidol di tangan, baru saja menyelesa

    Last Updated : 2025-03-05
  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Kesialan di Hari Pertama

    Langkahnya terdengar mantap di atas lantai marmer putih mengilap lobi Cheonghwa Group. Gedung pencakar langit itu menjulang angkuh di tengah kota, tapi pagi ini, Han Ji An merasa ia mampu menyainginya, setidaknya untuk beberapa jam ke depan.Dengan blazer abu muda, kemeja putih bersih, dan sepatu hitam yang sedikit menyakiti tumitnya, Ji An menarik napas dalam. "Mulai hari ini, aku bukan pengangguran lagi," bisiknya pelan pada diri sendiri.Masih ada sepuluh menit sebelum waktu briefing pertamanya.Belum sempat ia mengambil langkah lagi, suara familiar memanggilnya dari samping.“Ji An!”Min Ji datang sambil menggenggam dua cangkir kopi dan sandwich segitiga yang dibungkus rapi. Dengan senyum lebarnya dan poni yang sedikit berantakan karena angin, gadis itu nyaris terlihat seperti sambutan resmi perusahaan.“Akhirnya resmi jadi pegawai Cheonghwa! Gimana perasaanmu?”“Campur aduk,” Ji An tergelak, mencoba meredakan gugup di dadanya. “Excited, gugup, takut nyasar ke toilet direksi.”Min

    Last Updated : 2025-03-06
  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Pion dan Raja

    Dari lantai tertinggi Cheonghwa Group, kota Seoul terlihat seperti papan catur raksasa. Jalan-jalan menjadi garis, gedung-gedung jadi bidak. Dan manusia? Mereka pion. Bergerak sesuai aturan, tunduk pada tangan yang mengatur permainan.Seon Woo menyukai ketinggian. Ia bisa melihat semuanya dari atas. Jauh dari kebisingan, jauh dari distraksi. Tapi hari ini, satu pion tertentu menarik perhatiannya.Han Ji An.Nama itu muncul dalam berkas yang ia buka beberapa hari lalu. Awalnya ia mengabaikannya. Nama seperti ribuan lainnya. Tapi begitu melihat wajah di berkas perekrutan, semuanya berubah.Waktu tidak banyak mengubah Ji An. Masih punya tatapan yang sama, keras kepala, menantang, dan menyebalkan. Tapi sekarang… ia terlihat lebih dewasa. Lebih tajam. Lebih... rapuh.Dan hari ini, saat matanya secara tidak sengaja bertemu milik Ji An di antara kerumunan staf, Seon Woo tahu satu hal:Dinding antara masa lalu dan masa kini telah runtuh.Ia meletakkan cangkir kopinya. Berdiri. Jarinya menyent

    Last Updated : 2025-03-06
  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Jangan Selidiki Terlalu Dalam!

    Dari balik layar kaca ruangannya, Seon Woo memperhatikan interaksi itu.Lee Seo Jun.Namanya tidak asing. Nama yang ada pada daftar karyawan Divisi Akutansi yang ia pantau malam itu. Lulusan Magna Cumlaude dari Universitas Keuangan, Direkrut langsung oleh Cheonghwa tiga tahun lalu. Pintar, karir yang melonjak sukses, dan yang paling penting adalah…terlalu ramah untuk ukuran orang yang bekerja di dunia yang penuh angka dingin.Seon Woo menyipitkan mata saat melihat Ji An tertawa.Tertawa.Sudah berapa lama sejak ia melihat gadis itu tertawa seperti itu?Terlalu lama.Tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Ia tahu itu tidak penting. Itu bukan urusannya. Tapi tetap saja, ada sesuatu dalam sorot mata Seo Jun yang membuat darahnya naik beberapa derajat.Bukan karena pria itu salah.Tapi karena Ji An tersenyum seperti tak ada apa-apa.Padahal ia sedang berada dalam bahaya.Dan sialnya… satu-satunya orang yang tahu sejauh mana bahaya itu….adalah dirinya.Seon Woo menghela napas, panjang dan be

    Last Updated : 2025-04-25

Latest chapter

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Jangan Selidiki Terlalu Dalam!

    Dari balik layar kaca ruangannya, Seon Woo memperhatikan interaksi itu.Lee Seo Jun.Namanya tidak asing. Nama yang ada pada daftar karyawan Divisi Akutansi yang ia pantau malam itu. Lulusan Magna Cumlaude dari Universitas Keuangan, Direkrut langsung oleh Cheonghwa tiga tahun lalu. Pintar, karir yang melonjak sukses, dan yang paling penting adalah…terlalu ramah untuk ukuran orang yang bekerja di dunia yang penuh angka dingin.Seon Woo menyipitkan mata saat melihat Ji An tertawa.Tertawa.Sudah berapa lama sejak ia melihat gadis itu tertawa seperti itu?Terlalu lama.Tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Ia tahu itu tidak penting. Itu bukan urusannya. Tapi tetap saja, ada sesuatu dalam sorot mata Seo Jun yang membuat darahnya naik beberapa derajat.Bukan karena pria itu salah.Tapi karena Ji An tersenyum seperti tak ada apa-apa.Padahal ia sedang berada dalam bahaya.Dan sialnya… satu-satunya orang yang tahu sejauh mana bahaya itu….adalah dirinya.Seon Woo menghela napas, panjang dan be

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Pion dan Raja

    Dari lantai tertinggi Cheonghwa Group, kota Seoul terlihat seperti papan catur raksasa. Jalan-jalan menjadi garis, gedung-gedung jadi bidak. Dan manusia? Mereka pion. Bergerak sesuai aturan, tunduk pada tangan yang mengatur permainan.Seon Woo menyukai ketinggian. Ia bisa melihat semuanya dari atas. Jauh dari kebisingan, jauh dari distraksi. Tapi hari ini, satu pion tertentu menarik perhatiannya.Han Ji An.Nama itu muncul dalam berkas yang ia buka beberapa hari lalu. Awalnya ia mengabaikannya. Nama seperti ribuan lainnya. Tapi begitu melihat wajah di berkas perekrutan, semuanya berubah.Waktu tidak banyak mengubah Ji An. Masih punya tatapan yang sama, keras kepala, menantang, dan menyebalkan. Tapi sekarang… ia terlihat lebih dewasa. Lebih tajam. Lebih... rapuh.Dan hari ini, saat matanya secara tidak sengaja bertemu milik Ji An di antara kerumunan staf, Seon Woo tahu satu hal:Dinding antara masa lalu dan masa kini telah runtuh.Ia meletakkan cangkir kopinya. Berdiri. Jarinya menyent

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Kesialan di Hari Pertama

    Langkahnya terdengar mantap di atas lantai marmer putih mengilap lobi Cheonghwa Group. Gedung pencakar langit itu menjulang angkuh di tengah kota, tapi pagi ini, Han Ji An merasa ia mampu menyainginya, setidaknya untuk beberapa jam ke depan.Dengan blazer abu muda, kemeja putih bersih, dan sepatu hitam yang sedikit menyakiti tumitnya, Ji An menarik napas dalam. "Mulai hari ini, aku bukan pengangguran lagi," bisiknya pelan pada diri sendiri.Masih ada sepuluh menit sebelum waktu briefing pertamanya.Belum sempat ia mengambil langkah lagi, suara familiar memanggilnya dari samping.“Ji An!”Min Ji datang sambil menggenggam dua cangkir kopi dan sandwich segitiga yang dibungkus rapi. Dengan senyum lebarnya dan poni yang sedikit berantakan karena angin, gadis itu nyaris terlihat seperti sambutan resmi perusahaan.“Akhirnya resmi jadi pegawai Cheonghwa! Gimana perasaanmu?”“Campur aduk,” Ji An tergelak, mencoba meredakan gugup di dadanya. “Excited, gugup, takut nyasar ke toilet direksi.”Min

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Rival yang Tak Terlupakan

    Tubuh Ji An membeku. Detik-detik terasa lambat ketika ia mendarat tepat di depan sepasang sepatu kulit hitam yang berdiri kaku di lantai lobi.Sepatu itu milik seseorang yang tak asing.Seseorang yang tak pernah benar-benar hilang dari kepalanya, meski sudah bertahun-tahun berlalu.Park Seon Woo.Ji An tak langsung mendongak. Ia menatap ujung jas pria itu dengan napas tercekat, berusaha meyakinkan dirinya bahwa dunia tidak sekejam itu untuk mempertemukannya secepat ini. Tapi saat suara dingin dan datar itu terdengar, seluruh tubuhnya ikut bergetar.“Masih suka jatuh di tempat yang tidak tepat, Han Ji An?”Ia akhirnya mendongak. Pandangan mereka bertemu.Dan waktu tiba-tiba menariknya kembali ke hari itu, bertahun-tahun lalu. Ketika masa-masa ia berkuliah dan terlibat dengan Seon-Woo.“Siapa yang ngasih kamu ide absurd soal kebijakan fiskal itu?”Suara Seon Woo memotong diskusi kelas, membuat semua kepala menoleh. Termasuk Ji An yang berdiri dengan spidol di tangan, baru saja menyelesa

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   WAWANCARA

    Telepon berdering saat Seon Woo baru saja menekan tombol enter terakhir di laptopnya.Ia sempat mengabaikannya. Tapi nada dering itu tak berhenti. Dua kali. Tiga kali. Akhirnya ia menghela napas dan mengangkat tanpa melihat layar.“Apa?”“Sopan sedikit, Woo-ya. Kau bicara pada kakekmu,” jawab suara tua itu dari seberang, terdengar setengah tergesa, setengah senang.“Maaf. Aku sedang kerja.”“Bagus. Kau bisa sekalian bantu.”Seon Woo memijat pelipisnya. “Tolong jangan bilang aku harus datang ke kantor, Kek.”“Kau harus datang ke kantor. Ada dokumen penting yang tertinggal di ruanganku. Dokumen itu berada di atas meja kerjaku. Tolong antarkan ke ruang rapat lantai 15. Sekarang.”“Kek... bukankah sekretarismu bisa….,” belum sempat Seon Woo menyelesaikan ucapannya, sang kakek lebih dulu menyela.“Dia sedang menyiapkan materi tambahan. Lagipula, ini hanya lima belas menit dari tempatmu. Anggap saja olahraga ringan."Seon Woo mendongak ke langit-langit apartemennya, nyaris frustasi. “Kau se

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   AWAL HARAPAN

    Jam dinding berdetak lambat. Di luar, suara mobil yang melintas di jalan utama terdengar sayup melewati jendela kecil kamar Ji An. Di dalam ruangan sempit berukuran tak lebih dari dua belas meter persegi itu, seorang perempuan duduk bersandar di kursi rotan yang mulai reot. Pakaian rumahnya lusuh, rambutnya dicepol asal, dan wajahnya tampak lelah. Namun, matanya penuh tekad saat menatap layar laptop yang mulai memanas di pangkuannya.Nama lengkapnya, Han Ji An! Tertulis rapi di sudut kiri atas dokumen yang sedang ia susun.Lamaran kerja.Tangannya berhenti sejenak di atas keyboard. Ia menarik napas panjang, lalu melirik ke arah kalender tempel di dinding. Tanggal 27. Sudah hampir sebulan sejak dia keluar dari tempat kerja sebelumnya, dan tiga minggu sejak ia memutuskan untuk berhenti menggantungkan harapan pada siapa pun, termasuk orang tuanya.Notifikasi dari ponsel mengalihkan pikirannya. Pesan dari Min Ji.‘Kau lihat pengumuman lowongan di Cheonghwa Group? Divisi keuangan akhirnya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status