Home / Romansa / CEO Baru Itu Mantan Rivalku / Jangan Selidiki Terlalu Dalam!

Share

Jangan Selidiki Terlalu Dalam!

Author: Moon_L03
last update Huling Na-update: 2025-04-25 22:27:42

Dari balik layar kaca ruangannya, Seon Woo memperhatikan interaksi itu.

Lee Seo Jun.

Namanya tidak asing. Nama yang ada pada daftar karyawan Divisi Akutansi yang ia pantau malam itu. Lulusan Magna Cumlaude dari Universitas Keuangan, Direkrut langsung oleh Cheonghwa tiga tahun lalu. Pintar, karir yang melonjak sukses, dan yang paling penting adalah…terlalu ramah untuk ukuran orang yang bekerja di dunia yang penuh angka dingin.

Seon Woo menyipitkan mata saat melihat Ji An tertawa.

Tertawa.

Sudah berapa lama sejak ia melihat gadis itu tertawa seperti itu?

Terlalu lama.

Tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Ia tahu itu tidak penting. Itu bukan urusannya. Tapi tetap saja, ada sesuatu dalam sorot mata Seo Jun yang membuat darahnya naik beberapa derajat.

Bukan karena pria itu salah.

Tapi karena Ji An tersenyum seperti tak ada apa-apa.

Padahal ia sedang berada dalam bahaya.

Dan sialnya… satu-satunya orang yang tahu sejauh mana bahaya itu….adalah dirinya.

Seon Woo menghela napas, panjang dan berat. Ia menunduk, menekan jemari ke pelipis sejenak. Ia sudah mencoba menjaga jarak, mencoba membiarkan Ji An menjalani pekerjaannya tanpa ikut campur. Tapi setiap kali melihatnya seperti ini, seolah semuanya baik-baik saja, ia hanya ingin mengguncangnya dan berkata, “Sadarlah. Kamu tidak aman.”

Namun ia tahu, Ji An tidak suka diperlakukan seolah lemah.

Ia membenci dikekang.

Dan itulah yang paling menyulitkan dari perempuan itu.

Ia tidak bisa dihentikan.

Ia hanya bisa dijaga dari jauh, dengan cara yang bahkan tidak boleh ia sadari.

---

Sore hari, langit sudah mulai hendak menelan sang surya, saat sebagian besar staf mulai merapikan meja dan bersiap pulang, Ji An masih duduk di kursinya. Matanya merah karena terlalu lama menatap layar, dan laporan terakhir belum juga selesai.

“Ji An,” panggil Min Ji dari kursinya. Ia sibuk merapikan barang yang berada di atas meja dan memasukkannya ke dalam laci. “Belum selesai juga?”

“Hm. Masih ada yang harus ku tuntaskan,” jawab Ji An yang terdengar mulai letih.

Min Ji mendekat. “Ini hari keduamu. Jangan bekerja terlalu keras.”

Ji An hanya mengangguk mendengar nasihat dari Min Ji.

“Kalau begitu…aku pulang duluan ya!” seru Min Ji sambil mengangkat tas. “Jangan memaksakan diri. Nanti kamu dikira robot, dan para sunbae akan menyuruhmu melakukan semua pekerjaan mereka.”

Ji An terkekeh mendengar hal itu. Tentu, hal itu sudah menjadi rahasia umum. “Oke… hati-hati di jalan.”

Begitu Min Ji pergi, Ji An kembali menatap layar laptopnya. Beberapa lembar laporan terbuka di meja, catatan penuh coretan berserakan di sekilingnya. Ia sudah duduk di kursi itu selama berjam-jam, mencoba mencocokkan angka demi angka.

Tapi semakin dilihat , semakin tampak rapi.

Terlalu rapi untuk dianggap kebetulan.

Ia memelototi dua dokumen berbeda, satu dari divisi keuangan, satu lagi dari proyek pengadaan. Jumlah akhirnya sama, detailnya lengkap. Tapi entah kenapa… ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa berhenti meneliti ulang.

Seperti ada ruang kosong yang tak bisa ia isi dengan logika.

Seperti ada nada palsu dalam simfoni sempurna.

Ia mengusap wajahnya, lelah.

Ia akhirnya menyerah untuk sementara dan berdiri, membawa flashdisk serta beberapa catatan di buku kecilnya, berniat mencetak file di lantai delapan.

Tapi baru dua langkah dari kubikelnya, ia menabrak seseorang.

“Maaf…!” buru-buru ia membungkuk, memunguti kertas yang jatuh.

Dan langsung terdiam saat melihat siapa yang berdiri di depannya.

Park Seon Woo.

Ia langsung ingin menghindar, tapi suara itu menahannya.

“Han Ji An.”

Langkahnya terhenti.

“Apa yang kau lakukan?”

Pertanyaan yang tidak masuk akal, batin Ji An.

“Tentu saja bekerja, Tuan CEO!” jawab Ji An berusaha sopan, namun terdengar penuh penekanan.

Ia kembali melangkah. Namun panggilan itu kembali terdengar.

“HAN JI AN.”

Kali ini terdengar begitu penuh penekanan dan tegas.

Ji An terdiam sejenak, menghentikan langkahnya. Ada yang terasa familiar dengan nada itu.

Tapi ia memilih untuk tidak memikirkan terlalu dalam.

Bukan saat ini.

Tak ada jawaban, hanya berdiri di tempat, berharap sang CEO itu segera mengucapkan keluh kesahnya dan membiarkan dirinya pergi.

“Sudah sejauh mana kamu mengutak-atik data?”

Pertanyaan itu membuat napasnya tercekat. Ji An perlahan menoleh.

“Apa maksud Anda? Aku hanya mengerjakan laporan,” jawabnya santai. Tak ingin mengatakan lebih dari itu.

Seon Woo menatapnya dengan sorot tajam, seolah bisa membaca lebih dari sekadar laporan dalam foldernya.

“Kamu tahu apa yang sedang kamu pegang?”

Ji An melirik ke arah flashdisk dan catatan yang ia bawa beberapa detik sebelum kembali menatap Seon Woo. “Data kerja. Dan aku sedang mencoba menyelesaikannya.”

“Jangan buang waktu untuk menyelidiki hal-hal yang bukan porsi kamu,” ucap Seon Woo, nadanya mulai terdengar tegas. “Beberapa hal… memang diciptakan untuk tidak digali terlalu dalam.”

Ji An tertawa kering. “Kalau kamu mau bilang aku nggak kompeten, bilang aja langsung. Biar aku nggak repot berpikir.”

“Aku bilang ini karena aku tahu siapa yang kamu hadapi.”

“Dan kamu pikir aku nggak tahu cara bekerja?”

Seon Woo menatap tajam. “Ini bukan tentang kerja bagus. Ini tentang tahu batas. Kamu keras kepala, Ji An. Dari dulu.”

Ji An melangkah mendekat. “Karena aku nggak terima diremehkan. Kalau aku punya alasan untuk curiga, aku akan cari jawabannya.”

“Kalau kamu punya alasan untuk curiga, maka musuhmu juga punya alasan untuk menyingkirkan kamu,” desisi Seon Woo.

“Kenapa? Kamu takut aku lebih dulu menemukan sesuatu sebelum kamu?”

Seon Woo mendengus. “Kamu selalu berpikir semua ini perlombaan, ya?”

Ji An mendekat lagi. “Karena kamu selalu memperlakukanku begitu.”

Kalimat itu membuat Seon Woo kehilangan kesabarannya.

Dalam satu gerakan cepat, ia menarik Ji An dan mendorongnya ke tembok kosong di lorong kantor. Tubuh Ji An membentur dinding dan sebelum ia bisa berkata-kata, kedua bahunya sudah terkunci oleh genggaman tangan Seon Woo.

Pandangan mereka saling menantang.

“Berhenti melihat semuanya seperti pertandingan,” ucap Seon Woo, suara rendahnya menggetarkan ruang sempit itu. “Ini bukan kelas debat lagi. Ini dunia nyata. Dan kamu… kamu bisa mati kalau salah langkah.”

Ji An menahan napas. tapi matanya tetap tajam.

“Kalau kamu pikir kamu bisa menakuti ku, kamu salah.”

Seon Woo mendekat sedikit. “Bukan takut. Tapi sadar.”

“Sadar kalau aku satu-satunya yang cukup berani buat buka semua ini?”

“Tidak, Ji An,” bisik Seon Woo. “Sadar kalau kamu satu-satunya yang mereka incar, karena kamu terlalu keras kepala buat tahu kapan harus berhenti.”

Sejenak tak ada yang bicara. Napas mereka terdengar lebih keras daripada mesin printer di ujung lorong.

Akhirnya Seon Woo melepas genggamannya dan mundur satu langkah. “Pulanglah. Sebelum kamu benar-benar terlibat.”

Ji An menatapnya penuh amarah. “Terlambat.”

Lalu ia berbalik dan pergi, meninggalkan Seon Woo yang masih berdiri diam, rahangnya mengeras.

Ia bisa saja menghentikan semua ini.

Tapi itu berarti membiarkan orang lain menang.

Dan itu…bukan gaya Ji An.

---

🦋🦋🦋

Bertahun-tahun lalu, hari itu Seon Woo berdiri di tengah koridor kampus dengan wajah semerah tomat.

“HAN JI AN!!”

Semua kepala menoleh.

“Kamu—kamu yang isi formulir lomba debat atas namaku?! Dan sengaja masukin nama timnya ‘Seon Woo & Tukang Komplain’?!”

Ji An nyengir dari kejauhan. “Biar kita menang karena kamu terpaksa ngomong, bukan karena aku doang yang kerja!”

“Han Ji An!!”

Itu adalah pertama kalinya Seon Woo berteriak dengan nada penuh penekanan dan tegas.

---

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   AWAL HARAPAN

    Jam dinding berdetak lambat. Di luar, suara mobil yang melintas di jalan utama terdengar sayup melewati jendela kecil kamar Ji An. Di dalam ruangan sempit berukuran tak lebih dari dua belas meter persegi itu, seorang perempuan duduk bersandar di kursi rotan yang mulai reot. Pakaian rumahnya lusuh, rambutnya dicepol asal, dan wajahnya tampak lelah. Namun, matanya penuh tekad saat menatap layar laptop yang mulai memanas di pangkuannya.Nama lengkapnya, Han Ji An! Tertulis rapi di sudut kiri atas dokumen yang sedang ia susun.Lamaran kerja.Tangannya berhenti sejenak di atas keyboard. Ia menarik napas panjang, lalu melirik ke arah kalender tempel di dinding. Tanggal 27. Sudah hampir sebulan sejak dia keluar dari tempat kerja sebelumnya, dan tiga minggu sejak ia memutuskan untuk berhenti menggantungkan harapan pada siapa pun, termasuk orang tuanya.Notifikasi dari ponsel mengalihkan pikirannya. Pesan dari Min Ji.‘Kau lihat pengumuman lowongan di Cheonghwa Group? Divisi keuangan akhirnya

    Huling Na-update : 2025-03-04
  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   WAWANCARA

    Telepon berdering saat Seon Woo baru saja menekan tombol enter terakhir di laptopnya.Ia sempat mengabaikannya. Tapi nada dering itu tak berhenti. Dua kali. Tiga kali. Akhirnya ia menghela napas dan mengangkat tanpa melihat layar.“Apa?”“Sopan sedikit, Woo-ya. Kau bicara pada kakekmu,” jawab suara tua itu dari seberang, terdengar setengah tergesa, setengah senang.“Maaf. Aku sedang kerja.”“Bagus. Kau bisa sekalian bantu.”Seon Woo memijat pelipisnya. “Tolong jangan bilang aku harus datang ke kantor, Kek.”“Kau harus datang ke kantor. Ada dokumen penting yang tertinggal di ruanganku. Dokumen itu berada di atas meja kerjaku. Tolong antarkan ke ruang rapat lantai 15. Sekarang.”“Kek... bukankah sekretarismu bisa….,” belum sempat Seon Woo menyelesaikan ucapannya, sang kakek lebih dulu menyela.“Dia sedang menyiapkan materi tambahan. Lagipula, ini hanya lima belas menit dari tempatmu. Anggap saja olahraga ringan."Seon Woo mendongak ke langit-langit apartemennya, nyaris frustasi. “Kau se

    Huling Na-update : 2025-03-04
  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Rival yang Tak Terlupakan

    Tubuh Ji An membeku. Detik-detik terasa lambat ketika ia mendarat tepat di depan sepasang sepatu kulit hitam yang berdiri kaku di lantai lobi.Sepatu itu milik seseorang yang tak asing.Seseorang yang tak pernah benar-benar hilang dari kepalanya, meski sudah bertahun-tahun berlalu.Park Seon Woo.Ji An tak langsung mendongak. Ia menatap ujung jas pria itu dengan napas tercekat, berusaha meyakinkan dirinya bahwa dunia tidak sekejam itu untuk mempertemukannya secepat ini. Tapi saat suara dingin dan datar itu terdengar, seluruh tubuhnya ikut bergetar.“Masih suka jatuh di tempat yang tidak tepat, Han Ji An?”Ia akhirnya mendongak. Pandangan mereka bertemu.Dan waktu tiba-tiba menariknya kembali ke hari itu, bertahun-tahun lalu. Ketika masa-masa ia berkuliah dan terlibat dengan Seon-Woo.“Siapa yang ngasih kamu ide absurd soal kebijakan fiskal itu?”Suara Seon Woo memotong diskusi kelas, membuat semua kepala menoleh. Termasuk Ji An yang berdiri dengan spidol di tangan, baru saja menyelesa

    Huling Na-update : 2025-03-05
  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Kesialan di Hari Pertama

    Langkahnya terdengar mantap di atas lantai marmer putih mengilap lobi Cheonghwa Group. Gedung pencakar langit itu menjulang angkuh di tengah kota, tapi pagi ini, Han Ji An merasa ia mampu menyainginya, setidaknya untuk beberapa jam ke depan.Dengan blazer abu muda, kemeja putih bersih, dan sepatu hitam yang sedikit menyakiti tumitnya, Ji An menarik napas dalam. "Mulai hari ini, aku bukan pengangguran lagi," bisiknya pelan pada diri sendiri.Masih ada sepuluh menit sebelum waktu briefing pertamanya.Belum sempat ia mengambil langkah lagi, suara familiar memanggilnya dari samping.“Ji An!”Min Ji datang sambil menggenggam dua cangkir kopi dan sandwich segitiga yang dibungkus rapi. Dengan senyum lebarnya dan poni yang sedikit berantakan karena angin, gadis itu nyaris terlihat seperti sambutan resmi perusahaan.“Akhirnya resmi jadi pegawai Cheonghwa! Gimana perasaanmu?”“Campur aduk,” Ji An tergelak, mencoba meredakan gugup di dadanya. “Excited, gugup, takut nyasar ke toilet direksi.”Min

    Huling Na-update : 2025-03-06
  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Pion dan Raja

    Dari lantai tertinggi Cheonghwa Group, kota Seoul terlihat seperti papan catur raksasa. Jalan-jalan menjadi garis, gedung-gedung jadi bidak. Dan manusia? Mereka pion. Bergerak sesuai aturan, tunduk pada tangan yang mengatur permainan.Seon Woo menyukai ketinggian. Ia bisa melihat semuanya dari atas. Jauh dari kebisingan, jauh dari distraksi. Tapi hari ini, satu pion tertentu menarik perhatiannya.Han Ji An.Nama itu muncul dalam berkas yang ia buka beberapa hari lalu. Awalnya ia mengabaikannya. Nama seperti ribuan lainnya. Tapi begitu melihat wajah di berkas perekrutan, semuanya berubah.Waktu tidak banyak mengubah Ji An. Masih punya tatapan yang sama, keras kepala, menantang, dan menyebalkan. Tapi sekarang… ia terlihat lebih dewasa. Lebih tajam. Lebih... rapuh.Dan hari ini, saat matanya secara tidak sengaja bertemu milik Ji An di antara kerumunan staf, Seon Woo tahu satu hal:Dinding antara masa lalu dan masa kini telah runtuh.Ia meletakkan cangkir kopinya. Berdiri. Jarinya menyent

    Huling Na-update : 2025-03-06

Pinakabagong kabanata

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Jangan Selidiki Terlalu Dalam!

    Dari balik layar kaca ruangannya, Seon Woo memperhatikan interaksi itu.Lee Seo Jun.Namanya tidak asing. Nama yang ada pada daftar karyawan Divisi Akutansi yang ia pantau malam itu. Lulusan Magna Cumlaude dari Universitas Keuangan, Direkrut langsung oleh Cheonghwa tiga tahun lalu. Pintar, karir yang melonjak sukses, dan yang paling penting adalah…terlalu ramah untuk ukuran orang yang bekerja di dunia yang penuh angka dingin.Seon Woo menyipitkan mata saat melihat Ji An tertawa.Tertawa.Sudah berapa lama sejak ia melihat gadis itu tertawa seperti itu?Terlalu lama.Tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Ia tahu itu tidak penting. Itu bukan urusannya. Tapi tetap saja, ada sesuatu dalam sorot mata Seo Jun yang membuat darahnya naik beberapa derajat.Bukan karena pria itu salah.Tapi karena Ji An tersenyum seperti tak ada apa-apa.Padahal ia sedang berada dalam bahaya.Dan sialnya… satu-satunya orang yang tahu sejauh mana bahaya itu….adalah dirinya.Seon Woo menghela napas, panjang dan be

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Pion dan Raja

    Dari lantai tertinggi Cheonghwa Group, kota Seoul terlihat seperti papan catur raksasa. Jalan-jalan menjadi garis, gedung-gedung jadi bidak. Dan manusia? Mereka pion. Bergerak sesuai aturan, tunduk pada tangan yang mengatur permainan.Seon Woo menyukai ketinggian. Ia bisa melihat semuanya dari atas. Jauh dari kebisingan, jauh dari distraksi. Tapi hari ini, satu pion tertentu menarik perhatiannya.Han Ji An.Nama itu muncul dalam berkas yang ia buka beberapa hari lalu. Awalnya ia mengabaikannya. Nama seperti ribuan lainnya. Tapi begitu melihat wajah di berkas perekrutan, semuanya berubah.Waktu tidak banyak mengubah Ji An. Masih punya tatapan yang sama, keras kepala, menantang, dan menyebalkan. Tapi sekarang… ia terlihat lebih dewasa. Lebih tajam. Lebih... rapuh.Dan hari ini, saat matanya secara tidak sengaja bertemu milik Ji An di antara kerumunan staf, Seon Woo tahu satu hal:Dinding antara masa lalu dan masa kini telah runtuh.Ia meletakkan cangkir kopinya. Berdiri. Jarinya menyent

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Kesialan di Hari Pertama

    Langkahnya terdengar mantap di atas lantai marmer putih mengilap lobi Cheonghwa Group. Gedung pencakar langit itu menjulang angkuh di tengah kota, tapi pagi ini, Han Ji An merasa ia mampu menyainginya, setidaknya untuk beberapa jam ke depan.Dengan blazer abu muda, kemeja putih bersih, dan sepatu hitam yang sedikit menyakiti tumitnya, Ji An menarik napas dalam. "Mulai hari ini, aku bukan pengangguran lagi," bisiknya pelan pada diri sendiri.Masih ada sepuluh menit sebelum waktu briefing pertamanya.Belum sempat ia mengambil langkah lagi, suara familiar memanggilnya dari samping.“Ji An!”Min Ji datang sambil menggenggam dua cangkir kopi dan sandwich segitiga yang dibungkus rapi. Dengan senyum lebarnya dan poni yang sedikit berantakan karena angin, gadis itu nyaris terlihat seperti sambutan resmi perusahaan.“Akhirnya resmi jadi pegawai Cheonghwa! Gimana perasaanmu?”“Campur aduk,” Ji An tergelak, mencoba meredakan gugup di dadanya. “Excited, gugup, takut nyasar ke toilet direksi.”Min

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   Rival yang Tak Terlupakan

    Tubuh Ji An membeku. Detik-detik terasa lambat ketika ia mendarat tepat di depan sepasang sepatu kulit hitam yang berdiri kaku di lantai lobi.Sepatu itu milik seseorang yang tak asing.Seseorang yang tak pernah benar-benar hilang dari kepalanya, meski sudah bertahun-tahun berlalu.Park Seon Woo.Ji An tak langsung mendongak. Ia menatap ujung jas pria itu dengan napas tercekat, berusaha meyakinkan dirinya bahwa dunia tidak sekejam itu untuk mempertemukannya secepat ini. Tapi saat suara dingin dan datar itu terdengar, seluruh tubuhnya ikut bergetar.“Masih suka jatuh di tempat yang tidak tepat, Han Ji An?”Ia akhirnya mendongak. Pandangan mereka bertemu.Dan waktu tiba-tiba menariknya kembali ke hari itu, bertahun-tahun lalu. Ketika masa-masa ia berkuliah dan terlibat dengan Seon-Woo.“Siapa yang ngasih kamu ide absurd soal kebijakan fiskal itu?”Suara Seon Woo memotong diskusi kelas, membuat semua kepala menoleh. Termasuk Ji An yang berdiri dengan spidol di tangan, baru saja menyelesa

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   WAWANCARA

    Telepon berdering saat Seon Woo baru saja menekan tombol enter terakhir di laptopnya.Ia sempat mengabaikannya. Tapi nada dering itu tak berhenti. Dua kali. Tiga kali. Akhirnya ia menghela napas dan mengangkat tanpa melihat layar.“Apa?”“Sopan sedikit, Woo-ya. Kau bicara pada kakekmu,” jawab suara tua itu dari seberang, terdengar setengah tergesa, setengah senang.“Maaf. Aku sedang kerja.”“Bagus. Kau bisa sekalian bantu.”Seon Woo memijat pelipisnya. “Tolong jangan bilang aku harus datang ke kantor, Kek.”“Kau harus datang ke kantor. Ada dokumen penting yang tertinggal di ruanganku. Dokumen itu berada di atas meja kerjaku. Tolong antarkan ke ruang rapat lantai 15. Sekarang.”“Kek... bukankah sekretarismu bisa….,” belum sempat Seon Woo menyelesaikan ucapannya, sang kakek lebih dulu menyela.“Dia sedang menyiapkan materi tambahan. Lagipula, ini hanya lima belas menit dari tempatmu. Anggap saja olahraga ringan."Seon Woo mendongak ke langit-langit apartemennya, nyaris frustasi. “Kau se

  • CEO Baru Itu Mantan Rivalku   AWAL HARAPAN

    Jam dinding berdetak lambat. Di luar, suara mobil yang melintas di jalan utama terdengar sayup melewati jendela kecil kamar Ji An. Di dalam ruangan sempit berukuran tak lebih dari dua belas meter persegi itu, seorang perempuan duduk bersandar di kursi rotan yang mulai reot. Pakaian rumahnya lusuh, rambutnya dicepol asal, dan wajahnya tampak lelah. Namun, matanya penuh tekad saat menatap layar laptop yang mulai memanas di pangkuannya.Nama lengkapnya, Han Ji An! Tertulis rapi di sudut kiri atas dokumen yang sedang ia susun.Lamaran kerja.Tangannya berhenti sejenak di atas keyboard. Ia menarik napas panjang, lalu melirik ke arah kalender tempel di dinding. Tanggal 27. Sudah hampir sebulan sejak dia keluar dari tempat kerja sebelumnya, dan tiga minggu sejak ia memutuskan untuk berhenti menggantungkan harapan pada siapa pun, termasuk orang tuanya.Notifikasi dari ponsel mengalihkan pikirannya. Pesan dari Min Ji.‘Kau lihat pengumuman lowongan di Cheonghwa Group? Divisi keuangan akhirnya

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status