Di dalam kamar tidur yang remang-remang, Ethan membuka mata perlahan-lahan. Dalam pandangan pagi yang samar, ia melihat sosok indah yang terbaring di sebelahnya. Matanya terbuka lebar saat menyadari bahwa itu adalah Evelyn, wanita tercinta yang berbaring di lengannya.Evelyn merasakan pergerakan tubuh Ethan dan segera membuka matanya. Wajahnya memerah saat menyadari mereka masih berpelukan erat. Dengan malu-malu, dia menyusun rambut panjangnya yang berantakan dan menatap suaminya dengan matanya yang berkilau."Ethan..." gumam Evelyn dengan suara lirih. "Maaf, semalam aku ketiduran saat mengimbangi permainanmu—"Ethan menempatkan jarinya di bibirnya, memotong kata-kata Evelyn. "Tidak ada yang perlu dimaafkan, Evelyn. Tadi malam adalah salah satu malam terindah dalam hidupku." Suaranya penuh dengan rasa cinta dan kehangatan.Evelyn tersenyum lega, merasakan cinta dan kenyamanan yang membanjiri hatinya. Dia mencubit pipi Ethan dengan lembut sebelum bergulat keluar dari pelukan erat pria y
"Tunggu... tunggu, apa yang terjadi? Kenapa kalian ingin membawanya?"Evelyn berlari saat melihat para petugas itu ingin membawa Ethan. Dengan perasaan panik, Evelyn menghampiri Ethan. Ethan, membalikkan tubuhnya saat wanita itu berlari panik ke arahnya. Di paras Evelyn, Ethan dapat melihat dengan jelas bagaimana Evelyn mengkhawatirkan dirinya. "Evelyn, aku sudah meminta kau untuk tetap menemani Raizel. Kenapa kau ke sini?" tanyanya. "Ethan, ada masalah? Kenapa petugas itu datang? Kau, tidak melakukan sesuatu kejahatan, 'kan?" Ethan meraih tubuh Evelyn di dalam pelukan, saat melihat kecemasan wanitanya. Dia menyadari jika dirinya begitu berarti bagi Evelyn. Ethan, mengusap punggung Evelyn dengan lembut mencoba menenangkan Evelyn dari rasa kekhawatiran wanita yang dipeluknya. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semuanya baik-baik saja. Sekarang, kau ke kantor duluan, ya! Nanti aku yang akan mengurus masalah ini," ucap Ethan berkata lembut. Evelyn melepaskan diri dari pelukan Ethan
"Selamat, Nyonya Evelyn! Anda memang sangat luar biasa!" Evelyn yang baru tiba di perusahaan sangat terkejut dengan sambutan hangat para karyawan manajemen pemasaran. Mereka berlari mendekatinya dengan buket-buket bunga yang mereka bawa. Para karyawan tampak sangat bahagia dan memberikan ucapan suka cita kepada Evelyn. "Nyonya Evelyn! Kamu memang luar biasa!" seru Bella dengan penuh kekaguman.Evelyn tersenyum haru karena tidak menyangka bahwa dirinya, yang sebelumnya hanya bekerja sebagai pemerah sapi dan penjual susu sapi murni, bisa berhasil memecahkan masalah besar di perusahaan ini. Terlebih lagi, perusahaan tersebut adalah milik mantan suaminya sendiri.'Demi membuktikan diriku pantas di sini, aku berhasil membuktikan kepada mereka yang merendahkanku,' gumam Evelyn dalam hati.Evelyn merasa bangga dengan pencapaiannya dan merasa semakin percaya diri. Ia tahu bahwa perjuangannya tidak sia-sia. Dalam waktu singkat, ia berhasil menemukan dan menghentikan penyelundupan barang-bara
"Baik, mari kita lanjutkan dengan kasus ini. Wanita yang terhormat, Alice Gloria, silahkan ceritakan kepada kami apa yang terjadi." hakim membuka persidangan. Satu minggu sudah berlalu. Kini, Di sebuah ruang sidang yang penuh dengan kekhawatiran dan tegang, seorang wanita bernama Alice duduk di kursi pengadilan. Dia kini menuntut suaminya karena tidak bertanggung jawab atas Kehamilannya. "Hakim yang terhormat, suamiku, Ethan Zoldyck , telah menunjukkan sikap yang tidak bertanggung jawab dan tidak peduli terhadap diriku yang notabenenya masih berstatus seorang istri. Dia tega memenjarakan ku dan juga, dia ingin bercerai denganku, sementara, aku sedang hamil!" ucap Alice memberikan kesaksiannya dengan penuh Emosi. "Apakah Anda memiliki bukti-bukti untuk mendukung tuduhan Anda?" tanya Hakim. "Ya, Hakim. Aku telah mengumpulkan bukti-bukti berupa Video. Jika anak dalam kandungan ini adalah Anaknya Ethan. Namun, dia mengelak. Dia tidak mengakui jika ini adalah Anaknya!" cetus Alice. "Te
"Bagaimana bisa Ethan menemukan Gabriel?" Gumam Alice saat melihat kehadiran anak yang berusia 7 tahun lebih berlari ke arahnya. Evelyn menatap anak itu tanpa kedipan mata. Dia tidak percaya jika selama menjalin hubungan dengan Ethan, Alice sudah mempunyai Anak. Yang selama ini Evelyn ketahui, Alice hanya kabur bersama pria lain."Mommy, aku merindukanmu!" ucap Gabriel yang sudah berhadapan dengan Alice. Alice begitu terguncang—tubuhnya gemetar. "Kau… kau siapa? Jangan asal memanggilku Mommy! Aku tidak punya Anak sepertimu!" Sentak Alice mengelak. Anak itu meraung dengan tangis. "Huaaa… Mommy, aku merindukanmu. Daddy juga tidak aku temui. Kalian kemana? Mengapa meninggalkanku sendiri?" "Tidak! Pergi!" Alice mendorong tubuh mungil Gabriel hingga dia tersungkur ke lantai. Semua di dalam ruang persidangan begitu terkejut dengan sikap Alice yang begitu kasar. Anak sekecil itu didorong sampai terjungkal. Evelyn melihat kebingungan yang terjadi, segera berlari ke arah Gabriel. Jiwa kei
"E… Ethan…," Panggilan itu terdengar lirih. Bibir dan pelupuk mata Evelyn bergetar saat melihat perut pria yang dicintainya mengeluarkan darah segar. Ethan seketika ambruk karena mendapatkan tembakan dengan jarak yang begitu dekat. Evelyn segera meraih kepala Ethan yang dia letakan di pahanya. "Ethan, plis… jangan bercanda. Tolong, jangan kenapa-kenapa. Aku dan Raizel masih membutuhkanmu." tangis Evelyn pecah saat Ethan seketika pingsan. Tangan gemetar itu menepuk-nepuk pipi Ethan dengan lembut. Sesekali, Evelyn menahan darah yang mengalir di perut Ethan."No… I'm don't do that," Alice menggelengkan kepalanya, dengan tangan bergetar hebat dia menjatuhkan pistol yang dia genggam. Tubuhnya seketika limbung ke lantai saat tanpa segala dia menarik pelatuk pistol saat Ethan menggenggam tangannya. Rosalie dengan murka berjalan ke arah Alice. "Plak!" Rosalie menampar pipi Cucu Menantunya itu. "Kau benar-benar pembuat masalah, Alice. Dari awal aku sudah curiga dengan kehadiranmu setelah
"Mama!" Raizel berlari ke arah mobil saat Evelyn turun dari mobil. Wajahnya yang tadinya secerah cahaya mentari, kini seketika mendung saat melihat pakaian yang dikenakan oleh Evelyn berdarah. "Mama, apa yang terjadi?" tanya Raizel dengan memberikan tatapan selidik kepada Evelyn. Evelyn berjongkok dia tersenyum kepada Raizel. "Mama tidak apa-apa, kok! Tadi nabrak kucing. Jadi, baju Mama terkena darah kucing." Evelyn mencoba berkilah agar Raizel tidak khawatir jika Ethan terkena tembakan. Raizel mengusap pipi Evelyn dengan tangan mungilnya. "Tapi Mama menangis, apakah ada yang membuat Mama menangis? Mata Mama bengkak," ucap Raizel. "Mama hanya sedikit lelah, Sayang." Raizel memeluk tubuh Evelyn mengusap punggung Evelyn lembut. "Papa dimana? Kenapa Papa tidak pulang bareng Mama?""Hmm… Papa lagi sibuk. Nah, Rai sudah bobo siang, belum?" "Belum, Nyonya, seharian, Tuan Kecil hanya bolak-balik menunggu Nyonya dan Tuan." Manda menyela. Evelyn melepaskan pelukannya dari tubuh Raizel.
“Oh… Ethan, syukurlah jika kamu sudah sadar.”Evelyn menatap pria itu dengan penuh rasa syukur. Bersyukur jika Ethan sadar dengan cepat. Dalam keadaan yang masih bingung, Ethan mempertajam fokus penglihatannya.“Evelyn, kau menangis?” tangan Ethan terulur di pipi Evelyn.Evelyn menggenggam tangan Ethan yang berada di pipinya. Dia tersenyum. “Cepat sembuh, agar kita bisa berkumpul,” ucapnya.“Tentu, Evelyn, Karena ada kamu dan Raziel yang menjadi tujuan hidupku saat ini,” ucap Ethan.“Apakah kau mau makan? Aku tadi membeli buah dan bubur. Aku pikir, saat ini kau hanya bisa makan makanan yang lembut.”Ethan menggeleng lemah. “Lidahku masih pahit. Kalau boleh, aku ingin makan jeruk,” ucap Ethan. “Baik. Tunggu sebentar, aku akan mengupaskannya untukmu.” Evelyn segera berdiri dan meraih satu buah jeruk yang tampak oren. Setelah membersihkan jeruk tersebut, Evelyn menyuapi Ethan dengan hati-hati. Mereka berdua, tampak menikmati momen berdua itu. Evelyn dengan kesabarannya, mencoba mengurus