"Baik, mari kita lanjutkan dengan kasus ini. Wanita yang terhormat, Alice Gloria, silahkan ceritakan kepada kami apa yang terjadi." hakim membuka persidangan. Satu minggu sudah berlalu. Kini, Di sebuah ruang sidang yang penuh dengan kekhawatiran dan tegang, seorang wanita bernama Alice duduk di kursi pengadilan. Dia kini menuntut suaminya karena tidak bertanggung jawab atas Kehamilannya. "Hakim yang terhormat, suamiku, Ethan Zoldyck , telah menunjukkan sikap yang tidak bertanggung jawab dan tidak peduli terhadap diriku yang notabenenya masih berstatus seorang istri. Dia tega memenjarakan ku dan juga, dia ingin bercerai denganku, sementara, aku sedang hamil!" ucap Alice memberikan kesaksiannya dengan penuh Emosi. "Apakah Anda memiliki bukti-bukti untuk mendukung tuduhan Anda?" tanya Hakim. "Ya, Hakim. Aku telah mengumpulkan bukti-bukti berupa Video. Jika anak dalam kandungan ini adalah Anaknya Ethan. Namun, dia mengelak. Dia tidak mengakui jika ini adalah Anaknya!" cetus Alice. "Te
"Bagaimana bisa Ethan menemukan Gabriel?" Gumam Alice saat melihat kehadiran anak yang berusia 7 tahun lebih berlari ke arahnya. Evelyn menatap anak itu tanpa kedipan mata. Dia tidak percaya jika selama menjalin hubungan dengan Ethan, Alice sudah mempunyai Anak. Yang selama ini Evelyn ketahui, Alice hanya kabur bersama pria lain."Mommy, aku merindukanmu!" ucap Gabriel yang sudah berhadapan dengan Alice. Alice begitu terguncang—tubuhnya gemetar. "Kau… kau siapa? Jangan asal memanggilku Mommy! Aku tidak punya Anak sepertimu!" Sentak Alice mengelak. Anak itu meraung dengan tangis. "Huaaa… Mommy, aku merindukanmu. Daddy juga tidak aku temui. Kalian kemana? Mengapa meninggalkanku sendiri?" "Tidak! Pergi!" Alice mendorong tubuh mungil Gabriel hingga dia tersungkur ke lantai. Semua di dalam ruang persidangan begitu terkejut dengan sikap Alice yang begitu kasar. Anak sekecil itu didorong sampai terjungkal. Evelyn melihat kebingungan yang terjadi, segera berlari ke arah Gabriel. Jiwa kei
"E… Ethan…," Panggilan itu terdengar lirih. Bibir dan pelupuk mata Evelyn bergetar saat melihat perut pria yang dicintainya mengeluarkan darah segar. Ethan seketika ambruk karena mendapatkan tembakan dengan jarak yang begitu dekat. Evelyn segera meraih kepala Ethan yang dia letakan di pahanya. "Ethan, plis… jangan bercanda. Tolong, jangan kenapa-kenapa. Aku dan Raizel masih membutuhkanmu." tangis Evelyn pecah saat Ethan seketika pingsan. Tangan gemetar itu menepuk-nepuk pipi Ethan dengan lembut. Sesekali, Evelyn menahan darah yang mengalir di perut Ethan."No… I'm don't do that," Alice menggelengkan kepalanya, dengan tangan bergetar hebat dia menjatuhkan pistol yang dia genggam. Tubuhnya seketika limbung ke lantai saat tanpa segala dia menarik pelatuk pistol saat Ethan menggenggam tangannya. Rosalie dengan murka berjalan ke arah Alice. "Plak!" Rosalie menampar pipi Cucu Menantunya itu. "Kau benar-benar pembuat masalah, Alice. Dari awal aku sudah curiga dengan kehadiranmu setelah
"Mama!" Raizel berlari ke arah mobil saat Evelyn turun dari mobil. Wajahnya yang tadinya secerah cahaya mentari, kini seketika mendung saat melihat pakaian yang dikenakan oleh Evelyn berdarah. "Mama, apa yang terjadi?" tanya Raizel dengan memberikan tatapan selidik kepada Evelyn. Evelyn berjongkok dia tersenyum kepada Raizel. "Mama tidak apa-apa, kok! Tadi nabrak kucing. Jadi, baju Mama terkena darah kucing." Evelyn mencoba berkilah agar Raizel tidak khawatir jika Ethan terkena tembakan. Raizel mengusap pipi Evelyn dengan tangan mungilnya. "Tapi Mama menangis, apakah ada yang membuat Mama menangis? Mata Mama bengkak," ucap Raizel. "Mama hanya sedikit lelah, Sayang." Raizel memeluk tubuh Evelyn mengusap punggung Evelyn lembut. "Papa dimana? Kenapa Papa tidak pulang bareng Mama?""Hmm… Papa lagi sibuk. Nah, Rai sudah bobo siang, belum?" "Belum, Nyonya, seharian, Tuan Kecil hanya bolak-balik menunggu Nyonya dan Tuan." Manda menyela. Evelyn melepaskan pelukannya dari tubuh Raizel.
“Oh… Ethan, syukurlah jika kamu sudah sadar.”Evelyn menatap pria itu dengan penuh rasa syukur. Bersyukur jika Ethan sadar dengan cepat. Dalam keadaan yang masih bingung, Ethan mempertajam fokus penglihatannya.“Evelyn, kau menangis?” tangan Ethan terulur di pipi Evelyn.Evelyn menggenggam tangan Ethan yang berada di pipinya. Dia tersenyum. “Cepat sembuh, agar kita bisa berkumpul,” ucapnya.“Tentu, Evelyn, Karena ada kamu dan Raziel yang menjadi tujuan hidupku saat ini,” ucap Ethan.“Apakah kau mau makan? Aku tadi membeli buah dan bubur. Aku pikir, saat ini kau hanya bisa makan makanan yang lembut.”Ethan menggeleng lemah. “Lidahku masih pahit. Kalau boleh, aku ingin makan jeruk,” ucap Ethan. “Baik. Tunggu sebentar, aku akan mengupaskannya untukmu.” Evelyn segera berdiri dan meraih satu buah jeruk yang tampak oren. Setelah membersihkan jeruk tersebut, Evelyn menyuapi Ethan dengan hati-hati. Mereka berdua, tampak menikmati momen berdua itu. Evelyn dengan kesabarannya, mencoba mengurus
"Papa, bolehkah aku kesana?" Tanya Raizel sambil menunjuk ke arah jejeran kue. Anak itu tampaknya tertarik dengan warna kue-kue tersebut. Ethan yang melihat Raizel bersemangat pun mengangguk. "Ya, Rai bisa memakan semuanya yang Rai mau. Tapi ingat, jaga kesehatan gigimu," ucap Ethan sedikit membungkuk menyesuaikan tinggi badan Raizel. "Oki doki, Papa!" seru Raizel, "cup!" satu kecupan Raizel berikan di pipi Ethan, setelah itu, Raizel dengan semangat berlari ke arah prasmanan. Ethan menatap Evelyn yang tampak kikuk. Walaupun Evelyn sering ke acara pesta, tapi menurut Evelyn, pesta kali ini yang paling mewah. Sebab, banyak sekali kolega dan rekan bisnis yang berpengaruh hadir disini. Ethan yang menyadari kecanggungan Evelyn pun meraih pinggul Evelyn. Evelyn tersentak saat tubuhnya menyatu dengan pria yang menariknya. "Ethan, jangan seperti ini. Aku malu," Evelyn berisik dengan pelan. "Jangan gugup. Kau adalah wanita tercantik malam ini, tentu kau harus berdiri dengan tegak saat ka
"Kau… Hendrick? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Evelyn, terkejut.Evelyn sedang membersihkan mulut putranya, Raizel, dari cream kue yang menempel pun terkejut melihat Hendrick, mantan kekasihnya yang dulu pernah tega berselingkuh dengan bibinya.Hendrick memandang Evelyn dengan pandangan sinis. "Evelyn, Walaupun kamu sekarang akan menjadi istri dari seorang milyuner, kamu hanya seorang wanita kampung yang menyedihkan. Kamu itu tidak pantas menjadi pendamping dari seorang presdir seperti Ethan," cibir Hendrick.Evelyn yang tidak terima dihina di depan anaknya pun berdiri saat dirinya masih berjongkok. "Ck, tong kosong nyaring bunyinya, orang iri, nyaring bicaranya! Hendrick, kau itu hanya pria pecundang yang hanya ingin menjatuhkan orang lain karena kau tidak mampu menggapai semua mimpimu. Sebab apa? Hatimu benar-benar buruk!" ketus Evelyn.Raizel yang melihat Ibunya dihina segera berdiri di depan tubuh Evelyn sambil merentangkan kedua tangannya. Mencoba menjadi tameng untuk Evel
Ethan sedari tadi berdiri di ambang pintu kamar mandi. Dia menatap ke arah Raizel dan Evelyn dengan tatapan hangat. Tak ada yang bisa menghubungkan lagi antara anak dan mantan istrinya selain Raizel. Anak mereka yang selalu jadi perekat diantara mereka semua.Anak kecil dengan wajah bulat dan lucu itu tengah merintih ketika air sabun mengenai matanya. Evelyn dengan sigap menangkap Raizel bergelayut erat pada tubuhnya. Sedangkan Ethan tetap dalam posisi diam, memandangi kebahagian itu dengan mata yang berkaca-kaca."Ayo kita mandi bersama!" Seru Ethan. Evelyn memutar kepalanya ke arah ambang pintu kamar mandi. Di pintu itu, Ethan sudah berdiri dengan senyuman di bibirnya."Mandi bersama? Apa yang kau pikiran, Ethan?" kaget Evelyn mendengar permintaan Ethan.Raizel meraih selang shower, mulut selang itu dia arahkan ke arah Evelyn. "Ayo, Mama! Kita bersenang-senang! Rai ingin mandi bertiga!" Seru Raizel begitu bersemangat saat dia menyemprotkan air ke arah Evelyn. "Aw… Rai, Sayang! Mam
Beberapa minggu kemudian, keluarga ini mulai mempersiapkan perayaan ulang tahun Raizel yang ke-7 di panti asuhan yang sebelumnya dijanjikan oleh Evelyn. Tak ingin mengecewakan Raizel, Evelyn dan Ethan, Rosalie, Diana serta Kakek James saling bahu-membahu menyiapkan berbagai perlengkapan dan makanan untuk pesta tersebut."Sayang, apa kamu yakin makanan ini cukup untuk semua anak-anak di panti asuhan?" tanya Evelyn khawatir pada suaminya.Ethan tersenyum, meyakinkan istrinya. "Tenang saja, sayang. Aku sudah berbicara dengan pengelola panti asuhan, mereka menyediakan makanan tambahan jika dibutuhkan. Jadi, semua anak pasti akan kenyang."Di hari H, keluarga ini tiba di panti asuhan dengan membawa berbagai perlengkapan pesta dan makanan. Mereka disambut hangat oleh pengelola panti asuhan dan anak-anak yang tinggal di sana."Selamat datang, Tuan Ethan, Nyonya Evelyn, dan keluarga!" sambut salah satu pengelola. "Terima kasih banyak atas kebaikan hati kalian merayakan ulang tahun Raizel bers
Kehamilan Evelyn menjadi berita yang membawa berkah bagi keluarga ini. Raizel begitu bahagia ketika mengetahui akan memiliki adik. Diana dan Rosalie pun tak dapat menyembunyikan kebahagiaan mereka dengan hadirnya calon anggota keluarga baru."Seharusnya kita merayakannya!" seru Rosalie ketika semua anggota keluarga berkumpul di ruang tamu."Aku setuju!" sahut Diana, "Terlalu lama kita tidak merayakan sesuatu yang istimewa. Mari kita mengadakan pesta kecil untuk merayakan kebahagiaan ini."Semua anggota keluarga pun bersemangat untuk mempersiapkan pesta tersebut. Mereka semua bekerja sama, menghias rumah dengan balon berwarna-warni dan bunga-bunga indah. Diana dan Rosalie mengatur menu makanan untuk pesta tersebut, sementara Evelyn dan Ethan mengundang beberapa sahabat dekat mereka untuk merayakan momen bahagia ini bersama-sama."Huek!" disaat pesta sedang berlangsung, Ethan mengalami mual yang hebat. Evelyn yang melihat hal itu pun segera meletakkan makanannya dan mengusap punggung s
"Bulannya, indah, ya," ucap Evelyn saat dia dan Ethan kini duduk di atas balkon sambil menatap langit malam. "Iya, seperti kamu. Yang selalu bersinar dalam kegelapan hidup seseorang," sahut Ethan yang saat ini dirinya sedang memeluk tubuh Evelyn dengan erat dari belakang sambil memandang langit yang sama. Sudah satu bulan berlalu saat mereka melakukan perjalanan bulan madu. Dan saat ini, kebahagiaan yang mereka rasakan semakin tajam. Mereka saling melengkapi, bagaikan potongan-potongan puzzle yang sempurna."Evelyn, masih ingat masa-masa sulit yang kau hadapi?" tanya Ethan sambil tersenyum."Tentu saja, aku masih ingat bagaimana kamu menceraikanku. Aku menangis di tengah jalan saat hujan lebat. Dan, kau tidak tahu betapa sulitnya saat aku mengetahui jika aku hamil. Merangkak dan tertatih," jawab Evelyn dengan nada yang sedih. Ethan kemudian melepaskan pelukannya, berdiri tepat di depan Evelyn. "Maaf karena sikapku dulu pada separah itu. Tapi, ada sesuatu yang ingin kutanyakan," uca
"Yey! Mama sama Papa pulang, pasti Rai dibawakan oleh-oleh Adik!" seru Rai sore ini, dia tampak bersemangat. Diana datang membawakan segelas coklat panas dan beberapa cemilan ke arah gazebo di taman depan. Sambil memperhatikan Raizel bermain-main ditemani oleh Manda. "Sayang! Ayo, sini, Nenek bawakan coklat panas!" Diana berteriak. Anak itu segera menoleh, dia pun menjawab, "ya ... Nek!" Raizel berlari dengan senyum yang merekah menuju ke arah Diana, di belakangnya disusul oleh Manda. "Nenek, sebentar lagi, Mama sama Papa akan pulang, kan?" tanya bocah itu antusia. Melihat keringat dari dahi cucunya itu menumpuk, Diana segera menggosoknya dengan telapak tamgan sambil menjawab, "iya, memangnya, Rai menunggu apa?" tanya Diana. "Kata Tuan kecil, dia sedang menunggu kedatangan tuan muda dan nyonya muda. Karena akan membawa Adik!" Manda mencoba menimpali. Diana terkekeh. Bisa-bisanya Raizel berpikir kalau buat adik sama seperti kita membuat adonan kue yang langsung jadi. "Rai Sayang
Ethan melepaskan kimononya, dengan tubuh polos itu, dia melangkah ke arah pemandian air panas yang terlihat mengepul, dia segera merendamkan tubuhnya. Dan perasaan nyaman pun mengalir di tubuhnya saat air panas tersebut mengenai permukaan kulitnya. "Oh … nyaman sekali." Ethan bergumam sambil memejamkan matanya, meresapi setiap sentuhan hangat dari air.Evelyn, dengan malu-malu melangkah ke arah pemandian air panas itu dengan kimono yang masih menempel di tubuhnya.Evelyn pun melucuti kimono yang dia. Dan tubuh polos itu pun terlihat bercahaya tertimpa sinar rembulan. Evelyn pun berkata, "Ethan, aku sudah siap." Ethan yang mendengar suara Evelyn pun membuka matanya. dia dapat melihat Istrinya itu berdiri di sisi kolam pemandian Air panas dengan penuh tatap keanggunan.Ethan tersenyum lalu berkata, "Evelyn, jangan sungkan-sungkan. Kolam air panas ini akan merilekskan otot-otot kita yang tegang setelah berkelana seharian, ayo! Kemari." ajak Ethan.Evelyn tersenyum tipis, kemudian melan
Kyoto-Jepang;"Whoa, Sayang, lihat! Ini begitu cantik!" seru Evelyn sambil berlari dengan kimono di bawah pohon sakura yang sedang mekar. Ethan dan Evelyn memilih Jepang untuk bulan madu mereka. Karena Evelyn suka dengan keindahan bunga sakura. Apalagi waktu senja dari klenteng puncak Kyoto menatap ke arah gunung Fuji. Itu sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan. "Hati-hati, nanti kau tersandung, Evelyn!" Seru Ethan. Ethan memperhatikan tingkah Evelyn itu dengan riang. Perasaannya begitu bahagia saat melihat istrinya itu begitu bersemangat. Ethan segera menyusul Evelyn. Saat berjalan beriringan, Ethan menggenggam tangan Evelyn dan berjalan di bawah pohon-pohon sakura. "Setelah ini, kita mau kemana?' tanya Ethan sambil melangkah. Evelyn merenung beberapa detik. Dia memikirkan sesuatu. "Aku ingin pergi ke kuil, Kinkaku-ji, Kiyomizu-dera, dan Fushimi Inari-taisha!" seru Evelyn dengan semangat. Ethan mengusap kepala Evelyn. "Kamu maruk sekali, ya, Sayang! Masa mau dikunjungi semu
"Ya, Sayang, itu adalah Mama kamu. Mama yang menjadi malaikat untukmu. Malaikat yang nyata yang merawatmu disaat Papa tidak berada di sisimu," ungkap Ethan peru haru. Ethan menahan tangis harunya. Saat melihat Evelyn begitu anggun. Lorong waktu kenangan dimana dia menghina Evelyn dan mengusir Evelyn layaknya seorang anjing jalanan membuat penyesalan kini merajai. Dia tidak tahu, sekuat apa Evelyn didera kesedihan saat dia mengusir Evelyn. 'Kau wanita hebat, kau layak untuk mendapatkan semuanya, Evelyn. Kali ini, aku tidak akan pernah menyia-nyiakan wanita sepertimu. Aku akan menebus semua kesalahanku di masa lalu dan membuka masa depan yang indah bersama dirimu dan Anak kita.' Batin Ethan. Sementara di tempat Evelyn, James menyambut putrinya itu dengan wajah sendu. Mengingat bagaimana dirinya memperlakukan anak angkatnya itu. Akan tetapi, Evelyn mampu berdiri tegak layaknya batu karang yang terus terhantam ombak. "Apakah kau sudah siap?" tanya James sebelum menuntut putrinya itu k
Seperti bunga yang mekar di kebun yang subur, Evelyn memancarkan keindahan yang menakjubkan dengan gaun pengantin mewahnya. Saat memandang wajahnya di cermin, ia takjub akan kecantikannya yang mempesona. Namun, di balik kilau cahaya itu, gelombang gugup bercampur dengan degupan jantung yang memekakkan telinga. Ya, ini adalah hari di mana dua jiwa akan bersatu dalam ikatan pernikahan: Evelyn dan Ethan. Asisten Evelyn yang setia, Manda, bertepuk tangan menahan kagum, sementara Diana, menahan tangis bahagia yang menggenang di dalam hatinya.Evelyn menghela nafas, dia memutar tubuhnya dan menatap ke arah Diana. "Bu, rasanya seperti ribuan kupu-kupu berseliweran di perutku, benar-benar gugup! Bagaimana kalau aku tersandung saat berjalan nanti?" ungkap Evelyn. Diana menyeka air mata, sambil tersenyum. "Evelyn, sayangku, kupu-kupu itu adalah rasa cintamu yang menjelma menjadi kegembiraan. Aku tahu kamu adalah wanita yang kuat dan semua akan berjalan dengan lancar. Percayalah, saat kamu me
"Wow, Rully! Danau ini sangat indah! Aku tidak pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya!"Senja mulai menjelang di Danau Aloeran, dan langit kini tampak berubah menjadi merah jingga yang damai. Rully dan Amelia kini berdiri menatap ke arah danau yang keindahannya tersembunyi oleh rimbunnya pepohonan dan belukar. Saat mereka tiba, mereka disambut oleh angin serta gemericik air dan burung-burung berkicau bersahut-sahutan, menciptakan suasana yang begitu sempurna.Rully tersenyum dan berkata, "Amelia, ini yang ingin aku tunjukan padamu. Danau ini benar-benar tersembunyi, sangat jarang orang yang tahu tempat ini. Ini adalah tempat dimana aku menghilangkan stres dan mengagumi keindahan Sang Pencipta."Amelia menoleh, menatap pria yang berdiri di sampingnya dengan pandangan lurus ke depan. "Apakah kau sering membawa Evelyn kemari?" tanya Amelia, di hatinya terbesit sedikit rasa cemburu. Rully tersenyum kemudian menundukkan kepalanya. Mengingat betapa indah kenangan dirinya bersama